Anda di halaman 1dari 29

COASTAL EVOLUTION

Oleh :
Onesiforus Tappang

Abstrak
Perubahan garis pantai yang terjadi secara alamiah
(tektonisme,gelombang, badai dan kenaikan paras muka laut) dan non-
alamiah (aktifitas manusia: penambangan pasir, reklamasi pantai dan lain-
lain) akan berpengaruh negatif baik ditinjau dari aspek strategis atau
lingkungan. Aspek strategis salah satunya adalah perubahan luasan wilayah
di suatu kawasan pantai, sedangkan aspek lingkungan adalah
hilangnya/bertambahnya habitat, sedimentasi dan lain-lain. Perubahan garis
pantai pada umumnya karena terdapat proses abrasi, akresi dan kenaikan
tinggi muka laut global. Abrasi pantai adalah mundurnya garis pantai ke arah
darat dan akresi adalah majunya garis pantai ke arah laut, sedangkan
kenaikan paras laut akan menyebabkan perubahan garis pantai ke arah
darat yang disebabkan oleh meningkatnya volume air laut global. Abrasi dan
erosi berasosiasi pula dengan pengaruh dari pola pasang-surut.
Teknologi pemodelan laut memiliki kemapuan untuk memprediksi perubahan
garis pantai yang disebabkan terjadinya abrasi dan akresi, sedangkan
prediksi kenaikan tinggi muka laut telah banyak ditekuni di seluruh dunia
dengan menggunakan model atmosfer dan laut global karena dampak yang
ditimbulkannya merupakan dampak global. Oleh karena itu, jika untuk
mengkaji perubahan garis pantai di suatu perairan lokal, pendekatan yang
dilakukan adalah mengkombinasikan pengaruh lokal (gelombang, badai dan
sedimentasi) dengan pengaruh global (kenaikan tinggi muka laut).
Perubahan garis pantai merupakan implikasi dari proses-proses hidro-
oseanografi yang
terjadi pada daerah perairan dekat pantai (nearshore process). Banyak
metode analisis
yang dapat dilakukan untuk memprediksi besarnya perubahan garis pantai
akibat proses
tersebut.
Pendahuluan
Sebagai batas antara daratan dan laut pantai mempunyai bentuk yang
bervariasi dan dapat berubah dari musim ke musim . Pengertian pantai
menurut A Modern Dictionary Of Geography ( Small and Witherick, 1986)
adalah akumulasi pasir atau bahan lain yang terletak antara titik tertinggi
yang dicapai oleh ombak besar dan garis surut terendah suatu laut. Secara
khusus Baker and Kaeoniam ( 1985) menyatakan bahwa pantai adalah area
geografis dimana faktor-faktor darat dan laut bercampur dan mempentuk
bentang lahan dan ekosistem yang unik. Menurut Sutikno (2000) batas
wilayah pantai ke arah darat adalah batas pasang surut, vegetasi suka air,
intrusi air laut ke dalam air tanah dan konsentrasi ekonomi bahari ;
sedangkan ke arah laut dibatasi oleh garis pecahan gelombang dan
pengaruh aktifitas manusia di darat. Kegiatan yang dilaksanakan di daerah
aliran sungai yang mengakibatkan proses erosi dan deposisi mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap lingkungan ekosistem pantai. Sekitar dua per
tiga pantai Pasuruan merupakan pantai landai dengan kemiringan lereng
kurang dari 3 % dan banyak sungai bermuara di daerah ini. Sungai-sungai
tersebut membawa sedimen dari daratan dan mengendapkannya di sekitar
muara sungai menyebabkan garis pantai semakin lama semakin maju ke
arah laut.
Dari hasil gabungan transport sedimen non-kohesif dan arus menyusur
pantai dan pergeseran littoral pada suatu pantai dengan profil pantai dan
profil kedalaman yang beragam dan juga dapat dikombinasikan dengan
struktur bangunan pantai, maka sub modul evolusi garis pantai dapat
mensimulasikan perubahan garis pantai karena berubahnya profil dasar
perairan dari hasil transport sedimen. Persamaan yang digunakan adalah
persamaan kontinuitas untuk sedimen di zona littoral. Dampak dari struktur
bangunan pantai sumber dan buangan sedimen diikutsertakan pada
perhitungannya. Selain itu jika terdapat dermaga dan pemecah ombak
model klimatologi gelombang juga disertakan.
Pembahasan

Abrasi pantai

Abrasi pantai yang bersifat alamiah adalah proses penggerusan pantai akibat
dari hempasan gelombang dan badai dalam jangka waktu lama sehingga
menyebabkan perubahan garis pantai menuju ke arah daratan. Selain itu,
abrasi pantai dapat pula disebabkan oleh aktifitas manusia yaitu penggalian
bahan tambang terutama pasir pantai. Aktifitas ini dapat menyebabkan
perubahan garis pantai ke arah daratan secara cepat. Dampak yang
ditimbulkan dari abrasi tersebut dari aspek strategis adalah perubahan luas
wilayah di suatu kawasan, sedangkan jika dilihat dari aspek lingkungan akan
menyebabkan hilangnya habitat dari suatu ekosistem.

Teknologi pemodelan dapat memprediksi pola perubahan garis pantai yang


disebabkan oelh proses-proses abrasi pantai secara alamiah yang
disebabkan oleh pengaruh gelombang dan badai. Model tersebut dapat
mensimulasikan proses abrasi pantai dalam jangka waktu yang panjang
(tahunan). Energi dari hempasan gelombang atau badai lambat laun akan
mengakibatkan penggerusan pasir dan sedimentasi. Proses penggerusan
pantai akan membutuhkan kesetimbangan sehingga disuatu tempat akan
menerima sedimen dari tempat yang tergerus.
Pemodelan yang digunakan adalah modul hidrodinamika untuk mengkaji
kondisi sirkulasi arus dan beberapa alternatif modul gelombang seperti
Gelombang Spektral, Gelombang Spektral di Perairan Dangkal, Parabolic Mild
Slope, Elliptic Mild Slope, Refraksi-difraksi Gelombang dan Gelombang
Boussinesq digunakan untuk mensimulasikan parameter gelombang yang
berkaitan dengan energi gelombang. Modul sedimen seperti modul
Pergerakan Sedimen Dasar, Sedimen Kolom Air dan Pergerakan Partikel
digunakan untuk mengetahui pola penyebaran sedimen dari penggerusan
sedimen (pasir) hasil abrasi. Perubahan jangka panjang dari garis pantai
disimulasikan dengan menggunakan modul Morphologi Pantai dan Proses
Litoral dan Dinamika Garis Pantai. Data-data hasil simulasi yang
menggambarkan proses abrasi tersebut diintegrasikan dengan data spatial
pendukung lainnya dengan menggukan modul GIS Kelautan untuk
menghasilkan peta-peta hasil simulasi.

Akresi pantai

Akresi pantai adalah perubahan garis pantai menuju laut lepas karena
adanya proses sedimentasi dari daratan atau sungai menuju arah laut.
Proses sedimentasi di daratan dapat disebabkan oleh pembukaan areal
lahan, limpasan air tawar dengan volume yang besar karena hujan yang
berkepanjangan dan proses transport sedimen dari badan sungai menuju
laut. Akresi pantai juga dapat menyebabkan terjadi pendangkalan secara
merata ke arah laut yang lambat laun akan membentuk suatu dataran
berupa delta atau tanah timbul. Proses akresi pantai biasanya terjadi di
perairan pantai yang banyak memiliki muara sungai dan energi gelombang
yang kecil serta daerah yang bebas terjadi badai.

Dampak dari akresi pantai jika ditinjau dari aspek strategis adalah
bertambahnya luasan di suatu kawasan dan terjadi pendangkalan yang
dapat mengganggu navigasi dan alur pelayaran kapal. Dampaknya jika
ditinjau dari aspek lingkungan adalah terjadinya perubahan atau bahkan
hilangnya suatu habitat dari ekosistemnya. Luasan mangrove akan
bertambah jika habitatnya di daerah yang memiliki sedimentasi yang tinggi
juga bertambah. Kondisi ini dibeberapa tempat juga akan berasosiasi dengan
bertambahnya habitat yang ditumbuhi oleh padang lamun karena suplai
nutrien dari sedimen tinggi. Jika terdapat habitat terumbu di pantai tersebut
maka akan menyebabkan matinya hewan-hewan terumbu karang karena
mengganggu fungsi metabolisme hewan karang dan meningkatkan
kekeruhan serta menurunnya penetrasi cahaya matahari.

Teknologi pemodelan memiliki kemapuan untuk memprediksi perubahan


garis pantai yang disebabkan oleh proses-proses akresi pantai. Skenario
yang dibangun merupakan skenario jangka panjang dengan kurun waktu
tahunan sampai puluhan tahun. Hasil pemodelan dapat memperlihatkan
simulasi perubahan garis pantai dari waktu ke waktu dan dapat mengetahui
proses-proses fisis akresi pantai yang terlibat.

Modul model yang digunakan adalah modul Hidrodinamika dan Aliran Sungai
untuk mengkaji kondisi sirkulasi arus di laut dan aliran sungai, sumber-
sumber sedimentasi dan pola distribusinya disusun dengan skenario dari
modul model sedimen meliputi modul Pergerakan Sedimen Dasar,
Pergerakan Sedimen Kolom Air dan Pergerakan Partikel. Meskipun di daerah
pantai yang terjadi akresi memiliki energi gelombang yang rendah, tetapi
pengaruh kecil dari gelombang dapat dilibatkan dengan menggunakan
beberapa alternatif modul gelombang meliputi Gelombang Spektral,
Gelombang Spektral di Perairan Dangkal, Parabolic Mild Slope, Elliptic Mild
Slope, Refraksi-difraksi Gelombang dan Gelombang Boussinesq untuk
mengekstraksi parameter-parameter gelombang yang mengkin berpengaruh
terhadap terjadinya proses akresi pantai. Modul Morphologi Pantai dan
Proses Litoral dan Dinamika Garis Pantai digunakan untuk mensimulasi
perubahan garis pantai dari waktu ke waktu baik dalam jangka waktu
pendek maupun panjang. Hasil simulasi dari beberapa modul model
diintegrasikan dengan menggunakan modul GIS Kelautan untuk membantu
proses pemetaan dan anailisis lainnya dengan melibatkan data spatial
pendukung lainnya.

Kenaikan Tinggi Muka Laut


Isu global yang terus digalakkan sehingga menjadi perhatian dunia adalah
pemanasan global. Terjadinya pemanasan global akan menyebabkan
bertambahnya pencairan bongkahan-bongkahan es di kutub. Pencairan es
dikutub akan menyebabkan bertambahnya volume air laut karena masuknya
air dari es yang mencair dan ekspansi panas karena meningkatnya suhu air
laut sehingga menyebabkan berat jenis air laut menurun dan bertambahnya
volume air laut global. Fakta dari data pasang-surut dari tahun ke tahun di
beberapa titik observasi di dunia memperlihatkan kecenderungan yang
meningkat. Prediksi kenaikan muka laut karena dampak dari pemanasan
global telah banyak dihasilkan. Dampak langsung dari kenaikan tinggi muka
laut di pantai adalah perubahan garis pantai ke arah daratan. Oleh karena itu
usaha yang dilakukan untuk memprediksi perubahan garis pantai tidak
hanya mempertimbangkan perubahan garis pantai karena abrasi atau akresi
pantai oleh gelombang dan sedimentasi.

Teknologi pemodelan dapat membantu untuk mengkombinasikan kedua


penyebab perubahan garis pantai yaitu dengan cara mensimulasikan dengan
model genangan di daratan yang mempertimbangkan topografi dan model
laut dengan pembangkit dari arus, gelombang dan angin. Model genangan
air di daratan ini menjadi penting jika kemiringan pantai kecil atau disebut
juga landai. Sedikit peningkatan tinggi muka laut akan menyebabkan
perubahan garis pantai yang besar. Skenario pemodelan yang digunakan
mensimulasikan perubahan garis pantai untuk jangka panjang (tahunan atau
supuluh tahunan).

Modul model yang digunakan adalah modul Hidrodinamika untuk


mengetahui pola sirkulasi arus dan perubahan muka air karena penagruh
pasang-surut, modul Gelombang Spektral, Perangkat Analisis Gelombang
dan Gelombang Boussinesq untuk mengkaji parameter-parameter energi
gelombang dan kenaikan air karena gelombang dan model genangan
menggunakan modul Banjir di Daratan. Perubahan garis pantai dikaji dengan
menggunakan modul Morphologi Pantai. Data-data hasil simulasi
diintegrasikan dengan informasi spatial pendukung lainnya dengan
menggunakan modul GIS Kelautan untuk proses pemetaan.
Sedimentasi Erosi Pantai

Proses sedimentasi akibat dari erosi pantai adalah perubahan dari ukuran
butiran sedimen dari yang besar menjadi kecil akibat dari hempasan energi
gelombang yang kemudian menyebar sejalan dengan dinamika perairan
untuk memperoleh kestabilan dan karakteristik sedimen yang baru. Proses
yang terjadi dimulai dari penggerusan material sedimen di pinggir pantai
oleh gelombang dan arus menjadi butiran yang lebih kecil kemudian butiran
sedimen tersebut terbawa oleh arus menyebar seiring dengan semakin
kecilnya ukuran butiran sedimen. Pola penyebaran ukuran butiran sedimen
terbentuk dari yang besar ke kecil dmulai dari sumber erosi ke perairan yang
lebih tenang. Dampak yang ditimbulkannya dapat berupa hambatan jalur
pelayaran karena pendangkalan, perubahan garis pantai, perubahan
distribusi ukuran sedimen, peningkatan kekeruhan, perubahan kedalaman
dan ketidak nyamanan di daerah pariwisata pantai.

Teknologi pemodelan dapat mengkaji dan mensimulasikan proses


penyebaran sedimen dari sumber erosi pantai ke perairan laut. Skenario
yang dibangun berdasarkan besarnya sumber sedimen (sediment budget)
yang tererosi di sepanjang pantai.

Modul model yang digunakan adalah modul gelombang meliputi Gelombang


Spektral, Gelombang Spektral di Perairan Dangkal, Refraksi-difraksi
Gelombang dan Perangkat Analisis Gelombang untuk menganalisis
parameter-parameter energi gelombang. Modul Hidrodinamika dan
gelombang dikombinasikan untuk mengetahui sirkulasi arus, tinggi muka
laut dan arus yang terbentuk dari gelombang yang membawa material
sedimen. Pola sebaran dan ukuran sedimen disimulasikan dengan
menggunakan modul model Pergerakan Sedimen Dasar, Pergerakan Sedimen
Kolom Air dan Pergerakan Partikel. Perubahan garis pantai dan morphologi
pantai yang akan mempengaruhi tingkat erosi pantai disimulasikan dengan
menggunakan modul Morphologi Pantai.

Pembentukan Delta

Proses pembentukan delta (tanah timbul) biasanya terjadi di muara sungai.


Pembentukan delta secara alamiah terjadi dalam kurun waktu yang panjang,
puluhan tahun bahkan sampai ratusan tahun, sampai mencapai titik
kestabilan. Peningkatan aktifitas manusia di sepanjang sungai akan
mempercepat proses terbentuknya delta di muara sungai. Aktifitas tersebut
adalah aktifitas yang menghasilkan buangan limbah sedimen. Suplai
sedimen yang terjadi terus menerus dari sungai tertampung di muara sungai
dan lambat laun akan menumpuk sampai terbentuk tanah timbul tepat di
muka muara sungai. Suplai sedimen terus berlanjut, penumpukan terjadi
bukan lagi di muka mulut muara tetapi karena proses turbulen dari bentukan
tanah timbul maka pengendapan atau deposit sedimen terjadi di belakang
tanah timbul. Kejadian tersebut berlangsung terus menerus membuat luasan
tanah timbul bertambah mengarah ke laut dan pada akhirnya terbentuk
dataran masif yang disebut dengan delta.
Keberadaan delta akan menyebabkan perubahan pola sirkulasi arus, dimana
dampak dari perubahan sirkulasi arus akan menyebabkan perubahan
kecepatan arus dan gelombang, sedimentasi, kedalaman, kekeruhan,
salinitas, kejadian anoxic dan hypoxic, biodiversitas, komposisi spesies, alga
blooms dan eutropikasi, stok makanan laut dan luasan habitat. Perubahan
sirkulasi arus menyebabkan efek yang berantai terhadap suatu ekosistem.

Perubahan Batimetri dan Pantai

Pendangkalan di suatu perairan yang biasanya diikuti dengan majunya garis


pantai menuju ke arah laut disebabkan oleh proses sedimentasi yang disebut
dengan akresi pantai. Penyebab pendangkalan berasal dari proses
sedimentasi yang terbawa dari limpasan air permukaan tanah dan erosi
pantai. Sumber sedimen tersebut sendiri semakin besar karena berbagai
macam aktifitas manusia. Aktifitasnya adalah meliputi limbah buangan
industri dan pembukaan tutupan lahan di pinggir pantai yang biasanya
digunakan untuk areal pertanian. Dampak yang ditimbulkannya dapat
berupa kematian organisme laut, penurunan biodiversitas, hambatan jalur
pelayaran karena pendangkalan, gangguan atau hilangnya habitat,
menurunnya stok alami makanan laut (seafood), perubahan distribusi ukuran
sedimen, peningkatan kekeruhan dan perubahan kedalaman.

Teknologi pemodelan dapat membantu untuk mengkaji proses-proses


pendangkalan dan perubahan garis pantai menuju ke arah laut dengan
mensimulasikan perubahan tersebut dari waktu ke waktu. Skenario yang
dibangun berdasarkan jumlah dari sumber sedimen dari limpasan air
permukaan tanah dan sedimen yang berasal dari proses erosi pantai.

Pengikisan Pantai
Energi gelombang yang besar dan berubahnya pola sirkulasi arus di perairan
dapat menyebabkan terjadinya pengikisan atau erosi atau abrasi pantai.
Gelombang besar dan perubahan pola sirkulasi arus berkaitan dengan
perubahan musim. Pada musim dengan kondisi angin yang kuat akan
membangkitkan gelombang besar dan merubah pola sirkulasi arus. Oleh
karena itu, pengikisan pantai terjadi pada saat musim-musim tertentu
dimana gelombang yang dibangkitkan oleh angin dengan kecepatan yang
besar. Informasi mengenai seberapa besar rata-rata pantai yang terkikis oleh
gelombang pada satu kali musim sangat penting untuk menduga kondisi
pantai pada waktu yang akan datang. Pendekatan deterministik sudah
banyak dilakukan untuk mengetahui laju perubahan garis pantai dan ke arah
mana sedimen hasil erosi akan terbawa, tetapi tingkat ketepatannya masih
diragukan. Dampak dari erosi pantai antara lain meliputi rusaknya bangunan
dan struktur di pantai, peningkatan laju sedimentasi, meningkatkan
kekeruhan perairan dan hilangnya vegetasi di pinggir pantai.

Teknologi pemodelan dapat membantu untuk mengkaji proses erosi pantai


dengan pendekatan model fisis dan dinamis sehingga dapat diketahui laju
perubahan garis pantai dan morphologi pantai. Skenario pemodelan
dibangun dengan beberapa kejadian di suatu musim dimana terdapat
puncak-puncak kecepatan angin yang maksimum. Data mengenai kondisi
angin maksimum pada setiap tahun sangat diperlukan. Kondisi angin normal
yang dihasilkan berguna untuk memodelkan pembentukan gelombang dan
energi yang menyertainya. Hasil dari model gelombang akan dimanfaatkan
untuk melakukan pemodelan perubahan morphologi pantai dan proses
pergerakan litoral (pasir).

Reklamasi Pantai
Kota-kota besar di pinggir pantai dengan tingkat urbanisasi yang tinggi,
cenderung untuk memanfaatkan lahan pesisir untuk aktifitas manusia. Salah
satunya adalah dengan melakukan reklamasi pantai untuk keperluan
pembangunan pelabuhan, pemukiman, kawasan industri dan pariwisata.
Reklamasi pantai adalah menambahkan luas areal daratan ke arah laut
dengan cara menimbun laut dengan material tertentu (batu, pasir dan
tanah) sehingga terbentuk dataran di atas permukaan laut. Dampak nyata
yang terlihat adalah hilangnya habitat seperti mangrove, organisme bentik,
terumbu karang, padang lamun dan habitat lainnya. Dampak lainnya adalah
berubahnya kondisi perairan sekitar meliputi pola sirkulasi arus, tinggi muka
laut dan gelombang. Perubahan kondisi perairan akan mengakibatkan terjadi
perubahan sedimentasi, kedalaman, kekeruhan, salinitas,
kejadian anoxic dan hypoxic, biodiversitas, komposisi spesies, alga
blooms dan eutropikasi, stok makanan laut dan luasan habitat. Perubahan
sirkulasi arus menyebabkan efek yang berantai terhadap suatu ekosistem.

Untuk mengurangi dampak tersebut maka dalam melakukan perencanaan


reklamasi pantai perlu mempertimbangkan banyak aspek termasuk kondisi
perubahan kondisi perairan. Dengan melakukan perencanaan yang tepat
maka dampak tersebut dapat di minimalisasikan. Oleh karena itu,
perencanaan desain reklamasi pantai perlu menggunakan beberapa
alternatif disain dan menguji dampak yang akan dihasilkannya. Teknologi
pemodelan dapat membantu proses pengambilan keputusan untuk memilih
perencanaan desain mana yang paling optimal ditinjau dari aspek biaya dan
beban dampak lingkungan yang dihasilkannya. Skenario yang dibangun
untuk melakukan pemodelan adalah melalui tahapan, pertama yaitu dengan
mensimulasikan kondisi perairan sebelum dilakukan reklamasi, kedua yaitu
informasi yang dihasilkan dari simulasi sebelum dilakukan reklamasi
digunakan untuk membuat beberapa alternatif desain reklamasi, ketiga yaitu
pengujian desain-desain alternatif reklamasi dengan menggunakan
pemodelan untuk mengetahui perubahan-perubahan kondisi perairan dan
dampak yang mungkin akan terjadi dan keempat adalah pemilihan desain
reklamasi yang paling optimal dimana telah mempertimbangkan berbagai
macam aspek meliputi aspek ekonomis dan lingkungan.
Tektonisme

Tektonisme merupakan salah satu dari tenaga pengubah bentuk permukaan bumi
yang berasal dari dalam bumi. Tektonisme adalah peristiwa pergeseran atau
dislokasi letak lempeng bumi dalam skala besar, baik mendatar ataupu vertikal.
Gerakan tektonisme dibagi menjadi dua, yaitu epirogenesa dan orogenesa.

1. Epirogenesa

Epirogenesa adalah pergerakan lempeng tektonik yang sifatnya lambat dan


meliputi area yang luas. Epirogenesa dibagi menjadi dua, yaitu epirogenesa positif
dan epirogenesa negatif.

a. Epirogenesa positif

Epirogenesa positif adalah gerakan turunnya permukaan bumi sehingga seoleh-


oleh permukaan laut naik. Gerakan ini disebabkan adanya tambahan beban,
misalnya sedimen yang tebal di daerah geosinklinal, yaitu cekungan yang sangat
luas.

Contoh Epirogenesa Positif:


Daratan turun, permukaan air laut naik.

Pada periode Pleistosen saat terjadi zaman Es yang meluas ke arah ekuator
menyebabkan beberapa daerah mengalami penurunan, sementara permukaan air
laut naik.

Contoh lain terjadi di pulau-pulau Indonesia bagian timur mulai dari kepulauan
Maluku dari barat daya sampai pulau Banda yang mengalami penurunan dan
pergerakan dengan kecepatan 1 cm/tahun.

b. Epirogenesa negatif

Epirogenesa negatif adalah gerakan ke atas yang menyebabkan naiknya


permukaan daratan sehingga seolah-olah permukaan laut menjadi turun. Gerakan
ini biasanya berupa pengangkatan akibat pengurangan beban lapisan kerak bumi,
misalnya lapisan es yang mencair.

Contoh epirogenesa negatif:


Daratan naik, permukaan air laut turun

Pantai Stockholm yang naik rata-rata 1 m setiap 100 tahun. Banyak pula plato yang
terbentuk karena pengangkatan dataran rendah secara perlahan-lahan, misalnya
Plato Corolado yang mengalami pengangkatan sekitar 1.000 m sejak 50 juta tahun
yang lalu.

Contoh lain adalah pantai selatan Pulau Jawa yang mengalami kenaikan karena
tersisipi lempeng Hindia-Australia sehingga terbentuk zona subduksi. Peristiwa
tersebut ditandai dengan terbentuknya teras-teras pantai.

2. Orogenesa

Orogenesa adalah pergerakan lempeng tektonis yang sangat cepat dan mencakup
area yang sempit/ terbatas. Orogenesa menjadi awal bagi pembentukan gunung
atau pegunungan. Tabrakan antar lempeng benua, tabrakan antar sesar bawah
benua dan lempeng samudra, perekahan kontinen, dan pergeseran antara
punggung samudra dan benua adalah contoh orogenesa.
Gerakan orogenesa terjadi karena tekanan horizontal dan vertikal yang
mengakibatkan deformasi batuan, yaitu perubahan kedudukan lapisan batuan
dalam bentuk pelengkungan (warping), lipatan (folding), retakan (jointing), dan
patahan (faulting). Semua gerakan yang mengakibatkan deformasi batuan disebut
dengan diastropisme.

a. Pelengkungan (Warping)

Pelengkungan terjadi jika ada gerak vertikal yang tidak merata pada suatu daerah,
khususnya yang berbatuan sedimen, menghasilkan perubahan struktur lapisan
yang semula horizontal menjadi melengkung. Jika struktur perlapisan itu
melengkung ke atas maka akan membentuk kubah (dome) dan jika melengkung ke
bawah akan membentuk cekungan (basin).

b. Lipatan (Folding)

Lipatan terjadi jika struktur batuan memperoleh tekanan terus-menerus dalam


jangka waktu yang lama. Tekanan terhadap batuan tidak terlalu kuat dan masih di
bawah titik patah batuan sehingga masih dapat ditahan oleh sifat plastis batuan.
Bagian puncak dari lipatan dinamakan antiklinal, sedangkan bagian lembah
dinamakan sinklinal.

Jenis-jenis lipatan berdasarkan urutan proses pembentukannya dikarenakan tenaga


endogen yang terjadi secara terus-menerus secara horizontal dan arah berlawanan.
Contoh-contoh lipatan

c. Retakan (Jointing)

Retakan terjadi karena adanya kontraksi saat berlangsungnya pendingin lava yang
mulanya cair dan pijar. Selain proses pendinginan, retakan juga terjadi karena gerak
endogen. Retakan yang terjadi di puncak antiklinal dinamakantectonic joint.
Retakan ini terjadi karena tekanan yang melebihi elastisitas perlapisan batuan.

Bentuk retakan berbeda-beda bergantung pada jenis dan sifat batuan. Retakan
pada batuan granit tersusun teratur dan letaknya tegak lurus antara yang satu
dengan yang lain. Retakan pada batuan sedimen umumnya membentuk jaring-
jaring poligon.

d. Patahan (Faulting)

Patahan terjadi jika perlapisan batuan mendapat tekanan yang sangat kuat dan
cepat hingga melampaui titik patah batuannya. Oleh karenanya, struktur batuan
menjadi retak-retak tapi terpisah satu dengan yang lain. patahan kan mudah dilihat
pada perlapisan batuan sedimen, sedangkan pada perlapisan batuan masif sulit.
Daerah patahan adalah daerah yang lemah dan mudah bergeser sehingga sering
menjadi pusat gempa.
Macam-macam patahan berdasarkan arah gerak struktur batuan.

Bentuk-bentuk patahan

Adanya patahn menghasilkan beberapa bentuk permukaan bumi yang khas, yaitu:

1). Graben atau slenk adalah struktur batuan turun, merupakan depresi yang
terletak di antara dua bagian yang lebih tinggi. Kedua bagian tersebut dipisahkan
oleh patahan sehingga batuan yang berada di tengahnya mengalami penurunan.
Graben diartikan sebagai struktur batuan yang lebih rendah dari daerah sekitar
karena adanya patahan.
2). Horst adalah struktur batuan naik, merupakan bagian di antara dua patahan
yang mengalami engangkatan sehingga posisinya lebih tinggi dari daerah di
sekitarnya.

3). Fault scrap adalah dinding terjal (clif) yang dihasilkan oleh patahan yang salah
satu sisinya bergeser ke atas sehingga posisinya lebih tinggi.

4). Bidang sesar/ bidang patahan/ gawir sesar/ escarpment adalah sisi patahan
yang mengalami pergeseran, ditandai dengan adanya bekas parut hasil gesekan
antar lempeng.

5). Kelurusan (lineament) adalah morfologi khas pada daerah patahan yakni
nampak seperti garis lurus yang panjang jika dilihat dari peta topografi atau citra
satelit.

Contoh patahan:

Patahan (sesar) Lembang di Kota Bandung, sesar Semangko di Bukittingi, dan


patahan Palu-Koro di Kota Palu.
Penelitian Terkait
Peran tsunami dalam evolusi pesisir pantai skala besar sebelumnya telah
diselidiki (Scheffers dan Kelletat , 2003; Gehrels danPanjang , 2007) dan efek
merusak dari tsunami dan sedimennya telah dijelaskan beberapa kali oleh
Borrero, 2005; Moore et al, 2006; Paris et al., 2007, untuk diketahui bahwa
paper ini adalah yang pertama kali menjelaskan perubahan post-
tsunami menuju pemulihan pantai. Endapan sedimen hasil
tsunamimerupakan indikator yang baik, sehingga mendapat perhatian lebih
dan sudah banyak peneliti yang telah menelitinya, tetapi dipaper ini
difokuskan terhadap perubahan morfologi yang didokumentasikan
oleh remote sensing images (Gambar 1).

Tsunami besar pada Samudera Hindia 26 Desember 2004menghancurkan


pantai wilayah Aceh di Sumatera, mempengaruhi > 175 km dari pantai dari
Banda Aceh ke Meulaboh (Gambar 2). Tsunami hampir menghancurkan
bentang alam seperti pantai,low sand dunes dan rawa-rawa. Namun, pantai
baru mirip pantai pre-tsunami sedikit demi sedikit terbentuk dalam beberapa
minggu. Dalam satu tahun lebih efek dari tsunami telah ditutupi oleh paket
sedimen baru.
Gambar 1. Erosi dan pertumbuhan kembali pantai Aceh, Sumatera.
Lebar gambar adalah 1 km. Cross-hairs menunjukkan lokasi yang
sama pada semua gambar. A: gambar pre-tsunami pantai, tanggal
10 Januari 2003; B: erosi yang disebabkan oleh tsunami 26
Desember 2004, tanggal 29 Desember 2004; C: pantai baru dalam
13 bulan, tanggal 1 Februari 2006.

Metode yang digunakan dalam penelusuran proses perubahan morfologi


menggunakan tiga set citra satelit resolusi tinggi (IKONOS) dan penelusuran
ke lapangan. Studi longitudinal ini didasarkan pada tiga setIKONOS images,
yang masing-masing mencakup 175 km dari pantai Aceh dengan resolusi 1
m. Foto-foto tersebut diambil tanggal (a) 10 Januari dan 13 Desember
2003(sebelum tsunami), (b) 29 Desember 2004 dan 15 Januari , 2005 (3 dan
20 hari setelah tsunami), (c) 1 Februari 2006 (13 bulan setelah tsunami).

Kompilasi data images-set sebelum dan sesudah tsunami dari Centre for
Remote Imaging, Sensing and Processing (CRISP) dengan menggabungkan
gambar yang diambil pada dua tanggal yang berbeda tapi berdekatan.
Sehingga dapat ditentukan berapa banyak erosi yang terjadi di pantai
(misalnya, titik yang sesuai pada gambar post-tsunami akan berada di air),
dan juga seberapa jauh pertumbuhan (sedimentasi) sebuah pantai baru
(Gambar 1). Pada Mei 2005, Agustus 2006 dan Maret 2007 penulis juga
berulang kali melakukan penelitian lapangan di bagian utara pantai
untukground-truthing untuk citra satelit dan untuk verivikasi remote sensing
imagesyang diproses.
Gambar 2. Peta lokasi dari bagian pantai Aceh yang terkena dampak
tsunami.
Karakter Pantai Aceh

Tanjung berbatu pantai Aceh terbagi menjadi beberapa unit pantai berpasir,
yang menerima material dari sungai, longshore drift, dan sumber lepas
pantai (offshore sources). Pesisir pantai seluas 175 km yang dipelajari
memiliki enam unit morfologi yakni: tanjung , telukpantai , barrier beaches
backed by lagoons and swamps , rawa-rawa dengan tambak , Jshaped
(zetaform) pantai (Schwartz , 2005) , dan pantai lurus.Fringing
corals terbentuk di bagian utara dari pantai, di mana mereka mengurangi
kekuatan gelombang angin pada muka pantai . Pantai di sini berbukit rendah
danberbukit pasir yang ditumbuhi tumbuhan. Singkapan berbatu terisolasi
dan bukit-bukit kecil muncul dari bawah pantai. Sungai kecil sering mengalir
(sub paralel) ke pantai sebelum mencapai laut.Sebelum tsunami sebagian
besar sungai-sungai kecil ditutup oleh river-mouth bars, yang
membentukvegetated backbarrier swamps. Singkatnya, pantai teluk
terbentuk di utara, sedangkan pantai lurus mendominasi di bagian selatan.
Satu-satunya perubahan anthropogenic (perubahan yang dilakukan oleh
manusia) yang signifikan di pantai adalah adanya pelabuhan kecil dengan
dermaga tunggal dan tambak (peternakan ikan). Tambak ikan ini cukup besar
sehingga mengganggu aliran air dan sedimen. Secara keseluruhan dampak
dari tsunami bervariasi antara enam unit morfologi pantai.

Gempa yang disertai Tsunami, serta efeknya.

Tsunami yang dihasilkan oleh salah satugempa bumi terbesar yang pernah
tercatat, denganbesar 9.3 skala Richter. Gempa terjadi padabatas
konvergenantara subduksi lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia
bagian tenggara, di sinidibagi menjadi Lempeng Burma dan Lempeng Sunda.
Gempa utama dimulai pukul 07:58:53 waktu setempat pada kedalaman
sekitar 30 km pada 3.3 N, 96.0 E, 50 km dari pantai baratSumatera. Ke
arah Utara dari pusat gempa, lebih dari 1200 km dari curved boundarypecah
antar plates, yang dikenal sebagai earthquake ruptureterbesar (Lay et al.,
2005)yang berlangsung selama sekitar 10 menit dan lebih dari 30 km3 air
laut bergerak karena pergeseran dasar laut, menghasilkan tsunami (Bilham,
2005), jumlah energi yang dilepaskan oleh gempa adalah 4.3 x 1018 J.

Tsunami Ini adalah salah satu tsunami terbesar dicatat karnagelombang


destruktif mencapai pantaiSumatera dan barat daya Thailand antara dua dan
empat jam setelah gempa bumi, dankemudian di daerah lain di sepanjang
pantai TelukBenggala dan Samudera Hindia. Gelombang dengan ketinggian
15 34 m di sepanjang utara, 100 km dari pantai Aceh Sumatera. Bila
dihitung, tsunami dengan besar seperti itu dapat terjadi Antara 500 1000
tahun (Thio et al., 2005). Perlu dicatat bahwatsunami yang terjadi di
Samudera Hindia tidakumum seperti di Samudra Pasifik. Namun, tsunami
yang merusak tercatat terjadi di Sumatra pada 1797, 1833,1843, 1861 dan
satu dari Krakatau di1883 (Waltham, 2005). Tsunami yang leb ih kecil dan
tidak tercatat, mungkin saja terjadi pada masa lalu.
Efek dari tsunami adalah vegetasi dan sedimen yang tak terkonsolidasi
dibawah permukaan berbatu, hanya menyisakan lumpur coklat dan pasir
yang tipis dan mengikis scourpools. Pasir diendapkanmembentuk lembaran
yang terputus-putus dengan tebal 80 cm dan lumpur yang dihasilkan oleh
tsunami diendapkan hingga 5-6 km dipermukaan. Di sepanjang pantai yang
ditumbuhifringingcoral reefs, tsunami mengikispantai sehingga mengekspos
batuan pantai dan menjadi dasar daricoral platform.Tsunami tidak efektif
dalam mengikishard rock tapi menghancurkan morfologi pantaidan rawa
(Gambar 3). Beberapa pohon tinggi selamat dari tsunami tersebut . Teluk
terkikis dengan jarak yang signifikan, di tempat-tempat sekitar500 m, tetapi
tanjung tidak terkikis.Geometri dari pantai tidak berubahmeskipun jarak
antara tanjungdan bayheadsberubah setelah tsunami (Gambar 4). Sebagian
material pasir diendapkan di pantaitetapi sebagian besar material erositer-
transport dan diendapkan di laut (ofshore) (Paris et al , 2007. ;
Gambar 3.Perbandingan pantai yang menghadap ke barat. A: pantai sebelum
terjadi tsunami;B: pantai baru di lokasi yang sama 13 bulan setelah tsunami.
Garismerah menunjukkan lokasi dari pantai sebelum tsunami

Bentuk pengendapan baru mulai membangunpantai ini hanya beberapa


minggu setelah tsunami. Ketiga gambar menunjukkan pantai tersebut mulai
berubah (Gambar 1 dan 5) dan lahan basahyang sebagian diisi dengan
sedimen, kembali hijau (misalnya , oleh Ipomoea) dalamtiga belas bulan
setelah tsunami. Siklus erosi musiman dan deposisi juga berkerja di pantai
ini.Hampir semua pantai berubah menjadi lebih besar daripada sebelum
tsunami, terutama pantai teluk danbarrier beachdi bagian utarapantai dari
Banda Aceh ke Pulau Raya. Menarik, pantai berubahmenjadi lebih besar dan
masih belum prograding ke arah laut seperti posisi pantai sebelum tsunami
(Gambar 1 dan 5).Enam jenis geomorfologi pantai Aceh yang tercantum di
atas, berubah di lokasi yang sama bahkan dibeberapa tempat tsunami telah
benar-benar menghancurkan morfologinya.Pantai melengkung baru
terbentuk,J-shaped-bay beaches, dan pantai lurus muncul kembali di lokasi
lama, mencerminkanmorfologi pantai sebelum tsunami (Gambar 4).
Gambar 4. A: Tanjung dan teluk pantai pre-tsunami, B: Pantai yang sama
setelah yang hancur akibat tsunami; C: Pantai yang baru setelah 13 bulan.
Meskipun perubahan lokal dalam morfologi telah terjadi, hampir tidak
mungkin untuk mengenali terjadinya tsunami dari morfologi dari pantai
baru.
Pantai lurus, ditemukan di selatan dari Pulau Raya, dengan ukuran tidak lebih
besar dari sebelum tsunami, tidak seperti pantai teluk utara.Tanjung tidak
menunjukkan banyak kerusakan setelah tsunami kecuali material lapuk/halus
dan vegetasi tingkat rendah yang telah terkikis. Vegetasi di lokasi ini sudah
mulai kembali seperti semula. Pasir untuk pertumbuhan pantai yang baru,
tampaknya telah datang dari laut. Tidak ada bukti jumlah yang signifikan
dari keberadaan material ditrasportasikan ke pantai oleh sungai, dan
semuapengendapan berkembang didekat laut, sementara wetlands di
belakang pantai sebagian terisi. Pengamatan lapangan juga menunjukkan
bahwa pascatsunamigerakan pasir darat dari lautke pantai (Gambar 6).
Pantai yang mulai terbentuk kembali hanya beberapa minggu setelah
tsunamitelah diamati bermigrasi ke daratmelalui overwash.

Beberapa tahun lagi, penghalang pantai (barrier beach)diperkirakan


terbentuk untuk membentuk laguna dan mengalihkan aliran air,vegetasi
akan kembali tumbuh dan meluas, lalu tanda-tanda morfologi tsunami akan
semakin hilang. Satu-satunyabukti tsunami pernah terjadi kemungkinan
tetap terlihatpada pantaiberkarang, di mana material kasar menumpuk
pada backshore danbeberapa batu yang telah terbawa arus tsunami dan
dibiarkan berada di hamparan karang. Namun di masa depan, mungkin sulit
untuk mengaitkan peristiwaini pasti tsunami dan bukanbadai besar. Efek
tsunamiKrakatau tahun 1.883 padapantai terdekat dari Sumatera Selatan
dan Jawa Barat mendukung kesimpulan tersebut.
Metodologi
Banjir gelombang pasang terjadi karena penaikan tinggi muka laut akibat
dari fase pasang naik tertinggi, rambatan gelombang panjang dari sumber
lain dan juga akibat dari tsunami. Fase pasang naik tertinggi berdampak
pada tergenangnya daerah-daerah di pesisir pantai dan dekat laut dalam
jangka waktu tertentu (biasanya 2 5 hari), tergantung dari tipe pasang-
surut dan profil topografi daratannya di daerah tersebut. Tinggi genangan
yang terjadi akibat banjir pasang dapat mencapai 1 2 meter.

Rambatan gelombang panjang dari sumber lain, misalnya gelombang Kelvin


dan Rosby dan gelombang soliton (Internal Wave) dapat pula menyebabkan
banjir di pesisir pantai dan daerah dekat pantai dengan dataran yang rendah
dan landai. Kadang kala gelombang soliton dapat berakibat lebih besar
karena energi gelombang yang dimilikinya sangat besar. Ketinggian
gelombang ketika mencapai pantai berkisar antara 1 3 meter dan dapat
memasuki daerah pantai lebih jauh lagi pada pantai yang landai dengan
dataran yang rendah. Perambatan gelombang soliton dapat terlihat jelas
melalui citra satelit radar yang memperlihatkan ketinggian gelombang yang
terjadi di tengah laut.

Banjir yang disebabkan oleh gelombang tsunami karena adanya gempa bumi
di dasar laut, pada umumnya memiliki dampak yang besar karena energi
dan kecepatan rambat gelombangnya sangat besar. Tidak semua kejadian
gempa di dasar laut dapat menimbulkan tsunami, tergantung dari besar
skala dan kedalaman gempa serta besarnya deformasi yang terjadi. Tinggi
gelombang di sumber gempa lebih kecil daripada tinggi gelombang saat
mencapai pantai, karena ketika mendekati pantai, energi gelombang
semakin besar akibat faktor topografi dasar laut yang semakin mendangkal.
Ketinggian genangan banjir akibat tsunami berkisar antara 1 5 meter atau
bahkan lebih besar lagi. Lamanya genangan yang terjadi relatif lebih cepat
hilang, karena air yang masuk ke daratan akan kembali lagi ke laut untuk
mencapai keseimbangannya dalam periode waktu yang pendek.

Modul hidrodinamika ini dimanfaatkan untuk banjir pasang naik dan tsunami.
Banjir gelombang karena adanya sumber gelombang dari lokasi yang jauh
seperti gelombang Kelvin, Rosbby dan Soliton (Internal Wave) dapat pula
diakomodasi dengan modul ini untuk area model dengan skala yang luas.
Kondisi awal (initial condition) dari perubahan tinggi muka laut dapat
dideteksi melalui citra radar. Gelombang Soliton terbentuk dari aliran massa
air karena perubahan suhu, salinitas dan tekanan di kolom air yang
kemudian akan membentuk gelombang ketika aliran massa air terebut
memasuki perairan yang dangkal dan berbentuk selat. Perubahan suhu,
salinitas dan tekanan ini, dapat pula dimodelkan melalui modul ini.

Gaya pembangkit untuk banjir pasang naik adalah dengan syarat batas
pasang surut pada saat fase pasang naik tertinggi. Jika daerah yang akan
dimodelkan merupakan daerah dengan regim angin yang kuat maka perlu
menambahkan gaya pembangkitnya dengan parameter angin. Modul
hidrodinamika ini dapat memperlihatkan proses penaikan muka laut dan
ketinggiannya pada saat mencapai pantai.

Model patahan (fault model) dimanfaatkan untuk membangkitkan kondisi


awal gelombang tsunami di lokasi titik gempa pada kedalaman tertentu dari
dasar laut. Kondisi awal ini merupakan sumber energi pembangkit tsunami
dari tengah laut. Perubahan ketinggian muka laut di sumber gempa tidak
besar, berkisar antara -1.5 sampai dengan 1.5 meter, kemudian perubahan
ini membentuk rambatan gelombang menuju ke arah pantai. Ketinggian
gelombang akan semakin besar ketika mendekati pantai karena kedalaman
perairan semakin dangkal. Gelombang Tsunami akan terbentuk ketika
mencapai pantai dengan energi dan ketinggian gelombang yang besar.
Modul hidrodinamika ini dapat mensimulasikan rambatan, kecepatan, energi
dan ketinggian gelombang pada saat mencapai pantai.

Modul Morphologi Pantai digunakan untuk memodelkan perubahan bentukan


pantai yang disebabkan proses-proses hidrodinamika, terutama gelombang.
Banjir gelombang, pasang dan Tsunami dapat menyebabkan perubahan
bentukan pantai. Tsunami dan banjir gelombang dapat menyebabkan
penggerusan / penghilangan pantai karena energi yang menyertainya besar,
sedangkan banjir pasang dapat menyebabkan penambahan luasan pantai
karena banyaknya sedimen dari daratan yang terbawa ketika banjir pasang
mulai surut.

Modul gelombang Boussinesq, merupakan pemodelan gelombang termutahir


yang dapat menampilkan pola pergerakan gelombang secara realistik. Banjir
gelombang dan Tsunami secara detail dapat disimulasikan pergerakan
gelombang pada saat memasuki daerah pantai dengan menggabungkan
(coupled model) dari modul model hidrodinamika dimana output dari modul
hidrodinamika dijadikan input oleh modul gelombang Boussinesq. Topografi
dan batimetri detail (resolusi spasial 1 meter) akan bermanfaat untuk
mendapatkan model gelombang yang mendekati keadaan sebenarnya.
Ilustrasi dari hasil simulasi banjir gelombang dan Tsunami dapat dianalisis
untuk keperluan mitigasi bencana dan panataan ruang daerah pesisir pantai.
Modul gelombang Boussinesq tidak diperlukan untuk memodelkan banjir
pasang karena gaya pembangkit dari penyebab banjir pasang adalah puncak
pasang tertinggi, kecuali dalam kondisi dimana diikuti dengan angin ekstrim
yang kuat. Modul gelombang Boussinesq dapat digabungkan dengan modul
hidrodinamika untuk mesimulasikan banjir pasang dengan kondisi angin
ekstrim.

Banjir gelombang dan Tsunami menghasilkan karakteristik gelombang yang


spesifik. Hasil dari analisis gelombang dengan modul gelombang Boussinesq
dapat diekstrak untuk menganalisis dengan detail karakteristik
gelombangnya meliputi analisis linier spektral, analisis penapisan digital dan
analisis silang gelombang. Penggunaan perangkat analisis gelombang dari
hasil penggabungan modul model hidrodinamika dan gelombang Boussinesq
bermanfaat untuk mengkaji seberapa besar energi, kecepatan, dan daya
yang dihasil dari banjir gelombang dan Tsunami. Jika energi, kecepatan dan
daya gelombang ini diketahui maka dapat dianalisis lebih jauh lagi
kemampuan gelombang tersebut untuk merusak struktur bangunan yang
ada dipesisir pantai.

Modul perangkat analisis gelombang tidak diperlukan untuk memodelkan


banjir pasang karena gaya pembangkit dari penyebab banjir pasang adalah
puncak pasang tertinggi, kecuali dalam kondisi dimana diikuti dengan angin
ekstrim yang kuat. Modul gelombang Boussinesq dapat digabungkan dengan
modul hidrodinamika untuk mesimulasikan banjir pasang dengan kondisi
angin ekstrim.

Penggabungan modul model dengan modul aliran sungai digunakan jika


dilokasi daerah studi berupa estuari, yaitu pantai yang memiliki muara dari
aliran sungai. Fenomena banjir gelombang, pasang dan tsunami akan
memiliki dampak yang lebih besar jika daerah pantai memiliki alur aliran
sungai. Genangan air yang akan ditimbulkan oleh fenomena tersebut dapat
dilalui disepanjang alur aliran sungai. Energi, kecepatan dan daya
gelombang dari banjir gelombang dan tsunami juga akan menyebar melalui
alur sungai ini. Genangan banjir pasang dapat pula merambat ke dataran
rendah disepanjang aliran sungai.

Penggabungan modul model (coupled model) dari modul hidrodinamika,


gelombang Boussinesq, perangkat analisis gelombang dan modul aliran
sungai dapat menganalisis secara mendalam dan komprehensif dari mulai
simulasi model makro sampai dengan model mikro untuk mengkaji
karakteristik dari banjir gelombang dan tsunami. Modul gabungan antara
hidrodinamika dan aliran sungai dengan cepat dan sederhana untuk
mensimulasikan keadaan banjir karena pasang air naik.
Daftar Pustaka

http://www.zonabmi.org/
http://Bukukita 1.blogspot.com./
http://sainsgeografi.blogspot.com./
http://pubs.usgs.gov/
http://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/sumatra05/

Anda mungkin juga menyukai