Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Meskipun terjadi penurunan moderate secara keseluruhan dalam insiden kanker dan
kematian terkait kanker selama 20 tahun terakhir (sebagian besar kanker paru, kolon, payudara
dan prostat), namun rata-rata insiden melanoma dan kematian akibat melanoma masih meningkat
tiap tahunnya. Di Amerika Serikat sendiri pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 76.690 kasus
baru melanoma didiagnosis dan 9.490 kematian akibat melanoma. Sementara melanoma
menyumbang sekitar 4% dari semua jenis kanker kulit, namun melanoma bertanggung jawab
untuk lebih dari 77% kematian akibat kanker kulit. 1

Sekitar 25% melanoma muncul di region kepala dan leher, dengan predileksi di pipi
merupakan tempat yang paling sering (46%), diikuti dengan leher (20%), scalp (18%), telinga
luar (12%), hidung (2%) dan kelopak mata (1%). Kurang dari 1% dari melanoma kepala dan
leher yang ada di mukosa. Berbagai faktor mempengaruhi predileksi anatomi ini termasuk
diantaranya tingginya terpapar sinar matahari dan kadar melanosit yang 2-3 kali lebih tinggi
dibanding region lain. Melanoma muncul di wajah dan di kulit kepala (scalp) dihubungkan
dengan tingkat kekambuhan local yang lebih tinggi dan penyakit kelenjar getah bening
dibandingkan dengan melanoma yang muncul di bagian lain. 1,2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Melanoma adalah malignansi dari pigmen yang lokasinya predominan di kulit
namun juga bisa ditemukan di mata, telinga, traktus gastrointestinal, leptomeningens dan
oral serta membra mukosa sentral. Melanoma maligna adalah tumor yang berasal dari
tarnsformasi melanosit pada lapisan basal mukosa. Sel-sel melanosit tersebut masih
mampu membentuk melanin sehingga melanoma maligna berwarna coklat atau
kehitaman.3,4,5
Melanoma maligna bisa ditemukan di bagian mana saja di tubuh, paling sering di
dada dan punggung pada pria dan di tungkai bawah pada wanita. Lokasi lain yang sering
ditemukan di mata, mulut, daerah genital, dan daerah anus, walaupun jarang. Kulit lebih
gelap menurunkan risiko terkena melanoma maligna; melanoma maligna 20 kali lebih
sering ditemukan pada kulit putih dibandingkan kulit gelap.5
Melanoma maligna lebih jarang jika dibandingkan dengan karsinoma sel basal
ataupun karsinoma sel skuamosa, tetapi lebih berbahaya karena lebih sering
mengakibatkan kematian sekitar 75% dari semua kanker kulit. Risiko metastasis
melanoma maligna lebih besar dibandingkan karsinoma sel basal dan karsinoma sel
skuamosa. Risiko terkena melanoma maligna meningkat sesuai dengan penambahan
usia.5

B. EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologi menunjukkan rata-rata peningkatan kejadian melanoma
pada penduduk yang tinggal di area geografik yang terpapar sinar matahari. Penemuan
dan penyelidikan di laboratorium menunjukkan bahwa paparan sinar ultraviolet memiliki
peranan penting pada pathogenesis melanoma, dan radiasi UV-A dan UV-B memiliki
implikasi. Hal ini didukung dengan rendahnya kejadian melanoma pada orang yang
memiliki pigmentasi lebih dan insiden melanoma meningkat 10 kali lebih tinggi pada
orang kulit putih dibandingkan dengan kulit hitam. Selain itu, jumla dan jenis nevus
melanositik dan riwayat keluarga yang melanoma juga berpengaruh terhadap
peningkatan insiden dari melanoma maligna. 1,4
Sekitar 25% melanoma muncul di region kepala dan leher, dengan predileksi di
pipi merupakan tempat yang paling sering (46%), diikuti dengan leher (20%), scalp
(18%), telinga luar (12%), hidung (2%) dan kelopak mata (1%). Kurang dari 1% dari
melanoma kepala dan leher yang ada di mukosa. Melanoma maligna dapat juga timbul
pada membrane mukosa hidung atau tenggorokan. Daerah yang paling sering terserang
adalah intranasal atau palatum durum atau mukosa bukal. Melanoma maligna pada
saluran pernapasan atas lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Risiko
terkena melanoma maligna meningkat sesuai dengan penambahan usia, pada pria
biasanya ditemukan di atas usia 40 tahun sedangkan pada wanita ditemukan pada usia di
bawah 40 tahun.2,5

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Faktor risiko terjadinya melanoma maligna meliputi:1,,5
a) Warna kulit
b) Kecendurungan untuk terpapar sinar matahari
c) Congenital nevi yang besar ( lebih dari 20 cm )
d) Adanya atipikal/nevi displastik
e) Riwayat kanker kulit
f) Genetic
g) Imunosupresi
h) Jenis kelamin

D. PATOFISIOLOGI
Urutan kejadian di mana melanosit yang normal menjadi sel-sel melanoma, yang
disebut melanoma genesis, kurang dipahami. Kemungkinan melibatkan proses multi
langkah mutasi genetic progresif yang (1) mengubah proliferasi sel, diferensiasi dan
kematian serta (2) dampak terhadap efek karsinogenik dari radiasi ultraviolet. Data
terakhir menunjukkan beberapa pathway dari pathogenesis melanoma dengan melanoma
di bawah sinar matahari yang dilindungi kulit yang berkembang sehubungan dengan
tingginya jumlah nevus dan radiasi ultraviolet yang intermiten sebagai lawan dari kulit
yang terpapar sinar matahari pada pasien dengan jumlah nevus yang lebih sedikit dan
paparan sinar matahari kronik. 2
Sinar matahari merupakan sumber uama penghasil sinar UV, sehingga orang yang
mendapatkan banyak paparan sinar matahari mempunyai risiko lebih besar menderita
kanker kulit. Ada 3 jenis utama sinar UV, yaitu: 5
1) Sinar UV-A : sinar ini dapat merusak DNA sel kulit jika terpapar terus
menerus dalam jangka lama dan berperan dalam menimbulkan beberapa jenis
kanker kulit.
2) Sinar UV-B : sinar UV-B dapat secara langsung merusak DNA sel kulit
3) Sinar UV-C : sinar ini tidak dapat melewati atmosfer bumi, oleh karena itu
tidak terkandung dalam pancaran sinar matahari. Sinar ini normalnya ridak
menyebabkan kanker kulit.
Sinar UV dapat merusak DNA sel-sel kulit, terkadang merusak gen yang
mengontrol pertumbuhan dan pembelahan sel, mengakibatkan terbentuknya sel-sel ganas.
Para peneliti menemukan bahwa DNA rusak pada gen-gen penderita melanoma maligna.
Kerusakan DNA akibat sinar UV ini tidak diturunkan, namun karena matahari itu
sendiri.5

E. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS


Ciri temuan klasik yang menimbulkan kecurigaan untuk mengarah ke melanoma
maligna adalah adanya lesi berpigmen yang berubah selama periode minggu ke bulan.
Perubahan lesi terbanyak meliputi ukuran atau warna. Perlu diwaspadai mengarah
keganasan termasuk perubahan diameter atau tinggi dari lesi pigmen, variasi dari tepi,
warna, ulserasi, itching (gatal), nyeri dan perdarahan. Melanoma juga dapat menunjukkan
tanda regresi dengan involusi dari lesi primer, yang sering dimanifestasi sebagai lesi
halo dengan area sentral penurunan pigmentasi. Namun, diagnosis klinik pada penyakit
ini tidak selalu mudah; tidak semua melanoma berpigmen. Sebanyak 10% dari melanoma
mungkin kekurangan melanin, beberapa mungkin menyerupai lesi kulit lainnya seperti
karsinoma sel basal. 1
Sekali kecurigaan melanoma ada, faktor riwayat yang relevan dikaitkan dengan
peningkatan risiko penyakit ini harus dipastikan. Faktor-faktor ini termasuk riwayat pada
masa kecil mengalami paparan sinar matahari dengan episode terbakar matahari yang
parah, dan riwayat keluarga dengan kanker kulit termasuk melanoma. Jenis lain dari lesi
berpigmen juga penting untuk diperhatikan.. Hal ini termasuk nevi junctional atau
diperoleh dari ditemukannya pada kulit kebanyakan orang dewasa dan umumnya lebih
kecil dari 5 mm. Nevi displastik cenderung lebih besar dan memliki batas tidak teratur
dengan variasi warna. Identifikasi dari nevus displastik harus segera dievaluasi secara
dermatologi dan dieksisi karena pada lesi ini terdapat peningkatan risiko
mengembangkan melanoma maligna. 1
Ketika lesi kulit pasien kita curigai ke melanoma maligna dari hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik, maka diperlukan biopsy. Klinisi perlu mendokumentasikan secara
jelas ada atau tidaknya ulserasi sebelum biopsy, karena hal ini merupakan penting dalam
penentuan derajat. Biopsy tidak hanya sebagai diagnosis, namun juga memberikan data
mengenai prognosis dan membantu dalam menentukan perencanaan penatalaksanaan. 1
American Cancer Society mengembangkan ABCDE sebagai guideline untuk
mempermudah mengenali gejala dari melanoma maligna:3
1) Asymmetry: bagian lesi tida cocok dengan bagian yang lain
2) Border irregularity: ujung-ujungnya compang-camping, berlekuk, atau kabur.
3) Color variegation: pigmentasi yang tidak seragam dan dapat terlihat warna
tan, cokelat atau hitam; putih kemerahan atau perubahan warna menjadi biru
menjadi perhatian khusus.
4) Diameter: diameter lebih dari 6 mm merupakan cirri khas, walaupun beberapa
melanoma memiliki diameter yang lebih kecil; setiap pertumbuhan nevus
menjadi bahan evaluasi
5) Evolving: perubahan lesi dari waktu ke waktu merupakan cirri khas; faktor ini
sangat penting untuk nodular atau melanoma amelanotik, yang mungkin tidak
menunjukkan criteria klasik diatas.
F. SUBTIPE MELANOMA
Melanoma dibagi menjadi empat subtype yang berbeda: lentigo maligna melanoma
(LMM), superficial spreading, nodular dan acral lentiginoius melanoma. Lesi ini
menunjukkan fase pertumbuhan baik radial (intraepithelial) atau vertical (intradermal)
atau kombinasi dari keduanya.1,2
1) Lentigo Maligna Melanoma
Juga dikenal sebagai melanoma in situ, adalah lesi pigmentasi premalignant yang
sering berkembang di region kepala dan leher pada pasien dewasa tua. Lesi ini
berhubungan dengan solar skin damage dan adanya atypical melanosit, yang
menyebar radial sepanjang dermal-epidermal junction, meunjukkan sarang focus dan
kadang-kadang memanjang sepanjang dermis. Lebih sering melibatkan daerah pipi
(daerah dengan kepadatan melanosit yang tinggi). Tumor ini berkembang dalam
waktu yang lama (5 sampai 15 tahun), dengan kurang dari 30% metastasis.
2) Superficial Spreading Melanoma
Merupakan jenis yang paling umum dari melanoma dan terdiri dari 65%-75% kasus.
Lesi ini menunjukkan berbagai macam warna, termasuk pink, biru keabu-abuan,
cokelat, tan dan hitam. Lesi ini juga menunjukkan pertumbuhan radial selama 5-7
tahun dan menjadi invasive, terlihat sebagai ulserasi dan perdarahan. Tingkat
kesembuhan yang tinggi telah dilaporkan jika lesi ini dideteksi pada fase
pertumbuhan radial.
3) Acral Lentiginious\
Merupakan tipe melanoma yang paling umum di populasi Afrika Amerika. Lesi ini
paling sering muncul di telapak kaki, permukaan tangan, dan oral/anogenital mukosa.
4) Nodular Melanoma
Sebanyak 10-15% dari seluruh melanoma dan dapat mempengaruhi area kulit baik
yang terkena sinak matahari dan yang tidak terpapar sinar matahari. Nodular
melanoma cenderung berkembang pada pasien dengan usia lebih dari 50 tahun.
Melanoma nodular dianggap paling invasive dari melanoma kulit lainnya, dan pasien
yang terkena memiliki prognosis yang buruk.
G. MELANOMA STAGING SYSTEM
Penentuan derajat dari melanoma maligna telah berevolusi selama lebih dari
setengah abad dalam upaya untuk lebih handal dalam menentukan prognosis dan untuk
mengidentifikasi skema penatalaksanaan yang paling tepat. Clark dan Breslow membuat
kontribusi yang signifikan untuk menetukan derajat mikroskopi dari mrlanoma cutanoues
primer. Clark mengganmbarkan lima level dari invasi anatomi melalui lapisan kulit. Pada
system Breslow, ketebalan maksimum dari melanoma digunakan sebagai indicator
prognosis.1
Clark Level :2
- Level I : tumor terbatas pada epidermis
- Level II : tumor menginvasi papilar dermis(80-90% bertahan hidup selama5tahun )
- Level III : tumor mengisi papilar dermis (50% bertahan hidup selama 5 tahun)
- Level IV : tumor menginvasi reticular dermis (30% bertahan hidup selama 5 tahun)
- Level V : tumor menginvasi jaringan subkutan (kurang dari 20% bertahan hidup
selama 5 tahun)

Pemutakhiran derajat melanoma dikembangkan oleh American Joint Committee


on Cancer (AJCC) dan diadopsi oleh International Union for Cancer Control, bergantung
pada assessment dari tumor primer (T), regional lymph nodes (N), dan jarak metastasis
(M).

a. Tumor Primer
Ketebalan tumor, ada atau tidaknya ulserasi dan tingkat mitosis adalah
penjabaran histopatologi mengarah ke derajat. Clark level memiliki kegunaan
secara klinis dalam mengevaluasi dan menatalaksana pasien dengan
melanoma yang tips, dan hanya termasuk derajat melanoma yang
ketebalannya kurang dari sama dengan 1 mm.
b. Regional Nodal Staging
Regional nodal status merupakan predictor yang kuat untuk pasien melanoma
maligna dapat bertahan hidup, dan telah mengadopsi SLNB (Sentinel Lymph
Nodes Biopsy) dalam evaluasi pasien dengan primary cutaneous melanoma.
Pada pasien yang secara klinis terdeteksi adanya gejala di lymph nodes,
regional imaging (CT or MRI)dapat berguna sebaik fine-needle aspiration
mungkin dapat menunjukkan konfirmasi dari adanya melanoma.1
Keputusan untuk melakukan SLNB berdasarkan karakteristik dari tumor
primer seperti resiko regional metastasis telah diketahui dan dihubungkan
dengan ketebalan tumor dan ulserasi, tingkat mitosis yang tinggi dan usia
pasien yang muda juga dihubungkan dengan SLN. Saat melaporkan status
nodal patologis setelah SLNB atau limfadenektomi yang lebih komprehensif
adalah penting ntuk memasukkan jumlah nodus yang terlibat, mikro versus
makrometastases dan ada atau tidaknya in-transit metastasis. Prognosis pasien
dengan mikroskoik metastasis pada saat SLNB lebih baik dibandingkan
dengan makroskopik metastasis. Pada pasien dengan mikroskopik metastasis,
jumlah nodus yang terlibat merupakan indicator penting untuk penentuan
prognosis. Pada pasien dengan makroskopik metastasis, jumlah nodus,
primary ulceration dan usia pasien merupakan faktor penting untuk
menentukan prognosis. 1
Pada kepala dan leher, lateralisasi tumor dapat mengalir ke primary echelon
nodal basins, termasuk preaurikular, parotid, postaurikular, sub oksipital,
posterior servikal, anterior servikal (eksternal atau internal jugular) dan
kelompok nodus supraklavikula. 1
c. Metastatic Workup
Pedoman dari National Comprehensive Cancer Network (NCNN) untuk
melanoma tidak menganjurkan penggunaan radiologi seperti CT, MRI atau
PET Scan untuk menentukan derajat pada pasien dengan melanoma (derajat I
dan II). Pada pasien dengan melanoma yang tipis dengan efek samping seperti
positif deep margin, invasi ke limfovaskular, atau tingka mitosis yang lebih
dari 1 mm2, radiologi direkomendasikan hanya untuk menginvestigasi tanda
spesifik atau gejala yang dapat mengarah ke lesi metastasis. 1
Pada pasien dengan derajat III melanoma (metastasis ke limfonodus, satelit
atau in-transit metastases), pedoman NCNN tidak membuat rekomendasi
spesifik dan membuat kebijaka unutk mengobati. Tanpa tanda dan gejala,
kemungkinan rendah ditemukannya lesi metastasis dengan skrining CT atau
PET scan.1
Untuk pasien dengan derajat IV (metastasis yang jauh), pedoman NCNN
merekomendasikan pengukuran LDH dan rontgent thorax atau CT Scan
thorax. MRI atau CT Scan dengan kontras perlu dilakukan pada pasien bahkan
dengan gejala minimal atau pemeriksaan fisik yang minimal dari keterlibatan
otak. Pengukuran LDH menunjukkan korelasi antara melanoma dan specific-
survival.1
H. TATA LAKSANA
Terapi melanoma maligna bergantung stadium saat diagnosis. Kadangkadang sulit untuk
menentukan penyebaran ke kelenjar getah bening dan organ dalam (visceral) saat tahap
awal (mikrometastasis). Pemeriksaan SLNB menjadi pemeriksaan tambahan. Pilihan
utama terapi adalah tindakan bedah (reseksi). Terapi lain yang dapat dipertimbangkan
adalah terapi sistemik dan radioterapi. 5
a. Pembedahan (Reseksi)
Tindakan bedah pada melanoma maligna adalah bedah eksisi luas. Tindakan bedah
ini tidak hanya mengambil melanoma maligna yang tersisa, tetapi juga mengambil
kulit yang sehat disekitar melanoma maligna. Jaringan kemudian diperiksakan di
bawah mikroskop untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel ganas yang tertinggal. 5
Berdasarkan pada NCNN, pedoman untuk bagian yang akan direseksi dari melanoma
maligna adalah sebagai berikut: 1
- In Situ (Tis) : 0.5 cm
- 1 mm (T1) : 1 cm
- 1.01-2.0 mm (T2) : 1-2 cm
- 2.01-4.0 mm (T3) : 2 cm
- > 4 mm (T4) : 2 cm

Seringnya, di kepala dan leher, struktur terdekat seperti mata, hidung, telinga dan
cicumoral anatomi efektif dalam membatasi perbatasan untuk eksisi. Eksisi dilakukan
dalam mode full-thickness ke fasia yang mendasari sehingga semua margin, termasuk
yang terserang, dapat diveluasi secara efektif.
Penggunaan fozen section untuk evaluasi masih kontroversi. Zitelli dkk dan ahli
bedah lainnya telah melaporkan bahwa analisis dari frozen section dari melanoma
memiliki sensitivitas dan spesifisitas 100% dan 90%. Lesi rekonstruksi pasca reseksi
melanoma ditutup secara primer dengan local advancement flap atau dengan teknik
skin graft.

b. Limfadenektomi
Pada pasien dengan adanya metastasis ke lymph nodes, diindikasikan diseksi leher.
Shah dkk menyimpulkan bahwa dengan adanya klinis dari kelenjar getah bening yang
positif, diseksi leher yang komprehensif harus dilakukan. Jenis diseksi leher
disesuaikan dengan lokasi tumor primer. Contohnya pada pasien dengan melanoma di
wajah, telinga dan kulit kepala anterior, diseksi parotid gland dan kelenjar getah
bening dari tingat I sampai IV. Pasien dengan lesi di postauricular dan posterior kulit
kepala membutuhkan diseksi dari tingkat II sampai V.
c. Radioterapi
d. Terapi Sistemik
Terdapat dua indikasi utama dalam terapi adjuvant sistemik, yaitu:
1) Pengobatan adjuvant bagi pasien yang telah menyelesaikan locoregional terapi
dan tidak memiliki bukti penyakit local, regional ataupun sistemik tapi dianggap
berisiko tinggi untuk mengalami kekambuhan
2) Adanya metastasis yang jauh
a) Interferon
Interferon alfa adalah salah satu agen yang dipelajari secara baik untuk terapi
adjuvant sistemik CMM yang timbul di semua lokasi. Namun sampai saat ini
belum bisa ditampilkan secara tegas untuk meningkatkan kelangsungan hidup
secara keseluruhan untuk pasien ini. Interferon adalah family dari protein
yang memiliki kedua imunostimulan dan aktivitas antiangiogenik dan
memiliki aktivitas antitumor yang baik di sejumlah system. Interferon
meningkatkan fagositosis dan produksi radikal bebas dalam makrofag dan
meningkatkan aktivitas sel-sel natural killer (sel NK). 1
Pedoman NCNN merekomendasikan pertimbangan dalam penggunaan dosis
tinggi interferon alfa untuk penatalaksanaan pasien dengan stadium IIIB
(2.01-4 mm dengan ulserasi atau >4mm tanpa ulserasi), IIC (>4.0 mm dengan
ulserasi), III (Lymph node, in-transit atau satelit metastasis), atau IV
(metastasis jauh). 1
b) Tumor Vaccines
Tumor vaksi merupakan strategi yang banyak dipelajari untuk terapi adjuvant
sistemik pada pasien melanoma yang berisiko tinggi, dan berbagai pendekatan
imunisasi yang berbeda telah digunakan. Studi ini didasarkan pada beberapa
pengamatan klinis yang menunjukkan bahwa system kekebalan tubuh dapat
membasmi sel-sel melanoma dan bahwa stimulasi kekebalan tubuh dapat
mengatasi toleransi kekebalan terhadap antigen tumor untuk meningkatkan
pengawasab kekebalan sel tumor. 1
Ganglioside GM-2 adalah sebuah antigen yang diekspresikal oleh sel
melanoma, diberikan dalam kombinasi dengan Bacille Calmatte Guerin
(BCG) atau bahan pembantu imun lainnya oleh dr. Alan Haughton dkk di
Memorial Sloan-Kettering Cancer Centre. Uji klinis awal memberikan hasil
yang menjanjikan, namun penelitian lebih lanjut gagal untuk menunjukkan
manfaat klinis dari pengobatan adjuvant ini. Kirkwood dkk melaporkan
pengalaman mereka membandingkan dosis tingga interferon alfa-2B dan GM-
2 vaksin ganglioside untuk pasien dengan melanoma yang telah direseksi,
menunjukkan krinerja yang unggul dari interferon. DiFronzo dkk
menunjukkan bahwa respon humerus ditingkatkan pada pasien yang diobati
dengan vaksin polyvalent terbatas tapi terdapat peningkatan kelangsungan
hidup bebas penyakit. 1
c) Interleukin-2
Dosis tinggi bolus intravena interleukin-2 menghasilkan respon objektif
sekitar 17%. IL-2 mampu menngurangi durasi respon komplit (nilai median
respon > 59 bulan) pada 6% pasien dan respon parsial pada 10% pasien
dengan metastatic melanoma. Studi terbaru mendemonstrasikan peningkatan
respon pada metastatic melanoma ketika IL-2 diberikan dengan 210 M
peptide vaccine (22%) dibandingkan dengan IL-2 sendiri (13%). 1
d) Ipilimumab
Meskipun banyak penelitian preklinik dan klinik dalam mengevaluasi
beberapa sitokin, vaksin, antibody dan jenis-jenis modulasi kekebalan tubuh,
sendiri atau dalam kombinasi dengan kemoterapi, hanya IL-2 dan interferon
alfa untuk pengobatan metastatic dan pengobatan adjuvant bedah yang telah
menunjukkan keberhasilan yang cukup. Hodi dkk menginduksikan kekebalan
antitumor pada pasien dnegan melanoma metastatic menggunakan
ipilimumab, sebuah antibody yang ditujukkann terhadap antigen sitotoksik
limfosit-T terkait antigen CTLA-4. CTLA-4 merupakan molekul imun check
point yang dikenal untuk memppromosikan kekebalan antitumor. Dalam uji
klinis multicenter yang mereka lakukan, pasien dengan melanoma metastatic
secara random diberikan anti CLTA-4 agent (ipilimumab), vaksin yang
berdasarkan antigen melanoma, atau kombinasi dari anti CLTA-4 dan vaksin.
Peningkatan kelangsungan hidup secara kesuluruhan serta penngkatan
perkembangan kelangsungan hidup bebas dan tingkat respon terbaik secara
keseluruhan terlihat pada pasien yang menerima terapi anti CTLA-4
dibandingkan dengan pasien yang hanya diberikan vaksin. 1
e) Agen Kemoterapi
Kemoterapi regimen menggunakan single-agent dacarbazine (DTIC) atau
kombinasi seperti bis (2-chloroethyl) nitrosurea (BCNU), cisplatin, lomustine
dan hidroksiurea telah dilaporkan. Berdasarkan NCNN, dacarbazine tetap
menjadi standar pada komunitas dan telah digunakan menjadi baku standar
untuk dibandingkan dengan regimen baru. Dacarbazine dan temozolomid
menunjukkan berbagai peningkatan respond dan bertahan hidup;median
durasi respon dari kedua obat ini adalah 3-4 bulan. 1
Terapi kombiasi regimen kemoterapi seperti CVD (dacarbazine plus cisplatin
dan vinblastin) atau regimen Darthmouth (dacarbazine, carmustine, cisplatin,
dan tamoxifen) dilaporkan memliki tingkatan respon yang tinggi. Paclitaxel
tunggal atau dikombinasi dengan carboplatin dapat memeiliki nilai keungglan
klinis pada pasien dengan metastatic melanoma; walaupun durasinya sangat
1
pendek (2-7 bulan).
f) Biokemoterapi
Pendekatan lain untuk sistemik melanoma menggunakan biokemoterapi
dimana obat kemoterapi konvensional dikombinasikan dengan agent
biological aktif seperti interferon dan IL-2. 1
I. PROGNOSIS
Faktor prognosis paling penting dari melanoma maligna kepala dan leher adalah sebagai
berikut: peningkatan Clark Level of Invasion, peningkatan ketebalan tumor, lokasi di
kulit kepala, lebih dari 1 mitosis per high power field, adanya ulserasi klinis, komponen
sel epiteloid terutama dengan pleiomorfik, adanya satelit mikroskopik, kurangnya
infiltrasi tumor limfosit dan daerah metastasis kelenjar getah bening.
BAB III
KESIMPULAN

Insiden melanoma kepala dan leher telah meningkat secara dramatis dalam beberapa
decade terakhir. Kebanyakan perubahan ini berhubungan dengan meningkatnya paparan
sinar matahari di populasi umum. Melanoma kepala dan leher adalah penyakit yang
kompleks terutama dalam pertimbanagn pengobatannya. Sehingga pengobatan lebih
agresif dilakukan ketika morbiditas tidak meningkat secara signifikan. Seperti dalam
kasus kanker lainnya, kesempatan terbaik untuk menyembuhkan terletak pada
pengobatan dini dan pengobatan agresif.

Anda mungkin juga menyukai