Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


A. Vertebra lumbal mempunyai mobilitas yang lebih besar
dibandingkan vertebra torakal. Mekanisme trauma Seperti pada
fraktur vertebra torakal, fraktur pada vertebra lumbal dapat
terjadi karena trauma aksis longitudinal pada daerah kepala atau
bokong Cedera Vertebra Thorakolumbar
1. Fraktur kompresi (Wedge fractures) adanya kompresi pada
bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan
membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur
tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini
dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian
dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di
kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari
tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra
tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami
fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan
menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra
sebenarnya. 5
2. Fraktur remuk (Burst fractures) fraktur yang terjadi ketika
ada penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan
tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk
ke kanalis spinais. Terminologi fraktur ini adalah
menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang
disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding
fraktur kompresi. tepi tulang yang menyebar atau melebar
itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan
ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan

1
dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisi
atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering
terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis
pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis
burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk
mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur
tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau
fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini
akan lebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak,
kerusakan ligamen dan adanya perdarahan.6
3. Fraktur dislokasi terjadi ketika ada segmen vertebra
berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi atau
tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga
sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi
tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf
yang rusak.2
Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna
vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang
terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses
pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari
posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada
ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet
dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun
dapat juga terjadi dari bagian anterior ke posterior. kolumna
vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada
prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan
melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan dural
tears dan keluarnya serabut syaraf.
4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures) sering terjadi pada
kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba
mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan

2
fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada thoracolumbar
junction.7.
Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang
belakang pertengahan menbetuk pisau lipat dengan poros
yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis.
Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar
kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra
kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior
dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis
fraktur tidak stabil 3
Klasifikasi
Fraktur vertebra lumbal dapat dibagi dalam:
1. Fraktur prosesus transverses
Fraktur prosesus transversus dapat terjadi karena trauma
langsung atau oleh karena tarikan otot yang melekat pada
prosesus transverus. Pada prosesus transverus melekat otot yang
kuat sehingga dapat terjadi avulsi bila terjadi fleksi lateral yang
dipaksakan pada daerah ini. Fraktur yang terjadi bersifat stabil,
sehingga pengobatan hanya menghilangkan nyeri dan
dilanjutkan dengan fisioterapi.
2. Fraktur kompresi yang bersifat baji dari badan vertebra
3. Fraktur rekah badan vertebra
4. Dislokasi dan fraktur dislokasi
5. Trauma jack-knife
B. Laminektomi adalah tindakan pembedahan atau pengeluaran dan
atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan
untuk memperbaiki luka pada spinal. Dalam setiap tindakan
operatif, dibutuhkan anestesi yang adekuat untuk menyokong
kelancaran pembedahan. Prosedur anestesi ditentukan berdasar
kebutuhan prosedur, durasi operasi, resiko dan komplikasi posisi
dan operasi serta faktor resiko pada pasien.

3
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari
berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan
keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian
bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi
inhalasi dan penanaggulangan penyakit menahun. Anestesi yang
ideal adalah tercapainya anestesi yang meliputi hipnotik/sedasi,
analgesi dan relaksasi otot.
C. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal,
yaitu suatu tindakan menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai
hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu keadaan
ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat
anestesi, disertai hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh.
Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap pesiapan yang harus
dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi
dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca
anestesi.
Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat
menentukan keberhasilan suatu anestesi. Hal ini penting dalam
tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi riwayat
penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2)
menyiapkan teknik, obat-obatan dan macam anestesi yang
digunakan, (3) memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang
akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi
yang mungkin timbul pada pasca anestesi.
Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan
pemeliharaan yang dapat dilakukan secara intravena maupun
inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan pengawasan ketat
serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam
keadaan sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun
pembedahan dapat terjadi.

4
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah untuk
menganalisis kasus dalam menentukan tahap persiapan yang harus
dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi dan
pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Fisiologi Vertebra


A. Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Vertebra
merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang
tak beraturan, disebut vertebrae.Vertebrae dikelompokkan
sebagai berikut :
Cervicales (7)
Thoracicae (12)
Lumbales (5)
Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

Gambar 1. Padangan lateral columna vertebralis

6
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis
besar terbagi atas 2 bagian :
a. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum
longitudinale anterior dan posterior.
b. Bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis
vertebralis,serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi
tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrae.Bagian
posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan
sendiapofisial (fascet joint). Tulang vertebrae ini dihubungkan satu
sama lainnya olehligamentum dan tulag rawan. Bagian anterior
columna vertebralis terdiri daricorpus vertebrae yang dihubungkan
satu sama lain oleh diskus fibrokartilagoyang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior
dan ligamentum longitudinalis posterior.

B. Diskus Intervertebralis
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna
vertebralis.Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan
lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis. Struktur ini dapat dianggap sebagai
discussemielastis, yang terletak di antara corpus vertebrae yang
berdekatan dan bersifatkaku. Ciri fisiknya memungkinkan
berfungsi sebagai peredam benturan bila beban pada columna
vertebralis mendadak bertambah, seperti bila seseorang
melompatdari tempat yang tinggi. Kelenturannya
memungkinkan vertebra yang kaku dapat bergerak satu dengan
yang lain. Sayangnya daya pegas ini berangsur-angsur
menghilang dengan bertambahnya usia.
Setiap discus terdiri atas bagian pinggir, anulus fibrosus, dan
bagian tengah yaitu nucleus pulposus.

7
a. Anulus fibrosus
Terdiri atas jaringan fibrocartilago, di dalamnya serabut-
serabut kolagentersususn dalam lamel-lamel yang kosentris.
Berkas kolagen berjalanmiring di antara corpus vertebrae
yang berdekatan, dan lamel-lamel yanglain berjalan dalam
arah sebaliknya. Serabut-serabut yang lebih perifer melekat
dengan erat pada ligamentum longitudinale anterius dan
posterius columna vertebralis.
b. Nucleus fibrosus
Permukaan atas dan bawah corpus vertebrae yang
berdekatan yang menempel pada discus diliuti oleh
cartiloago hyalin yang tipis.Sifat nucleus pulposus yang
setengah cair memungkinkannya berubah bentuk dan
vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang
diatasyang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna
vertebralis.
Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna
vertebralis menyebabkan nucleus pulposus yang semi cair
menjadi gepeng. Dorongan keluar dari nucleus ini dapat
ditahan oleh daya pegas anulus fibrosus disekelilingnya
kadang-kadang, dorongan keluar ini terlalu kuat bagi
anulus, sehingga anulus menjadi robek dan nucleus
pulposus enjadinkeluar dan menonjol kedalam canalis
vertebralis, tempat nucleus ini dapat menekan radix nervus
spinalis, nervusspinalis, atau bahkan medula
spinalis.Dengan bertambahnya umur, kandungan air di
dalam nucleus pulposus berkurang dan digantikan oleh
fibrocartilago. Serabut-serabut collagen anulus
berdegenerasi, dan sebagai akibatnya anulus tidak lagi
berada dalam tekanan.Pada usia lanjut, discus ini tipis dan
kurang lentur, dan tidak dapat lagi dibedakanantara nucleus

8
dan anulus. Discus intervertebralis tidak ditemukan di
antara vertebra C1 dan 2 atau didalam os sacrum atau os
coccygeus.Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus
maupun nukleus pulposusnyaadalah bangunan yang tidak
peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka nyeri
adalah:
a. Lig. Longitudinale anterior
b. Lig. Longitudinale posterior
c. Corpus vertebra dan periosteumnya
d. Articulatio zygoapophyseal
e. Lig. Supraspinosum

Gambar 2. Vertebrae lumbal

Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan


menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan
gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan
derajat yang kecil.

9
1.2 Anestesi General
Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat
sehingga penderita tidur. Tergantung lama operasinya, untuk
operasi yang waktunya pendek mungkin cukup dengan induksi
saja. Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anestesi perlu
dipertahankan dengan memberikan obat terus menerus dengan
dosis tertentu, hal ini disebut maintenance.
1. Induksi
Induksi dapat dilakukan dengan cara inhalasi, intravena, atau
intramuskuler.
a. Induksi Inhalasi
Sering disebut dengan istilah induksi lambat karena
membutuhkan waktu yang lama, sedangkan induksi
intravena disebut juga dengan induksi cepat karena
penderita cepat tertidur. Tetapi pada saat ini telah
ditemukan sevoflurane yaitu obat inhalasi yang dapat
membuat tidur secepat obat intravena.
Induksi inhalasi diberikan dengan meminta penderita
menghirup campuran gas anestesi dengan udara atau
oksigen, dengan memakai face mask (sungkup muka/ kap).
Gas anestesi dapat berasal dari gas (N2O ) atau dari obat
anestesi cair yang diuapkan menggunakan alat yang disebut
vaporizer. Pada zaman dulu obat anestesi cair diteteskan
pelan-pelan langsung kesungkup muka yang berlubang
lubang kecil, cara ini disebut open drop.
Induksi inhalasi menggunakan ether pada saat ini tidak
populer, karena menimbulkan stadium II yang
menyebabkan terjadinya risiko morbiditas dan mortalitas
bagi penderita. Dibandingkan dengan ether induksi inhalasi
lebih baik menggunakan halothane,enflurane isoflurane atau
sevoflurane. Penderita yang mendapat induksi inhalsi

10
dengan obat ini cepat masuk kedalam stadium III, sehingga
tanda stadium II yang membahayakan penderita tidak
terlihat.
b. Induksi Intravena.
Pada induksi intravena tidak terjadi stadium II, dikerjakan
dengan menyuntikkan obat anestesi kedalam pembuluh
darah vena.
c. Induksi Intramuskuler.
Diberikan dengan menyuntikkan obat anestesi kedalam
otot, dikerjakan pada anak-anak. Tergantung ada tidaknya
indikasi setelah induksi dilakukan selanjutnya dapat
dipasang pipa endotrakheal (endotracheal tube) atau dapat
pula dipasang sungkup laring (LMA), atau cukup dilakukan
dengan face mask. Untuk menjaga agar penderita tidak
jatuh kedalam hipoksia sebelum induksi perlu diberikan
oksigenasi selama 5 menit lebih dulu, cara ini disebut pre
oksigenasi. Dengan memberikan pre oksigenasi fungsional
residual capacity paru akan terisi oleh oksigen, selain itu
oksigen yang larut dalam darah juga meningkat, sehingga
bila terjadi gangguan respirasi waktu induksi maka sudah
ada cadangan oksigen , yang diharapkan cukup memenuhi
kebutuhan sampai gangguan respirasi dapat diatasi.
2. Maintenance (Pemeilharaan)
Dalam periode ini diberikan obat anestesi dalam dosis tertentu ,
tergantung jenis operasinya, anestesi tidak boleh terlalu dalam
karena membahayakan jiwa penderita , tetapi juga tidak boleh
terlalu ringan sehingga penderita masih merasakan nyeri yang
akan menimbulkan trauma psikis yang berkepanjangan. Selain
itu anestesi yang terlalu ringan juga dapat menyebabkan spasme
saluran pernafasan, batuk, mutah atau gangguan kardio
vaskuler.

11
Seperti pada induksi, pada fase pemeliharaan juga dapat dipakai
obat inhalasi atau intravena. Obat intravena bisa diberikan
secara intermiten atau continous drip. Kadang-kadang dipakai
gabungan obat inhalasi dan intravena agar dosis masing-masing
obat dapat diperkecil. Untuk operasi-perasi tertentu diperlukan
anestesi umum sampai tingkat kedalamannya mencapai trias
anestesi yaitu penderita tidur, analgesi cukup, dan terjadi
relaksasi otot. Pada penderita yang tingkat analgesinya tidak
cukup dan tidak mendapat pelemas otot, maka bila mendapat
rangsang nyeri dapat timbul :
a. gerakan lengan atau kaki
b. penderita akan bersuara, suara tidak timbul pada penderita
yang memakai pipa endotrakeal
c. adanya lakrimasi
d. pernafasan tidak teratur, menahan nafas, stridor laringeal,
bronkospasme.
e. tanda-tanda adanya adrenalin release, seperti denyut nadi
bertambah cepat , tekanan darah meningkat, berkeringat.
Kedaaan ini dapat diatasi sengan cara mendalamkan
anestesi. Pada operasi-operasi yang memerlukan relaksasi
otot , bila relaksasinya kurang maka ahli bedah akan
mengeluh karena tidak bisa bekerja dengan baik , untuk
operasi yang membuka abdomen maka usus akan bergerak
dan menyembul keluar, operasi yang memerlukan penarikan
otot juga sukar dilakukan.
Keadaan relaksasi bisa terjadi pada anestesi yang dalam,
sehingga bila kurang relaksasi salah satu usaha untuk
membuat lebih relaksasi adalah dengan mendalamkan
anestesi, yaitu dengan cara menambah dosis obat. Pada
umumnya keadaan relaksasi dapat tercapai setelah dosis
obat anestesi yang diberikan sedemikian tinggi , sehingga

12
menimbulkan gangguan pada organ vital. Dengan demikian
keadaan ini akan mengancam jiwa penderita, lebih-lebih
pada penderita yang sensitif atau memang sudah ada
gangguan pada organ vital sebelumnya. Untuk mengatasi
hal ini maka ada tehnik tertentu agar tercapai trias anestesi
pada kedalaman yang ringan, yaitu penderita dibuat tidur
dengan obat hipnotik, analgesinya menggunakan analgetik
kuat, relaksasinya menggunakan pelemas otot (muscle
relaxant) tehnik ini disebut balance anestesi.
Pada balance anestesi karena menggunakan muscle
relaxant, maka otot mengalami relaksasi, jadi tidak bisa
berkontraksi atau mengalami kelumpuhan, termasuk otot
respirasi, jadi penderita tidak dapat bernafas. Karena itu
harus dilakukan nafas buatan (dipompa), tanpa dilakukan
nafas buatan, penderita akan mengalami kematian, karena
hipoksia. Jadi nafas penderita sepenuhnya tergantung dari
pengendalian kita, karena itu balance anestesi juga disebut
dengan tehnik respirasi kendali atau control respiration.
Untuk mempermudah respirasi kendali penderita harus
dalam keadaan terintubasi.
Dengan menggunakan balance anestesi maka ada beberapa
keuntungan antara lain :
a. Dosis obatn minimal, sehingga gangguan pada organ
vital dapat dikurangi. polusi kamar operasi yang
ditimbulkan obat anestesi inhalasi dapat dikurangi ,
Selesai operasi penderita cepat bangun sehingga
mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh penderita yang
tidak sadar.
b. Dengan dapat diaturnya pernafasan maka dengan mudah
kita bisa melakukan hiperventilasi, untuk menurunkan
kadar CO2 dalam darah sampai pada titik tertentu

13
misalnya pada operasi otak . Dengan hiperventilasi kita
juga dapat menurunkan tekanan darah untuk operasi
yang memerlukan tehnik hipotensi kendali.
c. Karena pernafasan bisa dilumpuhkan secara total maka
mempermudah tindakan operasi pada rongga dada
(thoracotomy ) tanpa terganggu oleh gerakan pernafasan.
Kita juga dapat mengembangkan dan mengempiskan
paru dengan sekehendak kita tergantung keperluan.
Dengan demikian berdasar respirasi, anestesi general
dibedakan menjadi 3:
a. Respirasi spontan yaitu penderita bernafas sendiri secara
spontan.
b. Respirasi kendali / respirasi terkontrol/balance anestesi :
pernafasan penderita sepenuhnya tergantung bantuan
kita.
c. Assisted Respirasi : penderita bernafas spontan tetapi
masih kita berikan sedikit bantuan.
Berdasar sistim aliran udara pernapasan dalam rangakaian
alat anestesi, anestesi dibedakan menjadi 4 sistem yaitu :
Open, semi open, closed, dan semi closed.
a. Sistem open adalah system yang paling sederhana. Disini
tidak ada hubungan fisik secara langsung antara jalan
napas penderita dengan alat anestesi. Karena itu tidak
menimbulkan peningkatan tahanan respirasi. Disini
udara ekspirasi bebas keluar menuju udara bebas.
Kekurangan sistim ini adalah boros obat anestesi,
menimbulkan polusi obat anestesi dikamar operasi, bila
memakai obat yang mudah terbakar maka akan
meningkatkan resiko terjadinya kebakaran di kamar
operasi, hilangnya kelembaban respirasi, kedalaman

14
anestesi tidak stabil dan tidak dapat dilakukan respirasi
kendali.
b. Dalam system semi open alat anestesi dilengkapi dengan
reservoir bag, selain reservoir bag , adapula yang masih
ditambah dengan klep satu arah, yang mengarahkan
udara ekspirasi keluar, klep ini disebut non rebreathing
valve. Dalam system ini tingkat keborosan dan polusi
kamar operasi lebih rendah disbanding sistem open.
c. Dalam sistem semi closed, udara ekspirasi yang
mengandung gas anestesi dan oksigen lebih sedikit
dibanding udara inspirasi, tetapi mengandung CO2 yang
lebih tinggi, dialirkan menuju tabung yang berisi
sodalime, disini CO2 akan diikat oleh soda lime.
Selanjutnya udara ini digabungkan dengan campuran gas
anestesi dan oksigen dari sumber gas ( FGF / Fresh Gas
Flow) untuk diinspirasi kembali. Kelebihan aliran gas
dikeluarkan melalui klep over flow . Karena udara
ekspirasi diinspirasi lagi maka pemakaian obat anestesi
dan oksigen dapat dihemat dan kurang menimbulkan
polusi kamar operasi.
d. Dalam sistem closed prinsip sama dengan semi closed,
tetapi disini tidak ada udara yang keluar dari sistem
anestesi menuju udara bebas. Penambahan oksigen dan
gas anestesi harus diperhitungkan, agar tidak kurang
sehingga menimbulkan hipoksia dan anestesi kurang
adekwat, tetapi juga tidak berlebihan, karena pemberian
yang berlebihan bisa berakibat tekanan makin meninggi
sehingga menimbulkan pecahnya alveoli paru. Sistem ini
adalah sistim yang paling hemat obat anestesi dan tidak
menimbulkan polusi.

15
Pada sistim closed dan semi closed juga disebut system
rebreathing, karena udara ekspirasi diinspirasi kembali,
sistem ini juga perlu sodalime untuk membersihkan CO2.
Pada sistem open dan semi open juga disebut system non
rebreathing karena tidak ada udara ekspirasi yang
diinspirasi kembali, system ini tidak perlu sodalime. Bila
obat anestesi seluruhnya menggunakan obat intravena,
maka disebut anestesi intravena total ( total intravenous
anesthesia/ TIVA). Bila induksi dan maintenance anestesi
menggunakan obat inhalasi maka disebut VIMA (Volatile
Inhalation And Maintenance Anesthesia).

Tabel 2.1. pembagian anestesi berdasar sistem pernafasan


Sistem Rebreathing Reservoir Sodalime Tingkat
bag polusi
Open - - - ++++
Semi - + - +++
open
Semi + + + ++
closed
Closed + + + +

2.3 Manajemen anestesi pada posisi prone


Proseduran laminektomi, pasien diposisikan prone. Posisi operasi
dapat mempengaruhi pasien dibawah anestesi maka perlu
manajemen anestesi untuk menghadapi perubahan fisiologis, resiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi akibat posisi :
2.4 Manajemen jalan napas
Intervensi jalan nafas sering menggunakan teknik laringoskopi
direk atau indirek dengan manual inline stabilizations (MILS).
Ekstubasi segera setelah operasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu lamanya operasi, komplikasi pembedahan, lamanya tindakan,

16
posisi prone, kehilangan volume darah, resusitasi cairan dan
kemudahan intubasi.
a. Manajemen posisi : Prone Position
Pasien diposisikan setelah pemasangan infus intravena dan induksi
anestesi. Pemilihan posisi pada pasien pasien bedah saraf perlu
mempertimbangkan kecukupan kedalaman anestesi, pemeliharaan
stabilitas hemodinamik, oksigenasi, adanya monitor invasif. Posisi prone
atau ventral decubitus digunakan untuk operasi di daerah fossa posterior,
suboccipital, vertebra, gluteus dan daerah perirektal serta ekstremitas
bawah. Pada pasien ini akan dilakukan laminectomi dan stabilisasi
posterior sehingga digunakan posisi tengkurap atau prone. Keuntungan
dari posisi ini adalah menurukan insiden emboli udara dibandingkan
dengan posisi duduk. Kesulitan pada pasien ini berhubungan dengan
oksigenasi, pemeliharaan ventilasi yang adekuat, pemeliharaan
hemodinamik serta mengamankan jalur intravena dan ETT. Komplikasi
pada pasien ini dapat terjadi luka akibat penekanan, kompresi pembuluh
darah, cedera pleksus brakialis, emboli udara, kebutaan, dan atau
quadriplegia. Berikut ini adalah perubahan fisiologis yang terjadi saat
prone position.
b. Hemodinamik dan Ventilasi
Perubahan posisi pasien dari supine ke prone akan meningkatkan tekanan
intraabdomen, menurunkan aliran balik vena ke jantung, dan
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan pulmonal. posisi kepala
miring dan posisi berlutut disertai flexi pada ekstremitas bawah maka
akan terjadi pengumpulan darah vena di bagian bawah tubuh
menyebabkan penurunan aliran balik vena sehingga terjadi hipotensi.
meskipun respon kardiovaskuler selama posisi prone belum dapat
dipastikan sepenuhnya, datadata menyokong bahwa ejeksi ventrikel kiri
dan index cardio menurun, yang menyebabkan ketidakstabilan
hemodinamik.

17
Oksigenasi dan penghantaran oksigen dapat meningkat pada posisi prone
karena peningkatan baik ventilasi maupun perfusi. Peningkatan ventilasi
dan perfusi disebabkan karena:
a. peningkatan perfusi paru
b. peningkatan tekanan intraabdominal menurunkan pengembangan
dinding thorak, yang berada dalam ventilasi tekanan positif sehingga
meningkatkan ventilasi paru
Tantangan pada pasien dalam posisi prone adalah dapat terlepasnya alat
oksimetri, jalur infus arteri dan ETT yang bisa menyebabkan
hipoventilasi, desaturasi, ketidakstabilan hemodinamik dan anestesi yang
terlalu dalam. Maka pada pasien ini diperlukan stabilisasi pada alat
oksimetri, jalur infus dan ETT, untuk mencegah kesalahan anestesi alat
oksimetri dan jalur arteri dipasang sesudah pasien log roll dari posisi
terlentang ke posisi prone, jika memungkinkan. Pada pasien ini anestesi
dilakukan saat posisi supine, kemudian dirubah menjadi posisi prone
dengan chest roll. Kepala diusahakan pada posisi netral. Kateter, monitor
dan ETT harus dijaga sampai dengan perubahan posisi pasien ke prone.
Komplikasi tersering pada posisi prone adalah luka akibat penekanan
pada mammae, penis, jaringan lunak pada persendian, telinga dan mata.
Chest roll digunakan untuk menyokong dada sehingga memungkinkan
pergerakan bebas dinding dada dan abdomen. Pergerakan dinding
abdomen harus bebas oleh karena:
a. Dapat meningkatkan kerja diafragma dan meningkatkan oksigenasi
b. Menurunkan tekanan intraabdomen dan menurunkan risiko
perdarahan saat operasi
c. Meningkatkan aliran balik vena dari ekstremitas bawah dan pelvis
Efek posisi prone pada stabilitas hemodinamik dan sistem respirasi
adalah tergantung dari frame yang digunakan. Penggunaan Jackson table
mampu menstabilkan hemodinamik dan tidak meningkatkan kapasitas
pengembangan paru.
c. Komplikasi

18
Mata, hidung dan telinga harus dilindungi dari penekanan, kelopak mata
harus ditutup menggunakan kasa. Pada pasien menggunakan bantal
khusus C shape form untuk mencegah penekanan pada mata dan hidung,
dan dilakukan pengecekan setiap 30 menit sekali untuk melihat adakah
penekanan pada keduanya. Posisi kepala juga dapat direposisi jika
diperlukan. Memposisikan kepala sejajar dengan tubuh atau lebih tinggi
mencegah posisi kepala jatuh lebih rendah dan mencegah kongesti vena
Mata dan Telinga
Komplikasi kebutaan sangat jarang. Insidensinya sekitar 0,2% kasus.
Biasanya berhubungan dengan proses operasi yang lama yang disertai
kehilangan banyak volume darah, anemia dan hipotensi. Pada saat
operasi, kelopak mata harus ditutup untuk mencegah bulu mata
menggores kornea. Dapat juga diberi lubrikan pada mata. Komplikasi
yang lain adalah oedema konjungtiva, tapi biasanya bersifat sementara.
Leher
Biasa terjadi karena spasme otot leher selama posisi prone atau saat
peralihan posisi supine ke prone. Dapat juga terjadi artritis leher yang
bisa dicegah dengan cara menempatkan kepala dalam posisi sagital.
Cedera Plexus Brachialis
Perlu memastikan bahwa saat operasi collum humerus tidak menarik dan
menekan saraf axilaris.
Cedera Mammae
Tekanan langsung pada payudara dapat menyebabkan iskemik jaringan,
sehingga perlu dihindari.
Penekanan abdomen
Penekanan pada abdomen dapat mendesak diafragma sehingga
mengganggu ventilasi. Jika tekanan intra abdominal meningkat maka
aliran darah balik dari pelvis dan ekstremitas bawah akan berkurang atau
terbendung sehingga akan mengganggu hemostasis. Berbagai macam
bantalan dan frame operasi digunakan untuk menghilangkan tekanan
berlebihan terhadap abdomen.

19
Pada pasien ini dengan teknik dan manajemen operasi yang benar maka
komplikasi yang bisa terjadi karena posisi prone dapat dihindari.

20

Anda mungkin juga menyukai