Anda di halaman 1dari 3

BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5

Persen
TEMPO.CO, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan
memangkas suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin
menjadi 5 persen.

"Penurunan ini sejalan dengan berlanjutnya stabilitas makro-ekonomi," kata Gubernur


Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo dalam jumpa pers di kompleks Bank
Indonesia, Thamrin, Jakarta, Kamis, 22 September 2016.

Selain menurunkan suku bunga acuan, Bank Indonesia juga menurunkan suku
bunga deposit facilitysebesar 25 basis poin menjadi 4,25 persen. "Lending facility juga
diturunkan dari 6 persen menjadi 5,75 persen," ujar Agus.

Agus mengatakan suku bunga acuan baru itu berlaku mulai besok, 23 September 2016.
Dia berujar, pelonggaran tersebut dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahun ini, yaitu menembus 5 persen.

Menurut Agus, angka inflasi juga masih terjaga sesuai target pemerintah, yaitu 4 plus
minus 1 persen. "Inflasi rendah, nilai tukar juga stabil."

TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Bank Indonesia (BI) mengeluarkan suku bunga acuan
baru BI 7-Day Reverse Repo Rate dinilai tak banyak berpengaruh terhadap penurunan
suku bunga deposito maupun kredit dalam jangka pendek.

"Dampak kebijakan baru Bank Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi akan


terbatas," ujar ekonom DBS Group Research, Gundy Cahyadi, dalam keterangan
tertulisnya, Kamis, 8 September 2016.

Sebelumnya, kebijakan ini diharapkan dalam jangka panjang dapat memperdalam pasar
keuangan di dalam negeri sehingga dapat menekan tingkat suku bunga perbankan.
Pada akhirnya, dengan suku bunga rendah akan mendorong pergerakan ekonomi lebih
kencang.

Gundy berujar, meskipun besaran suku bunga BI 7-Day lebih rendah 125 basis
points (bps) dari BI Rate, bukan berarti BI telah melonggarkan kebijakannya. "Selisih ini
hanya mencerminkan adanya kesenjangan antara BI Rate dan suku bunga pasar jangka
pendek," katanya.

Gundy mengatakan justru kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang batas atas
(capping) suku bunga deposito yang perlu diperhatikan. OJK saat ini membatasi
besaran suku bunga deposito sebesar 75-100 bps di atas BI Rate bagi kelompok bank
BUKU III dan IV. Dengan tingkat suku bunga BI Rate Juli sebesar 6,5 persen; maka
suku bunga deposito maksimal sebesar 7,25-7,5 persen.

"Jika OJK menggunakan acuan SBI 12 bulan, sebenarnya tidak ada perubahan dalam
suku bunga deposito, tuturnya.

Menurut Gundy, jika suku bunga deposito tak berubah, suku bunga kredit juga tidak
akan turun. Adapun selama ini suku bunga kredit hampir bergerak turun sangat
lambat meski BI Rate telah dipangkas 100 bps sepanjang 2016. "Ini dapat dipahami
mengingat adanya jeda waktu dalam transmisi perubahan kebijakan moneter," ucapnya.

Namun, Gundy mengatakan, dalam jangka panjang, kebijakan baru ini dapat
mendukung pendalaman pasar keuangan dan memperkuat struktur pasar uang
antarbank, khususnya segmen tenor 3-12 bulan. Pasar keuangan yang semakin dalam
akan menyebabkan biaya dana perbankan menjadi lebih murah sehingga mendorong
perbankan menurunkan suku bunga kredit, ujarnya.

Dengan demikian, dia memprediksi, ke depan, jika suku bunga kredit dapat turun secara
signifikan dan pertumbuhan kredit bisa dipacu hingga 15 persen, ekonomi pada 2017
pun akan tumbuh lebih tinggi.

JAKARTA Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan 25 basis point dari 5,25
persen menjadi lima persen, Kamis (22/9) kemarin.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menyatakan bahwa pihaknya perlu mendorong


ekonomi di tengah risiko pelemahan global.

Pelonggaran diharapkan dapat memperkuat upaya untuk mendorong permintaan


domestik. Langkah ini juga bertujuan menjaga stabilitas makroekonomi, ujarnya di
gedung BI.

Kebijakan penetapan 7-day reverse repo rate sejak bulan lalu mengakibatkan suku
bunga deposito turun 100 bps. Namun, suku bunga kredit hanya turun 52 bps.

Agus mengakui bahwa permintaan kredit masih relatif lemah. Tetapi, dia
menggarisbawahi bahwa kredit dalam rupiah masih tercatat tumbuh.

Namun, ada pelemahan yang dipicu turunnya outstanding kredit dalam valas.

Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto menyebutkan, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK)
dalam rupiah mencapai 9,8 persen. DPK dalam valas tumbuh minus 9,3 persen. Kredit
tumbuh 7,7 persen.

Itu (kredit, Red) sebenarnya kalau dilihat dari sisi rupiah sembilan persen. Dari sisi
valas hanya tumbuh dua persen. Ini sangat erat kaitannya dengan kondisi ekonomi
global, katanya.

Figur data itu menunjukkan, korporasi yang memiliki pinjaman dalam bentuk valas
menurunkan permintaan kredit.
Bahkan, ada yang melunasi pinjaman sebelum jangka waktu. Jadi, permintaan
terhadap valas turun, ucapnya.

BI juga tengah mencermati adanya risiko kredit bermasalah atau nonperforming loan
(NPL). BI mencatat kenaikan NPL dari posisi 3,18 persen menjadi 3,22 persen.

Kenaikan tersebut terjadi karena perbankan mengambil sikap konservatif untuk


memulihkan kualitas kredit. Concern kita juga terkait dengan NPL, ungkapnya.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono mengungkapkan,


penurunan suku bunga acuan membawa angin segar bagi sektor perbankan.

(Penurunan, Red) ini menunjukkan bahwa suku bunga sudah mulai turun dan likuiditas
cukup longgar. Diharapkan, bunga dana dan kredit bisa turun, tuturnya kemarin.

Sementara itu, ekonom Indef Eko Listianto menerangkan bahwa daya dorong bagi
pertumbuhan ekonomi seiring penurunan suku bunga acuan belum akan berdampak
cukup besar bagi perekonomian.

Sebab, pada semester kedua tahun ini sektor riil menghadapi tantangan dari sisi
terbatasnya peningkatan permintaan.

Perbankan sengaja menurunkan penyaluran kredit karena mengikuti siklus ekonomi


yang sedang menurun, terangnya. (dee/ken/c14/sof/jos/jpnn)

Anda mungkin juga menyukai