Chapter II KPD PDF
Chapter II KPD PDF
TINJAUAN TEORITIS
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD yang memanjang adalah yang terjadi
Hidayat(2009,hal.13).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai
persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu. Sebagian besar ketuban
pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu, sedangkan kurang
dari 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini merupakan kontroversi
belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan
sebagai berikut:
a. Servik inkompeten
b. Overdistensi uterus
genetic).
e. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase
laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Dan
makin meningkat.
ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
sintesis dan degrasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan
selaput ketuban pecah. Faktor resiko untuk ketuban pecah dini yaitu:
cenderung terjadi ketuban pecah dini. Pada kehamilan muda, selaput ketuban
selanjutnya, oleh karna itu usaha untuk menegakkan diagnosis KPD harus
dilakukan dengan cepat dan tepat. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan
a. Secara klinik
keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah atau terdapat
5) Gejala chorioamnionitis
b. Maternal
c. Fetal
amnion 7,0-7,5
ibu dan janin adalah meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal. Pengaruh
1. Terhadap ibu
Karena jalan lahir telah terbuka, maka dapat terjadi Infeksi intrapartal apalagi
bila terlalu sering diperiksa dalam persalinan. Jika terjadi infeksi dan
kontraksi saat ketuban pecah, dapat menyebabkan sepsis, dan selain itu juga
SC) .Ibu akan merasa lelah terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi
lama sehingga ibu, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal
sering dialami oleh janin adalah Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan
oksigen pada bayi). Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry
dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Dan
meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam
rahim (Yulaikhah, 2008, Hal .116). Tanda adanya infeksi bila suhu ibu > 38C, air
ketuban keruh dan bau, leukosit darah > 15.000/mm, perlunakan uterus dan
5. Penatalaksanaa KPD
mortalitas pada ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilemma bagi
sebahagian ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera
a. Konservatif
selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama
air ketuban masih keluar atau air ketuban sampai tidak keluar lagi. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu dan tidak ada tanda-tanda
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi
jam. Jika usia kehamila 32-37 minggu, ada infeksi beri antibiotik dan
b. Aktif
seksio sesarea
393) adalah
dokter
berespon.
induksi dimulai
B. Asfiksia Neonatorum
1. Pengertian
bernapas secara spontan dan teratur setelah dan teratur segera setelah lahir. Hal
ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan
bernapas pada waktu 60 detik pertama. Pada waktu menit pertama harus sudah
selesai untuk melakukan evaluasi menurut nilai Apgar, apakah bayi baru lahir
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia
janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya.
proses reproduksi. Umur ibu dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20
sementara itu toweil menjelaskan penyebab asfiksia neonatorum pada bayi yang
tergolong faktor ibu antara usia kurang dari 20 tahun dan usia lebih dari 35 tahun
3) Paritas
dengan kehamilan kelima atau lebih. Kehamilan pada kelompok ini sering
disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan ante partum, pendarahan post
(dikutip oleh Evi) menemukan kejadian asfiksia neonatorum 1.480 kali pada ibu
yang melahirkan dengan paritas primipara dan grandemultipara dari pada ibu
dengan multipara
2005).
Hipertensi adalah tekanan darah lebih tinggi dari tekanan darah normal yang
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan fetus.
pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga
disertai dengan retensi garam dan air. Perubahan pada organ ibu yang mengalami
preeklamsia dan eklamsia yaitu terjadinya aliran darah menurun ke plasenta dan
janin. Pada preeclampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim
b. Faktor plasenta
Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk 2
asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa
Pertukaran gas antara ibu dan janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta (plasenta previa), solusio plasenta dsb
a) Plasenta previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dan menutupi sebahagian atau seluruh ostium uteri internum. 70 persen pasien
tidak sengaja dengan ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup
bulan. Penyulit pada ibu menimbulkan anemia sampai syok sedabgkan pada
b) Solusio plasenta
menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat
c. Faktor neonatus
Meliputi tali pusat menumbung akibat ketuban telah pecah, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gamelli,IUGR, premature,
d. Faktor persalinan
persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kaandungan melalui jalan lahir atau melalui
jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan/kekuatan sendiri. Bentuk persalinan
disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala, menekan pusat-pusat vital pada
perdarahan atau oedema jaringan pusat saraf pusat (Manuaba, IBG, 1989).
b) Partus lama
Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi,
dan lebih dari 18 jam pada multi. Bila persalinan lama dapat menimbulkan
komplikasi baik terhadap ibu maupun pada bayi, dan dapat meningkatkan angka
ketuban pecah lama adalah jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya
bayi lebih dari 12 jam yang mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentitis dan amnionitis (yatini, Mufdilah dan Hidayat, 2009). Semakin panjang
diawali infeksi yang terjadi pada bayi aterm dan prematur, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lamanya ketuban pecah selaput ketuban atau lamanya periode
Semakin lama periode laten, semakin lama pula kala satu persalinan dan
semakin besar insidensi infeksi. Janin bila terinfeksi sekalipun tidak terlihat tanda-
tanda sepsis pada ibu. Tempat paling sering mengalami infeksi adalah traktus
berasal dari dalam rahim (oxorn, 2003). Setelah terjadi persalinan dan ditemukan
tanda infeksi biasanya bayi memiliki nilai Apgar dibawah 7 dan dapat mengalami
hipotermia. Disisi lain bayi dapat memiliki nilai Apgar yang tinggi lalu turun pada
10-25 menit setelah lahir. Pengamatan terus secara hati-hati pada bayi selama jam
Nilai Apgar pertama kali diperkenalkan oleh Virgnia Apgar pada tahun 1952.
Kata APGAR sendiri merupakan gabungan dari kata: Activity (aktivitas), Pulse
lahir. Sejak itu sistem ini dipergunakan secara luas untuk menilai keadaan klinik
bayi baru lahir. Skor Apgar merupakan metode praktis yang secara sistematis
akibat asidosis hipoksi.. Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak
dalam melakukan resusitasi bayi. Skor Apgar 0-3 pada menit -20 meramalkan
Patokan klinis yang dinilai adalah menghitung frekuensi jantung, melihat usaha
bernafas, menilai tonus otot, menilai reflek rangsangan, memperhatikan warna kulit.
Setiap kriteria diberi angka tertentu, nilai Apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi
lahir lengkap selanjutnya dilakukan 5 menit berikutnya karena hal ini mempunyai
korelasi yang erat dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Nilai Apgar 1 menit
menunjukkan adaptasi bayi terhadap lingkungan barunya. Di bawah ini adalah tabel
Tabel 2.1
SKOR APGAR
(denyut jantung)
(aktifitas) menangis
(pernafasan)
4. Pembagian serta tanda dan gejala asfiksia sesuai nilai Apgar menurut
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul
pada asfiksia berat adalah: Frekuensi jantung kecil yaitu < 40 kali/menit. Tidak
ada usaha bernafas, Tonus otot lemah bahkan tidak ada, Bayi tidak dapat
memberikan reaksi jika diberi rangsangan, Bayi tampak pucat bahkan berwarna
persalinan.
Pada asfiksia sedang tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali/menit, usaha nafas lambat. tonus
otot biasanya dalam keadaan baik, bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan
yang diberikan, bayi tampak sianosis, tidak terjadi kekurangan oksigen yang
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah:
Takipnea dengan nafas lebih dari 60 kali/menit, bayi tampak sianosis, adanya
retraksi sela iga, bayi merintih (grunting), adanya pernafasan cuping hidung,
dayi kurang aktifitas, dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales
kemudian mulut.
kedalam inkubator.