Anda di halaman 1dari 13

Metabolisme Karbohidrat, Lemak

dan Hormon Yang Berperan


Edwin Kembauw
102011041

Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Pendahuluan
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Pada orang dewasa, ikterus
akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin >5mg/dl. Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa
pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada
gambaran kadar bilirubin serum total.1-6
Pada kesempatan kali ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai kolestasis neonatal.
Hal ini terkait dengan skenario yang didapat yaitu tentang anak usia 2 bulan kuning
seluruh badan sejak usia 2 minggu.Hipotesis bagi skenario ini adalah bayi tersebut
ikterus karena kolestasis. Sasaran pembelajarannya pula adalah memahami
patofisiologi ikterus neonatorum, mengenal tanda-tanda klinis, komplikasi, dan
tatalaksana yang tepat.

Pembahasan

Anamesis

Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain keluhan utama pasien, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengobatan atau
terapi yang mungkin telah dilakukan.Beberapa hal yang lebih spesifik untuk
ditanyakan ialah riwayat prenatal, neonatal, prematuritas, riwayat morbiditas ibu
selama kehamilan misalnya infeksi Toksoplasma, rubela, cytomegalovirus, dan
Herpes (TORCH), hepatitis B, riwayat pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah,

1
serta penggunaan obat hepatotoksik, riwayat pemberian ASI, riwayat feses dempul,
air kencing berwarna gelap dan riwayat mulai tampak kuning.3

Dari hasil alloanamnesis didapatkan hasil seperti berikut ini:

KU : Kuning seluruh badan. Semakin lama semakin kuning

RPS : Rewel, kurang aktif, malas menyusu, menangis lemah

KLain : Tidak demam

Pemeriksaan Fisik

Harus diperiksa keadaan umum pasien, adanya dismorfik atau makrologis,


adanya kulit tampak ikterik, pucat, sklera ikterik, kulit ikterik, hepatomegali,
splenomegali, kelainan jantung, hernia umbilikalis, venektasi, petechiepurpura,
hidrokel, asites atau clubbing.Dalam kasus ini, TTV anak dalam batas normal, sklera
ikterik dan ikterus di seluruh tubuh dan mukosa.6

Pemeriksaan Penunjang

1. Kadar bilirubin serum direk dan indirek


2. Pemeriksaan feses
3. Pemeriksaan urine analisis dan bilirubin dalam urine
4. Golongan darah dan Rh pada bayi dan ibu.
5. Test fungsi hati: peningkatan SGOT dan SGPT pada penyakit hepatoselular.
6. Direk Coombs test pada bayi.
7. Pemeriksaan darah lengkap.2

Working Diagnosis

Diagnosis pada kasus dalam skenario ialah kolestasis neonatal. Kolestasis


adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal.
Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana basolateral dari hepatosit sampai tempat
masuk saluran empedu kedalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu
dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi anatomi kolestasis
adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.2,7

2
Kolestasis didefinisikan sebagai penurunan aliran empedu dan ditandai dengan
peningkatan fraksi bilirubin terkonjugasi (direk). Kondisi ini harus dibedakan dari
ikterus neonatal biasa, dimana bilirubin direk tidak pernah meningkat. 3Parameter
kolestasis adalah kadar bilirubin direk serum >1mg/dL apabila bilirubin total
<5mg/dL atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total apabila kadar bilirubin total
>5mg/dL.Disebut neonatal kolestasis, bila kolestasis terjadi selama 90hari kehidupan
ekstrauterine.4Pada kolestasis terjadi peningkatan bilirubin direk. Secara teoritis
bilirubin direk bersifat larut dalam air sehingga dapat mewarnai urin menjadi kuning
tua atau kuning seperti teh. Pada bayi diketahui produksi urin relatif lebih banyak
sehingga kadang-kadang bilirubin direk yang meningkat di darah dapat tidak terlihat
sebagai warna urin yang kuning pada bayi.2,7

Tahapan evaluasi kolestasis neonatal:7

1. Bedakan kolestasis dari ikterus fisiologis akibat ASI dan tentukan beratnya
penyakit
2. Evaluasi klinis (anamnesis, pemeriksaan fisis, dan warna BAB)
3. Pemeriksaan bilirubin direk dan indirek, asam empedu
4. Tes kelainan hepatoselular dan bilier (ALS, AST, fosfatase alkali, GGT)
5. Tes fungsi hati (albumin serum, waktu protrombin, glukosa darah, amonia)
6. Singkirkan penyebab yang dapat diterapi
7. Kultur bakteri (darah, urin)
8. Serologi virus (TORCH)
9. FT4 dan TSH
10. Bedakan obstruksi ekstrahepatik dan kelainan intrahepatik
11. USG
12. Biopsi hati
Diferential Diagnosis

1. Atresia bilier

Atresia bilier merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kolestasis


pada minggu pertama setelah lahir. Kelainan ini ditandai adanya obstruksi total aliran
empedu karena destruksi atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris
ekstrahepatik. Atresia bilier merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan

3
kematian pada pasien dengan penyakit hati dan merupakan indikasi utama
transplantasi hati pada anak.5

Pada umumnya, atresia bilier merupakan suatu proses yang bertahap, dengan
inflamasi progresif dan obliterasi fibrotik saluran bilier ekstrahepatik. Selama evolusi
obstruksi saluran bilier ini, pada biopsi hati akan tampak sel epitel yang
berdegenerasi, inflamasi dan fibrosis pada jaringan periduktular. Saluran empedu di
dalam hati sampai ke porta hepatis biasanya tetap paten selama minggu pertama
kehidupan, tetapi kemudian secara progresif rusak kemungkinan karena proses yang
sama dengan penyebab destruksi saluran bilier ekstrahepatik.5

Etiologi atresia bilier masih belum diketahui. Adanya gambaran inflamasi


yang menyebabkan terjadinya proses destruksi saluran bilier ekstrahepatik
menyebabkan para ahli memikirkan etiologinya adalah infeksi. Berbagai virus
dihubungkan dengan atresia bilier diantaranya virus sitomegalo, rubella, rotavirus,
reovirus tipe 3, tetapi sampai saat ini belum satupun dapat dibuktikan sebagai
penyebab atresia bilier. Imaturitas sistem imun dan faktor genetik mungkin
berkontribusi pada patogenesis penyakit ini. Hipotesis lain ialah adanya defek atau
gangguan penyusunan pada perkembangan duktus biliaris pada saat dini yang
mungkin berhubungan dengan kelainan kongenital yang khas untuk atresia bilier
dengan malformasi splenik (BASM).5

Lumen duktus ekstrahepatik mengalami obliterasi pada berbagai level, hal ini
menjadi dasar untuk menentukan klasifikasi. Untuk kepentingan klinis, klasifikasi
yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut: 1. Tipe 1 (5%)-obstruksi terjadi
pada duktus biliaris komunis (kandung empedu akan berisi empedu), 2.tipe (3%)
obstruksi terjadi pada duktus hepatikus komunis (kandung empedu tidak berisi
empedu), 3.tipe 3 (>90%) tidak terlihat lumen yang berisi empedu, obstruksi terjadi di
dalam porta hepatis.5

Gambaran klinis yang sering dijumpai pada atresia bilier adalah biasanya
terjadi pada bayi perempuan, lahir dengan berat normal, bertumbuh dengan baik pada
awalnya, dan bayi tidak tampak sakit kecuali sedikit ikterik. Bila dibandingkan
dengan hepatitis neonatal, bayi dengan atresia bilier tidak terlalu ikterik dan
umumnya terlihat keadaan umumnya baik. Kalau dilihat pada tahap dini, bayi atresia
bilier akan terlihat keadaan umumnya lebih baik dibandingkan sindrom hepatitis

4
neonatal, dan pertumbuhannya pun tetap baik, dengan berat badan naik sesuai grafik
pertumbuhan. Hal-hal inilah yang menyebabkan dokter yang kurang memahami
atresia bilier dapat terkecoh, tidak menyangka pasien yang sedang dihadapinya
sebagai atresia bilier yang memerlukan penanganan segera. Sebaliknya bayi dengan
sindrom neonatal hepatitis sering ditemukan lebih ikterus, kurang bertumbuh baik,
tampak lebih sakit dibandingkan atresia bilier.5

2. Breast milk jaundice

Breast milk jaundice adalah jenis penyakit kuning neonatal tekait dengan
menyusui. Hal ini ditandai dengan hiperbilirubinemia tidak langsung dalam bayi baru
lahir disusui yang berkembang setelah 4-7hari pertama kehidupan, tetapi lebih lama
dari ikterus fisiologis dan tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi lainnya.
Jika bayi tidak memperoleh cukup ASI, gerakan usus tidak terpacu dan frekuensi
buang air besar berkurang sehingga tidak banyak bilirubin yang dapat dikeluarkan.
Karena itu, susui bayi minimal 8-12 kali perhari khususnya dalam beberapa hari
pertama.3

3. Infeksi cytomegalovirus

Infeksi CMV bersifat endemik diseluruh dunia dan dapat terjadi sepanjang
tahun. Manusia merupakan hospes alami yang diketahui dapat terinfeksi CMV.
Penularannya dapat melalui kontak erat dari orang ke orang. Virus dapat dikeluarkan
kedalam urine, air liur, ASI dan secret vagina. Penularannya dapat melalui oral,
transfusi darah, transplantasi organ tubuh, hubungan seksual dan melalui plasenta.
CMV merupakan virus DNA untai ganda, virus ini mempunyai genom terbesar
diantara virus yang termasuk dalam famili herpesviridaeae, diameter virion CMV
100-200nm, memiliki selubung dengan neokapsid berbentuk icosahedral yang
simetris. Umumnya infeksi CMV tidak menimbulkan gejala. Beberapa gejala
penyakit yang mungkin timbul antara lain berupa demam yang tidak teratur selama
3minggu, letargi, kadang disertai kelainan hematologi seperti anemia. Gejala ini dapat
hilang secara perlahan.6

Epidemiologi

Secara keseluruhan kolestasis pada bayi terjadi cukup tinggi yaitu 1 per 2.500
kelahiran hidup. Penyebab paling umum kolestasis pada bulan-bulan pertama

5
kehidupan adalah atresia bilier dapat terjadi 1:10.000 hingga 1:15.000 bayi dan
hepatitis neonatal.2,7

Etiologi

Tabel 1. Penyebab kolestasis pada bayi5

Kolestasis ekstrahepatik
Atresia bilier ekstrahepatik
Kista duktus koledokus
Inspissated bile syndrome
Sindrom Caroli
Perforasi spontan duktus biliaris komunis
Sindrom Hepatitis Neonatal
Infeksi
Bakteri
E.coli
Syphilis
Protozoa
Toxoplasmosis
Virus
Cytomegalovirus (CMV)
Rubella
Herpesvirus
Kelainan metabolik
Sindrom Alagille
Progressive Familial Intrahepatic Cholestasis (PFIC)
Kelainan endokrin
Hipopituitarisme
Hipotiroidisme
Kelainan kromosom
Trisomi 18, 21
Kelainan toksik
Nutrisi parenteral
Hepatitis neonatal idiopatik

6
Klasifikasi

Secara garis besar, kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik

Secara umum, kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.


Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya
pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu
intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,
infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia
dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan
lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari
1minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia,
malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia
bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai)
akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2bulan. Pada pemeriksaan ultrasound
terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak
jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik,
kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran
empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi
bilier. Gambaran histopatologi ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam
duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi
langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.3,7

2. Kolestasis intrahepatik (kelainan pada hepatosit atau elemen duktus biliaris


intrahepatik)

a. Saluran empedu
Digolongkan dalam 2bentuk, yaitu (1) Paucity saluran empedu, dan (2) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik

7
(hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka
kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya
saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan
hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang
disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease mengenai
kedua bagian saluran intra dan ekstrahepatik. Serum transaminase, albumin, faal
koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan
meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar
dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali dan tanda-tanda hipertensi
portal. Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan
paucity apabila didapatkan <0.5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari
sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan
haploinsufisensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975
merupakan penyakit multi organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang
(butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal) dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam dan dagu
yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala
organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis
neonatal, sindroma hiperIgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu.3,7
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang
sedikit, fungsi transport masih prematur dan kemampuan sintesa asam empedu
yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama
yakni virus, bakteri dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat
dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.3,7
Patofisiologi

Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan


merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung
asam empedu, kolesterol, fosfolipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein,
dan bilirubin terkonjugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar

8
dari empedu sedang bilirubin terkonjugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari
aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel
epitelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang
permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel
terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah
dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses
tersebut kedalam empedu. Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut lemak diambil dari
darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonjugasi intraseluler oleh enzim
UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi yang larut air dan
dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. Transporter mrp2 adalah bagian
yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu
dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif
asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari
bilirubin terkonjugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Proses yang terjadi dihati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik dan
iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan
penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.8

Mekanisme kolestasis dapat secara luas diklasifikasikan menjadi


hepatoseluler, dimana terjadinya penurunan pembentukan empedu, dan obstruktif
yang berhubungan dengan aliran empedu setelah terbentuk. Gambaran histopatologi
khas kolestasis hepatoseluler termasuk adanya empedu dalam hepatosit dan ruang
kanalikuler. Sedangkan pada kolestasis obstruktif adalah adanya penyumbatan saluran
empedu interlobuler, saluran portal dan saluran empedu atau tidak terbentuknya
kandung empedu.8

Metabolisme bilirubin

Penumpukan bilirubin merupakan penyebab terjadinya kuning pada bayi baru


lahir. Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah (SDM). Hemoglobin (Hb)
yang berada didalam SDM akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb akan
menghasilkan 34mg bilirubin. Bilirubin indirek (tak terkonjugasi) larut dalam lemak
dan akan diangkut ke hati terikat oleh albumin. Didalam hati, bilirubin dikonjugasi
oleh enzim glukuronid transferase menjad bilirubin direk (terkonjugasi) yang larut
dalam air untuk kemudian disalurkan melalui salurn empedu didalam dan diluar hari

9
ke usus. Didalam usus, bilirubin direk ini akan terikat oleh makanan dan dikeluarkan
sebagai sterkobilin bersama dengan tinja. Apabila tidak ada makanan didalam usus,
bilirubin direk ini akan diubah oleh enzim didalam usus yang juga terdapat dalam ASI
yaitu beta-glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali dari
dalam usus kedalam aliran darah. Bilirubin indirek ini akan diikat oleh albumin dan
kembali kedalam hati, rangkaian ini disebut sirkulus enterohepatik (rantai usus-hati).8

Metabolisme bilirubin 80% berasal dari degenerasi hemoglobin yang berasal


dari hemolisis sel darah merah baik di intravaskuler atau ekstravaskuler yang
membentuk bilirubin indirek dan berkaitan dengan albumin dari pembuluh darah akan
masuk ke sinusoid hepatik kemudian akan masuk sel hati dengan bantuan transporter
yaitu ligandin atau protein Z, dan akan terkonjugasi dengan asam glukuronic sehingga
menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk tersebut akan masuk ke sistem bilier dan
kemudian diteruskan ke usus hallus dan dengan adanya protease bakteri usus akan
diubah menjadi urobilinogen. Urobilinogen tersebut 90% akan dibuang melalui feses
menjadi sterkobilin sedangkan sisanya 10% akan kembali melalui vena porta masuk
ke hati dan menjadi suatu siklus enterohepatik yang akan diserap kembali oleh
pembuluh darah dan masuk ke ginjal dan diekskresi menjadi urobilin. Sehingga,
untuk mengetahui gangguan metabolisme bilirubin ini, kita bisa mendeteksi awal dari
adanya gangguan warna feses yang pucat karena sterkobilin yang harusnya terbentuk
dan dikeluarkan menjadi tidak ada atau berkurang, begitu juga pada urine.8

Gejala Klinis

Gejala utama yang dapat dilihat pada bayi adalah perubahan warna menjadi
kuning yang dapat dilihat pada mata, rongga mulut, dan kulit. Perubahan ini awalnya
mudah tampak dari mata lalu apabila makin berat dapat menjalar hingga ke dada,
perut, tangan, paha, hingga ke telapak kaki. Penting untuk mengetahui kapan awal
mula terjadinya kuning pada bayi tersebut karena dapat menentukan apakah ikterus
ini bersifat fisiologis atau bersifat patologis. Selain itu, pada bayi dengan ikterus
neonatorus fisiologis, bayi tampak sehat dan tidak rewel. Apabila ditemukan kuning
disertai dengan anak lesu, malas menyusu, dan rewel, perlu dicurigai sebagai ikterus
neonatorus patologis dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.6

10
Terdapat dua jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis. Ikterus fisiologi
adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak mempunyai
dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-
tanda sebagai berikut:6

i. Timbul pada hari kedua dan ketiga


ii. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan
iii. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari
iv. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%
v. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
vi. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai
berikut:6

i. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama


ii. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5% pada neonatus kurang bulan
iii. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari
iv. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
v. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
vi. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

Penatalaksanaan

Pada bayi dengan usia 2-3minggu yang masih mengalami kuning dianjurkan
untuk dilakukan pemeriksaan terutama pemeriksaan bilirubin direk.2,3,5

Penatalaksanaan tergantung dari diagnosis:2,3,5

- Medikamentosa suportif kolestasis dapat diberikan UDCA, multivitamin yang


larut dalam lemak (Vitamin ADEK), MCT, dan hepatoprotektor. Terapi
medikamentosa yang bertujuan memperbaiki aliran bahan-bahan yang
dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam litokolat) dapat dilakukan
pemberian Fenobarbital 5mg/KgBB/hari dibagi dua dosis, peroral.

11
Fenobarbital merangsang enzim glukuronil transferase (merangsang ekskresi
bilirubin), enzim sitokrom P450 (untuk oksigenasi toksin), enzim Na-K-ase
(menginduksi aliran empedu).
- Terapi bedah dilakukan portoenterostomy Kasai, pasien yang dioperasi kasai
tetap hidup sampai 4tahun pasca operasi 30hari (49%), 31-90hari (36%) dan
>90hari (23%) dan harus dilanjutkan dengan transplan hati.
- Antibiotik ataupun antiviral pada neonatal hepatitis.2

Komplikasi

Dua komplikasi kolestasis yang dapat terjadi adalah:3

a. Kolesistitis akut
Faktor yang mempengaruhi terjadinya serangan kolesistitis akut adalah stasis
cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu. Diperkirakan banyak
faktor yang berpengaruh sebagai penyebab terjadinya komplikasi ini, seperti
kepekaan cairan empedu, kolesterol, prostaglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
b. Kolestasis kronik
Kolestasis kronik lebih sering dijumpai diklinis dan lebih sering timbul
perlahan-lahan, penderita yang memiliki resiko tinggi terkena komplikasi
kronik pada setiap bentuk kolestasis neonatus.

Kesimpulan

Pada kasus ini, yaitu bayi berusia 2bulan dengan keluhan kulit kuning sejak

usia 2 minggu menderita neonatal kolestasis. Ikterus adalah perubahan warna kuning

akibat deposisi bilirubin berlebihan pada jaringan; misalkan yang tersering terlihat

adalah pada kulit dan konjungtiva mata. Sedangkan definisi ikterus neonatorum

adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya

12
kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa

dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan

hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan

hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin

bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan kolestasis

nenonatorum.

Daftar Pustaka

1. Ilmu kesehatan anak: buku kuliah 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.299-301
2. Tanto C. Kapita selekta kedokteran. Jakarta; Media Aesculapius: 2014.h.536-38
3. Marcdante KJ, Kliegman RM. Nelson essentials of Pediatrics. 7th ed. United
States of America; Elsevier Saunders: 2015.p.219-21
4. T, Clayden G. Illustrated textbook of Paediatrics. 4th ed. China; Mosby Elsevier:
2012.p.271-75
5. Burns CE, Dunn AM, Brady MA, Starr NB, Blosser CG. Pediatric primary care.
5th ed. United States of America; Elsevier Saunders: 2015.p.766-83
6. World Health Organization, Roespandi H, Nurhamzah W. Pelayanan kesehatan
anak di rumah sakit. Jakarta; WHO: 2009.h.68-69
7. Oswari, Hanifah. Kolestasis: atresia bilier dan sindrom hepatitis neonatal dalam
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit anak dengan Gejala Kuning. Departemen
Ilmu kesehatan Anak FKUI: Jakarta, 2007
8. Huether SE, McCance KL. Understanding Pathophysiology. 5th ed. United States
of America; Mosby Elsevier: 2012.p.910-18

13

Anda mungkin juga menyukai