Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Induksi anestesi adalah pemberian obat atau kombinasi obat pada saat
dimulainya anestesi yang menyebabkan suatu stadium anestesi umum atau suatu
fase dimana pasien melewati dari sadar menjadi tidak sadar. Tahap awal dari
anestesi umum adalah induksi anestesi yang dapat dilakukan dengan penyuntikan
agen induksi secara intramuskular, intra nasal, intravena ataupun dengan agen
inhalasi.2 Idealnya induksi harus berjalan dengan lembut dan cepat, ditandai
dengan hilangnya kesadaran. Keadaan ini dinilai dengan tidak adanya respon
suara dan hilangnya reflek bulu mata dan hemodinamik tetap stabil.28
Salah satu obat anestesi intravena yang sering digunakan dalam induksi
anestesi adalah propofol, karena propofol mempunyai onset yang cepat, durasi
yang singkat, dan waktu pulih sadar yang cepat

2.1. PROPOFOL

Propofol (2,6-diisopropylophenol) pertama kali diperkenalkan pada tahun


1977, dilarutkan dalam kremofor karena sifatnya yang tidak larut dalam air.
Kemudian propofol ini ditarik dari peredaran karena pernah dilaporkan terjadinya
insiden reaksi anafilaktik pada saat penyuntikan. Pelarut yang adekuat untuk
propofol ditemukan berdasarkan penelitian klinis pada tahun 1983 dan dipakai di
seluruh dunia sampai saat ini.9
Propofol menjadi obat pilihan induksi anestesia, khususnya ketika bangun
yang cepat dan sempurna diperlukan. Kecepatan onset sama dengan barbiturat
intravena, masa pemulihan lebih cepat dan pasien dapat pulang berobat jalan

Universitas Sumatera Utara


lebih cepat setelah pemberian propofol. Kelebihan lainnya pasien merasa lebih
nyaman pada periode paska bedah dibanding anestesi intravena lainnya. Mual
dan muntah paska bedah lebih jarang karena propofol mempunyai efek anti
muntah.8,9,17,29

2.1.1 STRUKTUR KIMIA

Propofol mengandung satu cincin fenol dengan dua ikatan grup isoprofil
dengan berat molekul 178 Da. Panjang ikatan alkilfenol ini mempengaruhi
potensi, induksi dan karakteristik pemulihan. Propofol tidak larut dalam air, tetapi
1% larutan air (10 mg/ml) dapat digunakan sebagai obat intravena dalam larutan
emulsi minyak dalam air yang mengandung 10% minyak kedelai, 2.25% gliserol
dan 1.2 % lesitin telur.9,17 Riwayat alergi telur tidak langsung dijadikan
kontraindikasi penggunaan propofol karena kebanyakan alergi telur melibatkan
reaksi dengan putih telur (contoh albumin) sedangkan lesitin diekstraksi dari
kuning telur.

Gambar 2.1. Rumus bangun propofol

Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi


dengan penyuntikan pada vena besar dan dengan pemberian injeksi lidokain 0,1
mg/kgBB sebelum penyuntikan propofol atau dengan mencampurkan 2 ml
lidokain 1% dengan 18 ml propofol dapat menurunkan pH dari 8 menjadi 6,3.
Propofol adalah obat yang tidak larut dan membutuhkan lemak untuk

Universitas Sumatera Utara


emulsifikasi. Formulasi propofol saat ini menggunakan minyak kedelai sebagai
fase minyak dan lesitin telur sebagai zat emulsifikasi yang terdiri dari trigliserida
cincin panjang. Formulasi ini mendukung pertumbuhan bakterial dan
meningkatkan konsentrasi trigliserida plasma khususnya ketika penggunaan
infus IV yang lama.9

2.1.2. MEKANISME KERJA

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid
(GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada
konsentrasi yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif
hipnotik melalui interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter
penghambat utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABAA
diaktifkan, maka konduksi klorida transmembran akan meningkat,
mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan fungsional
dari neuron postsinap. Interaksi propofol dengan komponen spesifik reseptor
GABAA terlihat mampu meningkatkan laju disosiasi dari penghambat
neurotransmiter, dan juga mampu meningkatkan lama waktu dari pembukaan
klorida yang diaktifkan oleh GABA dengan menghasilkan hiperpolarisasi dari
membran sel.9

2.1.3. FARMAKOKINETIK

Pemberian propofol 1.5 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg
IV atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV (<15 detik),
mengakibatkan ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di
dalam lemak menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental
( satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh
dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari
dosis tunggal juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit.
Lebih cepat bangun atau sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua

Universitas Sumatera Utara


obat lain yang digunakan untuk induksi anestesi IV yang cepat. Pengembalian
kesadaran yang lebih cepat dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (CNS)
adalah salah satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan
obat alternatif lain yang diberikan untuk tujuan yang sama.8,9,17
Rasa sakit karena injeksi terjadi pada sebagian besar pasien ketika propofol
diinjeksikan ke dalam vena tangan yang kecil. Ketidaknyamanan ini dapat
dikurangi dengan memilih vena yang lebih besar atau dengan pemberian 1%
lidokain (menggunakan lokasi injeksi yang sama seperti propofol) atau opioid
kerja jangka pendek.
Klirens propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan
bahwa ambilan jaringan (mungkin ke dalam paru), sama baiknya dengan
metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam
mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada
manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat
dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit
asam glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani
hidroksilasi cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang
kemudian di glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi
sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol
memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis
yang diekskresikan tidak berubah dalam urine.8,9,17

2.1.3.1. Induksi anestesi


Dosis induksi dari propofol pada orang yang sehat adalah 1.5 hingga 2.5
mg/kgBB IV, dengan kadar darah 2-6 g/ml yang menghasilkan ketidaksadaran
tergantung pada pengobatan dan pada usia pasien. Onset hipnosis propofol sangat
cepat (one arm-brain circulation) dengan durasi hipnosis 5-10 menit. Seperti
halnya dengan barbiturat, anak membutuhkan dosis induksi dari propofol yang
lebih tinggi per kilogram badan, kemungkinan berhubungan dengan volume
distribusi sentral lebih besar dan juga angka bersihan yang tinggi. Pasien lansia
membutuhkan dosis induksi yang rendah (25% hingga 50% terjadi penurunan)

Universitas Sumatera Utara


akibat penurunan volume distribusi sentral dan juga penurunan laju bersihan.
Pasien sadar biasanya terjadi pada konsentrasi propofol plasma 1,0 hingga 1,5
g/ml.17

2.1.3.2. Rumatan anestesi


Dosis khusus dari propofol untuk pemeliharan anestesia adalah 100-300
g/kgBB/menit IV, seringkali dikombinasikan dengan opioid kerja jangka
pendek. Anestesia umum menggunakan propofol mempunyai efek mual dan
muntah paska operasi yang minimal dan kesadaran yang lebih cepat dengan efek
residual yang minimal.9

2.1.4. FARMAKODINAMIK

2.1.4.1. Sistem saraf pusat


Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran
darah ke otak (CBF), dan tekanan intrakranial (ICP). Pemberian propofol untuk
menghasilkan sedasi pada pasien dengan SOL (space occupying lesion)
intrakranial tidak meningkatkan ICP. Dosis yang besar dari propofol ini dapat
mengurangi tekanan darah sistemik dan juga mengurangi tekanan perfusi otak
(CPP). Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan
darah sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak
dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan
berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan
midazolam. Propofol menimbulkan perubahan elektroensefalografi (EEG) sama
dengan tiopental, termasuk kemampuan untuk menghasilkan supresif penuh
dengan dosis tinggi. Bangkitan potensial somatosensori kortikal yang
dimanfaatkan untuk monitoring fungsi medula spinalis tidak begitu bermakna
pada penggunaan propofol tunggal tetapi penambahan nitro oksida atau anastesi
inhalasi menghasilkan penurunan amplitudo. Pada level sedasi yang sama,
propofol menghasilkan gangguan memori pada derajat yang sama seperti
midazolam. Peningkatan toleransi terhadap obat dalam menekan sistem saraf

Universitas Sumatera Utara


pusat sering terjadi pada pasien yang sering menggunaan opioid, obat hipnotik
sedatif, ketamin dan nitrous oksida.8,9,17
Hipotensi merupakan komplikasi akibat pemberian propofol khususnya pada
orang tua, bahkan dapat menyebabkan hipotensi preintubasi paska induksi yang
sedang sampai berat. Hipotensi ini dapat menurunkan CBF dan menimbulkan
episode sekunder iskemi serebral yang dapat menyebabkan gejala sisa
neurologi.11

2.1.4.2.Sistem kardiovaskular
Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar
dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada
gangguan kardiovaskuler, dosis induksi 2 - 2,5 mg/kgBB menyebabkan
penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25-40%. Perubahan yang sama terlihat
juga terhadap tekanan arteri rerata (MAP) dan tekanan darah diastolik. Penurunan
tekanan darah ini mengikuti penurunan curah jantung sebesar 15% dan
penurunan resistensi vaskular sistemik sebesar 15-25 %. Relaksasi otot polos
vaskular dihasilkan oleh propofol adalah terutama berkaitan dengan hambatan
aktivitas saraf simpatik.8,30 Menurut Dhungana, propofol menyebabkan hipotensi
akibat vasodilatasi perifer yang diakibatkan oleh peningkatan produksi
endothelial dan lepasnya nitric oxide.13
Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan
kalsium intraselular akibat hambatan influks kalsium trans sarkolema. Efek
tekanan darah akibat propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien
lanjut usia dan pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan
dengan penyakit arteri koroner.8,9,17
Disamping penurunan tekanan darah sistemik, peningkatan denyut jantung
seringkali tidak berubah secara nyata. Bradikardi dan asistol juga telah diamati
setelah induksi anestesia dengan propofol, yang menghasilkan rekomendasi
dimana obat antikolinergik diberikan ketika stimulasi vagal terjadi berkaitan
dengan pemberian propofol. Propofol dapat mengurangi aktivitas sistem saraf
simpatik pada cakupan yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas sistem

Universitas Sumatera Utara


saraf parasimpatik, dengan menghasilkan dominasi aktivitas parasimpatik.8
Refleks baroreseptor yang mengontrol denyut jantung juga didepresi oleh
propofol sehingga mengurangi refleks takikardia yang selalu mengikuti hipotensi.
Hal ini yang menyebabkan laju jantung tidak berubah secara bermakna setelah
penyuntikan propofol.31

2.1.4.3. Sistem Respirasi.


Propofol menghasilkan depresi ventilasi tergantung pada dosis, kecepatan
pemberian dan premedikasi, dengan apnu yang berlangsung pada 25% hingga
35% pasien setelah induksi dengan propofol. Pemberian opioid pada pengobatan
preoperatif dapat meningkatkan efek depresi ventilasi. Pemakaian infus rumatan
propofol akan mengurangi volume tidal dan frekwensi pernafasan. Propofol
mengurangi respon ventilasi pada karbon dioksida dan juga hipoksemia. Propofol
dapat mengakibatkan bronkodilatasi dan menurunkan insidensi sesak pada
pasien asma. Konsentrasi sedasi dari propofol akan menekan respon ventilasi
terhadap hiperkapnia disebabkan efek dari kemoreseptor sentral. Berbeda dengan
anestesi inhalasi dosis rendah, respon kemorefleks perifer pada karbon dioksida
masih tetap ada ketika dirangsang oleh karbon dioksida dengan adanya
propofol.8,9,17

2.1.4.4. Efek-efek lain.


Propofol tidak mempengaruhi fungsi ginjal atau hepar sebagaimana
dinyatakan oleh konsentrasi enzim transaminase liver atau kreatinin. Propofol
tidak mempengaruhi sintesis kortikosteroid atau mempengaruhi respon normal
terhadap stimulasi ACTH. Propofol dalam formula emulsi tidak mempengaruhi
fungsi hematologi atau fibrinolisis.8
Propofol juga mempunyai efek antiemetik yang signifikan pada dosis
subhipnotik (10 mg) dan telah digunakan untuk mengatasi mual muntah paska
operasi (PONV). Peningkatan tekanan bola mata dicegah setelah pemberian
propofol, oleh sebab itu propofol ideal digunakan pada operasi mata.8

Universitas Sumatera Utara


2.1.5. INTERAKSI OBAT

Konsentrasi fentanil dan alfentanil meningkat dengan pemberian yang


bersamaan dengan propofol. Kombinasi midazolam dan propofol memberikan
efek sinergistik dalam hal onset yang lebih cepat dan total dosis yang lebih
rendah.9 Interaksi ketamin dengan propofol adalah aditif.19

2.2. SINDROMA INFUS PROPOFOL

Sindroma infus propofol adalah kejadian yang jarang terjadi dan merupakan
suatu keadaan yang kritis pada pasien dengan penggunaan propofol yang lama
(lebih dari 48 jam) dan dosis yang tinggi (lebih dari 5 mg/kgBB/jam). Biasanya
terjadi pada pasien yang mendapat sedasi di unit perawatan intensif.
Sindroma ini ditandai dengan terjadinya kegagalan jantung, rabdomiolisis,
asidosis metabolik dan gagal ginjal. Penanganannya adalah oksigenasi yang
adekuat, stabilisasi heodinamik, pemberian dekstrosa,dan hemodialisa.32

2.3. HIPOTENSI AKIBAT PROPOFOL

Hipotensi didiagnosa sebagai adanya penurunan darah arteri disertai laju


nadi yang menurun atau normal. Pada kepentingan klinis dan eksperimental,
diagnosa hipotensi ditegakkan bila ada penurunan tekanan arteri rerata (MAP)
lebih dari 40% atau MAP<60 mmHg, atau penurunan tekanan darah sistolik lebih
besar 20% dari tekanan darah sistolik semula atau tekanan darah sistolik lebih
kecil dari 90 mmHg.10
Hipotensi merupakan salah satu efek samping dari propofol. Pada dosis
induksi 2 - 2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar
25- 40%.8
Derajat hipotensi yang relatif ringan sebagian besar berasal dari perubahan
tahanan pembuluh darah. Bila tekanan darah terus turun di bawah kritis, hipotensi

Universitas Sumatera Utara


paling sering disebabkan perubahan curah jantung. Batas kritis hipotensi untuk
penderita normal akibat perubahan curah jantung adalah sistolik 90 mmHg.
Hipotensi bila berlangsung lama dan tidak diterapi akan menyebabkan
hipoksia jaringan. Bila keadaan ini berlanjut terus akan mengakibatkan keadaan
syok hingga kematian.
Respon kompensasi terhadap hipotensi adalah mekanisme yang menurunkan
kapasitas vena (untuk menjaga pengisian jantung), mekanisme yang
meningkatkan kontraksi jantung dan denyut jantung (untuk mengoptimalisasi
curah jantung pada keadaan menurunnya isi jantung) dan mekanisme yang
meningkatkan tahanan vaskular (untuk menurunkan kapasitas vena), yang
meredistribusi curah jantung pada berbagai keadaan vaskular untuk menjamin
perfusi ke organ-organ kritis, dan yang meningkatkan tekanan di sistem arteri
proksimal.33

2.3.1. EFEK HIPOTENSI TERHADAP FUNGSI ORGAN

2.3.1.1. Susunan saraf pusat


Hipotensi menyebabkan penurunan aliran darah ke otak (CBF) sehingga
dapat menyebabkan iskemi serebral yang berefek pada terjadinya gejala sisa
neurologi. Autoregulasi serebral adalah kemampuan otak untuk memper-
tahankan CBF tetap konstan, baik pada keadaan dimana terjadi perubahan pada
tekanan darah sistemik ataupun tekanan perfusi serebral (CPP) yaitu dengan
usaha dilatasi sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia.
Autoregulasi ini berlangsung jika tekanan arteri rerata (MAP) berada pada 60-
150 mmHg. Batas bawah tekanan darah sistolik adalah 85 mmHg dan 113 mmHg
pada pasien dengan hipertensi. Jika MAP lebih rendah dari batas bawah
autoregulasi (60mmHg), aliran darah ke otak akan menurun.11

2.3.1.2. Sistem kardiovaskular


Ketika curah jantung menurun, baroreseptor yang berada di jantung, aorta
dan arteri karotid terangsang untuk meningkatkan laju jantung dan pelepasan

Universitas Sumatera Utara


katekolamin menyebabkan vasokonstriksi di perifer dan meningkatkan
kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah.30
Meskipun mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan
arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru
buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan
oksigen. Karena aliran darah koroner tidak memadai, maka ketidak-seimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium semakin meningkat,
menimbulkan suatu infark di jantung.
Pada pasien dengan gagal jantung, penurunan kontraktilitas jantung
mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema. Dengan
bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan hipotensi berkembang dengan
cepat sampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi yang menggangu sistem organ-
organ penting.

2.3.1.3. Ginjal dan Hati


Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan volume urine
kurang dari 20 cc/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, terjadi
respon kompensatorik, aliran darah ke ginjal berkurang, retensi natrium dan air
sehinga kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya
laju filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan ureum kreatinin. Bila hipotensi berat
dan berkepanjanganan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul
gagal ginjal akut.

Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati dan


bermanifetasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati.

2.3.1.4. Saluran cerna.


Iskemik saluran cerna berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis
hemoragik dari usus besar. Penurunan motilitas saluran cerna ditemukan pada
keadaan hipotensi.

Universitas Sumatera Utara


Oleh karena itu keadaan hipotensi tidak dapat dibiarkan dan harus dicegah
jangan sampai terjadi, khususnya pada pasien-pasien dengan penyakit
kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, arteriosklerosis, gagal jantung,
penyakit serebrovaskular, pasien-pasien dengan kelainan hepar, penyakit ginjal,
pada geriatri, gangguan volume darah seperti pada anemia, perdarahan dan
keaadan syok hipovolemik.33,34

Ketamin merupakan obat simpatomimetik yang meningkatkan tekanan darah


dan laju jantung dan dapat digunakan untuk mencegah hipotensi akibat induksi
anestesi.

2.4. KETAMIN

Ketamin adalah obat yang menghasilkan anestesi disosiasi, yang kemudian


ditandai dengan disosiasi pada EEG diantara talamokortikal dan sistem limbik.
Anestesi disosiasi menyerupai kondisi kataleptik dimana mata masih tetap
terbuka dan ada nistagmus yang lambat. Pasien tidak dapat berkomunikasi,
meskipun dia tampak sadar. Refleks-refleks masih dipertahankan seperti refleks
kornea, refleks batuk dan refleks menelan, namun semua refleks ini tidak boleh
dianggap sebagai suatu proteksi terhadap jalan nafas. Variasi tingkat hipertonus
dan gerakan otot rangka tertentu sering kali terjadi dan tidak tergantung dari
stimulasi bedah. Ketamin mempunyai efek sedatif dan analgetik yang kuat. Dosis
induksi 1-2 mg/kgBB intravena, 3-5 mg/kgBB intramuskular. Pada dosis
subanestesi ketamin menghasilkan efek analgetik yang memuaskan.9

2.4.1. STRUKTUR KIMIA

Ketamin, 2-(o-chlorophenyl)-2-(methylamino)-cyclohexanonehydrochloride,
suatu arylcycloalkylamine yang secara struktural berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara


phencyclidine (PCP) dan cyclohexamine.26 Ketamin hidroklorid adalah molekul
yang larut dalam air, dengan berat molekul 238 dan pKa 7,5. Walaupun larut
dalam air, kelarutannya dalam lemak sepuluh kali dibanding tiopenton, sehingga
dengan cepat didistribusi ke organ yang banyak vaskularisasinya, termasuk otak
dan jantung, dan selanjutnya diredistribusikan organ-organ yang perfusinya lebih
sedikit. Keberadaan atom karbon asimetris menghasilkan dua isomer optik dari
ketamin yaitu S(+) ketamin dan R(-) ketamine. Sediaan komersil ketamin berupa
bentuk rasemik yang mengandung kedua enantiomer dalam konsentrasi sama.
Masing-masing enantiomer mempunyai potensi berbeda. S(+) ketamin
menghasilkan analgesia yang lebih kuat, metabolisme yang lebih cepat dan
pemulihannya, kurangnya sekresi saliva dan rendahnya kejadian emergence
reation ataupun mimpi buruk/halusinasi dibanding R(+) ketamin.8,9,29

Gambar 2.2. Rumus bangun ketamin.

2.4.2. MEKANISME AKSI

Ketamin berikatan secara non kompetitif terhadap tempat terikatnya


phencyclidine pada reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA), suatu subtipe dari
reseptor glutamat, yang berlokasi di saluran ion. Ketamin menghambat aliran ion
transmembran. Reseptor NMDA adalah suatu reseptor saluran kalsium. Agonis
endogen dari reseptor ini adalah neurotransmiter eksitatori seperti asam glutamat,
asam aspartat, dan glisin. Pengaktifan dari reseptor mengakibatkan terbukanya

Universitas Sumatera Utara


saluran ion dan depolarisasi neuron. Reseptor NMDA ini terlibat dalam input
sensoris pada level spinal, talamik, limbik dan kortikal. Ketamin menghambat
atau menginterferensi input sensoris ke sentral yang lebih tinggi dari sistem saraf
pusat, dimana terdapat respon emosional terhadap stimulus dan pada tempat
untuk proses belajar dan memori. Ketamin menghambat pengaktifan dari reseptor
NMDA oleh glutamat, mengurangi pelepasan glutamat di presinaps dan
meningkatkan efek dari neurotransmiter inhibisi GABA.8,9,17
Ketamin juga berinteraksi dengan reseptor mu, delta dan kappa opioid. Efek
analgesi ketamin mungkin disebabkan oleh pengaktifan reseptor ini di sentral
dan spinal.
Beberapa efek ketamin dapat disebabkan karena kerjanya pada sistem
katekolamin, dengan meningkatkan aktivitas dopamin. Efek dopaminergik ini
mungkin berhubungan dengan efek euforia, adiksi dan psikotomimetik dari
ketamin. Kerja dari ketamin ini juga disebabkan oleh efek agonis pada reseptor
adrenergik dan , efek antagonis pada reseptor muskarinik di sistem saraf pusat,
dan efek agonis pada reseptor .

2.4.3. FARMAKOKINETIK

Ketamin dapat diberikan melalui oral, rektal, intranasal, intra-muskular


ataupun intravena. Untuk operasi dan manajemen nyeri paska bedah ketamin
dapat diberikan secara intratekal dan epidural. Farmakokinetik ketamin
menyerupai tiopental yaitu onset yang cepat, durasi yang relatif singkat, dan
kelarutan dalam lemak yang tinggi. Hal ini disebabkan karena ketamin
mempunyai berat molekul yang kecil dan pKa yang mendekati pH fisiologi,
sehinga dengan cepat melewati sawar darah otak dan mempunyai onset 30 detik
setelah pemberian intravena. Konsentrasi plasma puncak dari ketamin terjadi
dalam 1 menit setelah pemberian intravena dan bertahan selama 5-10 menit, dan
5 menit setelah injeksi intramuskular, bertahan 12-25 menit. Analgesia diperoleh
pada dosis 0,2-0,75 mg/kgBB intravena.8,9,17

Universitas Sumatera Utara


Ketamin tidak terikat secara signifikan pada plasma dan didistribusikan
dengan cepat pada jaringan. Pada awalnya ketamin didistribusikan pada jaringan
yang perfusinya tinggi seperti otak, dimana konsentrasi puncak mungkin 4
sampai 5 kali dari darah. Kelarutan yang tinggi dalam lemak menyebabkan cepat
menembus sawar darah otak. Selanjutnya, ketamin menyebabkan peningkatan
aliran darah ke otak sehingga mempermudah perjalanan obat dan kemudian
menambah cepat konsentrasi obat dalam otak. Kemudian didistribusikan kembali
dari otak dan jaringan yang perfusinya tinggi ke jaringan yang perfusinya
rendah.8,9
Angka klirens dari ketamin relatif tinggi yaitu 1 liter/menit, mendekati aliran
darah hepar yang berarti perubahan pada aliran darah hepar mempengaruhi
klirens dari ketamin. Distribusi volume yang besar yaitu 3 liter/menit,
menghasilkan eliminasi waktu paruh yang cepat yaitu 2-3 jam.

Ketamin dimetabolisme di hepar oleh enzim mikrosomal hepatik melalui N-


demetilasi dari ketamin oleh sitokrom P-450 menjadi norketamin (metabolit I),
kemudian dihidroksilasi menjadi hidroksi-norketamin. Produk ini berkonjugasi
ke derivat glukoronid yang larut dalam air dan diekskresi di urin. Norketamin
adalah metabolit aktif dengan potensi anestesi sepertiga dari ketamin dan
mempunyai efek analgesi.8,9

Interaksi ketamin dengan obat pelumpuh otot adalah efek potensiasi dari
obat pelumpuh otot. Kombinasi ketamin dengan teofilin dapat menyebabkan
kejang. Diazepam menghambat efek kardiostimulasi dari ketamin dan
memperpanjang eliminasi waktu paruh ketamin. Propranolol, fenoksibenzamin
dan antagonis simpatis lain menutupi efek depresi otot jantung ketamin. Jika
dikombinasi dengan halotan, ketamin menimbulkan depresi otot jantung.
Terdapat toleransi untuk efek analgesi dari ketamin yang terjadi pada pasien yang
menerima dosis berulang. Dalam hal ini, toleransi dapat terjadi pada pasien yang
menerima lebih dari dua kontak dalam interval yang pendek. Interaksi ketamin
dengan propofol adalah aditif, bukan sinergisme.8,9,17

Universitas Sumatera Utara


2.4.4 FARMAKODINAMIK
2.4.4.1. Susunan Saraf Pusat

Ketamin menghasilkan stadium anestesi yang disebut anestesi disosiasi.


Pada susunan saraf pusat, ketamin bekerja di sistem proyeksi talamoneokortikal.
Secara selektif menekan fungsi saraf di korteks (khususnya area asosiasi) dan
talamus ketika secara terus menerus merangsang bagian dari sistem limbik,
termasuk hipokampus. Proses ini menyebabkan disorganisasi fungsional pada
jalur non-spesifik di otak tengah dan area talamus. Ada juga pendapat bahwa
ketamin menekan transmisi impuls di formasi retikular medula medial, yang
berperan pada transmisi komponen emosi nosiseptif dari spinal cord ke pusat otak
yang lebih tinggi. Ketamin juga dianggap menduduki reseptor opioid di otak dan
spinal cord, yang menyebabkan ketamin memiliki sifat analgetik. Interaksi pada
reseptor NMDA juga menyebabkan efek anestesi umum sebaik efek analgesia
dari ketamin. Ketamin meningkatkan metabolisme otak, aliran darah otak dan
tekanan intra kranial. Ketamin mempunyai efek eksitatori di susunan saraf pusat
sehingga meningkatkan CMRO2. Dengan peningkatan aliran darah otak yang
sejalan dengan peningkatan respon sistem saraf simpatis, maka tekanan
intrakranial juga meningkat setelah pemberian ketamin. Hal ini dapat dikurangi
dengan pemberian diazepam ataupun tiopental.9

Ketamin menyebabkan reaksi psikis yang tidak disukai yang terjadi pada
saat bangun yang disebut emergence reaction. Manifestasi dari reaksi ini yang
bervariasi tingkat keparahannya adalah berupa mimpi buruk, perasaan melayang,
ataupun ilusi yang tampak dalam bentuk histeria, bingung, euphoria dan rasa
takut. Hal ini biasanya terjadi dalam satu jam pertama pemulihan dan akan
berkurang satu jam sampai beberapa jam kemudian.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa emergence reaction ini disebabkan


depresi pada nukleus yang merelai sistem pendengaran dan penglihatan sehingga
terjadi mispersepsi dan misinterpretasi. Insidensnya adalah 10-30 % pada orang
dewasa pada pemberian ketamin sebagai obat tunggal anestesi. Faktor-faktor

Universitas Sumatera Utara


yang mempengaruhi adalah umur, dosis, jenis kelamin, status psikis, dan obat
yang diberikan bersamaan dengan ketamin. Orang dewasa dan perempuan lebih
sering dibandingkan anak-anak dan laki-laki. Dosis yang besar (>2mg/kgBB IV)
dan kecepatan pemberian ketamin mempengaruhi kejadian ini. Kelemahan psikis
dan orang-orang pemimpi juga lebih mudah mengalaminya. Banyak obat telah
digunakan untuk mengurangi reaksi ini, seperti golongan benzodiazepine
(midazolam, lorazepam dan diazepam).8,9

2.4.4.2. Sistem Pernafasan

Ketamin menjaga patensi dari jalan nafas dan fungsi pernafasan,


meningkatkan ventilasi serta mempunyai efek minimal terhadap pusat pernafasan
dimana ketamin sedikit memberikan respon terhadap CO2. Ada penurunan
sementara dari volume semenit setelah bolus 2 mg/kgBB intravena. Apnoe dapat
terjadi setelah pemberian dengan cepat dan dosis yang tinggi, namun hal ini
jarang terjadi. Bagaimanapun pemberian yang bersamaan dengan sedatif ataupun
opioid dapat menyebabkan depresi pernafasan.8,9

Efek ketamin terhadap bronkus adalah relaksasi otot polos bronkus. Ketika
diberikan pada pasien dengan masalah pada jalan nafas dan bronkospasme,
komplians paru dapat ditingkatkan. Ketamin seefektif halotan dalam mencegah
bronkospasme. Mekanismenya adalah mungkin akibat rangsang simpatis ataupun
ketamin dapat secara langsung mengantagonis efek spasme dari karbakol dan
histamin. Karena efek bronkodilatasi ini, ketamin dapat digunakan untuk terapi
status asmatikus yang tidak respon terhadap pengobatan konvensional.8,9

Masalah pada sistem pernafasan dapat timbul akibat efek hipersalivasi dan
hipersekresi kelenjar mukus di trakea-bronkeal yang dapat menyebabkan
obstruksi jalan nafas akibat laringospasme. Atropin dapat diberikan untuk
mengatasi hal ini. Aspirasi dapat terjadi walaupun refleks batuk, refleks menelan,
refleks gag relatif intak setelah pemberian ketamin.8,9

Universitas Sumatera Utara


2.4.4.3. Sistem Kardiovaskular.

Ketamin menstimulasi sistem kardiovaskuler menyebabkan peningkatan


tekanan darah, curah jantung, laju jantung, resistensi pembuluh darah sistemik,
tekanan arteri pulmonalis, dan resistensi pembuluh darah pulmonal. Hal ini
diakibatkan oleh karena peningkatan kerja dan kebutuhan oksigen otot jantung.
Mekanisme ini sendiri masih dipertanyakan.8,9

Ada pendapat menyatakan bahwa efek-efek ini sebagai akibat peningkatan


aktifitas sistem saraf simpatis, sehingga pelepasan norepinefrin semakin besar
yang diakibatkan oleh penekanan pada refleks baroreseptor. Pengaruh ketamin
pada reseptor NMDA di nukleus traktus solitaries menyebabkan penekanan
refleks baroreseptor ini.

Ketamin memiliki sifat inotropik negatip terhadap otot jantung. Tetapi


respon simpatis yang sentral selalu menutupi efek depresi otot jantung ini.
Ketamin juga bekerja pada sistem saraf perifer dengan menginhibisi uptake
intraneuronal dari katekolamin dan menginhibisi uptake norepinefrin
ekstraneuronal pada terminal saraf simpatis.8,9

Peningkatan tekanan darah sistolik pada orang dewasa yang mendapat dosis
klinis ketamin adalah 20-40 mmHg dengan peningkatan sedikit tekanan darah
diastol. Biasanya tekanan darah sistemik meningkat secara progresif dalam 3-5
menit pertama setelah injeksi intra vena ketamin dan kemudian akan menurun ke
level sebelum injeksi 10-20 menit kemudian.8,9

Ketamin merupakan obat pilihan yang paling rasional untuk induksi anestesi
cepat pada pasien gawat darurat terutama pasien dengan keadaan hemodinamik
yang tidak stabil.35

2.4.4.4. Hepar dan Ginjal

Ketamin tidak merubah test laboratorium secara bermakna terhadap fungsi


hepar dan ginjal.

Universitas Sumatera Utara


2.4.4.5. Endokrin

Pada awal pembedahan, ketamin meningkatkan kadar gula darah, kortisol


plasma dan prolaktin. Setelah itu tidak ada perbedaan dalam metabolisme dan
sistem endokrin.

2.4.5. INTERAKSI

Obat pelumpuh otot nondepolarisasi dipotensiasi oleh ketamin. Kombinasi


teofilin dengan ketamin dapat mempredisposisi pasien terhadap kejang.
Diazepam mengurangi efek stimulasi terhadap kardiovaskular dan
memperpanjang waktu paruh eliminasinya, sehingga waktu pulih sadar ketamin
menjadi tertunda. Ketamin menyebabkan depresi otot jantung ketika diberikan
bersamaan dengan halotan. Halotan memperlambat distribusi dan menghambat
metabolisme hepatik ketamin, sehingga memperpanjang efek ketamin terhadap
susunan saraf pusat. N2O mengurangi dosis ketamin dan memperpendek waktu
pulih sadar ketamin. 9

Pemberian berulang ketamin dapat menyebabkan toleransi. Efek ini dapat


terjadi secara akut yang disebabkan oleh perubahan pada tempat ketamin bekerja
daripada karena peningkatan dalam kecepatan metabolisme, yang tampak dari
terjadinya toleransi ini setelah suntikan pertama, tanpa perubahan dalam
9
konsentrasi plasma.

2.4.6. EFEK SAMPING

Ketamin mempunyai efek samping berupa mual, muntah, efek psikomimetik


seperti halusinasi, diplopia, mimpi buruk, ansietas, euphoria.36

Universitas Sumatera Utara


2.4.7. KONTRA INDIKASI

Ketamin dikontraindikasikan pada keadaan-keadaan seperti pasien dengan


peningkatan tekanan intra kranial, pasien dengan operasi mata karena ketamin
dapat meningkatkan tekanan intra okular, pasien dengan penyakit jantung
iskemik, hipertensi, penyakit aneurisma vaskular, pasien dengan riwayat
gangguan psikiatri ataupun pasien yang diduga cenderung mengalami delirium
paska operasi.

2.4.8. KETAMIN DOSIS RENDAH

Ketamin dosis rendah disebut juga ketamin dosis analgesia ataupun dosis
subanestesia yaitu 0,2-0,75 mg/kgBB IV.26 Literatur lain menyebutkan dosis
analgesia dicapai pada 0,2 - 0,5 mg/kgBB IV.9

Pada dosis 0,25-0,5 mg/kgBB IV yang diberikan setelah midazolam 0,07-


0,15 mg/kgBB IV dikatakan ketamin memberikan efek sedasi yang memuaskan,
amnesia dan analgesia tanpa depresi kardiovaskular yang signifikan.37 Terhadap
kejadian emergence reaction, Subramaniam K, menyebutkan efek samping
ketamin tidak meningkat dengan dosis kecil ketamin. Pada dosis 0,15-1 mg/kgBB
IV tidak meningkatkan efek psikomimetik seperti halusinasi ataupun efek sedasi
yang dalam.35 Arora menyatakan penambahan ketamin dosis kecil 0,5 mg/kgBB
terhadap induksi propofol 1,5 mg/kgBB IV dapat mengurangi kejadian desaturasi
dan apnoe.22

Salah satu efek samping yang ditakutkan pada pemberian ketamin adalah
spasme laring yaitu tertutupnya pita suara yang dapat menyebabkan sumbatan
jalan nafas sebagian ataupun total. Tetapi Newton dan Fitton (2008)
menyebutkan pada 92 pasien yang diberikan ketamin dosis 0,5-1 mg/kgBB IV
sebagai prosedural sedasi di ruang emergensi, kejadian spasme laring ini tidak
ditemukan.38

Universitas Sumatera Utara


Pada pasien-pasien neurologi, Albanese J dkk. menyebutkan bahwa pada
penelitian terhadap pasien dengan cedera kepala akibat trauma, ketamin
menurunkan tekanan intra kranial dan aktivitas EEG pada pasien yang dikontrol
pernafasan dengan ventilasi mekanik, yang disedasi dengan propofol 3 mg/kgBB
IV, serta tidak meningkatkan MAP.39

Pada dosis 0,1-0,5 mg/kgBB IV, ketamin memberikan efek analgesia yang
memuaskan selama operasi dan pada manajemen nyeri pasca bedah, tanpa suatu
sedasi maupun perubahan pada hemodinamik dan pernafasan. Efek mual dan
muntah juga jauh berkurang pada dosis ini.,40,41,42

Penggunaan ketamin dosis rendah dengan obat anestesi lokal juga telah
banyak dilakukan. Suzuki et al. (2006) memberikan ketamin 0,05 mg/kgBB/jam
IV sebagai tambahan terhadap infus epidural ropivakain dan morfin kontinu, dan
diperoleh hasil bahwa ketamin meningkatkan efek analgesia dari ropivakain-
morfin dan mengurangi nyeri paska torakotomi.43

Untuk pencegahan kejadian menggigil pada anestesi umum, profilaksis


ketamin dosis 0,5 mg/kgBB IV yang diberikan 20 menit sebelum operasi
berakhir, telah terbukti efektif untuk mencegah menggigil paska operasi.44 Pada
anestesi spinal, ketamin 0,5 mg/kgBB IV ataupun ketamin 0,25 mg/kgBB IV +
midazolam 37,5 g/kgBB IV dapat mencegah kejadian menggigil setelah
pemberian bupivakain 15 mg.45

Universitas Sumatera Utara


2.5. KERANGKA KONSEP

PROPOFOL KETAMIN

RANGSANG
SIMPATIS
KALSIUM INHIBISI
INTRASELULER SIMPATIS

PELEPASAN
KATEKOLAMIN
RELAKSASI
INOTROPIK (-) OTOT POLOS
VASKULAR
VASOKONSTRIKSI
PERIFER

CURAH JANTUNG VASODILATASI

RESPON
HEMODINAMIK
- Tekanan darah
HIPOTENSI - Tekana arteri
rerata
- Laju jantung laju
nafas

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai