Anda di halaman 1dari 101

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemboran adalah
pada lumpur bor. Karena berbagai faktor pemboran yang ada maka lumpur
pemboran mutlak diperlukan pada proses tersebut. Pada mulanya orang hanya
menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran (cutting). Seiring
dengan berkembangnya teknologi, lumpur mulai digunakan untuk mengangkat
cutting. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia (additive)
ditambahkan ke dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk
pemboran walaupun lumpur tetap digunakan.
Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan untuk membantu proses
pemboran. Komposisi dan sifat fisik lumpur sangat berpengaruh terhadap suatu
operasi pemboran karena salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya
suatu pemboran adalah tergantung pada lumpur pemboran. Kecepatan pemboran,
efisiensi, keselamatan, dan biaya pemboran sangat tergantung dari lumpur
pemboran yang dipakai.
Pada awalnya sistem rotary drilling Lumpur dimaksudkan untuk
mengangkat serbuk bor (cuttings) dari dasar sumur ke permukaan saja. Tetapi
dengan majunya teknologi, Lumpur mempunyai banyak fungsi dalam dunia
pemboran dalam mengatasi masalah dalam pemboran. Lumpur bor merupakan
cairan yang berbentuk lumpur, dibuat dari percampuran zat cair, zat padat dan zat
kimia. Zat cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur dapat dipompakan. Zat
padat ada dua macam yaitu untuk memberikan kenaikkan berat jenis (density) dan
untuk membuat lumpur mempunyai kekentalan (viscosity) tertentu. Sedangkan zat
kimia dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol
sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan yang dinginkan. Sifat-sifat lumpur harus
disesuaikan dengan kondisi lapisan yang akan ditembus. Karena lapisan-lapisan
atau formasi-formasi yang akan ditembus atau dilalui oleh lumpur itu bermacam-
macam atau berubah-ubah, maka kita selalu mengubah-ubah sifat lumpur dengan
menambahkan zat kimia yang sesuai. Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu

1
diukur, baik lumpur yang mau masuk ke dalam lubang maupun lumpur yang baru
keluar dari dalam sumur.
Adapun fungsi utama dari lumpur pemboran adalah :
1. Mengangkat cutting ke permukaan.
2. Mengontrol tekanan formasi.
3. Mendinginkan dan melumasi pahat dan drillstring.
4. Membersihkan dasar lubang bor.
5. Membantu stabilitas formasi.
6. Melindungi formasi produktif.
7. Membantu dalam evaluasi formasi.

Fungsi lumpur pemboran di atas ditentukan oleh komposisi kimia dan sifat
fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan menyebabkan
kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat menimbulkan hambatan
pemboran dan akhirnya menimbulkan kerugian besar.
Secara umum lumpur pemboran mempunyai tiga komponen atau fasa :
1. Fraksi cairan :
a. Air.
b. Minyak.
c. Emulsi minyak dan air.
2. Fraksi padat
a. Reaktif solid ( clay, bentonite, attapulgite ).
b. Innert solid.
3. Fraksi Additive
a. Material pemberat.
b. Filtration loss reduce agent.
c. Viscousifier.
d. Thinner.
e. PH Adjuster (pengontrol).
f. Shale stabilisator agent.
\

2
Sedangkan pengelompokan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :
1. Lumpur air tawar (Fresh water Mud).
2. Lumpur air asin (Salt water Mud).
3. Oil in water emulsion Mud.
4. Oil base dan Oil base emulsion Mud.
5. Gaseous drilling fluids.

Lumpur pemboran dibuat dan digunakan sesuai dengan fungsinya dan


sesuai dengan formasi yang hendak ditembus. Selama proses pemboran
berlangsung, lumpur pemboran selalu dikontrol sifat-sifatnya terutama sifat fisik
dan sifat kimianya.
Lumpur pemboran sudah menjadi salah satu pertimbangan penting dalam
mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh karena itu untuk memelihara dan
mengontrol sifatsifat fisik lumpur pemboran agar sesuai dengan yang diinginkan,
maka perlu diketahui dasar-dasar operasi pemboran khususnya mengenai lumpur
pemboran, yang meliputi beberapa acara praktikum, yaitu :
1. Pengukuran densitas, sand content, dan pengukuran kadar minyak dalam
lumpur pemboran.
2. Pengukuran viskositas dan gel strength.
3. Pengukuran tebal mud cake dan filtrasi.
4. Analisa kimia lumpur pemboran.
5. Kontaminasi lumpur pemboran.
6. Pengukuran harga MBT (Methylene Blue Test).

3
BAB II
DENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURAN
KADAR MINYAK PADA LUMPUR PEMBORAN

2.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Mengenal material pembentuk lumpur pemboran serta fungsi
utamanya.
2. Menentukan densitas lumpur pemboran dengan menggunakan mud
balance
3. Menentukan kandungan pasir dalam lumpur pemboran
4. Mengetahui besarnya kadar pasir (%) yang terkandung dalam lumpur
pemboran
5. Menentukan kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam lumpur
bor (emulsi).

2.2. TEORI DASAR


2.2.1 DENSITAS LUMPUR
Lumpur memiliki peranan yang sangat besar daam menentukan
keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-
sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun
filtration loss. Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi
lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Dengan densitas lumpur
yang terlalau besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (loss
circulation), sedangkan apabila densitas lumpur bor terlalu kecil akan
menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur).
Oleh karena itu, densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan
formasi yang akan dibor.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradient hidrostatik dari
lumpur bor dalam psi/ft. Namun, di lapangan umumnya dipakai satuan
pound per gallon (ppg)

4
Dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Volume setiap material adalah additive :

Vs + Vml = Vmb

2. Jumlah berat adalah additive, maka :

sVs + ml Vml = mbVmb

Keterangan :
Vs = Volume solid, gallon
Vml = Volume lumpur lama, gallon
Vmb = Volume lumpur baru, gallon
s = densitas solid, ppg
ml = densitas lumpur lama, ppg
mb = densitas lumpur baru, ppg
dari persamaan 1 dan 2 di dapat :

(mb- ml)Vml
Vs = s-mb

Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah :


Ws = Vs x s
Bila dimasukkan ke persamaan 3 :

(mb- ml)Vml
Ws= s
s-mb

5
% volume solid :

Vs (mb- ml)
x 100%= x 100%
Vmb s- ml

% berat solid :

sVs (mb- ml)s


x 100%= x 100%
mbVmb (s- ml)ml

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG


4.3 untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ml ke lumpur baru
sebesar mb setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid, Ws
sebanyak :

(mb- ml)
Ws = 684 (35.8- mb)

Keterangan :

Ws = berat solid zat pemberat , kg barite/bbl lumpur.

Sedangkan jika yang digunakan sebagai pemberat adalah bentonite


dengan SG 2.5 maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan :

(mb- ml)
Ws = 398 (20.825- mb)

Keterangan :
Ws = kg bentonite/bbl lumpur lama

6
2.2.2 SAND CONTENT
Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur
pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-
serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi
karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah
beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu, setelah lumpur
disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama
menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama
sirkulasi. Peralatan-Peralatan yang biasa digunakan disebut dengan
Conditioning Equipment, antara lain :
Shale shaker
Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau cutting
yang berukuran besar. Penggunaan screen (saringan) untuk problematika
padatan yang terbawa dalam lumpur menjadi salah satu pilihan dalam solid
control equipment. Solid/padatan yang mempunyai jari-jari yang lebih
besar dari jari-jari screen akan tertinggal/tersaring dan dibuang, sehingga
jumlah solid dalam lumpur bisa terminimalisasi. Jari-jari screen di set agar
polimer dalam lumpur tidak ikut terbuang. Kerusakan screen bisa
diperbaiki dan diganti.

Gambar 2.1 Shale Shaker

7
Degassser
Fungsinya membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke
lumpur pemboran. Peralatan ini sangat berfungsi pada saat pemboran
menembus zona permeable, yang ditandai dengan pemboran menjadi lebih
cepat, densitas lumpur berkurang dan volume lumpur pada mud pit
bertambah.

Gambar 2.2 Degasser

Desander
Fungsinya membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang
berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale shaker.

Gambar 2.3 Desander

Desilter
Fungsinya sama dengan desander tetapi desilter dapat membersihkan
lumpur dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Penggunaan

8
desilter dan mud cleaner harus dioptimalisasi oleh beberapa faktor seperti :
berat lumpur, biaya fasa liquid, komposisi solid dalam lumpur, biaya fasa
liquid, biaya logistik yang berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain.
Biasanya berat lumpur yang dikehendaki sekitar 10.8 biasanya lebih
praktis dengan menggunakan mud cleaner dibandingkan dengan
penyaringan dengan screen terkecil. Selain itu penggunaan mud cleaner
lebih praktis juga lebih murah.

Gambar 2.4 Desilter

Penggambaran sand content dari lumpur pemboran merupakan


prosentase volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari
74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran degan saringan tertentu.
Jadi persamaan untuk menentukan kandungan pasir (sand content) pada
lumpur pemboran adalah :

Vs
n= x 100%
Vm
Dimana :
n = kandungan pasir
Vs = Volume pasir dalam lumpur
Vm = Volume lumpur

9
2.3. PERALATAN DAN BAHAN
2.3.1. PERALATAN
Mud balance
Retort kit
Multi mixer
Wetting agent
Sand Content Set
Gelas ukur 500 cc
Timbangan

Gambar 2.5. Gelas Ukur

Gambar 2.6. Mud Balance

10
Gambar 2.7. Multi Mixer

Gambar 2.8. Retort Kit

Gambar 2.9 Sand Content Set

11
Gambar 2.10. Timbangan

Gambar 2.11. Wetting Agent

2.3.2. BAHAN
Barite
Bentonite
Aquades

Gambar 2.12. Aquades

12
Gambar 2.13. Barite

Gambar 2.14. Bentonite

2.4 PROSEDUR PERCOBAAN


1. Densitas Lumpur
a) Mengkalibrasi perPeralatanan mud balance sebagai berikut
Membersihkan perPeralatanan mud balance
Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu tutup dan dibersihkan
bagian luarnya. Keringkan dengan kertas tissue.
Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula
Rider ditempatkan pada skala 8.33 ppg
Mencek pada level glass bila tidak seimbamg atur calibration
screw sampai seimbang
b) Menimbang beberapa zat yang digunakan.
c) Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite. Caranya
air dimasukkan dalam bejana lalu dipasang multi mixer dan bentonite

13
dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan.
Selang beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup
mud balance dengan lumpur yang telah dibuat.
d) Cup ditutup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan
tutup cup dibersihkan.
e) Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur
rider hingga seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala.
f) Ulangi langkah lima untuk komposisi campuaran yang berbeda.

2. Sand Content
a) Isi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai.
Tambahkan air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan
kocok dengan kuat.
b) Tuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir
keluar melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan
tuangkan kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih.
Cuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa
lumpur yang melekat
c) Pasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik
rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur
hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui
saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan
pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen
volume dari pasir yang mengendap.
d) Catat sand content dari umpur dalam persen volume.

3. Penentuan Kadar Cairan Lapisan


1. Mengambil himpunan retort keluar dari insulator blok, keluarkan
mud chamber dari retort.
2. Mengisi upper chamber dengan steel wall.

14
3. Mengisi mud chamber dengan lumpur dan tempatkan kembali
tutupnya, bersihkan lelehan lumpurnya.
4. Menghubungkan mud chamber dengan upper chumber, kemudian
tempatkan kembali dalam insulator.
5. Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan tempatkan
dibawah kondensator.
6. Memanaskan lumpur samapai tak terjadi kondensasi lagi yang
ditandai dengan matinya lampu indikator.

Hal-hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung adalah :


% volume minyak = ml minyak x 10
% volume air = ml air x 10
% volume padatan = 100-(ml minyak + ml air) x 10
Gram minyak = ml minyak x 0.8
Gram lumpur = lb / gall x 1.2
Gram padatan = gram lumpur (gram minyak + gram air)
Ml padatan = 10 (ml minyak + ml air)
Spesific gravity padatan rata-rata = gram padatan/ml padatan.
% berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100

2.5 DATA DAN HASIL PERCOBAAN


Data hasil percobaan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1
Data Hasil Percobaan

Komposisi Lumpur Densitas Sand Content


No
(ppg) (% Volume)

1 Lumpur Dasar (LD) 8.65 0.50


2 LD + 2 gr Barite 8.70 0.50
3 LD + 5 gr Barite 8.75 0.50

15
4 LD + 10 gr CaCO3 8.75 0.75
5 LD + 15 gr CaCO3 8.80 0.75

2.6 PEMBAHASAN

Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa penambahan barite


dan kalsium karbonat akan memperbesar harga densitas lumpur. Hal ini
dapat dilihat ketika penambahan barite 5 gram, maka densitas meningkat
0.10 menjadi 8.75. Penambahan barite kedalam lumpur tidak
meningkatkan kandungan pasir. Tapi penambahan kalsium karbonat
kedalam lumpur akan meningkatkan kandungan pasir dalam lumpur.
Pada saat awal pemboran mud engineer menggunakan lumpur dasar
terlebih dahulu untuk menganalisa tekanan formasi, apabila terlalu kecil
densitas lumpur akan ditambahkan barite namun kandungan pasir di
lumpur tidak berubah. Mud engineer bisa menambahkan kalsium karbonat
ke dalam lumpur pemboran supaya densitas lumpur bertambah, namun
kandungan pasir di lumpur juga meningkat. Dan harus disediakan
desander di peralatan agar pasir di lumpur pemboran bisa dikontrol.

2.6.1 PEMBAHASAN SOAL


1. Dilihat dari data percobaan tersebut jelaskan apakah Barite dan
CaCO3 mempunyai fungsi yang sama?
Jawab: Ya, dari data menunjukan bahwa Barite dan CaCO3
mempunyai fungsi yang sama yakni untuk menaikkan
densitas lumpur.
2. Jika Saudara bekerja sebagai Mud Engineer pada suatu operasi
pemboran. Dari dua jenis material pemberat manakah yang akan
saudara gunakan? Brikan alasannya.
Jawab: Dari 2 jenis material pemberat, saya akan memilih Barite ,
karena dengan densitas yang sama (8,75 ppg) , Barite yang
digunakan lebih sedikit dari pada CaCO3 dan sand content

16
yang dihasilkan oleh barite lebih sedikit dari pada sand
content yang dihasilkan CaCO3 (Barite 0,50% dan CaCO3
0,75%)

3. Barite (BaSO4) mempunyai SG dari 4,2 - 4,5 . Dari data diatas


perkirakan SG dari Barite tersebut. Jika diketahui SG bentonite = 2,6
Jawab: lumpur = air x SG Bentonite
= 8,3 ppg x 2,6
= 21,658 ppg
Vs lumpur m

Vml ( mlxSGBarite ml)

21,658 ppg 8,33 ppg


0,5 =
(8,33 ppgxSGBarite) 8,33 ppg

(4,165 ppg x SG Barite) 4,165 ppg = 21,658 ppg 8,33 ppg


4,165 ppg x SG Barite = 21,658 ppg 8,33 ppg
4,165 ppg x SG Barite = 17,493 ppg
SG Barite = 4,2

4. Dari jawaban no.3 , perhatikan harga yang diperoleh tersebut berada


di dalam range SG barite seperti tertulis dalam soal? Jika ya
tentukan apakah barite tersebut termasuk pure barite/API0 Barite?
Jika tidak jelaskan sebabnya!
Jawab: Ya, hasilnya berada di range SG Barite. SG Barite termasuk
pure barite karena berada di range Barite (SG).

5. Dari tabel diatas terlihat bahwa selain densitas juga diukur kadar
pasir. Jelaskan secara singkat mengapa perlu di lakukan pengukuran
kadar pasir dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dalam
operasi pemboran!

17
Jawab: Pengukuran kadar pasir dilakukan karena dapat
mempengaruhi densitas lumpur yang disirkulasikan . Cara
mengatasinya adalah dengan proses pembersihan
menggunakan conditioning equipment yang fungsinya
menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam
lumpur selama sirkulasi.

6. Pada saat ini selain Barite dapat juga di gunakan Hematit (Fe2O3)
dan Ilmenite (FeO.TiO2) sebagai density control additive dari 4,5
5,11 dengan kekerasan masing-masing 2 kali lebih dari Barite. Dari
data tersebut buatlah analisa kelebihan dan kekurangan addictive
tersebut jika di bandingkan dengan Barite !
Jawab:
Kelebihan: - Lost Circulation
- Cocok untuk pemboran yang dangkal
- Pengontrolan tekanan static lumpur akan
lebih rendah dilakukan.
Kekurangan: - Tidak sesuai dengan pemboran yang
tekanan formasinya cukup tinggi.
- Tidak ekonomis apabila ingin menaikkan
densitas
- Sukar larut dan bercampur dengan
lumpur yang lama.

7. Galena (Pbs) mempunyai harga sekitar 7,5 dan dapat digunakan


untuk membuat lumpur dengan densitas lebih dari 119 ppg. Pada
penerapannya, Galena jarang digunakan sebagai additive pemboran.
Jelaskan mengapa material ini jarang digunakan untuk masalah-
masalah pemboran khusus?

18
Jawab: Galena digunakan pada pemboran khusus karena SG Galena
yang tinggi (7,5) yang akan meningkatkan densitas lumpur
> 19 ppg.

8. Suatu saat saudara berada di lokasi pemboran. Pada saat itu bit
mencapai kedalaman 1600 ft . Saudara di haruskan menaikkan
densitas dari 200 bbl lumpur 11 ppg menjadi 11,5 ppg dengan
menggunakan barite (SG = 4,2) dengan catatan bahwa volume akhir
tidak dibatasi hitung jumlah barite yang di butuhkan (dalam lb) !
Jawab: Vml = 200 bbl
= 200 x 42 gallon = 8400 gallon
Ps = SG x 8,33 ppg
= 4,2 x 8,33 ppg
= 34,986 ppg
mb = 11,5 ppg
ml = 11 ppg
( mb ml )Vml
= xs
( s mb)
(11,5 ppg 11 ppg )8400 gallon
= x35 ppg
(35 ppg 11,5 ppg )

Ws = 6255,319 lb

9. Sebutkan hal-hal yang terjadi akibat sand content terlalu besar !


Jawab:
1. Dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang akan
disirkulasikan
2. Meningkatkan densitas lumpur sehingga dapat menambah
beban pompa saat sirkulasi lumpur.
3. Dapat merusak peralatan pemboran, karena sand content
bersifat abrasive.
4. Rusaknya peralatan akan menambah cost.

19
2.7 KESIMPULAN
1. Barite dan kalsium karbonat ditambahkan agar menambah densitas
lumpur pemboran.
2. Dua additive yang berbeda ditambahkan dengan jumlah yang sama
(pada lumpur yang berbeda), densitas lumpur lebih besar dinaikkan
oleh barite dibandingkan kalsium karbonat.
3. Perbandingan antara barite dan kalsium karbonat, dengan harga
densitas yang sama tetapi kandungan pasir yang dihasilkan berbeda
yaitu kandungan pasir yang lebih banyak dihasilkan oleh kalsium
karbonat.
4. Lost sirculation diakibatkan oleh harga densitas yang terlalu besar,
namun kick disebabkan apabila harga densitas yang terlalu kecil.
5. Lumpur, karakteristik lumpur dan penambahan densitas dapat
dipengaruhi oleh bercampurnya serpihan-serpihan lumpur bor.

20
BAB III
PENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL STRENGTH

3.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Menentukan viskositas relatif lumpur pemboran dengan menggunakan
Marsh funnel.
2. Menentukan viskositas nyata (apparent viscosity), plastic viscosity,
yield point dan gel strength lumpur pemboran dengan menggunakan
Fann VG meter.
3. Memahami rheologi lumpur pemboran.
4. Mengetahui efek penambahan thinner dan thickener pada lumpur
pemboran.

3.2. TEORI DASAR


Viskositas didefinisikan sebagai kemampuan lumpur untuk mengalir
dalam suatu media. Satuan viskositas centipoice (cp). Peralatan yang
digunakan untuk menentukan viskositas adalah Marsh Funnel atau Fann
VG meter.
Kemampuan lumpur untuk membentuk gel (agar-agar) yang sangat
berguna pada saat round trip (pergantian pipa). Gel strength merupakan
salah satu indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength
merupakan ukuran gaya tarik menarik partikel lumpur yang statik.

Gambar 3.1 Fann VG Meter

21
Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam
sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida
pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan
fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada
saat round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar
sumur yang dapat menyebabkan kesukaran pemboran selanjutnya.
Viscositas dan gel strength merupakan sebagian dari indikator baik
tidaknya suatu lumpur.
Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran.
Lumpur pemboran ini mengikuti model-model rheologi bingham plastic,
power law. Bingham plastic merupakan model sederhana untuk fluida non
newtonian.
Yang dimaksud dengan fluida non newtonian adalah fluida yang
mempunyai viskositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran
(shear rate) yang terjadi. Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai
viscositas yang disebut apparent viscosity dari fluida pada shear rate
tersebut.
Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viskositas yang
konstan, fluida non newtonian memperlihatkan suatu yield stress suatu
jumlah tertentu dari tahapan dalam yang harus diberikan agar fluida
mengalir seluruhnya.
Dalam percobaan ini pengukuran viskositas yang sederhana
dilakukan dengan menggunakan Peralatan marsh funnel. Viskositas ini
adalah jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter untuk
mengalir keluar dari corong marsh funnel. Bertambahnya viscositas ini
direfleksikan dalam bertambahnya apparent viscosity. Untuk fluida non
newtonian, informasi yang diberikan marsh funnel memberikan suatu
gambaran rheologi fluida yang tidak lengkap sehingga biasanya digunakan
untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi sekarang.
Viscosity plastic seringkali digambarkan sebagai bagian dari
resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik.

22
Yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya
tarik menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebakan oleh
muatan-muatan pada permukaan partikel yang didespersi dalam fasa
fluida.
Gel strength dan yield point merupakan ukuran dari gaya tarik
menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya gel strength merupakan
ukuran gaya tarik menarik yang statik sedangkan yield point merupakan
ukuran gaya tarik menarik yang dinamik.

3.2.1. PENENTUAN HARGA SHEAR STRESS DAN SHEAR RATE


Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan
dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM
motor, harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam
satuan dyne/cm2 dan detik1 agar diperoleh harga viscosity dalam satuan CP
(23 centipoises). Adapun persamaanya adalah sebagai berikut :

= 5.007 x C
= 1.704 x RPM

dimana :
: shear stress, dyne/cm2
: shear rate, detik-1
C : Dial Reading, derajat
RPM : revolution per minute dari rotor

3.2.2. PENENTUAN HARGA VISCOSITAS NYATA (APPARENT


VISCOSITY)
Viscositas nyata a untuk setiap harga shear rate dihitung
berdasarkan hubungan :

23

a x100

(300 xC)
a x100
RPM

3.2.3. PENENTUAN PLASTIC VISKOSITAS DAN YIELD POINT


Untuk menentukan plastic viskositas (p) dan yield point (p) dalam
field unit digunakan persamaan Bingham Plastic sebagai berikut :

600 300
p
600 300

dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam persamaan (5)


didapat :

p = C600 C300
b = C600 p

dimana :
p : Plastic Viscosity, cp
b : yield point Bingham, lb/100 ft
C600 : Dial reading pada 600 RPM, derajat
C600 : Dial reading pada 300 RPM, derajat

3.2.4. PENENTUAN HARGA GEL STRENGTH


Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari
pengukuran dengan Peralatan Fann VG. Simpangan skala penunjuk akibat
digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga
gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft

24
3.3. PERALATAN DAN BAHAN
3.3.1 PERALATAN
Marsh Funnel
Timbangan
Gelas Ukur 500 cc
Fann VG meter
Mud Mixer
Cup Mud Funnel

Gambar 3.2. Fann VG meter

Gambar 3.3. Marsh Funnel

25
Gambar 3.4. Mud Mixer

Gambar 3.5.Timbangan

3.3.2 BAHAN
Bentonite
Air tawar (aquades)
Bahan-bahan pengencer (Thinner)

Gambar 3.6 Aquades

26
Gambar 3.7. Bentonite

Gambar 3.8. Thinner

4.4. PROSEDUR PERCOBAAN


a. Membuat lumpur
Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan lumpur
pada acara 1.
b. Cara Kerja Dengan Marsh Funnel
a) Tutup bagian bawah dari mars funnel dengan jari tangan.
Tuangkan lumpur bor melalui saringan sampai lumpur
menyinggung bagian bawah saringan (1500 cc)
b) Setelah disediakan bejana yang telah tertentu isinya ( 1 quart = 946
ml). Pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga
lumpur mengalir dan ditampung dengan bejana tadi.
c) Catat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana
tertentu isinya tadi.
c. Mengukur Shear Stress dengan fann VG
a) Isi bejana dengan lumpur sampai batas yang telah ditentukan.

27
b) Letakkan bejana pada tempatnya, serta atur kedudukannya
sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup kedalam lumpur
menurut batas yang telah ditentukan.
c) Gerakkan rotor pada posisi High dan tempatkan kecepatan putar
rotor pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan
sehingga kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat
harga yang ditunjukkan skala.
d) Pencatatan harga yang dilakukan oleh skala penunjuk setelah
mencapai keseimbangan dilanjutkan untuk kecepatan 300, 200,
100, 6 dan 3 RPM dengan cara yang sama seperti diatas.

d. Pengukuran gel strength dengan fann VG


a) Setelah selesai mengukur shear stress, aduk lumpur dengan fann
Vg pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.
b) Matikan Fann VG kemudian diamkan lumpur selama 10 detik.
c) Setelah 10 detik gerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM. Baca
simpangan maksimum pada skala penunjuk.
d) Aduk kembali lumpur dengan Fan VG pada kecepatan rotor 600
RPM selama 10 detik. Ulangi kerja diatas untuk gel strength 10
menit (untutk gel strenght 10 menit, lama pendiaman lumpur 10
menit)

28
3.4. DATA DAN HASIL PERCOBAAN
Dari percobaan diperoleh hasil sebagi berikut :

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Viscositas Dan Gel Strength

GS 10 Gs 10
No Komposisi lumpur plastic Yp
relative detik menit
1 LD 52 3.5 21.5 3 10

2 LD + 2 gr dextrid 61 6 24 5 14

3 LD + 2.6 gr dexrtid - 11 27 18 72

4 LD + 3 gr bentonite 50 2 3.4 7 20

5 LD + 9 gr bentonite - 12 50 24 104

3.5. PEMBAHASAN
3.5.1 PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Dextride ditambahkan ke dalam lumpur adalah untuk mengubah sifat
rheologi fluida pemboran terutama lumpur pemboran. Dextrid yang
ditambahkan berfungsi untuk meningkatkan viskositas. Sedangkan
penambahan bentonite (9 gr bentonite) pada lumpur pemboran
menyebabkan peningkatan gel strength, menjadi 24 saat GS 10dtk juga
104 saat GS 10mnt dan penurunan pada viskositas plastic menjadi 12cp
dan yield point menjadi 50.
Harga Gel Strength yang terlalu besar pada penerapannya dilapangan
mengakibatkan susahnya pemisahan antar lumpur pemboran dengan
partikel cutting di surface dan juga dapat menyebapkan terlalu besarnya
tenaga pompa yang digunakan atau susahnya dalam dalam proses
sirkulasi selanjutnya.

3.5.2 PEMBAHASAN SOAL


1. Berikan penjelasan analog antara dextrid dan bentonite jika
berdasarkan table hasil percobaan diatas?

29
Jawab: Dengan penambahan dextrid akan menaikkan viscositas
relative, viscositas plastic, yield point, gel strength, secara
significant , sedangkan dengan penambahan bentonite
menurunkan viscositas relative, viscositas plastic, yield point,
dan menaikkan gel strength.

2. Dengan melihat data, jelaskan maksud penambahan dextrid ke dalam


lumpur dan jelaskan bagaimana additive tersebut dapat melakukan
fungsinya !
Jawab : Dextrid berguna untuk meningkatkan viscositas plastic dan
yield point serta gel strength. Dengan cara menurunkan
tekanan dan temperature lumpur pemboran (Rheology).

3. Dari 2 additive diatas manakah additive yang lebih significany


menaikkan gel strength !
Jawab : Bentonite lebih significant menaikkan gel strength,
berdasarkan data di atas dengan penambahan bentonite, gel
strength pada lumpur dasar 3 menjadi 7.

4. Dari data di atas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar
dari 10 detik , jelaskan !
Jawab: Karena untuk membentuk gel , lumpur memerlukan waktu
dengan penambahan kekerasan yang sebanding dengan
fungsi waktu (Thixotropy). Lumpur dikatakan bagus jika GS
flow fat (nilainya lebih rendah dan relative konstan terhadap
waktu) .

5. Dari suatu percobaan yang dilakukan dalam pembuatan lumpur


dengan barite seberat 4 gram, kemudian itu didapatkan deal reading
pada 600 RPM sebesar 155 dan deal reading pada 300 RPM sebesar

30
130. Hitungalah nilai plastic viscosity dan yield point dari percobaan
tersebut!
Jawab: Deal reading 600 RPM sebesar 155
Deal reading 300RPM sebesar 130
p = C600 C300 b = C600 - p
= 155 130 = 130 - 25
= 25 Cp = 105 lb/100 ft

3.7. KESIMPULAN
1. Dextrid dan bentonite ditambahkan pada percobaan diatas untuk
menaikkan nilai viscositas dan gel strength.
2. Nilai viscositas, yield point dan gel strength lumpur pemboran dapat
dinaikkan dengan ditambahkannya dextrid sedangkan penambahan
bentonite lebih terlihat pada perubahan nilai gel strength lumpur yang
signifikan.
3. Nilai gel strength pada saat 10 menit selalu lebih besar daripada saat
10 detik. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai gel strength
berbanding lurus dengan waktu.
4. Sirkulasi dari lumpur pemboran dapat sulit bila nilai dari gel strength
besar dan juga akan menambah beban dari pompa sirkulasinya dan
juga akan mempersulit pemisahan cutting karena akan sulit dilepas
dari lumpur pemboran
5. Efek dari ditambahkannya thinner agar lumpur pemboran dapat
diencerkan dan lumpur pemboran.dapat dikentalkan dengan
menggunakan thickener.

31
BAB IV
FILTRASI DAN MUD CAKE

4.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Mempelajari pengaruh komposisi lumpur bor terhadap filtration loss
dan mud cake
2. Mengenal dan memahami peralatan-peralatan dan prinsip kerja filter
press
3. Mengetahui volume Filtration Loss dan tebal Mud Cake untuk Static
Filtration.
4. Mengetahui dampak dari filtration loss dan mud cake

4.2 TEORI DASAR


Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan
porous, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang
memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang
hilang kedalam batuan disebut Filtrate. Proses filtasi diatas hanya terjadi
apabila terdapat perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada dasarnya
ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran , yaitu static
filtration dan dynamic filtration. Statik filtration terjaadi jika lumpur
berada dalam keadaan diam dan dyanamic filtration terjadi ketika lumpur
disirkulasikan.
Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa
pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit
pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrat yang terlalu
banyak menyusup ke pori-pori batuan dapat menimbulkan damaged pada
formasi. Peralatan untuk mendiagnosis filtration loss dan mud cake adalah
HPHT (High Pressure High Temperature).

32
Gambar 4.1 HPHT

Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol


maka akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran
maupun evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake
yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangakat dan
diputar, sedangkan filtrat akan menyusup ke formasi dan dapat
menimbulkan damage pada formasi.
Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukaran volume filtration
loss dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang
digunakan adalah APIRP 13 B untuk LPLT (low pressure low
temperature). Lumpur ditempatkan dalam silinder standar yang bagian
dasarnya dilengkapi kertas saring dan diberi tekanan sebesar 100 psi
dengan lama waktu pengukuran 30 menit. Volume filtrat ditampung dalam
gelas ukur dengan cubic centimeter (cc).

Persamaan untuk volume filtrate yang dihasilkan dapat diturunkan


dari persamaan darcy. Persamaannya adalah sebagai berikut :

1
Cc 2
2 k 1
Cm Pt
Vf = A


33
Dimana :
A : Filtration Area
K : Permeabilitas cake
Cc : Volume fraksi solid dalam mud cake
Cm : Volume fraksi solid dalam lumpur
P : Tekanan Filtrasi
T : Waktu filtrasi = viskositas filtrate

Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat baik waktu, kejadian maupun sebab dan
akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara
bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk statik filtration loss adalah
sebagai berikut :

0.5
t2
Q 2 Q1x
t1
Dimana :
Q1 : fluid filtration loss pada waktu t1
Q2 : fluid filtration loss pada waktu t2

Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen


cair. Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori,
komponen Cair dari lumpur akan masuk ke dalam dinding lubang bor. Zat
cair yang masuk ini disebut filtrate. Padatan dari lumpur akan menempel
pada permukaan dinding lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel
ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding lubang, maka cairan yang
masuk ke dalam formasi juga berhenti.

Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan


menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat itu antara lain, sebagai berikut :

34
a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh.
Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah air,
maka ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehinga dinding
lubang cenderung untuk runtuh.
b. Menyalahi interpretasi dari logging.
Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity dari
formasi cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut.
Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat logging adalah
resistivity dari filtrat.
c. Water blocking
Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari
formasi ke dalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur banyak.
d. Differential sticking
Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari
lumpur akan tebal. Diwaktu sirkulasi berhenti ditambah lagi dengan
berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang terbenam
didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan tekanan
hidrostatik yang besar ke dinding lubang.
e. Channeling pada semen.
Di waktu penyemenan, mud cake yang tebal kalau tidak dikikis akan
menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang tidak baik.
Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang umum
adalah standar filtration press, terdiri dari :
1. Mud cup
2. Gelas ukur
3. Tabung sumber tekanan
4. Kertas saringan

Filtrat loss yang besar mempunyai efek buruk terhadap formasi


maupun lumpurnya, karena dapat menyebabkan terjadinya formation
damage (pengurangan permeabilitas efektif minyak/gas) dan lumpur akan

35
kehilangan banyak cairan. Filtrat loss yang besar dalam lumpur dapat
dicegah dengan penambahan :
1. Koloid (bentonite)
2. Starch, CMC Driscose
3. Minyak (buruk terhadap dynamic loss)
4. Q Broxin (baik untuk dinamik maupun statistik loss)

Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan


akibatnya bagi suatu pekerjaan pemboran, maka dapatlah ditemukan cara
untuk mengurangi filtration loss tersebut. Untuk mengurangi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pengaturan komposisi lumpur.
2. Pengaturan tekanan.

Dalam hal pengaturan komposisi lumpur, terjadinya filtration loss


yang besar buruk efeknya terhadap formasi maupun lumpurnya, karena
akan terjadi filtration damage ( pengurangan permaebilitas efektif
minyak/gas ) dan lumpur akan kehilangan cairan. Dalam perubahan ini,
invasi filtrat yang masuk ke dalam formasi produktif dapat menyebabkan
produktivitas sumur tersebut menurun. Untuk itu perlu adanya pengaturan
terhadap laju filtrasi, maka diperlukan membatasi jumlah cairan yang
masuk ke dalam formasi.
Untuk mengurangi filtrasi, juga digunakan zat additive yang biasa
disebut filtrate reducer. Filtrate reducer ini kemudian membentuk ampas
(filter cake) pada lapisan yang porous dan permeable dan ketika droplet air
yang teremulsikan didalam minyak menjadi bulatan yang keras (rigid
sphere), mereka bertindak sebagai padatan dan akan tersaring oleh serat-
serat filter cake sehingga filtrat yang dihasilkan hanya berupa minyak saja.

Terjadinya filter cake pada dinding lubang bor analog dengan


peristiwa osmose dan secara matematis dapat dinyatakan dengan :

36
Tekanan Osmose = (R x T)/V
Dimana :
R = konstanta gas ideal
T = temperatur
V = volume filtrat lumpur yang masuk

4.3 PERALATAN DAN BAHAN


4.3.1 PERALATAN
Filter Press
Mud Mixer
Stop Watch
Gelas ukur 50 cc
Jangka sorong
Filter paper

Gambar 4.2 Filter Paper

Gambar 4.3 Filter Press

37
Gambar 4.4 Gelas Ukur

Gambar 4.5 Jangka Sorong

Gambar 4.6 Mud Mixer

Gambar 4.7 Stopwatch

38
4.3.2 BAHAN
Bentonite
Aquades
PAC-L
Spresen

Gambar 4.8 Aquades

Gambar 4.9 Bentonite

4.4. PROSEDUR PERCOBAAN


1) Pembuatan lumpur :
Buat lumpur standar : 22.5 gr bentonite + 350 cc aquadest. Tambahkan
additive sesuai dengan petunjuk asisten. Aduk selama 20 menit.
2) Persiapkan Peralatan filter press dan segera pasang filter paper serapat
mungkin dan letakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung
fluid filtrat.
3) Tuangkan campuran lumpur kedalam silinder dan segera tutup
rapat.kemudian alirkan udara dengan tekanan 100 psi.

39
4) Segera catat volume filtrat sebagai fungsi dari waktu dengan stop
watch. Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama,
kemudian setiap 5 menit untuk 20 menit selanjutnya. Catat volume
filtrat pada menit ke 7.
5) Hentikan penekanan udara, buang tekanan udara dalam silinder (bleed
off) dan sisa lumpur dalam silinder dituangkan kembali ke dalam
breaker.
6) Tentukan tebal mud cake yang terjadi dan ukur pH nya.

4.5 DATA DAN HASIL PERCOBAAN


Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berkut :

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Filtrasi dan Mud Cake

V7.5 V30 Mud cake


No Komposisi Lumpur V2 (ml) pH
(ml) (ml) (1/32)

1 LD 3.25 6.5 12.8 9.83 1.93


2 LD + 2 gr dextrid 2.3 4.25 8 9.84 1.47
3 LD + 2.6 gr dexrtid 1.8 3.8 8.2 10.2 2.98
4 LD + 9 gr bentonite 4 7.5 11.5 9.81 2.4
5 LD + 1.5 gr quebracho 3.5 7 12.5 8.26 2.1

4.6. PEMBAHASAN
4.6.1. PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Pada percobaan filtrasi dan mud cake, lumpur pemboran
ditambahkan tiga jenis additive yang berbeda yaitu dextrid, bentonite, dan
quebracho.
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa penambahan dextrid
akan meningkatkan nilai pH lumpur pemboran, sedangkan untuk
penambahan quebracho dan bentonite akan menurunkan nilai pH lumpur
pemboran. Dengan demikian untuk meningkatkan atau menurunkan pH

40
lumpur pemboran dapat dipilih dari bahan-bahan tersebut tergantung
kondisi lumpur. Dengan menambahkan dextride sebanyak 2 gram, maka
pH lumpur akan meningkat dari 9,83 menjadi 9,84. Untuk penambahan
dextride sebanyak 2,6 gram maka pH lumpur akan meningkat menjadi
10,2. Sedangkan untuk penambahan bentonite sebanyak 9 gram maka pH
lumpur akan menurun menjadi 9,81, serta untuk penambahan 1,5 gr
quebracho maka pH lumpur akan turun menjadi 8,26.
Dalam operasi pemboran umumnya nilai pH lumpur yang diinginkan
adalah antara 9 sampai 12. Jika pH terlalu rendah maka akan berpotensi
menimbuklan korosi pada peralatan pemboran, sedangkan boila terlalu
tinggi maka akan mengakibatkan timbilnya scale pada peralatan
pemboran.
Dalam operasi pemboran, keberadaan mudcake dibutuhkan namun
dalam batas ketebalan tertentu, dan bila terlalu tebal justru akan
menimbulkan masalah pada pemboran itu sendiri. Mud cake dalam operasi
pemboran dibutuhkan untuk membantu mencegah kerunthan formasi
dengan membentuk lapisan endapan mud pada dinding formasi. Batas
ketebalan yang diinginkan umumnya adalah sampai kurang lebih 1. Jika
terlalu tebal maka dikhawatirkan akan menimbulkan pipe sticking, yaitu
terjepitnya pipa pemboran akibat mud cake yang terlalu tebal.
Dalam hubunganya, dapat ditarik bahwa tebal mud cake adalah
berbanding lurus dengan banyaknya filtrasi yang hilang. Samakin banyak
filtrasi yang hilang ke dalam formasi maka semakin tebal pula mud cake
yang terbentuk.

4.6.2. PEMBAHASAN SOAL


1. Berdasarkan data , jelaskan fungsi dextrid, bentonite, dan quebracho !
Jawab: Penambahan Dextrid dalam lumpur dasar akan
mengakibatkan penurunan volume filtrate baik untuk V2 ,V7,5 ,
dan V30 sedangkan dextrid ini akan menaikkan PH lumpur dan
menaikkan tebal mud cake yang terbentuk dalam lubang.

41
Penambahan Bentonite kedalam lumpur dasar tersebut akan
mengakibatkan kenaikan volume filtrate dan menambah tebal
mud cake, tetapi akan menurunkan harga PH lumpur
pemboran.

Penambahan Quebracho dalam lumpur pemboran maka akan


menaikkan volume filtrate, menaikkan mud cake dan menurunkan PH.

2. Dalam percobaan ini, selain mengukur volume filtrate juga di lakukan


pengukuran PH. Apakah pengaruh PH terhadap kondisi lumpur
pemboran?
Jawab: PH adalah indicator asam atau basanya suatu zat termasuk
lumpur pemboran. Apabila lumpur bersifat asam maka dapat
menyebabkan korosi pada pipa pemboran dan lumpur bersifat
basa akan menyebabkan scale.

3. Apakah mud cake diharapkan pada operasi pemboran?


Jawab: Ya, mud cake yang memiliki ketebalan cukup merupakan
bantalan yang baik untuk drill string. Namun, jika sudah terlalu
tebal dapat membuat rangkaian peralatan pemboran terjepit
dan akan susah untuk diangkat ke permukaan.

4. Bagaimanakah cara mencegah filtrate loss yang terlalu besar?


Jawab: Mencegah filtrate loss yang terlalu besar dengan menjaga
tekanan lumpur / tekanan hidrostatik lumpur jangan sampai
terlalu besar dibandingkan tekanan formasi.

5. Apa yang anda ketahui tentang Carboxy Methyl Cellulose (CMC) ?


(Jelaskan secara singkat) !
Jawab: CMC adalah selulosa derivative dengan kelompok
karboksimetil (CH2COOH) terikat ke beberapa hidroksil dan

42
glukopiranosa monomer yang membentuk selulosa tulang
punggung CMC dalam industri pengeboran minyak digunakan
sebagai bahan lumpur pemboran, salah satu additive pengubah
viscositas dan retensi air.

4.7. KESIMPULAN
1. Volume filtrat dapat dikurangi dengan ditambahkan dextrid, bentonite,
dan quebracho pada lumpur pemboran
2. Semakin besar volume filtrate maka semakin tebal mud cake yang
terbentuk.
3. Pembentukan mud cake yang mempunyai ketebalan relatif dibutuhkan
karena dapat mengurangi filtration loss dan juga dapat menjadi
bantalan bagi drill string.
4. Dampak yang terjadi bila Mud cake yang terbentuk terlalu tebal dapat
menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar.
5. Untuk mengantisipasi Filtration Loss memakai Filtration Control
Agents.

43
BAB V
ANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN

5.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Memahami prinsip prinsip dalam analisa kimia dan penerapannya
dilapangan.
2. Mengetahui metode yang digunakan dalam analisa kimia lumpur
pemboran.
3. Mengetahui Peralatan dan bahan yang di perlukan dalam analisa kimia.
4. Menentukan pH, alkalinitas, kesadahan total dan kandungan ion ion
yang terdapat dalam lumpur.

5.2. TEORI DASAR


Dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran
harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur bor tetap berfungsi dengan
kondisi yang ada.
Perubahan kandungan ion ion tertentu dalam lumpur pemboran
akan berpengaruh terhadap sifat sifat fisik lumpur pemboran, oleh karena
itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan ion
ion tersebut untuk kemudian dilakukan tindakan tindakan yang perlu
dalam penanggulangannya.
Dalam percobaan ini akan dilakukan analisis kimia lumpur bor dan
filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total,
analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion besi serta PH lumpur bor
(dalam hal ini filtratnya ).
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk
bereaksi dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui
konsentrasi hidroksil, bicarbonat dan carbonat. Pengetahuan tentang
konsentrasi ion ion diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan
batu kapur yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus
formasi limestone.

44
Anallisa kandungan ion chlor (CI) diperlukan untuk mengetahui
kontaminasi garam yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran
menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air
formasi.
Air yang mengandung sejumlah besar ion Ca+2dam Mg+2 dikenal
sebagai hard water atau air sadah. Ion ion ini bisa berasal dari lumpur
pada waktu membor formasi gypsum ( CaSO42H2O ).
Analisa kandungan ion besi diperlukan untuk pengontrolan
terjadinya korosi pada peralatan pemboran.
Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur
pemboran adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi dari sample yang diketahui
volumenya dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang diketahui
konsentrasinya. Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan
dengan pengetahuan tentang reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.

Jenis - Jenis Lumpur Pemboran


Penamaan lumpur pemboran berdasarkan bahan dasar
pembuatannya, sehingga jenis lumpur pemboran dapat dikelompokan
sebagai berikut :
1. Water Base Mud
Fresh Water Mud
Salt Water Mud
2. Oil - in Water Emultion Mud
3. Oil Base Mud dan Oil Emultion Mud
4. Gaseous Drilling Fluids
5. Lumpur KCL Polymer

1. Water base mud


Pada lumpur pemboran jenis ini bahan dasar yang digunakan
adalah air, bila airnya berupa air tawar maka disebut fresh water mud
dan apabila airnya berupa air asin disebut salt water mud.

45
a. Fresh Water Mud
Fresh water mud adalah jenis lumpur bor dengan air tawar sebagai
fasa cairnya. Dengan kadar garam yang sangata rendah (kurang dari
10.000 ppm = 1 % berat garam ). Jenis lumpur ini mempunyai
beberapa macam jenis yang digunakan pada kondisi tertentu, antara
lain : Spud Mud, Bentonite Treated Mud, Phospate Treated Mud,
Organic Colloid Treated Mud, Gypsum Treated Mud serta Calsium
Treated Mud lainnya.

b. Salt Water Mud


Salt Water Mud merupaka lumpur pemboran yang mengandung air
garam dengan konsentrasi diatas 10.000 ppm. Biasanya jenis
lumpur ini ditambah organik koloid yang berfungsi untuk
memperkecil filtrate loss dan mempertipis mud cake. Jenis lumpur
ini biasanya digunakan untuk mengebor lapisan garam

Pada umumnya salt water mud dibedakan menjadi :

- Unsaturated Salt Water Mud yaitu lumpur yang fasa cairya


diambil dari air laut yang dapat menimbulkan busa (foaming)
sehingga perlu ditambahkan bahan kimia (defoamer)
- Saturated Salt Water Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya
dijenuhi oleh NaCL untuk mencegah pelarutan garam pada
formasi garam yang ditembus dan dapat digunakan untuk
mengebor lapisan shale.
- Sodium - Sillicate Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya
mengandung sekitar 65 % volume larutan Na - Silicate dan 35
% larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan untuk
digunakan bagi pemboran heaving shale, tetapi jarang digunakan
karena lebih banyak digunakan lumpur Lime Treated Gypsum
Lignosulfonate yang lebih baik, lebih murah dan mudah dikontrol
sifat - sifatnya.

46
2. Oil - in - water emultion muds
Pada lumpur ini minyak merupakan fasa terbesar (emulsi dan air
sebagai fasa kontinyu. Jika pembuatannya baik fltratnya hanya air. Air
yang digunakan dapat fresh water atau salt water. Sifat - sifat fisik yang
dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, voluime filtrat, tebal
mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrat loss
berkurang.
Keuntungan menggunakan oil - in - water - emultion mud yaitu :
bit lebih tahan lama, penetration rate naik, pengurangan korosi
drillstring, perbaikan terhadap sifat - sifat fisik lumpur (viskositas dan
tekanan pompa boleh dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan
mengurangi balling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada
drillstring. Viskositas dan gelstrength lebih mudah dikontrol bila
emulsifiernya juga bertindak sebagai thinner.
Semua minyak (crude) dapatdigunakan, tetapi lebih baik
digunakan minyak minyak refinery (refined oil) yang mempunyai sifat:

- Uncracked (tidak terpecah molekulnya) supaya stabil


- Flash point tinggi untuk mencegah bahaya api.
- Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusak karet -
karet pompa sirkulasi sistem.
- Pour point rendah agar bisa digunakan untuk bermacam - macam
temperatur.
Keuntungan lainnya adalah karena bau dan flouressensinya lain
dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi) sehingga
berguna untuk pengamatan cutting dalam menentukan adanya minyak.
Untukmencegah kerusakan karet -karet dapat digunakan karet sintetis.
Pada umumnya Oil Water Emultion Mud dapat digolongkan
menjadi :

47
a. Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud
Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud yaitu lumpur
yang mengandung NaCL sampai sekitar 60.000 ppm. Lumpur emulsi
ini dibuat dengan menambah emulsifier (pembuat emulsi) ke water
base mud diikuti dengan sejumlah minyak (5 - 25 % volume). Jenis
emulsifier bukan sabun lebih disukai karena dapat digunakan dalam
lumpur yang mengandung Ca tanpa memperkecil emulsifiernya
dalam hal efisiensinya. Emulsifikasi minyak dapat ditambah dengan
agitasi (diaduk). Penambahan minyak dan emulsifier secara periodik.
Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung clay yang tinggi
pengenceran dengan air perlu dilakukan untuk mencegah kenaikan
viskositas. Karena keuntungan dan mudahnya pengontrolan maka
lumpur ini banyak disukai.
b. Salt Water Oil - in - Water Emultion Mud
Lumpur ini mengandung paling sedikit (atau lebih besar
60.000 ppm NaCL dalam fasa cairnya). Emulsifikasi dilakukan
dengan emulsifier agent organik. Lumpur ini umumnya mempunyai
PH dibawah 9 cocok digunakan untuk pemboran lapisan garam.
Keuntunganya adalah : densitynya kecil, filtrate loss sedikit, mud
cake tipis, lubrikasi lebih baik. Foaming bisa dipecahkan dengan
penambahan surface active agent tertentu.

3. Oil base and oil base emultion mud


Oil Base Mud mempunyai fasa kontinyu minyak, kadar air tidak
boleh lebih besar dari 5 %, karena bila lebih besar sifat lumpur menjadi
tidak stabil. Untuk itu diperlukan tangki yang tertutup agar terhindar
dari hujan / embun dan bahaya api. Untuk mengontrol viskositas,
menaikan gelstrength, dan mengurangi efek kontaminasi air serta
mengurangi filtrate loss perlu ditambahkan zat - zat kimia. Lumpur
jenis ini mahal harganya, biasanya digunakan kalau keadaanya
memaksa atau pada completion dan work over sumur. Misalnya

48
melepas drilpipe terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner.
Keuntungannya mud cake tipis dan liat ,pelumas baik.
Oil Base Emultion Mud mempunyai minyak sebagai fasa
kontinyu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya mempunyai faedah
yang sama dengan oil base mud yaitu filtratenya minyak, karena itu
tidak menghidratkan shale / clay yang sensitive. Perbedaan utamanya
dengan oil base mud adalah bahwa air ditambahkan sebagai tambahan
yang berguna (bukan kontaminer). Air yang teremulsi dapat antara 15 -
50 % volume, tergantung density dan temperatur yang dihadapi. Karena
air merupakan bagian dari lumpur maka mengurangi bahaya api, toleran
terhadap air dan pengontrolan flow propertisnya (sifat - sifat aliran)
dapat seperti water base mud.

4. Gaseous drilling fluid


Lumpur pemboran jenis ini jarang sekali dipergunakan, hanya
dipakai untuk daerah - daerah yang sangat sensitif terhadap tekanan
hidrostatik, yaitu daerah yang membutuhkan berat jenis lumpur yang
sangat rendah.
Gaseous Drilling Fluid, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara
maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk
pemboran yang formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran
dimana kemungkinan terjadinya blow out kecil sekali atau dimana loss
circulation merupakan bahaya utama

5. Lumpur KCL polymer

Pengertian Casar Polymer


Polymer berasal dari Poli yang berarti banyak dan berarti unit
molekul. Dapat dikatakan bahwa polymer adalah suatu susunan
rangkaian molekul yang panjang dalam bentuk unit yang berulang. Sifat
fisik polymer yang dapat dilihat dalam suspensi adalah bentuk rantai,
kumpulan rantai dan jenis dari tiap unitnya.

49
Polymer yang dipasarkan terdiri atas polymer yamg tidak larut
dalam air dan yang larut. Untuk polymer yang larut adalah yang sering
dipergunakan dalam operasi pemboran sebagai bahan penstabil sifat -
sifat lumpur. Karena fluida pemboran yang dipergunakan harus dalam
bentuk suspensi, maka semua bahan kimia penstabil harus mempunyai
sifat dispersi.

Jenis polymer yang larut biasa dipakai adalah jenis polielektrolit.


Polielektrolit didefenisikan sebagai suatu jenis molekul besar (poymer)
yang mempunyai gugusan dapat mengion disepanjang rantai. Muatan -
muatan polielektrolit dapat berupa muatan negatif (anionik), positif
(kationik) dan tidak bermuatan (non ionik). Untuk jenis kationik
bersifat menggumpalkan lempung (clay flokulation) dan jenis anionik
akan meningkatkan efektifitas dispersi dari lempung. Sifat
polyelektrolit didalam air adalah terjadinya proses penguraian yang
menghasilkan banyak ion (polyion), karena muatannya saling
berlawanan, maka hal ini akan menyebabkan polielektrolit dapat larut
kedalam air atau sedikitnya suka air (hidrofilik).

Pada umumnya efektifitas dari polymer tergantung dari jumlah


muatan yang dihasilkan karena semakin banyak muatan akan semakin
tinggi kemampuan polymer tersebut.

5.3. PERALATAN DAN BAHAN


5.3.1 PERALATAN
Labu titrasi ukuran 250 dan 100 ml
Buret mikro
Pengaduk
Pipet dan ph paper

50
Gambar 5.1 Buret Mikro

Gambar 5.2 Labu Titrasi 250 ml dan 100 ml

\ Gambar 5.3 Ph Paper

Gambar 5.4 Pipet

51
5.3.2 BAHAN

a) NaHCO3, NaOH, CaCO3, serbuk MgO, Kalium khromat, Bentonite,


Gypsum, Aquadest, Quobracho.
b) Larutan H2SO4 0.02 N, larutan EDTA 0.01 M, larutan AgNO3, larutan
KmnO40.1 N.
c) Indiator EBT, Phenolpthalein, Methyl Jingga, Murexid, HCL
konsentrat, hidrogen periode 3%, larutan indikator besi, larutan buffer
besi.

Gambar 5.5 Aquades

Gambar 5.6 Bentonite

52
5.4. PROSEDUR PERCOBAAN
5.4.1. ANALISA KIMIA ALKALINITAS
Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350 ml aquadest + 22.5 gram bentonite + 0.4 gram NaHCO3 + 0.4 gram
aquadest.
NaOH + 0.2 CaCO3.
1. Ambil 3 ml filtrat tesebut, masukkan kedalam labu titrasi 250 ml,
kemudian tambahkan 20 ml aquadest.
2. Tambahkan 2 tetes indikator phenolphalein dan titrasi dengan H2SO4
standar sampai warna merah tetap merah. Reaksi yang terjadi
OH- + H+ H2O
2
CO3 H HCO3
3. Catat volume pemakaian H 2 SO4 ( P ml )
4. Kemudian pada larutan hasil titrasi, tambahkan 2 tetes indikator
methyl jingga, lanjutkan reaksi dengan H 2 SO4 standar sampai
terbentuk warna jingga tua, Reaksi yang terjadi
5. Catat volume pemakaian H 2 SO4 total ( M ml )
Catatan :
2
- 2P > M menunjukkan adanya gugus ion OH dan CO3

- 2P = M menunjukkan adanya CO saja



- 2P < M menunjukkan adanya CO3 dan HCO3

- P = 0 menunjukkan adanya HCO3 saja

- P = M menunjukkan adanya OH saja

Perhitungan :
1. Total Alkalinity

MxNormalitasH 2 SO4 x1000


= epm total alkalinity
mlFiltrat

53
2
2. CO3 Alkalinity

- Jika ada OH

2 (M P) xNH2 SO4 x1000


Ppm CO 3 = xBMCO32
mlFiltrat

- Jika tidak ada OH

2 ( P) xNH2 SO4 x1000


Ppm CO 3 = xBMCO32
mlFiltrat

3. OH Alkalinity :

(2 P M ) xNH2 SO4 x1000


Ppm OH = xBMOH
mlFiltrat


4. HCO3 Alkalinity :

(M 2P) xNH2 SO4 x1000


Ppm HCO3 = xBMHCO33
mlFiltrat

5.4.2. ANALISA KESADAHAN TOTAL


Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350 ml Aquadest + 22.5 gram bentonite + 6 ml larutan Ca 2 + 6 ml
2
larutan Mg
1) Ambil 3 ml filtrat lumpur tersebut masukkan kedalam labu filtrasi 250
ml.
2) Tambahkan dengan 25 ml aquadest, 5 ml larutan buffer pH 10.
3) Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru tua.

54
4) Catat volume pemakaian EDTA reaksi yang terjadi :

Ca 2 H 2Y 2 CaY 2 2 H

Mg 2 H 2Y 2 MgY 2 2H

Perhitungan :
Kesadahan total :

mlEDTAxMEDTAx1000
epm(Ca 2 Mg 2 )
mlFiltrat

5.4.3. MENENTUKAN KESADAHAN MG2+ DAN CA2+


1) Ambil 3 ml filtrat lumpur diatas, masukkan ke dalam labu titrasi 250
ml.
2) Tambahkan 25 ml aquadest, 1 ml NaOH 10 N dan 50 mg murexid
dalam NaCl.
3) Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru.
4) Catat volome pemakaian EDTA
Reaksi yang terjadi :

Ca 2 H 2Y 2 CaY 2 2H

Kesadahan Ca 2 ,

mlEDTAxMEDTAx1000
epm Ca 2 =
mlFiltrat

ppm Ca 2 = epm Ca 2 XBA Ca


Kesadahan Mg 2 , ppm Mg 2 =
2 2
( epm ( Ca Mg ) epm ca 2 ) xBA Mg

55
5.4.4. MENENTUKAN KANDUNGAN CHLORIDA
Buat lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350 ml aquades + 22.5 gr bentonite + 0.4 ml NaCl
1) Ambil 2 ml filtrat lumpur tersebut, masukkan kedalam labu titrasi 250
ml.
2) Tambahkan 25 ml aquades, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes larutan
K 2 CrO4 .

3) Titrasi dengan AgNO3 estndar sampai terbentuk warna endapan


jingga.

4) Catat volume pemakaian AgNO3 .

Reaksi yang terjadi :

Cl Ag AgCl (s) ( putih )

CrO4 Ag Ag 2 CrO4 (s) ( merah )

Perhitungan ppm Cl- :

mlAgNO3 xMAgNOx1000
epm Cl 1 = xBACl 1
mlFiltrat

5.4.5. MENENTUKAN KANDUNGAN ION BESI ( METODE 1 )


Buat filtrat lumpur bor dari campuran sebagi berikut :
350 ml aquadest + 22.5 gram bentonite + 0.1 gram Quebracho
1) Tuang 5 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia kemudian tambahkan
1 tetes sampai 2 tetes HCl konsentrat.
2) Tambahkan 0.5 ml larutan Hidrogen Peroxyde, sampai didapat warna
kuning muda ( end point ).
3) Tambahkan 1 ml larutan indikator besi. Timbulnya warna ungu
menunjukkan adanya ion besi dalam filtrat lumpur.

56
4) Tambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Ukur harga pHnya. Jika terlalu
banyak larutan buffer yang ditambahkan maka akan timbul endapan
bewarna kecoklatan. Tambahkan satu tetes atau lebih HCl konsentrat
sampai endapan hilang.
5) Titrasi dengan KmnO4 0.1 N seperti langkah 2 ( kuning muda )

5.4.6. PENENTUAN KANDUNGAN BESI ( METODE 2 )


Buat filtrat bor dari campuran sebagai berikut :
350 ml aquadest + 22.5 ml bentonite + 0.1 garm quabracho
1) Tuangkan 10 ml filtrate Lumpur ke dalam gelas kimia dengan teliti lalu
asamkan dengan beberapa tetes HCl pekat.
2) Tambahkan larutan SnCl 2 setetes demi setetes sampai warna kuning

dari ion Fe 2 . Tambahkan satu tetes SnCl 2 berlebih setelah terjadi


perubahan warna tadi.
3) Tambahkan 20 ml larutan jenuh HgCl 2 , semuanya sekaligus ( harus
terbentuk endapan yang berwarna putih murni ).
4) Goyang goyang sedikit supaya zat zatnya tercampur kemudian
diamkan selama 2 menit.
5) Tambahkan 200 ml air, 6 tetes indikator diphenylamine, dan 5 ml
H 3 PO4 pekat. Lalu titrasikan dengan larutan K 2 Cr2 O7 0.1 N sampai
timbul pertama kali warna coklat atau ungu.

57
5.5. DATA DAN HASIL PERCOBAAN
Dari percobaan di peroleh hasil sebagi berikut :
Tabel 5.1 Hasil Percobaan Analisa Kimia Lumpur Bor

Percobaan Hasil Percobaan


Vol Filtrat = 3 ml
N H2SO4 = 0.02 N
Alkalinitas
Vol H2SO4 P = 0.05 ml
M = 3.4 ml
Vol filtrate = 3 ml
Kesadahan total M EDTA = 0.02 M
Vol EDTA = 0.05 ml
Vol filtrate = 3 ml
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+ M EDTA = 0.01 M
Vol EDTA = 8 ml
Vol filtrate = 3 ml
Kandungan klorida N AgNO3 = 0.02 N
Vol AgNO3 = 1 ml
Vol filtrate = 5 ml
Kandungan Ion Besi (I) N KmnO4 = 0.01 N
Vol KmnO4 = 7 ml
Vol filtrate = 10 ml
Kandungan Ion Besi (II) N K2Cr2O7 = 0.01 N
Vol K2Cr2O7 = 10 ml

Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Analisa Kimia Lumpur Bor

Percobaan Hasil Perhitungan


Alkalinitas 22.67 ppm
Kesadahan total 0.33 ppm
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+ 1066.68 ppm dan 640.08 ppm
Kandungan klorida 236.67 ppm
Kandungan Ion Besi (I) 781.9 ppm
Kandungan Ion Besi (II) 558.5 ppm

58
5.6. PEMBAHASAN
5.6.1. PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Datadata yang perlu diketahui meliputi tingkat alkalinitas,
kesadahan total, kandungan ion Cl, ion Ca, ion Fe, serta pH lumpur bor.
Dalam hal ini yang dianalisa hanyalah filtrat lumpurnya, dengan demikian
kita dapat menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan
konsentrasi zat additive tertentu.
Berdasarkan data di atas didapatkan harga Total Alkalinitas sebesar
22.67 ppm,Kesadahan Total sebesar 0.33 ppm, Kesadahan kalsium
1066.68 ppm dan magnesium 640.08 ppm, Konsetrasi ion klorida sebesar
236.67 ppm, konsentrasi ion besi pada metode I, yaitu . .
Sedangkan pada metode II, kosentrasi ion besi yaitu . .

5.6.2. PEMBAHASAN SOAL


1. Dari data diatas, tentukan :
a) Total Alkalinitas

= 22,667 epm
b) Kesadahan total

= 0,333 epm

c) Kesadahan Ca2+ dan Mg2+

epm Ca2+ =

= 26,667 epm

59
ppm Ca2+ = epm Ca2+ x BA Ca
= 26,667 epm x 24,31
= 648,2747 ppm

epm Mg2+ =

= 26,667 epm

Ppm Mg2+ = {epm (Ca2+ + Mg2+) epm Ca } x BA Mg


= {(26,667 epm + 26,667 epm) 26,667} x 24,31
= 26,667 epm x 24,31
= 648,2747 ppm

d) Konsentrasi klorida

= 236,667 ppm

e) Konsentrasi Ion Besi (I)

BA.Fe+

= 781,9 ppm

60
f) Konsentrasi Ion Besi (I)

= 558,5 ppm

2. Apa yang dimaksud dengan volume EDTA ?


Jawab: EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic) merupakan volume
standar yang diketahui dan yang digunakan sebagai
pembanding untuk titrasi.

3. Jelaskan masing-masing kegunaan alkalinitas, kesadahan, kandungan


ion klor, dan ion besi serta analisa kegunaan lumpur pemboran secara
umum !
Jawab:
Manfaat Penentuan Alkalinitas
Untuk mengetahui besar konsentrasi hidroksil, bicarbonate
dan carbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion-ion
diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur
yang masuk kesistem lumpur pada waktu pemboran
menembus formasi limestone.

Manfaat Penentuan Kesadahan


Untuk mengetahui besarnya kandungan ion Ca2+ dan Mg2+
pada air, dimana ion-ion tersebut bisa berasal dari lumpur
pemboran pada waktu pemboran menembus formasi gypsum.

61
Manfaat Penentuan Kandungan Ion Klorida
Untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk kesistem
lumpur pada waktu pemboran menembus formasi garam
ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air formasi.

Manfaat Penentuan Kandungan Ion Besi


Untuk mengontrol terjadinya korosi pada peralatan
pemboran.

Manfaat Penentuan Analisa Kimia Lumpur Pemboran


Digunakan untuk mengontrol kandungan ion tertentu dalam
lumpur pemboran yang berpengaruh terhadap sifat fisik
lumpur pemboran dan kemudian dilakukan tindakan.
Tindakan yang perlu dalam penanggulangannya.

5.7. KESIMPULAN
1. Kontaminasi garam pada lumpur pemboran dapat diketahui dengan
metode analisa kandungan ion chlor
2. Diketahuinya sumber alkalinitas, maka dapat diketahui sifat sifat
kimia lumpur bor tersebut.
3. Metode utama dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah Titrasi
yaitu larutan sampel dibandingkan dengan larutan yang telah diketahui
konsentrasinya (larutan standart)
4. Perubahan ion-ion tertentu pada lumpur pemboran serta tindak
lanjutnya dalam pengontrolan ion-ion dapat diketahui dengan analisa
lumpur pemboran.
5. Semakin cepatnya terjadi korosif pada drill string diakibatkan oleh
kandungan ion besi yang tinggi.

62
BAB VI
KONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN

6.1 TUJUAN LAPORAN


1. Mempelajari sifat-sifat fisik lumpur akibat kontaminasi garam, gypsum
dan semen.
2. Mengetahui kontaminasi yang terjadi pada lumpur pemboran.
3. Mengontrol sifat fisik lumpur akibat kontaminasi.
4. Memahami cara menanggulangi kontaminasi lumpur.

6.2 TEORI DASAR


Sejak digunakannya teknik rotary drilling dalam operasi pemboran
dilapangan minyak, lumpur pemboran menjadi faktor penting. Bahkan
lumpur pemboran menjadi salah satu pertimbangan dalam
mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh sebab itu mutlaklah untuk
memelihara atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur pemboran agar sesuai
dengan yang diinginkan.
Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran adalah
adanya material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk
kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi
yang sering terjadi adalah sebagai berikut :

1. Kontaminasi sodium clorida


Kontaminasi ini sering terjadi saat pemboran menembus kubah
garam (salt dome), lapisan garam, lapisan batuan yang mengandung
konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat air formasi yang berkadar
garam tinggi dan masuk kedalam sistem lumpur. Akibat adanya
kontaminasi ini, akan meengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti
viscosity, yield point, gel strength dan filtration loss. Kadang-kadang
penurunan pH dapat pula terjadi dengan garam pada sistem lumpur.

63
2. Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk kedalam lumpur pada saat pemboran
menembus formasi gypsum, lapisan gypsum yang terdapat pada formasi
shale dan limestone. Akibat adanya gypsum dalam jumlah yang cukup
banyak dalam lumpur pemboran, maka akan merubah sifat-sifat fisik
lumpur tersebut seperti viscosity plastic, yield point, gel strength dan fluid
loss.

3. Kontaminasi semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemanan yang
kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing,
float collar, dan casing shoe, kontaminasi semen akan mengubah viscosity
plastic, yield point, gel strength, fluid loss dan pH lumpur.

Selain dari ketiga kontaminasi diatas, bentuk kontaminasi lain yang


dapat terjadi selama operasi pemboran adalah :
a. Kontaminasi Hard water, atau kontaminasi oleh air yang
mengandung ion calsium dan magnesium yang cukup tinggi.
b. Kontaminasi carbon Dioxide
c. Kontaminasi Hydrogen Sulfida
d. Kontaminasi Oxygen
Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat fisik lumpur
akibat kontamnasi yang sering terjadi sekaligus cara penaggulangannya.

Sebab-Sebab Problem Shale


Penyebab problem shale dapat dikelompokkan berdasarkan tinjauan
dari segi lumpur maupun dari segi drilling praktis ataupun mekanis.
Dari segi lumpur telah dijelaskan bahwa hydratable, dispersible dan
brittle terjadi karena adanya sifat reaktif shale terhadap air. Instabilitas
tersebut dapat dicegah dengan menjaga agar air pada fluida pemboran
tersebut tidak bersentuhan dengan shale. Clay sewaktu bersentuhan

64
dengan air akan membentuk muatan negatif yang kuat pada permukaan
platenya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya swelling clay sehingga
terjadi perubahan sifat-sifat lumpur secara tiba-tiba yang dapat
mengganggu jalannya operasi pemboran.

Beberapa penyebab secara meknis, antara lain :


- Erosi, karena kecepatan lumpur annulus yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan gesekan dengan dinding formasi (sumur) yang terlalu
kuat yangdapat menyebabkan runtuhnya dinding lumpur lubang
pemboran.
- Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang pemboran, hal ini juga dapat
menyebabkan dinding lubang pemboran yang getas dan rentan akan
runtuh karena seringnya rangkaian pipa bor menggesek lubang
pemboran.
- Adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan (swabbing) pada
saat keluar masuknya rangkaian pipa bor dapat menyebabkan terjadinya
sloughing karena adanya perbedaan tekanan secara tiba-tiba saat
dilakukan penekanan dan penarikan rangkaian pipa bor.
- Tekanan batuan formasi, hal ini berhubungan dengan tekanan abnormal
dimana tekanan hidrostatis lumpur pemboran lebih kecil dari tekanan
formasi.
- Air filtrat atau lumpur yang masuk ke dalam pori-pori formasi batuan
menyebabkan batuan mengembang dan terjadi swelling yang akan
melemahkan ikatan antar batuan dimana akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya sloughing.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang pemboran


dan shale problem berkaitan erat dengan dua masalah pokok, yaitu adanya
tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air filtrat.

65
Gejala-gejala umum yang terlihat jika sedang terjadi shale problem
antara lain :
- Serbuk bor bertambah banyak
- Lumpur menjadi lebih kental
- Air filtrat bertambah besar
- Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang pemboran
- Torsi bertambah besar
- Bit balling

Usaha-usaha untuk menanggulangi shale problem antara lain :


- Pemakaian lumpur secara tepat, artinya densitas lumpur cukup untuk
menahan tekanan formasi, pH sesuai dengan jenis lumpur, semisal
untuk lumpur PHPA pH ideal sekitar 8,5 dan untuk CLS pH antara 10
11, filtrasi rendah.
- Mengurangi kecepatan aliran lumpur pada annulus.
- Diusahakan pipa bor benar-benar dalam keadaan tegang
- Mengurangi kemiringan lubang pemboran
- Menghindari swabbing maupun pressure surge pada saat keluar
masuknya pahat.

Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat lumpur akibat


kontaminasi yang sering terjadi sekaligus cara penanggulangannya.

6.3 PERALATAN DAN BAHAN


6.3.1 PERALATAN
Fann VG Mud Mixer
Baroid Wall building Stop Watch
TesterNeraca Titration Disk
pH indicator Jangka Sorong
Komprsesor Filter Trap
Gelas Ukur

66
Gambar 6.1 Baroid Wall Building Tester

Gambar 6.2 Fann VG

Gambar 6.3 Filter Paper

Gambar 6.4 Gelas UKur

67
Gambar 6.5 Jangka Sorong

Gambar 6.6 Kompressor

Gambar 6.7 Mud Mixer

Gambar 6.8 Neraca

68
Gambar 6.9 PH Indikator

Gambar 6. 10 Stopwatch

Gambar 6.11 Titration disk

6.3.2 BAHAN
Aquades Caustic Soda
Bentonite Edta Standar
Nacl Murexid
Gypsum Asam Sulfat
Semen Indikator Phenolphtalin
Soda Ash indikator Methyl Jingga
Monosodium Phosphate

69
Gambar 6.12 Asam Sulfat

Gambar 6.13 Aquades

Gambar 6.14 Bentonite

Gambar6.15 CausticSoda

70
Gambar 6.16 EDTA Standar

Gambar 6.17 Gypsum

Gambar 6.18 Indikator EBT

Gambar 6.19 Indikator methyl Jingga

71
Gambar 6.20 Indikator Phenolphatelin

Gambar 6.21 larutan Buffer pH 10

Gambar 6.22 Monosodium Phospate

Gambar 6.23 Murexi

72
6.4. PROSEDUR PERCOBAAN
6.4.1. KONTAMINASI NACL
a) Buat lumpur standar :
22.5 gr bentonite + 350 cc aquades, ukur pH, viscositas, gel strength,
fluid loss dan ketebalan Mud cake.
b) Tambahkan NaCl sebanyak 1 gr kedalam lumpur standar. Ukur pH,
Viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan Mud cake.
c) Lakukan langkah b dengan penambahan NaCl masing-masing 3.5 gr,
7.5 gr dan 17.5 gr. Ukur pH, Viscosity, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.
d) Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 7.5 gr
NaCl + 0.5 gr NaOH. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.
e) Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr NaOH. Ukur pH,
viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

6.4.2. KONTAMINASI GYPSUM


a) Buat lumpur standar : Ukur pH, Viscositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan Mud cake.
b) Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225 gr
Gypsum. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan
mud cake.
c) Lakukan langkah b dengan penambahan gypsum masing-masing 0.5
gr, 1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viscosity, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.
d) Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr
Gypsum + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viscositas, gel
strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
e) Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr soda ash.

73
6.4.3. KONTAMINASI SEMEN
a) Buat lumpur standar : Ukur pH, Viscositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan Mud cake.
b) Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225 gr
semen. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud
cake.
c) Lakukan langkah b dengan penambahan semen masing-masing 0.5 gr,
1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viscosity, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.
d) Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr
semen + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viscositas, gel
strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
e) Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr Monosodium Phosphate.

6.5. DATA DAN HASIL PERCOBAAN


Dari percobaan di peroleh hasil sebagi berikut :

Tabel 6.1 Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran

Dial reading Gel Strength Filtration Loss


Komposisi lumpur
600 300 10 10 0 7.5 20 25 30
LD 16 9 4 32 1 5 9.5 11 13
LD + 7.5 gr NaCl 43 40 21 25 5 17 25 27 30
LD + 17.5 gr NaCl 19 15.5 8 9 4.5 20 24 28 30
LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 NaOH 90 91 25 26 1.8 14 34 37 41
LD + 0.9 gr Gypsum 77 70 73 120 2 9 15 17 18
LD + 1.5 gr Gypsum 35 30 21 25 3.6 15 26 30 32
LD + 15 gr Gypsum + soda
75 67 82 92 2 8 16 18 20
ash
LD + 1 gr semen 156 150 162 210 2 9.6 18 20 22
LD + 1.5 gr semen 224 207 30 178 1 8 16 18 19
LD + 1.5 gr semen +
46 29 71 73 2 8 17 17 18
NH(H2PO4)

74
Tabel 6.2 Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran

Volume H2 Volume EDTA


Tebal mud (mm)
Komposisi Lumpur SO4 (ml)
1 2 3
LD 1.1 1.7 1.7
LD + 7.5 gr NaCl 4 3.9 4.2
LD + 17.5 gr NaCl 4 3.9 4.2
LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 NaOH 4.4 4.6 4.6
LD + 0.9 gr Gypsum 1.5 1.5 1.5 0.6
LD + 1.5 gr Gypsum 3.6 3.7 4 1
LD + 15 gr Gypsum + soda
2.8 2.9 2.5 5.3 1.1
ash
LD + 1 gr semen 3 3.1 3 1
LD + 1.5 gr semen 3.3 3.4 3.5 0.6
LD + 1.5 gr semen +
2.8 3 3 0.4
NH(H2PO4)

Jika lumpur pemboran yang digunakan pada sumur X


mendapatkan masalah akibat adanya kontaminasi garam gypsum atau
semen. Analisa laboratorium menunjukkan hasil seperti tersaji pada tabel
diatas.

6.6. PEMBAHASAN
6.6.1. PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Kontaminasi- kontaminasi pada lumpur pemboran dapat
mempengaruhi sifat fisik lumpur pemboran tersebut.
Pada percobaan ini parameter-parameter yang berubah antara lain
viscositas, gel strength, dan ketebalan mud cake. Yang dimaksud dengan
kontaminan yaitu material-material yang tidak diinginkan yang masuk ke
dalam lumpur pemboran saat pemboran berlangsung. Kontaminan tersebut
dapat berupa NaCl, Gypsum, Semen, dan lain-lain.
Berdasarkan data percobaan diatas, terjadi perubahan nilai gel
strength saat terjadi kontaminasi NaCl.

75
Grafik 6.1. Perubahan Nilai Gel Strength terhadap NaCl

41

32 30
25 26

13

4.2 4.6
1.7
Lumpur dasar LD + 7,5 gr NaCl LD + 7,5 gr NaCl + 0.5
NaOH

Gel strength 10'' Filtration loss V30 mud cake percobaan ke-3

Apabila diagram di atas diamati dapat terlihat jelas bahwa terjadi


perubahan nilai gel strength saat terjadi kontaminasi NaCl yaitu nilai gel
strength menjadi lebih kecil sehingga ditambagkan NaOH untuk
menaikkan kembali nilai gel strength. Pada volume filtrat juga terjadi
perubahan yaitu semakin banyak sehingga tebal mud cake juga bertambah
dan saat ditambahkan NaOH, volume filtrat dan tebal mud cake tidak
semakin kecil tapi semakin besar.
Dalam keadaan di lapangan, perubahan tebal mud cake menjadi
suatu masalah. Apabila mud cake terlalu tebal maka akan menyebabkan
pipa terjepit.
Kontaminasi NaCl juga dapat mempengaruhi viscositas dan gel
strength lumpur. Dalam aplikasinya di lapangan apabila nilai dari Gel
Strength terlalu besar dapat mempersulit sirkulasi lumpur pemboran, juga
akan menambah beban pompa sirkulasinya serta mempersulit pemisahan
cutting.

76
Grafik 6.2. Kontaminasi Gypsum

120

92

32 32
18
13
1.7 1.5 2.5
Lumpur dasar LD + 0,9 gr gypsum LD + 0,9 gr gypsum + soda
ash

Gel strength 10'' Filtration loss V30 mud cake percobaan ke-3

Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwa saat terjadi


kontaminasi gypsum, nilai gel strength, filtration loss dan mud cake
semakin besar. Kemudian ditambahkan soda ash dan terlihat bahwa nilai
gel strength menjadi semakin kecil namun volume filtrat semakin besar
sehingga mud cake semakin tebal.

Diagram 6.3 Kontaminasi Semen

200

150

100

50

0
Lumpur dasar LD + 1,5 gr semen LD + 1,5 gr semen +
NH(H2PO4)

Gel strength 10'' Filtration loss V30 mud cake percobaan ke-3

Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwa saat terjadi


kontaminasi semen, nilai gel strength, filtration loss dan mud cake
semakin besar. Kemudian ditambahkan NH(H2PO4) dan terlihat bahwa

77
nilai gel strength menjadi semakin kecil. Selain itu, penambahan
NH(H2PO4) juga menyebabkan volume filtrat semakin kecil setelah
terjadinya kontaminasi dan mud cake semakin kecil pula.
Dalam pemboran, kontaminasi gypsum dan semen dapat
menyebabkan perubahan dari sifat-sifat fisik lumpur pemboran yaitu
viscositas plastic, gel strength, filtration loss dan pembentukan mud cake
sehingga perlu ditambahkan additive untuk menanggulangi masalah
kontaminasi tersebut.

6.6.2. PEMBAHASAN SOAL


1. Apa yang saudara dapat simpulkan tentang perubahan sifat fisik
lumpur setelah terkontaminasi?
Jawab: Perubahan sifat fisik lumpur dipengaruhi adanya material-
material yang tidak sesuai / tidak diinginkan masuk kedalam
lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan, biasanya
terjadi pada saat pemboran menembus lapisan gypsum dan
juga karena operasi penyemenan yang kurang sempurna.

2. Jika tidak di tanggulangin apa yang terjadi dengan pemboran sumur


X selanjutnya?
Jawab: Jika tidak ditanggulangin yang terjadi dengan pemboran
sumur X selanjutnya adalah adanya kandungan gypsum
dalam jumlah besar di dalam lumpur pemboran. Maka akan
berubah sifat-sifat fisik lumpur seperti viscositas plastic,
yield point, gel strength, dan filtration loss.

78
3. Jika ingin menanggulangin setiap jenis kontaminan, langkah apa yang
saudara lakukan ! (Analisa untuk masing-masing kontaminan)
Jawab:
Kontaminasi Gypsum : Penambahan soda ash agar mud
cake menjadi lebih tipis sehingga akan menjadi lebih tipis
dan menjadi bantalan bagi pipa pemboran.
Kontaminasi Sodium Klorida : Dengan sifat water atau oil
base mud
Kontaminasi Hard Water : Filtrasi pada saat lumpur di
sirkulasikan.
Kontaminasi CO2 : yaitu dengan menggunakan CO2
breaker.

4. Jika perlu ditambahkan bahan-bahan additive. Sebutkan dan jelaskan


macam bahan additive tersebut dan berikan contohnya!
Jawab:
a. Extander
Merupakan additive yang digunakan untuk membuat
volume slurry menjadi lebih banyak untuk setiap sak semen,
karena diperlukannya penambahan air dengan tujuan untuk
mengurangi density. Contoh : bentonite , pozzolan.

b. Retarder
Merupakan additive yang digunakan untuk memperpanjang
waktu pemompaan , misalnya untuk zona-zona yang
temperaturnya besar, karena temperature mempercepat
reaksi kimia antara semen dan air hingga thickening time
lebih singkat. Retarder juga digunakan untuk semen-semen
yang diberi tambahan additive bersifat menghisap air agar
thickening time tidak berkurang karena penambahan
additive.

79
c. Acceleration
Merupakan additive yang ditambahkan dengan tujuan
mempercepat thickening time. Biasanya additive ini
digunakan pada pemboran untuk sumur dengan temperature
rendah dan dangkal. Contoh: CaCl2 , NaCl pada konsentrasi
rendah, campuran garam chlorite dan densified cement.

d. Low Filtration Additive


Merupakan additive yang digunakan untuk mengontrol
pengendapan padatan bila ada perbedaan tekanan yang
besar antara slurry dan zona yang mempunyai permeabilitas
tinggi, karena air pada slurry akan meresap masuk kedalam
zona tersebut. Hal ini dapat menyebabkan slurry mengalami
premature dehydration. Contoh: Bentonite dan CMHEC.

e. Loss Circulation Additive


Merupakan additive yang di tambahkan untuk mengatasi
masalah loss circulation. Material ini bisa berupa wood
fiber, raw cattong yang nantinya di gunakan untuk menutup
rekahan atau fracturing pada zona loss.

f. Pemberat
Merupakan additive yang ditambahkan untuk penyemenan
pada sumur-sumur dengan formasi bertekanan tinggi yang
mepunyai densitas semen. Contoh: Barite, Ilmenite

5. Apakah tujuan dari ditambahkannya soda ash pada komposisi lumpur


dasar dan gypsum?
Jawab: Untuk menipiskan mud cake, menambah volume H2SO4,
volume EDTA, menaikkan gel strength dan menuunkan
filtration loss.

80
6. Apakah NH (H2PO4) itu? Jelaskan maksud dari penambahan NH
(H2PO4) tersebut pada komposisi lumpur dan semen !
Jawab: NH (H2PO4) adalah monosodium phospat yang merupakan
additive yang ditambahkan pada lumpur sebagai cara
penanggulangannya lumpur yang berkontaminasi semen.

7. Jelaskan terjadinya Kontaminasi Oksigen dan CO2 ?


Jawab: - Kontaminasi Oksigen terjadi karena pemboran menembus
formasi yang mengandung oksigen. Akibatnya akan
menyebabkan korosi pada peralatan pemboran.
Penanggulangannya dengan menggunakan O2 breaker.

- Kontaminasi CO2 disebabkan karena pemboran menembus


lapisan yang mengandung CO2. Akibatnya akan terjadi
korosi pada peralatan pemboran. Penanggulangannya yaitu
dengan menggunakan CO2 breaker.

8. Jelaskan pengaruh fisik lumpur terhadap perunbahan :


a. PH
b. Kesadahan
c. Alkalinitas
Jawab:
a. PH
Penurunan PH dapat menyebabkan gangguan pada sifat fisik lumpur
dimana jika PH kurang dari 7 (cenderung asam) maka akan
menyebabkan korosi pada peralatan pemboran.
b. Kesadahan
Jika pemboran menembus formasi yang banyak mengandung Ca2+ dan
Mg2+ sehingga dapat menyebabkan berubahnya sifat-sifat lumpur
pemboran.

81
c. Alkalinitas
Jika lumpur sumbernya berasal hanya dar OH- menunjukan lumpur
tersebut stabil dan kondisinya baik. Jika sumbernya berasal dari CO23-
maka lumpur tidak stabil tapi masih bisa dikontrol. Jika lumpur
mengandung HCO3- maka kondisi lumpur tersebut sangat jelek.

6.7. KESIMPULAN
1. Jenis kontaminasi yang sering terjadi ialah kontaminasi Sodium
Chllorida, Gypsum,Semen, Hard Water, CO2, O2, dan H2S.
2. Dial reading 600 rpm pada table data hasil percobaan maksudnya
adalah pembacaan skala penyimpangan maksimum pada FV setelah
mencapai keseimbangan pada kecepatan 600 rpm.
Dial reading 300 rpm pada table data hasil percobaan maksudnya
adalah pembacaan skala penyimpangan maksimum pada FV setelah
keseimbangan pada kecepatan 300 rpm.
3. Gel strength pada 10 menit selalu lebih besar dari gel strength 10 detik
karena gel strength dihasilkan karena adanya gaya tarik menarik
pada plat clay sehingga seiring bertambahnya waktu akan semakin
meningkatkan gel strength
4. perubahan terhadap rheology lumpur, pH, viscositas plastic, gel
strength, filtration loss, dan tebal mud cake dapat disebabkan oleh
Kontaminasi lumpur pemboran.
5. kontaminasi Lumpur pemboran dapat ditanggulangi dengan melakukan
zat additive ditambahkan ke dalam lumpur pemboran, seperti Soda
Ash, NaOH, dan Monosodium Phosphate (NH(H2PO4)

82
BAB VII
PENGUKURAN HARGA MBT
( METHYLENE BLUE TEST )

7.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Untuk menentukan kemampuan clay dalam mengikat kation dari suatu
larutan.
2. Menentukan harga CEC (Cation Exchange Capacity) atau KTK
(kapasiats tukar kation).
3. Mengetahui mineral mineral clay dan kapasitas tukar kationnya.
4. Mengetahui kegunaan Methylene Blue Test pada lumpur pemboran.

7.2 TEORI DASAR


Shale adalah batuan sedimen yang terjadi dari endapan-endapan
lempung (clay). Pengembangan mineral clay sebagai akibat terjadinya
invasi fasa cair dari Lumpur ke dalam formasi yang mengandung clay
reaktif terhadap air.
Lempung (clay) merupakan batuan sedimen klastik yang berasal dari
pelapukan batuan beku atau metamorf. Ukuran clay lebih kecil 1/256 mm
menurut skala Wentworth. Mineral calay merupakan campuran matrix dan
semen, serta kadang-kadang mendominasi batuan sebagai batu lempung
(clay stone).
Sifat kimia mineral clay yang paling penting adalah kemampuan
penyerapan anion dan kation tertentu yang kemudian merubahnya ke lain
anion dan kation dengan pereaksi suatu ion di dalam air (Ionic Exchange
Capacity). Reaksi pertukaran tejadi disekitar sisi luar dari unit struktur
silica alumina.
Seperti kebanyakan metode pengukuran kation, tes dengan
menggunakan methylene blue digunakan untuk mengukur total kapasitas
pertukaran kation dalm suatu sistem clay, dimana pertukaran kation

83
tersebut tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH larutan, jenis
kation yang diperlukan dan konsentrasi kandungan mineral yang terdapat
didalam clay.
Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan
ikatan-ikatan ion-ion berikut ini :
Li+<Na+<H+<K+<NH4+Mg2+<Ca2+<Al3+
Harga pertukaran kation yang paling besar dimilki oleh mineral
allogenic (pecahan batuan induk). Sedangkan yang paling kecil dimiliki
oleh mineral authogenic (proses kimiawi). Kapasitas tukar kation dari
beberapa jenis mineral clay dapa dilihat dari tabel 7.1.
Sedangkan laju reaksi pergantian kation tergantung pada jenis kation
yang dipertukarkan dan jenis serta kadar mineral clay (konsentrasi ion).
Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki kapasitas
tukar kation adalah :
a) Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silika alumina, akan
menimbulkan muatan yang tidak seimbang sehingga agar seimbang
kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerapan kation.
b) Adanya subtitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal untuk silika
equivalen serta ion-ion bervalensi terutama magnesium didalam
struktur tetrahedral.
c) Penggantian hydrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang
muncul oleh kation-kation yang dapat ditukar-tukarkan
(exchangeable). Untuk fakta ini masih disangsikan kemungkinannya
karena tidak mungkin terjadi pertukaran hidrogen secara normal.

84
Tabel 7.1
Kapasitas Tukar Kation Dari Beberapa Jenis Mineral Clay

Kapasitas Tukar Kation


Jenis Mineral Clay
Meq/100 gram

Kaolinite 3-15

Halloysite.2H2O 5-10

Halloysite.4H2O 10-40

Montmorillonite 80-150

Lllite 10-40

Vermiculite 100-150

Chlorite 10-40

Spiolite-Attapulgite 20-30

Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan


terjadinya sweeling. Jika permukaan clay kontak dengan air dan
menganggap bahwa satu plat clay terpisah dari matriknya, maka ion-ion
yang bermuatan positif (kation) akan meninggalkan plat clay tersebut.
Karena molekul air adalah polar maka molekul air akan ditarik balik
oleh kation yang terlepas maupun plat clay dan molekul air yang
bermuatan positif akan ditarik oleh plat claynya sendiri, sehingga seluruh
clay akan mengembang.
Kemampuan terjadinya pertukaran mineral clay dapat disebabkan
oleh penarikan dan pertukaran kation. Permukaan koloid mineral yang
bermuatan negatif akan menarik kation-kation membentuk lapisan atau
medan yang disebut diffuse ion layers. Interaksi diffuse ion layers pada
partikel yang berdekatan memberikan petunjuk mengenai sifat-sifat
swelling clay, plasticity dan konsentrasi kandungan air dalam clay.
Ketidakstabilan lubang bor pada formasi umumnya disebabkan oleh
dua hal yaitu imbibisi dengaan konsekuensi swelling dan penutupan

85
lubang bor. Sedangkan penyebab kedua adalah faktor mekanisme yang
disebabkan oleh rotasi drill string dan aliran fluida pemboran di annulus
yang akan menggerus dinding lubang bor sehingga akan mengganggu
kestabilan lubang bor.
Imbibisi air adalah hal yang paling umum dan hal ini terjadi karena
dua hal yaitu : Crystalin Hydrational Force dan Osmotic Hydrational
Force. Crystalin Hidrational force adalah gaya-gaya yang berasal dari
substitusi elemen di lapisan tengah clay. Gaya ini sangat sulit diatasi,
karena air di ekstrasikan kemuka plate yang sama besarnya dengan arah ke
sisi plate. Osmotic hydrational force terjadi bila terjadi perbedaan
konsentrasi ion antara formasi dengan fluida pemboran, dimana air akan
tertarik dari lumpur ke dalam formasi.
Operasi pemboran yang menembus lapisan shale akan mempunyai
permasalahan tersendiri. Permasalahan tersebut meliputi penjagaan agar
shale tetap stabil, tidak longsor atau runtuh. Beberapa akibat yang dapat
ditimbulkan dengan runtuhnya shale tersebut didalam lubang bor
diantaranya adalah :
1. Terjadinya pembesaran lubang bor.
2. Terjadinya permasalahan dalam pembersihan lubang bor.
3. Rangkaian pipa bor terjepit.
4. Kebutuhan akan lumpur menjadi bertambah, sehingga tidak
ekonomis.
5. Kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan logging, bridges dan fill up.

Shale biasanya terdiri dari lumpur, silt dan clay (lempung) yang
merupakan hasil endapan didalam marine basin. Shale dalam bentuknya
yang lunak atau bercampur dengan air disebut clay. Dan apabila clay yang
terjadi terletak pada suatu ke dalaman tersebut terdapat tekanan dan
temperatur yang tinggi, maka endapan clay tersebut akan mengalami
perubahan bentuk ini disebut shale. Perubahan bentuk yang lain, misalnya
karena metamorfosa yang disebut slate, phylite atau mika schist.

86
Berdasarkan kandungannya, apabila shale tersebut mengandung banyak
pasir disebut dengan carbonaceous shale. Shale juga mengandung
berbagai jenis clay mineral dimana sebagian diantaranya berdehidrasi
tinggi. Sedangkan pengaruh dehidrasi yang tinggi tersebut disebabkan
karena shale mengandung banyak mineral montmorillonite. Shale yang
berdehidrasi tinggi ini biasanya terdapat dalam formasi yang relatif
dangkal atau tidak dalam. Gejala-gejala problem shale dapat dilihat
sebagai berikut :
Di atas shale-skakus terdapat banyak runtuhan-runtuhan shale yang
berasal dari dinding lubang bor.
Kenaikan pada tekanan pompa karena di annulus diisi oleh banyak
runtuhan-runtuhan shale.
Kenaikan torsi (torqoe) dan drag, biasanya diikuti dengan tig
conection. Hal ini dapat menyebabkan terjepitnya pipa karena saat
pompa dihentikan reruntuhan shale akan jatuh ke bawah dan
terkumpul di sekitar drill collars.

Seperti yang diketahui bahwa formasi shale mengandung mineral


clay. Clay bersifat expanding dan non expanding bila bertemu air. Untuk
mengetahui tingkat reaktif clay dapat dilakukan pengujian dengan
Methylene Blue Test (MBT), X-Ray Diffraction dan Scanning Electron
Microscope.

Pada lumpur PHPA pengukuran methylene blue tes harus dilakukan


pada angka 15 25 lb/bbl (42,8 71,3 kg/m3). Apabila MBT lebih kecil
daripada 20 lb/bbl disebut ideal. Namun jika lebih tinggi dari 20 lb/bbl
akan mengakibatkan angka-angka rheology yang tinggi dan akan
memerlukan pengenceran atau deflokulasi yang tinggi.
Kontrol fluida pemboran dengan seksama diperlukan pada beberapa
pengukuran yang dilakukan untuk memberikan informasi tentang sifat dan
jenis clay yang terdapat dalam lumpur, dan diperlukan pula informsi yang

87
sama yaitu tentang lapisan clay dan shale yang sedang dibor yang menjadi
bagian pada sistem lumpur yang digunakan. Methylene blue tes
merupakan pengukuran untuk kapasitas perpindahan kation (CEC) untuk
clay.

7.3 PERALATAN DAN BAHAN


7.3.1 PERALATAN
Timbangan Multi magnetiser
Gelas ukur 50 cc Pipet
Gelas erlenmeyer 200 cc Buret titration
Magnet batang Kertas saring
Hot plate Stopwatch

Gambar 7.1. Erlenmeyer

Gambar 7.2. Magnet Batang

88
7.3.2 BAHAN
Bentonite
aquades
H2SO4 5 N
Methylene Blue

Gambar 7.3 Aquades

Gambar 7.4. Bentonite2

Gambar 7.5 H2SO4 5 N


-

89
Gambar 7.6 Methylene Blue

7.4 PROSEDUR PERCOBAAN


a) Timbang 1 gr clay sudah siap untuk dianalisis mesh 270 (baik setelah
teraktivasi maupun sebelum teraktivasi) kedalam Erlenmeyer flask 250
cc.
b) Kemudian tambahkan 50 cc aquades dan diaduk dengan menggunakan
magnetisie sambil ditetesi katalisator asam sulfat 5N sebanyak 10
tetes.
c) Kemudian didihkan diatas hotplate selama 10 menit sambil diaduk.
d) Sampel tersebut kemudian titrasi dengan penambahan larutan
methylene blue setiap 5 cc dan diaduk selama 30 detik dan kemudian
ambil sampel dengan pipet dan teteskan diatas kertas whatman sampai
terdapat lingkaran dua warna biru yang berbeda (biru tua dan biru
muda).
e) Setelah terjadi dua warna lingkaran biru tua dan biru muda selanjutnya
dikocok manual selama kurang lebih 2 menit apakah warna tersebut
berubah atau hilang. Jika tidak ada perubahan berarti titrasi berakhir.
f) Jika setelah dikocok 2 menit dua lingkaran tersebut berubah, maka
lakukan kembali langkah d dan seterusnya.
g) Kemudian catat pertukaran kation dari larutan tersebut yang besarnya
sama dengan jumlah cc dari larutan titrasi methylene blue dalam
satuan meq/100 gram.

90
7.5 DATA DAN HASIL PERHITUNGAN
Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berikut :
Harga kapasitas tukar kation bentonite indobent : 75 meq/100 gr
Harga kapasitas tukar kation bentonite baroid : 48 meq/100 gr

7.6. PEMBAHASAN
7.6.1. PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Pada percobaan pengukuran harga Methylene Blue Test (MBT) dapat
diketahui harga Cation Exchange Capacity (CEC) atau kapasitas tukar ion
(KTK) adalah kemampuan yang dimiliki mineral clay.
Berdasarkan data percobaan, ada dua jenis bentonite yaiu bentonite
indobent dan bentonite baroid. Nilai tukar kation dari bentonite indobent
adalah 75 meq/100 gr dan bentonite baroid adalah 48 meq/100 gr.
Baik buruknya dari kedua nilai tukar kation bentonite di atas
tergantung dari kepentingan. Kalau menyerap air atau bereaksi dengan
lingkungan ion sekelilingya berarti Bentonit Indobent lebih bagus. Tapi
jika diinginkan tidak terlalu reaktif, berarti Barid lebih bagus.

7.6.2. PEMBAHASAN SOAL


1. Bandingkan dari 2 jenis Bentonite tersebut mana yang lebih bagus?
Jawab: Dilihat dari data percobaan maka bentonite yang lebih
bagus bentonite indobent, karena memiliki harga kapasitas
tukar kationn lebih tinggi, yaitu 75 meq/100 gr
dibandingkan dengan bentonite baroid.

91
7.7. KESIMPULAN
1. Cation Exchange Capacity atau kapasitas tukar kation merupakan
kemampuan atau total kapasitas pertukaran kation dari suatu system
clay.
2. Swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena adanya
kontak dengan air.
3. Dari kedua bentonite diatas, bentonite indobent dan bentonite baroid,
bentonite baroid lebih bagus karena memiliki nilai tukar kation yang
lebih kecil sehingga kemungkinan terjadinya swelling lebih kecil (clay
berada pada formasi).
4. Kapasitas tukar kation akan berbanding lurus dengan peristiwa clay
swelling
5. Harga MBT dipakai untuk mengukur total kapasitas pertukaran kation
dari suatu sistem clay dan dari nilai tukar kation tersebut dapat
diprediksikan terjadinya swelling

92
BAB VIII
PEMBAHASAN UMUM

Densitas merupakan salah satu sifat fisik pada lumpur pemboran yang
penting sehingga perlu selalu dikontrol. Karena fungsi dari densitas adalah untuk
menahan tekanan formasi. Apabila densitas terlau besar akan menyebabkan lost
circulation dan akan menyebabkan kick apabila densitas terlalu kecil.
Penambahan barite dan calcium carbonat akan menaikkan harga densitas.

Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam pemboran


akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran
yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang
disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah densitas lumpur yang tersirkulasi
kepermukaan akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu
setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama
menghilangkan partikel-partikel yang masuk kedalam lumpur selama sirkulasi.
Alat-alat yang biasanya disebut conditioning equipment

Dalam percobaan ini ditambahkan barite dan calcium carbonat ke dalam


lumpur, sehingga dapat dilihat ketika ditambahkan barite 2 gram ke dalam
komposisi lumpur, maka densitas naik menjadi 8.70 dan jika ditambah 5 gram
barite akan menaikkan densitas menjadi 8.75. Namun penambahan kedalam
lumpur tidak meningkatkan kandungan pasir. Kandungan pasir akan naik jika
ditambahkan bentonite ke dalam lumpur. Dapat dilihat ketika ditambahkannya
bentonite 10gram, maka kandungan pasir naik dengan cukup tinggi yaitu 0.75 %.

Viscositas dan gel strength juga merupakan sifa-sifat fisik lumpur


pemboran yang perlu dikontrol. Apabila nilai gel strength suatu lumpur terlalu
besar dapat mempersulit sirkulasi, akan menambah beban pompa sirkulasi dan

93
mempersulit pemisahan cutting. Namun gel strength dibutuhkan untuk menahan
cutting saat tidak ada sirkulasi. Pada percobaan ini, pada lumpur pemboran
ditambahkan dua jenis additive yang berbeda yaitu dextid dan bentonite. Pada saat
ditambahkan dextrid dan bentonite terjadi perubahan nilai viscositas plastic, yiled
point serta gel strength yang dimana nilai dari ketiganya menjadi lebih besar
dibandingkan keadaan pada lumpur awal. Dari kedua additive, bentonite dan
dextrid. Terdapat perubahan nila gel strength yang signifikan yaitu pada bentonite
daripada dextrid, karena bentonite ditambahkan dalam jumlah yang lebih banyak
daripada dextrid.

Viskositas yang diukur dengan marsh funnel adalah waktu dalam detik
yang dibutuhkan oleh 0,9463 liter fluida untuk mengalir keluar dari corong marsh
funnel tidak dapat memberikan gambaran lengkap rheology suatu fluida, maka
biasa digunakan untuk membandingkan fluida yang baru dengan kondisi
sekarang.

Filtrasi dan mud cake adalah factor yang penting yang harus diperhatikan
dalam suatu pemboran. Apabila filtration loss dan mud cake tidak dikontrol maka
akan menimbulkan berbagai masalah baik selama pemboran maupun evaluasi
pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang terlalu tebal akan
menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar, sedangkan filtrate
akan menyusup ke formasi yang akan menyebabkan damage pada formasi. Pada
percobaan filtrasi dan mud cake, lumpur pemboran ditambahkan tiga jenis
additive yang berbeda yaitu dextrid, bentonite, dan quebracho. Dari penambahan
ketiga additive tersebut terlihat pengurangan volume filtrat pada lumpur
pemboran.

Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam pemboran akan berpengaruh


terhadap sifat-sifat fisik lumpur pemboran. Analisa kimia lumpur pemboran perlu
dilakukan untuk mengontrol kandungan ion-ion tersebut. Datadata yang perlu
diketahui meliputi tingkat alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion Cl, ion Ca,

94
ion Fe, serta pH lumpur bor. Dalam hal ini yang dianalisa hanyalah filtrat
lumpurnya, dengan demikian kita dapat menginterpretasikan kondisi reservoir
yang sebenarnya dengan konsentrasi zat additive tertentu. Reaksi kimia
dipengaruhi oleh lingkungannya, yang pada prinsipnya reaksi kimia ini
dipengaruhi oleh karakteristik pH lumpur. Penganalisaan kimia alkalinitas
meliputi penetuan total alkalinity, CO3-2 alkalinity, OH- alkalinity, dan HCO3-
alkalinity.

Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi


dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas ini kita bisa mengetahui konsentrasi
hidroksil, bikarbonat dan karbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion-ion ini
diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk kesistem
lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.

Air yang mengandung sejumlah besar ino Ca2+ dan Mg2+ dikenal sebagai
Hard water atau air sadah. Ion-ion ini bisa berasal dari lumpur pada waktu
memberi formasi gypsum (CaSO4.2H2O).

Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur adalah adanya material-
material yang tidak diinginkan yang masuk kedalam lumpur pemboran atau yang
disebut kontaminan. Kontaminan tersebut dapat berupa NaCl, Gypsum, Semen,
dan lain-lain. Pada percobaan ini parameter-parameter yang berubah antara lain
viscositas, gel strength, dan ketebalan mud cake.
Selain dari ketiga kontaminasi diatas, bentuk kontaminasi lain yang dapat
terjadi selama operasi pemboran adalah:
Kontaminasi Hard Water
Kontaminasi Carbon Dioxide
Kontaminasi Hydrogen Sulfida
Kontaminasi Oxygen
Kontaminasi Air
Kontaminasi Minyak

95
Ketika lumpur dasar terkontaminasi oleh kontaminan-kontaminan seperti
NaCl, Gypsum, dan semen. Pada saat terkontaminasi terjadi perubahan nilai gel
strength, filtration loss, dan penambahan ketebalan mud cake. Pada pemboran
nilai gel strength yang terlalu besar dapat menambah beban pompa sirkulasi, dan
juga mempersulit pengangkatan cutting. Salah satu cara menanggulanginya adalah
menambahkan zat additive yang dapat mengurangi gel strength yang terlalu besar,
seperti soda ash, NH(H2PO4), dan NaOH.

Sifat kimia mineral clay yang paling penting adalah kemampuan


penyerapan anion dan kation tertentu yang kemudian merubahnya ke lain anion
dan kation dengan pereaksi suatu ion di dalam air (Ionic Exchange Capacity).
Reaksi pertukaran terjadi disekitar sisi luar dari unit struktur silica alumina.

Methylene Blue Test atau uji metilen biru digunakan untuk


menentukan/mengukur harga KTK atau kapasitas tukar kation dari suatu sistim
clay. Pada praktikum MBT dilakukan uji metilen biru terhadap dua jenis zat
additive, yaitu bentonite indobent dan bentonite baroid. Pada saat pengujian
didapat hasil harga KTK bentonite indobent 75 meq/100gr dan harga KTK
bentonite baroid 48 meq/100gr. Bentonite indobent terlalu reaktif Karena
memiliki harga KTK besar, dibandingkan dengan bentonite baroid yang yang
tidak terlalu reaktif karena memiliki harga KTK kecil.

Baik buruknya dari nilai tukar kation tergantung dari kepentingan. Jika
diinginkan suatu clay yang reaktif, maka clay yang memiliki KTK tinggi lebih
bagus. Namun jika diinginkan yang tidak terlalu reaktif clay yang memiliki KTK
rendah lebih bagus.

96
Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki kapasitas tukar
kation adalah:
a) Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silica alumina, akan
menimbulkan muatan yang tidak seimbang ,sehingga agar
seimbang kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan
penyerapan kation.
b) Adanya Substitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal untuk
silica equivalen serta ion-ion bervalensi terutama magnesium
didalam struktur tetrahedral.
c) Penggantian hydrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang
muncul oleh kation-kation yang dapat ditukar-tukarkan
(exchangeable).Untuk fakta ini masih disangsikan
kemungkinannya karena tidak mungkin terjadi pertukaran
hydrogen secara normal.

Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan


terjadinya swelling. Jika permukaan clay kontak dengan air dan
menganggap bahwa satu plat clay terpisah dari matrknya, maka ion-ion yang
bermuatan positif (kation) akan meninggalkan plat clay tersebut. Karena
molekul air adalah polar maka molekul air akan ditarik balik oleh kation
yang terlepas maupun plat clay dan molekul air yang bermuatan positif akan
ditarik oleh plat claynya sendiri, sehingga seluruh clay akan mengembang.

97
BAB IX
KESIMPULAN UMUM

1. Kadar pasir atau sand content dapat berpengaruh pada harga densitas.

2. Lumpur pemboran adalah fluida yang dirancang khusus untuk operasi


pengeboran sehingga operasi pengeboran tercapai hasil yang diinginkan.

3. Fungsi Lumpur Pemboran adalah :


Membersihkan dasar lubang bor dan serbuk bor.
Mengankat serbuk bor ke permukaan
Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring
Membantu stabilitas formasi
Mengontrol tekanan formasi
Membantu dalam evaluasi formasi produktif
Melindungi formasi produktif.

4. Penambahan barite dan calcium carbonat pada lumpur pemboran digunakan


untuk menaikkan densitas dan dapat mempengaruhi kandungan pasir pada
lumpur pemboran.

5. Gel strength yang besar dapat mempersulit sirkulasi, akan menambah beban
pompa sirkulasi dan mempersulit pemisahan cutting.

6. Penambahan dextrid dan bentonite pada lumpur pemboran digunakan untuk


menaikkan nilai viscositas dan gel strength dimana nilai gel strength pada
saat 10 menit selalu besar dibandingkan saat 10 detik menunjukkan bahwa
perubahan nilai gel strength berbanding lurus dengan waktu.

98
7. Penambahan dextride dan bentonite ke lumpur dasar dapat meningkatkan
harga pH dan menanbah ketebalan mud cake.

8. Penambahan quebracho kedalam lumpur dasar dapat menurubkan pH dan


mengurangi tebal mud cake.

9. Metode utama dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah Titrasi yaitu
membandingkan larutan sampel dengan larutan yang telah diketahui
konsentrasinya (larutan standart).

10. Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam lumpur pemboran akan


berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik lumpur pemboran.

11. Pengukuran sifat kimia lumpur pemboran digunakan untuk menganalisa


dampak yang terjadi pada lumpur pemboran, peralatan pemboran dan
formasi yang mengalami kontak dengan lumpur pemboran.

12. Jenis kontaminasi yang sering terjadi dalam lumpur prmboran ialah
kontaminasi Sodium Chllorida, Gypsum, Semen, Hard Water, CO2, O2,dan
H2S.

13. Kontaminasi NaCl, gypsum, dan semen berpengaruh pada perubahan nilai
gel strength, filtration loss, dan ketebalan mud cake.

14. Kontaminasi garam, gypsum dan semen dapat merubah sifat-sifat fisik dari
lumpur pemboran seperti viskositas, gel strength, volume filtrate dan tebal
mud cake yang terbentuk.

99
15. Kontaminasi semen menyebabkan nilai gel strength, volume filtrate, dan
tebal mud cake semakin besar.

16. Untuk mengatasi kontaminasi garam, gypsum, dan semen maka perlu
ditambahkan additive karena lumpur pemboran yangtelah mengalami
perubahan sifat-sifat fisiknya tidak dapat digunakan pada operasi pemboran.

17. Kapasitas tukar kation adalah kemampuan atau total kapasitas pertukaran
kation dari system suatu dimana apabila terjadi kontak dengan air akan
terjadi swelling (pengembangan volume clay).

18. Harga kapasitas tukar kation bentonite baroid kecil dan tidak bersifat reaktif.

19. Nilai tukar kation yang lebih kecil lebih bagus dibandingkan nilai tukar
kation yang besar karena kemungkinan terjadinya swelling kecil (clay
berada pada formasi).

20. Pada pengukuran MBT ada Bentonite Indobent yang memiliki Kapasitas
Tukar Kation lebih besar dari pada bentonite baroid. Bentonit indobent baik
dalam menyerap air dan bereaksi dengan lingkungan ion disekelilingnya.

100
DAFTAR PUSTAKA

Fuad Ansori, Mohammad. 2011. Laporan Resmi Praktikum Analisa Lumpur


Pemboran. STT MIGAS Balikpapan : Balikpapan.
Buku Petunjuk Praktikum Analisa Lumpur Pemboran. Program Studi Teknik
Perminyakan. STT MIGAS. Balikpapan. 2014
Waruni K., S.T., M.T., Mayda, 2009. Buku Petunjuk Praktikum Analisa Lumpur
Pemboran. STT MIGAS Balikpapan : Balikpapan.
Arya Kosasih, Rizky. 2010. Laporan Resmi Praktikum Analisa Lumpur
Pemboran. STT MIGAS Balikpapan : Balikpapan.

101

Anda mungkin juga menyukai