Coastal Evolution
Coastal Evolution
Oleh :
Onesiforus Tappang
Abstrak
Perubahan garis pantai yang terjadi secara alamiah
(tektonisme,gelombang, badai dan kenaikan paras muka laut) dan non-
alamiah (aktifitas manusia: penambangan pasir, reklamasi pantai dan lain-
lain) akan berpengaruh negatif baik ditinjau dari aspek strategis atau
lingkungan. Aspek strategis salah satunya adalah perubahan luasan wilayah
di suatu kawasan pantai, sedangkan aspek lingkungan adalah
hilangnya/bertambahnya habitat, sedimentasi dan lain-lain. Perubahan garis
pantai pada umumnya karena terdapat proses abrasi, akresi dan kenaikan
tinggi muka laut global. Abrasi pantai adalah mundurnya garis pantai ke arah
darat dan akresi adalah majunya garis pantai ke arah laut, sedangkan
kenaikan paras laut akan menyebabkan perubahan garis pantai ke arah
darat yang disebabkan oleh meningkatnya volume air laut global. Abrasi dan
erosi berasosiasi pula dengan pengaruh dari pola pasang-surut.
Teknologi pemodelan laut memiliki kemapuan untuk memprediksi perubahan
garis pantai yang disebabkan terjadinya abrasi dan akresi, sedangkan
prediksi kenaikan tinggi muka laut telah banyak ditekuni di seluruh dunia
dengan menggunakan model atmosfer dan laut global karena dampak yang
ditimbulkannya merupakan dampak global. Oleh karena itu, jika untuk
mengkaji perubahan garis pantai di suatu perairan lokal, pendekatan yang
dilakukan adalah mengkombinasikan pengaruh lokal (gelombang, badai dan
sedimentasi) dengan pengaruh global (kenaikan tinggi muka laut).
Perubahan garis pantai merupakan implikasi dari proses-proses hidro-
oseanografi yang
terjadi pada daerah perairan dekat pantai (nearshore process). Banyak
metode analisis
yang dapat dilakukan untuk memprediksi besarnya perubahan garis pantai
akibat proses
tersebut.
Pendahuluan
Sebagai batas antara daratan dan laut pantai mempunyai bentuk yang
bervariasi dan dapat berubah dari musim ke musim . Pengertian pantai
menurut A Modern Dictionary Of Geography ( Small and Witherick, 1986)
adalah akumulasi pasir atau bahan lain yang terletak antara titik tertinggi
yang dicapai oleh ombak besar dan garis surut terendah suatu laut. Secara
khusus Baker and Kaeoniam ( 1985) menyatakan bahwa pantai adalah area
geografis dimana faktor-faktor darat dan laut bercampur dan mempentuk
bentang lahan dan ekosistem yang unik. Menurut Sutikno (2000) batas
wilayah pantai ke arah darat adalah batas pasang surut, vegetasi suka air,
intrusi air laut ke dalam air tanah dan konsentrasi ekonomi bahari ;
sedangkan ke arah laut dibatasi oleh garis pecahan gelombang dan
pengaruh aktifitas manusia di darat. Kegiatan yang dilaksanakan di daerah
aliran sungai yang mengakibatkan proses erosi dan deposisi mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap lingkungan ekosistem pantai. Sekitar dua per
tiga pantai Pasuruan merupakan pantai landai dengan kemiringan lereng
kurang dari 3 % dan banyak sungai bermuara di daerah ini. Sungai-sungai
tersebut membawa sedimen dari daratan dan mengendapkannya di sekitar
muara sungai menyebabkan garis pantai semakin lama semakin maju ke
arah laut.
Dari hasil gabungan transport sedimen non-kohesif dan arus menyusur
pantai dan pergeseran littoral pada suatu pantai dengan profil pantai dan
profil kedalaman yang beragam dan juga dapat dikombinasikan dengan
struktur bangunan pantai, maka sub modul evolusi garis pantai dapat
mensimulasikan perubahan garis pantai karena berubahnya profil dasar
perairan dari hasil transport sedimen. Persamaan yang digunakan adalah
persamaan kontinuitas untuk sedimen di zona littoral. Dampak dari struktur
bangunan pantai sumber dan buangan sedimen diikutsertakan pada
perhitungannya. Selain itu jika terdapat dermaga dan pemecah ombak
model klimatologi gelombang juga disertakan.
Pembahasan
Abrasi pantai
Abrasi pantai yang bersifat alamiah adalah proses penggerusan pantai akibat
dari hempasan gelombang dan badai dalam jangka waktu lama sehingga
menyebabkan perubahan garis pantai menuju ke arah daratan. Selain itu,
abrasi pantai dapat pula disebabkan oleh aktifitas manusia yaitu penggalian
bahan tambang terutama pasir pantai. Aktifitas ini dapat menyebabkan
perubahan garis pantai ke arah daratan secara cepat. Dampak yang
ditimbulkan dari abrasi tersebut dari aspek strategis adalah perubahan luas
wilayah di suatu kawasan, sedangkan jika dilihat dari aspek lingkungan akan
menyebabkan hilangnya habitat dari suatu ekosistem.
Akresi pantai
Akresi pantai adalah perubahan garis pantai menuju laut lepas karena
adanya proses sedimentasi dari daratan atau sungai menuju arah laut.
Proses sedimentasi di daratan dapat disebabkan oleh pembukaan areal
lahan, limpasan air tawar dengan volume yang besar karena hujan yang
berkepanjangan dan proses transport sedimen dari badan sungai menuju
laut. Akresi pantai juga dapat menyebabkan terjadi pendangkalan secara
merata ke arah laut yang lambat laun akan membentuk suatu dataran
berupa delta atau tanah timbul. Proses akresi pantai biasanya terjadi di
perairan pantai yang banyak memiliki muara sungai dan energi gelombang
yang kecil serta daerah yang bebas terjadi badai.
Dampak dari akresi pantai jika ditinjau dari aspek strategis adalah
bertambahnya luasan di suatu kawasan dan terjadi pendangkalan yang
dapat mengganggu navigasi dan alur pelayaran kapal. Dampaknya jika
ditinjau dari aspek lingkungan adalah terjadinya perubahan atau bahkan
hilangnya suatu habitat dari ekosistemnya. Luasan mangrove akan
bertambah jika habitatnya di daerah yang memiliki sedimentasi yang tinggi
juga bertambah. Kondisi ini dibeberapa tempat juga akan berasosiasi dengan
bertambahnya habitat yang ditumbuhi oleh padang lamun karena suplai
nutrien dari sedimen tinggi. Jika terdapat habitat terumbu di pantai tersebut
maka akan menyebabkan matinya hewan-hewan terumbu karang karena
mengganggu fungsi metabolisme hewan karang dan meningkatkan
kekeruhan serta menurunnya penetrasi cahaya matahari.
Modul model yang digunakan adalah modul Hidrodinamika dan Aliran Sungai
untuk mengkaji kondisi sirkulasi arus di laut dan aliran sungai, sumber-
sumber sedimentasi dan pola distribusinya disusun dengan skenario dari
modul model sedimen meliputi modul Pergerakan Sedimen Dasar,
Pergerakan Sedimen Kolom Air dan Pergerakan Partikel. Meskipun di daerah
pantai yang terjadi akresi memiliki energi gelombang yang rendah, tetapi
pengaruh kecil dari gelombang dapat dilibatkan dengan menggunakan
beberapa alternatif modul gelombang meliputi Gelombang Spektral,
Gelombang Spektral di Perairan Dangkal, Parabolic Mild Slope, Elliptic Mild
Slope, Refraksi-difraksi Gelombang dan Gelombang Boussinesq untuk
mengekstraksi parameter-parameter gelombang yang mengkin berpengaruh
terhadap terjadinya proses akresi pantai. Modul Morphologi Pantai dan
Proses Litoral dan Dinamika Garis Pantai digunakan untuk mensimulasi
perubahan garis pantai dari waktu ke waktu baik dalam jangka waktu
pendek maupun panjang. Hasil simulasi dari beberapa modul model
diintegrasikan dengan menggunakan modul GIS Kelautan untuk membantu
proses pemetaan dan anailisis lainnya dengan melibatkan data spatial
pendukung lainnya.
Proses sedimentasi akibat dari erosi pantai adalah perubahan dari ukuran
butiran sedimen dari yang besar menjadi kecil akibat dari hempasan energi
gelombang yang kemudian menyebar sejalan dengan dinamika perairan
untuk memperoleh kestabilan dan karakteristik sedimen yang baru. Proses
yang terjadi dimulai dari penggerusan material sedimen di pinggir pantai
oleh gelombang dan arus menjadi butiran yang lebih kecil kemudian butiran
sedimen tersebut terbawa oleh arus menyebar seiring dengan semakin
kecilnya ukuran butiran sedimen. Pola penyebaran ukuran butiran sedimen
terbentuk dari yang besar ke kecil dmulai dari sumber erosi ke perairan yang
lebih tenang. Dampak yang ditimbulkannya dapat berupa hambatan jalur
pelayaran karena pendangkalan, perubahan garis pantai, perubahan
distribusi ukuran sedimen, peningkatan kekeruhan, perubahan kedalaman
dan ketidak nyamanan di daerah pariwisata pantai.
Pembentukan Delta
Pengikisan Pantai
Energi gelombang yang besar dan berubahnya pola sirkulasi arus di perairan
dapat menyebabkan terjadinya pengikisan atau erosi atau abrasi pantai.
Gelombang besar dan perubahan pola sirkulasi arus berkaitan dengan
perubahan musim. Pada musim dengan kondisi angin yang kuat akan
membangkitkan gelombang besar dan merubah pola sirkulasi arus. Oleh
karena itu, pengikisan pantai terjadi pada saat musim-musim tertentu
dimana gelombang yang dibangkitkan oleh angin dengan kecepatan yang
besar. Informasi mengenai seberapa besar rata-rata pantai yang terkikis oleh
gelombang pada satu kali musim sangat penting untuk menduga kondisi
pantai pada waktu yang akan datang. Pendekatan deterministik sudah
banyak dilakukan untuk mengetahui laju perubahan garis pantai dan ke arah
mana sedimen hasil erosi akan terbawa, tetapi tingkat ketepatannya masih
diragukan. Dampak dari erosi pantai antara lain meliputi rusaknya bangunan
dan struktur di pantai, peningkatan laju sedimentasi, meningkatkan
kekeruhan perairan dan hilangnya vegetasi di pinggir pantai.
Reklamasi Pantai
Kota-kota besar di pinggir pantai dengan tingkat urbanisasi yang tinggi,
cenderung untuk memanfaatkan lahan pesisir untuk aktifitas manusia. Salah
satunya adalah dengan melakukan reklamasi pantai untuk keperluan
pembangunan pelabuhan, pemukiman, kawasan industri dan pariwisata.
Reklamasi pantai adalah menambahkan luas areal daratan ke arah laut
dengan cara menimbun laut dengan material tertentu (batu, pasir dan
tanah) sehingga terbentuk dataran di atas permukaan laut. Dampak nyata
yang terlihat adalah hilangnya habitat seperti mangrove, organisme bentik,
terumbu karang, padang lamun dan habitat lainnya. Dampak lainnya adalah
berubahnya kondisi perairan sekitar meliputi pola sirkulasi arus, tinggi muka
laut dan gelombang. Perubahan kondisi perairan akan mengakibatkan terjadi
perubahan sedimentasi, kedalaman, kekeruhan, salinitas,
kejadian anoxic dan hypoxic, biodiversitas, komposisi spesies, alga
blooms dan eutropikasi, stok makanan laut dan luasan habitat. Perubahan
sirkulasi arus menyebabkan efek yang berantai terhadap suatu ekosistem.
Tektonisme merupakan salah satu dari tenaga pengubah bentuk permukaan bumi
yang berasal dari dalam bumi. Tektonisme adalah peristiwa pergeseran atau
dislokasi letak lempeng bumi dalam skala besar, baik mendatar ataupu vertikal.
Gerakan tektonisme dibagi menjadi dua, yaitu epirogenesa dan orogenesa.
1. Epirogenesa
a. Epirogenesa positif
Pada periode Pleistosen saat terjadi zaman Es yang meluas ke arah ekuator
menyebabkan beberapa daerah mengalami penurunan, sementara permukaan air
laut naik.
Contoh lain terjadi di pulau-pulau Indonesia bagian timur mulai dari kepulauan
Maluku dari barat daya sampai pulau Banda yang mengalami penurunan dan
pergerakan dengan kecepatan 1 cm/tahun.
b. Epirogenesa negatif
Pantai Stockholm yang naik rata-rata 1 m setiap 100 tahun. Banyak pula plato yang
terbentuk karena pengangkatan dataran rendah secara perlahan-lahan, misalnya
Plato Corolado yang mengalami pengangkatan sekitar 1.000 m sejak 50 juta tahun
yang lalu.
Contoh lain adalah pantai selatan Pulau Jawa yang mengalami kenaikan karena
tersisipi lempeng Hindia-Australia sehingga terbentuk zona subduksi. Peristiwa
tersebut ditandai dengan terbentuknya teras-teras pantai.
2. Orogenesa
Orogenesa adalah pergerakan lempeng tektonis yang sangat cepat dan mencakup
area yang sempit/ terbatas. Orogenesa menjadi awal bagi pembentukan gunung
atau pegunungan. Tabrakan antar lempeng benua, tabrakan antar sesar bawah
benua dan lempeng samudra, perekahan kontinen, dan pergeseran antara
punggung samudra dan benua adalah contoh orogenesa.
Gerakan orogenesa terjadi karena tekanan horizontal dan vertikal yang
mengakibatkan deformasi batuan, yaitu perubahan kedudukan lapisan batuan
dalam bentuk pelengkungan (warping), lipatan (folding), retakan (jointing), dan
patahan (faulting). Semua gerakan yang mengakibatkan deformasi batuan disebut
dengan diastropisme.
a. Pelengkungan (Warping)
Pelengkungan terjadi jika ada gerak vertikal yang tidak merata pada suatu daerah,
khususnya yang berbatuan sedimen, menghasilkan perubahan struktur lapisan
yang semula horizontal menjadi melengkung. Jika struktur perlapisan itu
melengkung ke atas maka akan membentuk kubah (dome) dan jika melengkung ke
bawah akan membentuk cekungan (basin).
b. Lipatan (Folding)
c. Retakan (Jointing)
Retakan terjadi karena adanya kontraksi saat berlangsungnya pendingin lava yang
mulanya cair dan pijar. Selain proses pendinginan, retakan juga terjadi karena gerak
endogen. Retakan yang terjadi di puncak antiklinal dinamakantectonic joint.
Retakan ini terjadi karena tekanan yang melebihi elastisitas perlapisan batuan.
Bentuk retakan berbeda-beda bergantung pada jenis dan sifat batuan. Retakan
pada batuan granit tersusun teratur dan letaknya tegak lurus antara yang satu
dengan yang lain. Retakan pada batuan sedimen umumnya membentuk jaring-
jaring poligon.
d. Patahan (Faulting)
Patahan terjadi jika perlapisan batuan mendapat tekanan yang sangat kuat dan
cepat hingga melampaui titik patah batuannya. Oleh karenanya, struktur batuan
menjadi retak-retak tapi terpisah satu dengan yang lain. patahan kan mudah dilihat
pada perlapisan batuan sedimen, sedangkan pada perlapisan batuan masif sulit.
Daerah patahan adalah daerah yang lemah dan mudah bergeser sehingga sering
menjadi pusat gempa.
Macam-macam patahan berdasarkan arah gerak struktur batuan.
Bentuk-bentuk patahan
Adanya patahn menghasilkan beberapa bentuk permukaan bumi yang khas, yaitu:
1). Graben atau slenk adalah struktur batuan turun, merupakan depresi yang
terletak di antara dua bagian yang lebih tinggi. Kedua bagian tersebut dipisahkan
oleh patahan sehingga batuan yang berada di tengahnya mengalami penurunan.
Graben diartikan sebagai struktur batuan yang lebih rendah dari daerah sekitar
karena adanya patahan.
2). Horst adalah struktur batuan naik, merupakan bagian di antara dua patahan
yang mengalami engangkatan sehingga posisinya lebih tinggi dari daerah di
sekitarnya.
3). Fault scrap adalah dinding terjal (clif) yang dihasilkan oleh patahan yang salah
satu sisinya bergeser ke atas sehingga posisinya lebih tinggi.
4). Bidang sesar/ bidang patahan/ gawir sesar/ escarpment adalah sisi patahan
yang mengalami pergeseran, ditandai dengan adanya bekas parut hasil gesekan
antar lempeng.
5). Kelurusan (lineament) adalah morfologi khas pada daerah patahan yakni
nampak seperti garis lurus yang panjang jika dilihat dari peta topografi atau citra
satelit.
Contoh patahan:
Kompilasi data images-set sebelum dan sesudah tsunami dari Centre for
Remote Imaging, Sensing and Processing (CRISP) dengan menggabungkan
gambar yang diambil pada dua tanggal yang berbeda tapi berdekatan.
Sehingga dapat ditentukan berapa banyak erosi yang terjadi di pantai
(misalnya, titik yang sesuai pada gambar post-tsunami akan berada di air),
dan juga seberapa jauh pertumbuhan (sedimentasi) sebuah pantai baru
(Gambar 1). Pada Mei 2005, Agustus 2006 dan Maret 2007 penulis juga
berulang kali melakukan penelitian lapangan di bagian utara pantai
untukground-truthing untuk citra satelit dan untuk verivikasi remote sensing
imagesyang diproses.
Gambar 2. Peta lokasi dari bagian pantai Aceh yang terkena dampak
tsunami.
Karakter Pantai Aceh
Tanjung berbatu pantai Aceh terbagi menjadi beberapa unit pantai berpasir,
yang menerima material dari sungai, longshore drift, dan sumber lepas
pantai (offshore sources). Pesisir pantai seluas 175 km yang dipelajari
memiliki enam unit morfologi yakni: tanjung , telukpantai , barrier beaches
backed by lagoons and swamps , rawa-rawa dengan tambak , Jshaped
(zetaform) pantai (Schwartz , 2005) , dan pantai lurus.Fringing
corals terbentuk di bagian utara dari pantai, di mana mereka mengurangi
kekuatan gelombang angin pada muka pantai . Pantai di sini berbukit rendah
danberbukit pasir yang ditumbuhi tumbuhan. Singkapan berbatu terisolasi
dan bukit-bukit kecil muncul dari bawah pantai. Sungai kecil sering mengalir
(sub paralel) ke pantai sebelum mencapai laut.Sebelum tsunami sebagian
besar sungai-sungai kecil ditutup oleh river-mouth bars, yang
membentukvegetated backbarrier swamps. Singkatnya, pantai teluk
terbentuk di utara, sedangkan pantai lurus mendominasi di bagian selatan.
Satu-satunya perubahan anthropogenic (perubahan yang dilakukan oleh
manusia) yang signifikan di pantai adalah adanya pelabuhan kecil dengan
dermaga tunggal dan tambak (peternakan ikan). Tambak ikan ini cukup besar
sehingga mengganggu aliran air dan sedimen. Secara keseluruhan dampak
dari tsunami bervariasi antara enam unit morfologi pantai.
Tsunami yang dihasilkan oleh salah satugempa bumi terbesar yang pernah
tercatat, denganbesar 9.3 skala Richter. Gempa terjadi padabatas
konvergenantara subduksi lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia
bagian tenggara, di sinidibagi menjadi Lempeng Burma dan Lempeng Sunda.
Gempa utama dimulai pukul 07:58:53 waktu setempat pada kedalaman
sekitar 30 km pada 3.3 N, 96.0 E, 50 km dari pantai baratSumatera. Ke
arah Utara dari pusat gempa, lebih dari 1200 km dari curved boundarypecah
antar plates, yang dikenal sebagai earthquake ruptureterbesar (Lay et al.,
2005)yang berlangsung selama sekitar 10 menit dan lebih dari 30 km3 air
laut bergerak karena pergeseran dasar laut, menghasilkan tsunami (Bilham,
2005), jumlah energi yang dilepaskan oleh gempa adalah 4.3 x 1018 J.
Banjir yang disebabkan oleh gelombang tsunami karena adanya gempa bumi
di dasar laut, pada umumnya memiliki dampak yang besar karena energi
dan kecepatan rambat gelombangnya sangat besar. Tidak semua kejadian
gempa di dasar laut dapat menimbulkan tsunami, tergantung dari besar
skala dan kedalaman gempa serta besarnya deformasi yang terjadi. Tinggi
gelombang di sumber gempa lebih kecil daripada tinggi gelombang saat
mencapai pantai, karena ketika mendekati pantai, energi gelombang
semakin besar akibat faktor topografi dasar laut yang semakin mendangkal.
Ketinggian genangan banjir akibat tsunami berkisar antara 1 5 meter atau
bahkan lebih besar lagi. Lamanya genangan yang terjadi relatif lebih cepat
hilang, karena air yang masuk ke daratan akan kembali lagi ke laut untuk
mencapai keseimbangannya dalam periode waktu yang pendek.
Modul hidrodinamika ini dimanfaatkan untuk banjir pasang naik dan tsunami.
Banjir gelombang karena adanya sumber gelombang dari lokasi yang jauh
seperti gelombang Kelvin, Rosbby dan Soliton (Internal Wave) dapat pula
diakomodasi dengan modul ini untuk area model dengan skala yang luas.
Kondisi awal (initial condition) dari perubahan tinggi muka laut dapat
dideteksi melalui citra radar. Gelombang Soliton terbentuk dari aliran massa
air karena perubahan suhu, salinitas dan tekanan di kolom air yang
kemudian akan membentuk gelombang ketika aliran massa air terebut
memasuki perairan yang dangkal dan berbentuk selat. Perubahan suhu,
salinitas dan tekanan ini, dapat pula dimodelkan melalui modul ini.
Gaya pembangkit untuk banjir pasang naik adalah dengan syarat batas
pasang surut pada saat fase pasang naik tertinggi. Jika daerah yang akan
dimodelkan merupakan daerah dengan regim angin yang kuat maka perlu
menambahkan gaya pembangkitnya dengan parameter angin. Modul
hidrodinamika ini dapat memperlihatkan proses penaikan muka laut dan
ketinggiannya pada saat mencapai pantai.
http://www.zonabmi.org/
http://Bukukita 1.blogspot.com./
http://sainsgeografi.blogspot.com./
http://pubs.usgs.gov/
http://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/sumatra05/