Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM APLIKASI TEKNIK NUKLIR

DISUSUN OLEH :
NAMA : NAUFAL ALIF SYARIFUDDIN
NIM : 011400391
KELOMPOK : 1
PROGRAM STUDI : D-IV TEKNOKIMIA NUKLIR
JURUSAN : TEKNOKIMIA NUKLIR
ACARA : Thickness Gauging
PEMBIMBING : Riko Iman D, S.ST

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2017
PENENTUAN KETEBALAN BAHAN MENGGUNAKAN TEKNIK
GAUGING

I. Tujuan

1. Memahami penggunaan teknik gauging untuk mengukur ketebalan bahan


2. Menghitung ketebalan bahan dengan teknik gauging

II. Dasar Teori

Bila suatu radiasi gamma dengan intensitas tertentu melalui suatu bahan, disini
akan digunakan zat cair, maka sebagian radiasi tersebut akan terserap hingga
intensitas yang diteruskan akan berkurang. Penyerapan radiasi gamma oleh
suatu bahan dipengaruhi oleh rapat jenis bahan tersebut.
It = I0 ex
Dengan,
It : intensitas radiasi yang diteruskan
I0 : intensitas mula-mula
: koefisien serap bahan
x : tebal bahan
Fenomena ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan tinggi permukaan
zat cair atau batas permukaan antara dua jenis zat cair yang mempunyai rapat
jenis berbeda.
Nuclear gauge adalah sistem peralatan (terdiri atas sumber radiasi dan
detektor radiasi) yang memanfaatkan sifat-sifat unik radiasi pengion untuk
pengontrolan proses dan kualitas produk. Perlu diketahui bahwa data yang
diperoleh dari detektor akan diteruskan ke sistem komputasi yang terkoneksi
secara integral dengan sistem kontrol.Penerapan teknik nuklir dalam proses
kontrol mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan teknik lainnya, antara
lain :
1. Sumber radioaktif dapat dipilih sesuai dengan sifat bahan yang diukur
2. Tidak merusak, tidak ada kontak, dan tidak meninggalkan bekas pada bahan
3. Pengukuran cepat dan dapat dipercaya
4. Sesuai untuk bahan kimia yang berbahaya atau bahan yang bertemperatur
ekstrim.
Teknik gauging adalah teknik pengukuran dengan mengguna-kan radioisotop dan
teknik pengukuran ini ada beberapa macam, yairu thickness gauging, level gauging dan
density gauging. Cara kerja teknik pengukuran ini berdasarkan :
Cara Transmisi
Cara Back-scattering

Cara Transmisi

Teknik pengukuran dengan cara transmisi adalah dengan me-manfaatkan sifat


atenuasi atau penyerapan radiasi oleh suatu bahan.Perbedaan intensitas radiasi
sebelum melewati suatu bahan dan sesudah melewati suatu bahan digunakan untuk
mengukur bahan tersebut.

I = I0 e-x

= Koefisien atenuasi bahan

X = Tebal bahan

I0 = Intensitas radiasi sebelum melewati bahan

I = Intensitas radiasi setelah melewati bahan

Oleh karena I0 ; I ; dan bisa diketahui nilainya, maka harga X ( tebal )


suatu bahan dapat ditentukan. Cara pengukuran tebal bahan ini yang digunakan
dalam industri yang diubah menjadi proses penetapan tebal bahan secara
otomatis.

Cara kerja pengukuran tebal bahan secara otomatis tersebut juga dapat
diterapkan pada pengukuran level gauging atau pengukuran volume cairan di
dalam suatu wadah seperti gambar dibawah ini.

Pelat baja roll dengan ketebalan tertentu akan terus berputar ke kiri dan
akan berhenti secara otomatis bila ada perubahan tebal bahan. Perubahan tebal
bahan akan menyebabkan intensitas radiasi yang ditangkap oleh detektor
berubah dan perubahan ini akan diteruskan ke alat kontrol.

Pancaran radiasi yang datang dari dasar tangki akan diserap oleh volume
zat cair yang diatasnya dan kemudian diteruskan ke detektor yang ada
diatasnya.

Bila volume zat cair di dalam tangki terisi penuh, radiasi yang ditangkap
detektor akan lebih rendah. Sebaliknya kalau volume zat cair berkurang, radiasi
yang ditangkap detektor akan lebih tinggi.Hasil tangkapan radiasi oleh detektor
kemudian diubah dan dikalibrasi oleh alat pencatat dengan volume tangki yang
sebenarnya.

Mengingat bahwa sifat atenuasi bahan dapat dikaitkan dengan harga


koefisien penerapan massa suatu bahan ( m ) yang besarnya sama dengan :

m = /
Dengan catatan bahwa adalah berat jenis suatu bahan, maka
persamaan :

I = Io e-x dapat diganti menjadi I = Io e-(m . )x

Sehingga persamaan terakhir ini dapat juga diterapkan pada teknik


density gauging atau pengukuran berat jenis ( density )suatu bahan. Prinsip
kerja teknik density gauging sama dengan teknik level gauging.

Cara Back-Scattering

Cara hamburan balik ini sering juga disebut dengan cara uji tak
merusak, karena radiasi yang datang tidak bereaksi dengan bahan yang diamati,
tetapi hanya sekedar memanfaatkan pantulan radiasi atau hamburan balik dari
radiasi yang mengenai bahan.

Prinsip kerja back scattering secara sederhana dapat diterangkan sebagai


berikut :

Zarah radiasi yang datang dapat digambarkan sebagai bola tenis. Bola
tenis yang dilemparkan ke arah lantai marmer, pantulannya tentu lain dengan
pantulan bola tenis yang dilemparkan ketanah berpasir dan sudah barang tentu
juga berbeda pantulannya bila bola tenis tersebut dilemparkan kearah kasur
berbusa. Sifat pantulan bola tenis yang berbeda akibat mengenai benda yang
berbeda kekerasan permukaannya dimanfaatkan untuk menganalisis dan
memperkirakan benda tersebut. Demikian pula bila zarah radiasi mengenai
materi , yang akan dipantulkan dimana sifat pantulannya tergantung pada sifat
meteri yang dikenai radiasi. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut ini.

Prinsip kerja thickness gauging adalah sebagai berikut :


Bila suatu bahan setebal x ditempatkan segaris di antara sumber radiasi
dan detektor, maka berkurangnya intensitas radiasi setelah menembus bahan
dinyatakan dalam :
x
I = Io . e (1)

I = intensitas radiasi setelah menembus bahan


Io = intensitas radiasi sebelum menembus bahan
= koefisien atenuasi bahan (di tabel) dan x = tebal bahan
Jadi bila I dan Io dapat diukur, maka tebal bahan dapat ditentukan,
misalnya dalam pengukuran tebal kertas, plastik, karet, dll.

III. Alat dan Bahan


3.1 Alat
1. Detektor GM
2. Pinset
3. Pendose
4. Jangka sorong
3.2 Bahan
1. Sr-90
2. Bahan sampel (mika, kertas fotocopy dan plastik)

IV. Langkah Kerja


1. Detektor GM dihidupkan dan dipasang pada tegangan kerja 760 V dan waktu
cacahan 100 detik
2. Pencacahan background dilakukan
3. Pencacahan dengan sumber standar Sr-90 dilakukan tanpa shielding dan dicatat
sebagai data Io
4. Pencacahan dengan sumber standar Sr-90 dilakukan dengan shielding tipe Poly
dan dicatat sebagai data I.
5. Langkah ke- 4 diulangi dengan variasi shielding tipe poly dan plastik.
6. Dibuat plot grafik antara ln I/Io vs ketebalan shielding untuk didapatkan
koefisien atenuasi
7. Sampel mika diukur setebal 1 mm dengan jangka sorong
8. Sampel mika diletakkan di kolom detektor GM dan dilakukan pencacahan
dengan Sr-90
9. Nilai ketebalan sampel mika dihitung dengan data ln I/Io dan koefisien atenuasi
10. Langkah 7-9 diulangi dengan variasi ketebalan 2 mm
11. Langkah 7-10 diulangi dengan variasi sampel plastik dan plastik fotocopy

V. Data Pengamatan
5.1 Cacah Background
Cacah Hasil
ke cacahan
1 49
2 65
3 50

5.2 Cacah Standar Tanpa Shieldhing


Cacah Hasil
ke cacahan
1 12339
2 12273
3 12248

5.3 Penentuan Grafik ln I/Io vs Ketebalan

Tebal
Tipe (minch) Tebal (mm) Cacah
11668
11891
Poly 4 0,1016 11661
11152
Poly 8 0,2032 11274
8847
Plastik 30 0,762 8767
Plastik 40 1,016 7761
7597
5132
Plastik 70 1,778 5430

5.4 Cacah Sampel


Ketebalan Cacah
Sampel (mm) gross
6289
Mika 1 6262
2972
3001
Mika 2 2903
Kertas 5827
2 5834
8205
Kertas 1 8144
Plastik 8517
fotocopy 0,71 8665
Plastik 10371
fotocopy 0,5 10064

VI. Perhitungan
6.1 Penentuan Grafik ln I/Io vs Ketebalan
(49+65+50)
= (100 ) 3

= 0,547

Io adalah cacahan standar tanpa menggunakan shieldhing, maka


(12339+12273+12248)
= (100 ) 3

0,547
= 122,32

Penentuan ln I/Io
Dari data pencacahan standar dengan shielding tipe Poly yang pertama diketahui bahwa
- Rata-rata cacahan = 11740
- Cps net = 116,8533 cps
- Ketebalan = 0,01778 minch

ln = ln

116,8553
ln = ln
122,32

ln = 0,04572

Dengan langkah dan cara yang sama didapatkan data sebagai berikut:
Tebal
Tipe (mm) cps I/I0 ln (I/I0)

Poly 0,1016 116,8533 0,95530848 -0,04572

Poly 0,2032 111,5833 0,912224766 -0,09187

Plastik 0,762 87,52333 0,715527578 -0,33474

Plastik 1,016 76,24333 0,623310443 -0,47271

Plastik 1,778 52,26333 0,427267277 -0,85035

Plot grafik antara ln I/Io vs ketebalan adalah sebagai berikut

Grafik ln (I/I0) vs ketebalan


0
0 0.5 1 1.5 2
-0.2
y = -0.4794x + 0.0111
-0.4
ln (I/I0)

R = 0.9987

-0.6

-0.8

-1
ketebalan (mm)

Dari plot grafik tersebut diketahui bahwa:


- Slope = -0,0479
- Intercept = 0,011
x
I = Io . e

-slope = -

= 0,0479/mm
6.2 Menentukan Ketebalan Sampel
Setelah nilai didapatkan, maka dapat digunakan untuk menghitung tebal bahan
dengan rumus

ln( )

=

Dari data sampel mika pertama diketahui bahwa


- Cps net = 62,2083
- Ketebalan = 1 mm
Maka, nilai ketebalan yang dihitung menggunakan teknik gauging ini adalah
62,2083
ln( )
122,32
= 0,0479/

= 1,062

% = 100%

1,062 1
% = 100%
1

% = 6,2 %
Dengan langkah dan cara yang sama didapatkan data sebagai berikut:
Ketebalan
Sampel (mm) Cps (i/i0) Ln(i/io) Tebal (mm) Error (%)
-
Mika 1 62,20833333 0,50857 0,67615159 1,41159 41,159

-
Mika 2 29,04 0,23741 1,43796637 3,002017 50,10087
-
Kertas 2 57,75833333 0,47219 0,75037292 1,566541 21,67297
-
Kertas 1 81,19833333 0,663819 0,40974584 0,855419 14,45807
-
Plastik fotocopy 0,71 85,36333333 0,697869 0,35972391 0,750989 5,77315
-
Plastik fotocopy 0,5 101,6283333 0,83084 0,18531819 0,386886 22,62288
10064 10009,3333

VII. Pembahasan
Dalam praktikum ini telah dilakukan penentuan ketebalan bahan menggunakan
teknik gauging. Teknik gauging yang digunakan adalah cara transmisi dimana
memanfaatkan intensitas sumber radiasi yang terserap pada bahan sehingga
dapat dihitung ketebalan bahannya. Sumber radiasi yang digunakan adalah Sr-
90. Sampel yang akan dihitung ketebalannya adalah kertas dan mika.
Strontsium-90 merupakan radionuklida pemancar radiasi beta (-) sehingga
cocok digunakan untuk menentukan ketebalan kertas. Dalam percobaan ini
detektor yang digunakan adalah detektor Geiger Muller (GM) dengan tegangan
kerja 760 volt. Detektor ini digunakan karena jumlah ion yang dihasilkan di
daerah ini sangat banyak, mencapai nilai saturasinya, sehingga pulsanya relatif
tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa lagi sehingga dari segi elektronik
sangat sederhana karena tidak perlu menggunakan rangkaian penguat. Pada
tegangan kerja Geiger Muller, elektron primer dapar dipercepat untuk
membentuk elektron sekunder dari ionisasi gas dalam tabung geiger muller.
Dalam hal ini peristiwa ionisasi sudah tidak tergantung pada jenis dan besarnya
energi radiasi, jelaslah disini bahwa zarah radiasi yang masuk ke detektor GM
akan memanfaatkan ionisasi sekunder sehingga zarah radiasi yang masuk ke
detektor GM akan menghasilkan pulsa yang tinggi dengan pulsa yang tetap
sama dan tidak dipengaruhi oleh besarnya energi radiasi.
Nilai koefisien atenuasi () ditentukan dengan membuat plot grafik
antara ln I/Io vs ketebalan penahan standar. Nilai koefisien atenuasi adalah
minus slope dari grafik tersebut. Dari data koefisien atenuasi tersebut nantinya
digunakan untuk menghitung keteebalan bahan yang diuji.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa perbedaan perhitungan
ketebalan manual dan perhitungan ketebalan dengan teknik gauging terdapat
perbedaan yang signifikan dan belum dapat di validasi. Beberapa faktor yang
memengaruhi hal ini antara lain, penahan standar yang digunakan memiliki
densitas yang kemungkinan jauh berbeda dari sampel yang digunakan.
Perbedaan densitas ini tentunya akan memengaruhi cacahan yang terdeteksi
dalam detektor Geiger Mueller. Selain itu, posisi tumpukan sampel yang akan
dihitung ketebalannya tidak menutup kolom detektor sepenuhnya sehingga
kemungkinan intensitas radiasi yang tertangkap oleh detektor tidak sepenuhnya
terserap dahulu oleh bahan sampel.

VIII. Kesimpulan
1. Thickness gauging adalah teknik pengukuran dengan menggunakan radioisotop
untuk mengukur ketebalan kertas.
2. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa perbedaan perhitungan
ketebalan manual dan perhitungan ketebalan dengan teknik gauging terdapat
perbedaan yang signifikan dan belum dapat di validasi

IX. Daftar Pustaka

Decamarta, R. I. (2017). Petunjuk Praktikum Aplikasi Teknik Nuklir: Thickness Gauging.


Yogyakarta: STTN-BATAN.
Wardhana, W. A. (2007). Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Andi Press.

Yogyakarta, 11 Juni 2017


Pembimbing, Praktikan,

Riko Iman Decamarta, S.ST Naufal Alif Syarifuddin

Anda mungkin juga menyukai