Anda di halaman 1dari 15

ASMA BRONKIAL

PENDAHULUAN
Asma merupakan keadaaan inflamasi kronis yang menyebabkan obstruksi saluran pernapasan reversible
misalnya seperti asma bronchial. Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi
yang meningkat dari trachea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa
kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat
dinamis dan derajat penyempitannya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian
obat-obatan. Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita
A. Etiologi
Genetic
Diturunkan dalam keluarga dan berhubungan dengan atopi. Penelitian menunjukkan adanya
hubungan reseptor IgE afiitas tinggi dan gen sitokin T-helper (Th2) (kromosom 5).
Factor lingkungan
Stimulus bronchial spesifik seperti debu rumah, asap rokok, serbuk sari, dan bulu kucing; 3%
populasi sensitive terhadap aspirin
Paparan pekerjaan
Paparan iritan atau sensitizer adalah penyebab penting dari asma yang berhubungan dengan
pekerjaan.
Stimulus nonspesifik
Infeksi virus, udara dingin, olahraga atau stress emosional juga bisa memicu timbulnya mengi.
Kadar ozon atmosfer yang tinggi (seperti saat badai) atau masalah khuus merupakan predisposisi
terjadinya eksaserbasi asma yang telah ada.
Factor lingkungan lain
Factor makanan (tinggi NA+, rendah Mg2+), infeksi pada anak-anak (sebagian akibat imunisasi)
dan peningkatan jumlah allergen di lingkungan (debu rumah) menyebabkan peningkatan prevalensi.
B. Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mucus,
edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional (KRF). Dan pasien bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas
paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara objektif dengan VEP1 ( volume
ekspirasi paksa detik pertama) atau APE (arus puncak ekspirasi). Sedangkan penurunan KVP (kapasitas
vital paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada
saluran napas yang besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran
napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak.
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang
kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia.
Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan
oksigen terpenuhi tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya
pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis
respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh
mucus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia
dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO 2. Peningkatan
produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia)
dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan
asidosis metabolic dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu
peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik. Yang akibatnya memperburuk hiperkapnia.
Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi
Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru
Gangguan difusi gas di tingkat alveoli
Ketiga factor tersebut akan mengakibatkan:
Hipoksemia
Hiperkapnia
Asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut

Ada beberapa jenis serangan asma berkaitan erat dengan cara pengobatannya. Serangan asma/bengek
ada 2 macam, yaitu:
Serangan asma bronkial karena otot polos saluran napas yang berkerut (Asma Episodik)
Serangan asma bronkial/bengek hanya sekali-sekali, ada periode bebas sesak napas, serangan
mengi mungkin terjadi misalnya sewaktu jogging, makan suatu makanan yang kebetulan alergi,
mencium binatang piaraan, dsb. Jenis ini memberikan respon yang baik terhadap pemberian obat
pelonggar nafas hidup (inhaler) dimana merupakan obat yang paling aman dengan efek samping
yang minimal.
Serangan asma bronkial karena proses peradangan saluran pernapasan (Continuing Asma/Asma
Berkelanjutan)
Penderita asma bronkial/bengek ini tidak pernah merasakan benar-benar bebas sesak, jadi
hampir setiap hari menderita mengi. Saluran pernapasannya mengalami keradangan sehingga
mempunyai resiko untuk terjadi serangan lebih sering, walaupun telah diberikan obat pelonggar
napas. Oleh karenanya, penderita memerlukan obat tambahan berupa anti keradangan (biasanya
keluarga steroid).
C. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit
Factor-faktor yang berpengaruh terhadap asma
Riwayat keluarga
Riwayat adanya alergi
Keluhan-keluhan pasien
Obat-obatan
2. Fisik
Inspeksi
Kelainan dinding dada
Parut bekas operasi
Pelebaran vena-vena superficial akibat bendungan vena
Spider naevi
Ginekomastia tumor
Luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain
Kelainan bentuk
Dada paralitikum dengan ciri dada kecil, diameter sagital pendek, sela iga sempit, iga lebih
miring, terdapat pada pasien malnutrisi.
Dada emfisema dada menggembung, diameter anteroposterior > diameter antero-lateral,
kifosis, terdapat pada pasien PPOK dan bronchitis kronis
Kifosis: kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah anterior.
Skoliosis: kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan kea rah lateral.
Pectus excavatum: dada dengan tulang sternum yang mencekung ke dalam.
Pectus carinatum: dada dengan tulang sternum menonjol ke depan.
Frekuensi penapasan
Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14 kali per
menit disebut bradipnea, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan serebral.
Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipnea, misalnya pada pneumonia, anksietas,
asidosis.
Jenis pernapasan
Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor
Abdominal
Pursed lips breathing: pernapasan seperti menghembus sesuatu melaui mulut, didapatkan
pada pasien PPOK
Pola pernapasan
Takipnea: napas cepat dan dangkal
Hiperpnea: napas cepat dan dalam
Bradipnea: napas yang lambat
Pernapasan cheyne stokes: irama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode apnea
kemudian disusul periode hiperpnea.
Pernapasan Biot: jenis pernapasan yang tidak teratur baik dalam hal frekuensi maupun
amplitudonya.
Sighing respiration: pola pernapasan normal yang diselingi oleh tarikan napas yang dalam.

Palpasi
Palpasi kelenjar getah bening
Palpasi permukaan toraks dan sela iga
Palpasi massa/benjolan
Ada/tidaknya rasa nyeri
Ada/tidaknya sisi paru yang tertinggal selama pergerakan napas
Ada/tidaknya fremitus
Perkusi
Ada/tidaknya suara perkusi yang tidak sonor kecuali di daerah jantung
Pekak
Hipersonor
Auskultasi
Vesicular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah dimana fase inspirasi
langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan perbandingan 3:1
Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang, di amna fase
ekspias menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi dan diantaranyakadang-
kadang dapat diselingi jeda.
Bronchial: suara napas pokok yang keras dabn berfrekuensi tinggi, dimana fase ekspirasi
menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda.
Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah trakea.
Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat cavitas besar yang letaknya perifer dan
berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.
Ronki basah: suara napas terputus-putus, bersifat nonmusical, dan biasanya terdengar pada saat
inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam saluran napas.
Ronki kering: suara napas continue, yang bersifat musical, denga frekuensi yang relative rendah,
terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit. Wheezing adalah ronki
kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma.
Pleural friction rub: terjadi karena pleura parietal dan visceral yang meradang sling bergesekan
satu dengan yang lainnya.
Hippocrates succusion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila pasien digoyang-
goyangkan.
Pneumothorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sikron dengan saat kontraksi jantung, terjadi
bila didapatkan adanya udara diantara kedua lapisan pleura yang menyelimuti jantung.
3. Penunjang
Laboratorium
Sputum
Sputum eosinofil sangat karateristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada
bronchitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, Kristal Charcot-Leyden dan Spiral
Curshmann. Pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus fumigatus
Ada 4 jenis sputum yang mempunyai karakteristik yang berbeda:
Serous
Jernih dan encer, pada edema paru akut
Berbusa, kemerahan, pada alveolar cell cancer
Mukoid
Jernih keabu-abuan, pada bronchitis kronik
Putih kental, pada asma
Purulen
Kuning, pada pneumonia
Kehijauan, pada bronkietasis, abses paru
Rusty
Kuning tua/coklat/merah-kecoklatan seperti warna karat, pada pneumococcal pneumonia
dan edema paru
Sputum yang berbau busuk menunjukkan adanya infeksioleh kuman-kuman anaerob dan dapat
terjadi pada bronkietasis dengan infeksi sekunder, abses paru dan empiema..
Analisa gas Darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi
hipoksemia dan hipokapnis (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat
PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat
terjadinya hiperkapnia (PaCO2 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik.
Uji kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibody IgE spesifik dalam tubuh. Uji
ini hanya menyokong anamnesis, karena uji allergen yang positif tidak selaluu merupakan
penyebab asma, demikian pula sebaliknya.
Pemeriksaan eosinofil total
Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan pemberian
kortikosteroid. Jumlah eosinofil dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini
dapat membantu dalam membedakan asma dari bronchitis kronik. Pemeriksaan ini juga sebagai
patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma.
Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan IgE
spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat
dipercaya.
Tes fungsi paru dengan menggunakan spirometrik.
Volume ekspirasi paksa 1 detik
Kapasitas vital paksa adalah volume total udara yang dikeluarkan melalui ekspirasi paksa
setelah inpirasi maksimal
Rasio FEV1/FVC (%) adalah persentase FVC yang dikeluarkan dalam 1 detik melalui
ekspirasi paksa
Laju aliran ekspirasi puncak: laju aliran tercepat pada awal ekspirasi paksa setelah inspirasi
maksimal, bisa digunakan dalam memantau perubahan pada obstruksi jalan napas
Tes reversibilitas: mengukur fungis jalan napas sebelum dan setelah menggunakan
bronkodilator inhalasi. Hasil tes positif bila didapatkan perbaikan 20 % dan 300 mL
Tes pertukaran udara:
Factor transfer (Kco) karbon monoksida (CO): diukur dengan inhalasi sedikit CO 2, yang
seluruhnya diambil oleh hemoglobin.
Pulse oxymetry: diukur dengan absorbansi cahaya oleh hemoglobin, untuk menilai
hipoksemia dan terutama responnya terhadap pemberian terapi oksigen, CO2 tidak diukur.
Tes otot pernapasan
Kekuatan otot diukur dengan bernapas melalui permukaan yang tertutup TL. Nilainya
dianggap abnormal bila< 60 cmH2O
Tes fungsi paru menunjukkan obstruksi saluran napas atau bisa normal. Pengukuran aliran
puncak serial bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, dan seringkali menunjukkan pola klasik
penurunan di pagi hari. Pada penderita asma yang telah diketahui, pengukuran aliran puncak
bermanfaat dalam menentukan berat penyakit.
Radiologi
Foto toraks
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak menunjukkan
adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan yang khas untuk asma adanya hiperinflasi,
penebalan dinding bronkus, vaskularisasi paru.
D. Diagnosis kerja
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan laboratorium bahwa itu adalah asma bronchial.
Gejalanya timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi
jalan nafas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain:
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop
Batuk produktif, sering pada malam hari
Napas atau dada seperti tertekan
Gejalanya bersifat paroksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen
dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang menderita
asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan pekerjaan atau beban
fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-
perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita.
Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen lingkungan
yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi
bronkial.Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada yang
menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis.Di Inggris jelas
penyebabya House Dust Mite, di USA tepungsari bunga rumput
Asma bronkial campuran (Mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik

Epidemiologi:
Asma bronkial merupakan penyakit respiratorik kronik yang tersering dijumpai pada anak. Asma
dapat muncul pada usia berapa saja, mulai dari balita, prasekolah, sekolah atau remaja. Prevalensi di
dunia berkisar antara 4-30%, sedangkan di Indonesia sekitar 10% pada anak usia sekolah dasar dan
6,7% pada anak usia sekolah menengah. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak wanita
dapat menderita asma pada suatu saat selama masa kanak-kanak. Sebelum pubertas sekitar dua kali
anak laki-laki yang lebih banyak terkena daripada anak wanita dan insiden menurut jenis kelamin
sama.
E. Diagnosis banding
Tuberculosis paru
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
dengan gejala yang sangat bervariasi. gejala utama Tuberculosis paru adalah:
Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum
Malaise
Gejala flu
Demam derajat rendah
Nyeri dada
Batuk darah
Epidemiologi:
Prevalensi tertinggi 0,74% di propinsi NTT dan terendah di propinsi Bali 0,08%. Hasil dari
survey ini menunjukkan prevalensi TB rata-rata 0,29%. Sistem kesehatan nasional menargetkan
pengurangan prevalensi BTA (+) sampai angka rata-rata 0,20% ditahun 2000 (7). Menurut WHO di
tahun 1999 diperkirakan angka Insidensi TB di Indonesia sekitar 220 per 100.000 penduduk pertahun
(29). Secara simulasi epidemiologi, maka prevalensi pada awal Pelita VI telah diestimasikan sebesar
24 per 10.000 penduduk. Selanjutnya keadaan ini memberikan gambaran bahwa penderita TB
menular saat ini terhadap 450.000 orang dan setiap tahunnya penderita baru akan bertambah sebesar
8 per 10.000 penduduk yaitu 150.000 penderita (30). Namun dari data-rekapitulasi hasil penemuam
TB kasus Baru Direktorat P2 ML Depkes RI jumlah kasus baru tahun 1996/1997 sebesar 14.647
kasus dan tahun 1997/1998 terjadi peningkatan jumlah kasus Baru menjadi 23.682 kasus.
Peningkatan jumlah kasus terjadi hampir disemua propinsi kecuali Propinsi Irian jaya dan Timor-
timur. Pada bayi umur 1 tahun 32,1 % kematian disebabkan penyakit sistem pernapasan, anak balita
gol umur 1-4 tahun. penyakit sistem pernapasan 38,8%, pada kelompok umur 5 14 tahun TB 5,8%,
kelompok umur 15 34 tahun TB 3,9%, kelompok umur 35-44 tahun 12,4%, kelompok umur 45-54
tahun sebesar 11,5% pada kelompok umur 55 tahun keatas sebesar 8,7%. Manarik untuk diketahui
pada data tahun 1988/89 dari 585.225 penderita TB penderita terbanyak dikalangan petani (47%),
kemudian diikuti pegawai dan buruh (28%), ibu rumah tangga (12%), pedagang (6%), pelajar dan
mahasiswa (1%) dan lain-lain (6%). Karena keterbatasan dana, baru 26,4% Puskesmas di Indonesia
yang melaksanakan peranan dan pengobatan penderita secara pasif, dengan jangkauan penderita
diperkirakan 1,6%.
Penyakit paru obstruktif kronik
Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit obstruktif jalan nafas karena bronchitis kronik
atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus
dan sebagian bersifat reversible. Factor yang menyebabkan timbulnya penyakit paru obstruktif
kronik adalah:
Kebiasaan merokok
Polusi udara
Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja
Riwayat infeksi saluran pernafasan
Bersifat genetic yaitu defisiensi -1 antitripsin
Gejala klinis pada penyakit paru obstruktif kronis:
Batuk
Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas.
Epidemiologi:
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan kesehatan utam di masyarakat yang menyebabkan
26.000 kematian/tahun di Inggris. Prevalensinya adalah 600.000. angka ini lebih tinggi di Negara
maju, daerah perkotaan, kelompok masyarakat menengah ke bawah, dan pada manula.
Efusi pleura
Gejala klinisnya:
Nyeri dada
Sesak
Suara napas berkurang
Bronkietasis
Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Pada bronkietasis ringan atau
yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak terdapa gejala. Kalau pun ada, biasanya batuk
bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Pada bronkietasis berat, pasien
mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang bertambah berat
bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya diikuti dengan demam, tidak ada nafsu makan,
penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan. Sesak napas dan sianosis timbul pada
kelainan yang luas. Pada pemeriksaan fisik, yang terpenting adalah terdapat ronki basah sedang
sampai kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang-
kadang ditemukan ronki kering dan bising mengi.
Pneumonia
Gejala klinis:
Demam
Batuk
Nyeri dada
Sesak napas
Epidemiologi:
Sangat sering terjadi. Insidensi di masyarakat adalah 1-3/1000 orang dewasa. Seperempat jumlah
kasus membutuhkan perawatan di rumah sakit. Pria = wanita, walaupun penyakit legionnaire lebih
sering didapatkan pada pria. Pneumonia cenderung terjadi pada usia ekstrem, namun tetap
merupakan penyebab morbiditas yang penting dan bahkan penyebab mortalitas pada dewasa muda.
Bronchitis kronik
Bronchitis kronik ditandai dengan dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batu seperti tuberculosis, bronchitis atau
keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai dengan sputum biasanya
didapatkan pad pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan
batuk pagi hari, lama kelamaan disertai dengan mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan
jasmani. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda cor pulmonel.
Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.
Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien
selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada kembung, peranjakan
napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara napas sangat lemah. Pemriksaan foto dada
menunjukkan hiperinflasi.
Gagal jantung kiri akut
Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila timbul pada malam hari
disebut paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak menghilang atau berkurag bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang
memperberat atau memperingan gejala gagal jantung. Di samping ortopnea, pada pemeriksaan fisis
ditemukan kardiomegali dan edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal janutng dan
trombloflebitis. Di samping gejala sesak napas, pasien batuk-batuk yang dapat disertai darah, nyeri
pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fsik ditemukan adanya artopnea,
takikardia, gagl jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan
elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan.
F. Penatalaksanaanan
1. Medikamentosa
Obat yang termasuk obat anti asma:
Oksigen
Karena kondisi hipoksemia dihasilkan oleh ketidakseimbangan V/Q, hal ini biasanya dapat
terkoreksi dengan pemberian oksigen 1-3 L/menit dengan kanul kasal atau masker. Meskipun
demikian, penggunaan oksigen dengan aliran cepat tidak membahayakan dan direkomendasikan
pada semua pasien dengan asma akut. Target pemberian oksigen ini adalah dapat
mempertahankan SpO2 pada kisaran 92%.
-2 agonis
obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan feneterol memiliki lama
kerja 4-6 jam, sedangkan agonis -2 long-acting bekerja lebih dari 12 jam, seperti salmeterol,
formoterol, bambuterol, dan lain-lain.bentuk aerosol dan inhalasi memberikan efek
bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan
pemberiannya local.

Antikolinergik
Penggunaan antikolinergik berdasrakan asumsi terdapatnya peningkatan tonus saluran
pernapasan pada pasien asma akut, tetapi efeknya tidak sebaik -2 agonis. Penggunaan
ipratropium bromide (IB) secara inhalasi digunakan sebagai brinkho dilator awal pada pasien
asma akut. Kombinasi pemberian IB dan -2 agonis Dosis 4x semprot (80 mg) tiap 10 menit
dengan MDI atau 500 mg setiap 20 menit dngan diindikasikan sebagai terapi pertama pada pasien
dewasa dengan eksaserbasi asma berat. nebulizer akan lebih efektif.
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid secara sistemik harus diberikan pada penatalaksanaan kecuali
kalau derajat eksaserbasinya ringan. Agen ini tidak bersifat bronchodilator terapi secara ekstrem
sangat efektif dalam menurunkan inflamasi pada saluran napas. Pemberian hidrokortison 800 mg
atau 160 mg metilprednisolon dalam 4 dosis terbegi setiap harinya, umumnya sudah
memberikan efek adekuat pada kebanyakkan pasien.
Teofilin
Penggunaan teofilin sebagai obat monoterapi, efektivitasnya tidak sebaik obat golongan -2
agonis. Pemberian aminophilin dikombonasi dengan -2 agonis perinhalasi, tidak
memberikanmanfaat yang bemakna. Pemberian obat ini akan meningkatkan efek samping seperti
tremor, mual, cemas dan taki aritmia. Obat ini boleh digunakan hanya jika pasien tidak respon
dengan terapi standar.
Magnesium sulfat
Mekanisme obat ini kemungkinan melalui hambatan kontraksi otot olos akibat kanal kalsium
terblokir oleh magnesium.dosis yang diberikan 1,2-2 g intravena, dibeikan dalam waktu > 20
menit.pemberian obat ini secara inhalasi tidak memberikan efek yang bermakna.
Heliox
Heliox (helium dan oksigen) merupakan campuran gas yang dapat diberikan pada pasien asma
akut untuk menguangi turbulensi aliran udara.
Pengobatan asma bronchial ada 2:
Pengobatan Asma Jangka Pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai
serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang
menyempit. Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab
selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya
adalah:
Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas
Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat
bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:
Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)
Golongan Simpatomimetika
Golongan Antikolinergik
Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh
penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya
penderita memperoleh obat anti asma yang lain.

Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas


Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup
berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi
sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai
kelompok Kromolin.
Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.
Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan
dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk. Oleh
karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun
tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein
untuk membantu
Pengobatan untuk jangka panjang
Derajat asma Obat pengontrol Obat pelega
Asma persisten Tidak perlu Bronkodilator aksi
singkat, yaitu inhalasi
agonis -2 bila perlu
Intensitas pengobatan
tergantung berat
eksaserbasi
Inhalasi agonis -2 atau
kromolin dipakai sebelum
aktivitas atau pajanan
allergen
Asma persisten ringan Inhalasi kortikosteroid 200-500 Inhalasi agonis -2 aksi
g/kromolin/nedokromil atau singkat bila perlu dan
teofilin lepas lambat tidak melebihi 3-4 kali
Bila perlu ditingkatkan sampai
sehari
800 g atau ditambahkan
brinkodilator aksi lama terutama
untuk mengontrol asma malam.
Dapat diberikan agonis -2 aksi
lama inhalasi atau oral atau
teofilin lepas lambat.
Asma persisten sedang Inhalasi kortikosteroid 800-2000 Inhalasi agonis -2 aksi
g singkat bila perlu dan
Bronkodilator aksi lama terutama
tidak melebihi 3-4 kali
untuk mengontrol asma malam,
berupa agonis -2 aksi lama
inhalasi atau oral atau teofilin
Asma persisten berat Inhalasi kortikosteroid 800-2000
g atau lebih
Bronkodilator aksi lama, berupa
agonis -2 inhalasi atau oral atau
teofilin lepas lambat
Kortikosteroid oral jangka
panjang

2. Nonmedikamentosa
Waktu serangan:
Pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik maupun
hasil analisa gas darah.
Pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang berlangsung lama ada
kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani dehidrasi, viskositas mukus juga
berkurang dan dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
Drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak agar supaya
tidak timbul penyumbatan.
Menghindari paparan alergen.
Di luar serangan
Pendidikan/penyuluhan.
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa pengobatannya, apa efek
samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari timbulnya serangan.
Menghindari paparan alergen. Imti dari prevensi adalah menghindari paparan terhadap
alergen.
Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Setelah
diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
Relaksasi/kontrol emosi.
Untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu dengan
latihan napas.
G. Prognosis
Asma adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan. Factor resiko kematian
akibat asma adalah kepatuhan terhadap terapi yang buruk, perawatan di unit terapi intensif dan
perawatan di rumah sakit walaupun diberi obat steroid.
H. Komplikasi
Pneumotoraks
Pneumomediatinum
Emfisema subkutis
Atelektasis
Aspergilosis
Bronkopulmoner alergik
Gagal nafas
Bronchitis
Fraktur iga

KESIMPULAN
Sesak napas dan batuk berdahak menyebabkan gangguan pernapasan dan disebabkan oleh berbagai
factor, baik factor intrinsic maupun ekstrinsik.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Ilmu penyakit dalam. Jilid II. Jakarta: FKUI;2006.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Jakarta: FKUI;2006.
Davey P. At a glance medicine. Jakarta: EMS; 2003.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: FKUI; 2001.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC;2006.
Diunduh http://www.medicastore.com/neo_napacin/asma_bronkial.htm.
Diunduh http://bedah46.blogspot.com/2008/03/asma-bronkial.html
Diunduh http://ababar.blogspot.com/2008/12/definisi-asma-bronkial-adalah-penyakit.html

Anda mungkin juga menyukai