Anda di halaman 1dari 21

0

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBATASAN KEBEBASAN BERBICARA

STUDI KASUS: PEMBOIKOTAN DIXIE CHICKS OLEH PUBLIK


AMERIKA SERIKAT TAHUN 2003-2006

PROPOSAL

TUGAS KARYA AKHIR

RAIHAN FIRDAUS
1006664325

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM SARJANA REGULER
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
DEPOK

2017

Universitas Indonesia
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

"Music and politics are in essence about communication. Without over-


stretching the analogy I do feel a sense of rhythm is important in getting
your message across." - Charles Kennedy

Pada tanggal 10 Maret 2003, Dixie Chicks, sebuah kelompok musik perempuan
yang berasal dari Texas menggelar sebuah konser di London, Inggris. Selain
menghibur penggemar mereka dengan karya, Dixie Chicks juga menyisipkan pesan
politik didalamnya.1

Musik dalam politik dapat menjadi alat yang dapat digunakan oleh seseorang untuk
menyampaikan gagasan politik tertentu. Meskipun secara langsung tidak dapat
menentukan sebuah kebijakan politik, kemampuan musik yang dapat menarik
khalayak ramai dapat menjadikannya sebuah wadah untuk membentuk sebuah
partisipasi politik yang besar.2 Di Amerika Serikat, keberadaan musik sebagai alat
protes dapat dilacak bahkan hingga Perang Revolusi Amerika ketika Amerika
Serikat belum merdeka. Ketika Negara Amerika Serikat terbentuk, tradisi musik
sebagai sarana aspirasi terus berlanjut di setiap periode menbahas isu yang berbeda-
beda.3

Keharidan Amandemen I Konstitusi Amerika Serikat diantaranya menjamin


masyarakat untuk memiliki Kebebasan berbicara dan berpendapat (Freedom of

1 Barbara Kopple dan Cecilia Peck, Dixie Chicks:Shut Up and Sing, (The Weinstein Company,
Amerika Serikat, 2006)

2 Nancy Fraser, Rethinking the public sphere: A contribution to the critique of actually existing
democracy dalam Social Text No. 25-26 (Durham: Duke University Press, 1981), hlm. 109-111.

3 Jerome L. Rodnitzky, The Evolution of the American Protest Song dalam The Journal of
Popular Culture Vol.III, Issue 1, (Hoboken: Wiley-Blackwell, 2004), hlm. 26-28.

Universitas Indonesia
2

speech and expression)4. Inilah yang kemudian menjadi salah satu kebanggan yang
mencerminkan identitas Amerika Serikat sebagai bangsa. Kebebasan berbicara dan
berpendapat merupakan kebebasan menyuarakan pendapat secara terbuka tanpa
rasa takut terhadap kekangan pemerintah. Hal ini telah disebut secara kuat dalam
undang-undang dasar dan secara luas dirangkul oleh masyarakat Amerika Serikat
sebagai cara hidup.5

Perlindungan terhadap kebebasan berbicara dan berpendapat dalam Amandemen I


konstitusi Amerika Serikat berperan penting dalam pembentukan konsep sistem
politik Amerika. Kebebasan berbicara dan berpendapat mempunyai hubungan
langsung dalam pembentukan budaya demokrasi dalam masyarakat. Kebebasan
berbicara adalah alat yang sangat diperlukan oleh masyarakat demokratis karena itu
memungkinkan mereka untuk memperoleh informasi dari berbagai macam sumber
(bukan hanya dari pemerintah), membuat keputusan-keputusan dan
mengkomunikasikannya pada pemerintah.

Kehadiran kebebasan berbicara dan berpendapat memberikan kesempatan untuk


menyampaikan gagasannya. Dalam tatanan politik dapat diterjemahkan sebagai
sarana bagi khalayak untuk melakukan partisipasi politik. Dalam lingkup lebih luas,
tujuan dari kebebasan perpendapat adalah sebagai marketplace of ideas yaitu,
alih-alih pemerintah membentuk dan mendikte kebenaran, lebih baik
memperbolehkan ide untuk datang dari beragam sumber opini yang berbeda-beda.6

Kebebasan berbicara dan berpendapat itu telah dirangkul dan membudaya dalam
masyarakat Amerika Serikat. Bagi musisi cara terbaik adalah menjadikan gagasan
dan bisikan hati mereka dalam sebuah karya. Secara umum bentuk pengaplikasian

4 Amandemen Pertama (Amandemen I) Konstitusi Amerika Serikat melarang pembuatan hukum


menghormati keberadaan agama, memastikan bahwa tidak ada pelarangan agama, membatasi
kebebasan berbicara, melanggar kebebasan pers, mencampuri hak untuk berkumpul, atau melarang
mengajukan petisi untuk ganti rugi terhadap pemerintah.

5 Martin Redish, Value of Free Speech dalam University of Pennsylvania Law review Vol.
130:591 (Philadelphia: University of Pennsylvania, 1981), hlm. 592.

6 Jill Gordon, John Stuart Mill and the "Marketplace of Ideas"dalam Social Theory and Practice
Vol. 23, No. 2, (Tallahassee: Florida State University, 1997), hlm. 235.

Universitas Indonesia
3

musik sebagai suatu ekspresi gagasan politik dapat dikategorikan melalui dua
bentuk, yaitu Musik Partiotisme seperti lagu-lagu kebangsaan atau propaganda pro-
perang; dan Musik Protes seperti lagu yang berisi keresahan terhadap suatu isu
sosial dan/atau politik seperti propaganda anti-perang.7

Kekuatan musik sebagai sarana aspirasi politik adalah kemudahannya menciptakan


8
partisipasi publik yang dapat menjadi sarana untuk debat dan diskusi. Pada
tingkatan yang lebih lanjut musik dapat menjadi pemantik pergerakan sosial
sebagai respon misalnya sebagai bentuk protes terhadap suatu kebijakan atau
bahkan menjadi sarana perlawanan terhadap sebuah rezim.9

Di Amerika Serikat, musik dalam konteks sosial politik digunakan diterjemahkan


kedalam berbagai karya yang mempertanyakan berbagai macam masalah seperti
diskriminasi rasial, kelas, gender, penindasan atau kemiskinan. Ia dapat
memobilisasi, memberdayakan, memotivasi, menginformasikan, atau sekedar
menentang anti-kemapanan.10 Garis besarnya adalah musik dapat digunakan
sebagai tempat mempromosikan gagasan yang dapat memperkaya sudut pandang
terhadap suatu persoalan. Ini sesuai dengan semangat kebebasan berpendapat
sebagai marketplace of ideas dalam berdemokrasi.

Ketika Dixie Chicks sedang melakukan tur dari album mereke Home, salah satu
lagu bertajuk Travelling Soldier tentang romansa dua sejoli yang menceritakan
penderitaan sang perempuan karena pasangannya harus melaksanakan kewajiban
untuk membela negara untuk berperang. Oleh karena itu, ketika situasi politik dunia
terkait Iraq sedang memanas medio 2003, Dixie Chicks memanfaatkan lagu
tersebut sebagai sarana protes.

7 Amy Beal, Politics and Protest in American Musical History, dalam Music & Politics 2,
Number 1, (Ann Arbor: Umich, 2008), hal. 3.

8 John Street, dkk, Playing to the Crowd: The Role of Music and Musicians in Political
Participationdalam The British Journal of Politics & International Relations Vol. 10, No. 2,
(Norwich: BJIPR, 2008), hlm. 271-272.

9 idib, hal. 273. (Winter 2008), ISSN 1938-7687

10 op.cit, Beal, hlm. 4.

Universitas Indonesia
4

Pada konser 10 Maret yang diadakan di London, Inggris, selepas membawakan lagu
Travelling Soldier mereka mengutarakan ketidaksetujuan mereka terhadap rencana
perang dan melimpahkan kekecewaan mereka terhadap Presiden George W. Bush.
Dixie Chicks memiliki pendirian dalam subjek ini dan mereka secara jelas
menyampaikannya kepada publik. Sesuatu yang tidak mereka antisipasi adalah
reaksi kemarahan publik Amerika yang berujung pada pemboikotan grup tersebut
yang berlangsung hingga tahun tiga tahun kemudian.11

1.2 Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian

Ketika konser yang berlangsung di London tersebut berlangsung, keadaan politik


dunia sedang memanas dengan rencana invasi Amerika Serikat dan Sekutunya
terhadap Iraq. Vokalis Natalie Maines menyatakan sikap untuk menolak perang
tersebut dan merasa malu memiliki presiden yang berasal dari Texas, tempat asal
mereka. Meski berhak menyampaikan pendapatnya, kesalahan Maines adalah
melakukan protes keras tersebut di tanah asing. Hal ini dianggap sebagai tindakan
yang tidak pantas dan tidak patriotik. Akibatnya yang akhirnya diterima Dixie
Chicks adalah pemboikotan dari radio-radio dan pembakaran CD oleh penggeram
mereka sendiri.

Pengucilan yang diterima Dixie Chicks oleh radio-radio country dan dari komunitas
industri musik country menandakan belum tercapainya tujuan amandemen pertama
pada komunitas tertentu di Amerika Serikat. Kebebasan berbicara adalah
kemampuan untuk bersuara tanpa takut untuk disensor. Oleh karena itu ia hak vital
dalam nilai demokrasi liberal yang dianut oleh Amerika Serikat. Sebaliknya,
kelompok-kelompok dan individu tertentu merasa komentar yang disuarakan
Maines tidak benar, tidak pantas, salah arah, atau melulu karena perasaan sentimen
mereka tidak setuju karena pendapat mereka saling bertentangan. Komunitas musik
dengan tindakan mereka mengusir Dixie Chicks dari komunitas mereka.

11 Barbara Kopple dan Cecilia Peck, Op. Cit.

Universitas Indonesia
5

Tujuan kebebasan berbicara dan berpendapat sebagai marketplace of ideas adalah


untuk merangsang munculnya pemikiran-pemikiran diluar mainstream sebagai
perspektif lain. Dalam kasus ini Dixie Chicks mendapat perlakuan yang tidak sesuai
dengan semangat itu. Pernyataan mereka sama sekali tidak diterima, tidak
ditoleransi, bahkan tidak dikoreksi. Status kebebasan berpendapat tidak lagi kuat
jika di dalam masyarakat ide-ide seperti ini diboikot dan pelakunya dikucilkan.

Dalam penelitian ini ingin diketahui pokok pembahasan yaitu:


Bagaimana bentuk pembatasan kebebasan berbicara dan berpendapat oleh
masyarakat Amerika Serikat terkait pemboikotan yang dialami oleh Dixie
Chicks?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pemboikotan yang dilakukan oleh


publik Amerika Serikat kepada Dixie Chicks sebagai akibat dari aspirasi yang
mereka sampaikan. Dixie Chicks menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
Presiden Bush beserta sekutunya yang ketika itu sedang bersiap untuk melakukan
invasi terhadap Iraq. Pernyataan tersebut tidak popular bagi sebagian masyarakat
Amerika dan komunitas musik country yang secara demografis merupakan
mayoritas republikan mendapatkan respon yang berpotensi menghancurkan karir
mereka.

Berikutnya ingin diketahui bagaimana fenomena ini jika dikaitkan dengan konsep
kebebasan berbicara dan berpendapat yang merupakan salah satu hak masyarakat
yang harus dibela oleh pemerintah. Walaupun aspirasi yang disampaikan Dixie
Chicks tidak populer telah dilindungi oleh konstitusi dan oleh karena itu tidak
seharusnya mendapatkan respon dapat menyakiti mereka.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penelitian lebih jauh, penulis meninjau beberapa karya yang
sudah ada sehubungan dengan kontroversi pemboikotan yang dialami oleh Dixie

Universitas Indonesia
6

Chicks. Gabriel Rossman meniliti kasus ini dari sudut pandang media blacklist.
Berdasarkan temuan Rossman bukan hanya Dixie Chicks yang mengeluarkan
pernyataan melawan perang seperti yang dilakukan oleh Dixie Chicks. Beberapa
tokoh publik seperti Michael Moore, Martin Sheen, dan Susan Sarandon juga
menyatakan ketidaksetujuannya. Akan tetapi, lanjut Rossman, tidak ada yang
menghadapi konsekwensi material yang sangat tajam seperti yang dialami Dixie
Chicks.12

Dalam analisisnya Rossman tidak menemukan bukti bahwa industri tidak


memboikot Dixie Chicks meskipun mereka tidak menyetujuinya. Mereka hanya
melihat dari segi keuntungan bahwa mempertahankan Dixie Chicks adalah bunuh
diri bagi bisnis mereka. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, penikmat
musik country menaruh rasa dendam terhadap Dixie Chicks. Reaksi pemilik usaha
terjadi bukan sebagai terjemahan kemarahan mereka terhadap Dixie Chicks,
melainkan respon dalam menerjemahkan kemarahan konsumen mereka.13

Selanjutnya melalui tulisan yang dibuat oleh Lesley Pruitt, membahas sejarah
mendalam musik country yang sebagai jenis musik yang sering bercerita tentang
perang baik berbentuk dukungan maupun yang bersifat protes. Penikmat aliran
musik ini sebagian besar adalah dari kalangan konservatif yang memiliki
kebanggan patriotik yang kuat pada negaranya. Dalam konteks perang Iraq,
kelompok ini termasuk pihak yang mendorong invasi tersebut. Oleh karena itu
ketika Dixie Chicks mengeluarkan pernyataan tersebut, pihak yang kecewa adalah
kebanyakan berasal basis penggemar mereka sendiri.14

12 Gabriel Rossman, Elites, Masses, and Media Blacklists: The Dixie Chicks Controversy,
dalam Social Forces, Vol. 83, No. 1 (Sep., 2004), (Oxford: Oxford University Press, 2004), hlm.
73-75.

13 Ibid, hlm. 76.

14 Lesley Pruitt, Real Men Kill and a Lady Never Talks Back: Gender Goes to War in Country
Music, dalam International Journal on World Peace, Vol. 24, No. 4 (DECEMBER 2007),
(Professors World Peace Academy, 2007), hlm. 92-93.

Universitas Indonesia
7

Jika Dixie Chicks adalah kelompok music anti-establishemt atau punk mungik
reaksi yang mereka terima akan biasa saja. Namun sebagai kelompok beraliran
country pernyataan tersebut dirasakan sebagai pengkhianataan yang besar oleh
penggemar mereka.

1.5 Kerangka Konsep dan Teori


1.5.1 Nasionalisme dan Identitas Politik

Nasionalisme dan politik identitas merupakan dua konsep ilmu sosial dan politik
yang menjelaskan jati diri atau rasa memiliki yang mengidentifikasi identitas
seseorang. Pemboikotan Dixie Chicks oleh masyarakat Amerika Serikat dapat
dilihat dengan menggunakan kedua konsep tersebut. Keduanya merupakan konsep
yang memiliki keterkaitan namun dapat dibedakan.

Menurut James G Kellas, nasionalisme secara umum dapat diartikan sebagai:


Nasionalisme merupakan sebuah ideologi dan bentuk perilaku. Ideologi
nasionalisme dibangun di atas masyarakat yang memiliki kesadaran
berbangsa (kesadaran diri nasional) yang ditunjukkan dengan sikap dan
aksi, dalam bentuk budaya, ekonomi atau politik.15

Nasionalisme adalah sebuah konsep multidimensional yang kompleks dan


melibatkan identifikasi komunal pada suatu bangsa. Ia merupakan ideologi politik
yang berorientasi untuk mendapatkan dan mempertahankan self-governance, atau
kedaulatan penuh atas wilayah yang mempunyai sejarah yang signifikan.16
Nasionalisme membangun kesadaran rakyat sebagai suatu bangsa serta memberi
seperangkat sikap dan program tindakan. Tingkah laku seorang nasionalis
didasarkan pada perasaan menjadi bagian dari suatu komunitas bangsa.

15 James G. Kellas, The Politics of Nationalism and Ethnicity, (New York City: St. Martins
Press, 1998), hlm. 4.

16 Anna Triandafyllidou, National identity and the other, dalam Ethnic and Racial Studies. 21
(4), (Milton Park: Taylor & Francis, 1998), hlm. 593-594.

Universitas Indonesia
8

Anthony D. Smith mengemukakan nasionalisme sebagai sebuah ideologi,


nasionalisme memiliki sasaran untuk mencapai pemerintahan yang kolektif,
penyatuan wilayah, dan identitas budaya, juga kerapkali mempunyai program
politik dan budaya yang jelas untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.17
Pemahaman tersebut berkaitan dengan sasaran nasionalisme itu sendiri yaitu
dicapainya otonomi nasional, kesatuan nasional dan identitas nasional yang
disatukan dalam sebuah pemahaman mengenai sebuah bangsa yang aktual dan
bangsa yang potensial.

Meskipun demikian, untuk mengetahui bentuk nasionalisme suatu negara tertentu,


diperlukan kajian lanjutan karena setiap negara unik dan tersusun oleh unsur yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Nasionalisme Indonesia misalnya terbentuk
karena kesamaan nasib atas penjajahan yang dilakukan oleh kolonial barat.18
Nasionalisme negara lain belum tentu sama karena tidak semua negara mengalami
penjajahan. Nasionalisme negara lain belum tentu sama karena mereka memiliki
pembentuk nasionalisme yang berbeda.

Dari pandangan politik atau sosiologis, ada tiga paradigma utama untuk memahami
asal-usul dan dasar nasionalisme. Paradigma pertama dikenal sebagai
primordialisme, yang melihat terbentuknya nasionalisme sebagai fenomena alam.
Paradigma ini menjelaskan bahwa meskipun konsep kebangsaan merupakan
konsep yang baru, sebenarnya ia telah sejak lama. Paradigma kedua adalah
etnosimbolisme, perspektif kompleks yang berusaha untuk menjelaskan
nasionalisme dengan mengontekstualisasikan nasionalisme itu sepanjang sejarah
sebagai fenomena evolusi dinamis dan dengan lebih meneliti kekuatan
nasionalisme sebagai akibat dari hubungan subjektif bangsa untuk simbol nasional
dijiwai dengan makna sejarah. Paradigma ketiga, dan yang paling dominan adalah

17 Anthony D. Smith, Nationalism: Theory, Ideology, History, 2nd Edition (Cambridge: Polity,
2010), hal.26

18 Hariyono, Ideologi Pancasile, Roh Progresif Nasionalisme Indonesia, (Malang: Intrans


Publishing, 2014), hal. 59.

Universitas Indonesia
9

Modernisme. Paradigma ini melihat nasionalisme sebagai fenomena baru yang


membutuhkan kondisi struktural masyarakat modern untuk eksis.19

Identitas politik adalah posisi politik seseorang berdasarkan kepentingan dan


perspektif yang bersangkutan. Rene Anspach mendefinisikan identitas politik
sebagai gerakan sosial yang berusaha untuk mengubah konsepsi sosial partisipan
mereka.20 Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis,
suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu misalnya sebagai
bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok
tersebut. Menurut Sri Astuti Buchari. Politik identitas merupakan suatu alat
perjuangan politik suatu etnis untuk mencapai tujuan tertentu, dimana
kemunculannya lebih banyak disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu yang
dipandang oleh suatu etnis sebagai adanya suatu tekanan berupa ketidakadilan
politik yang dirasakan oleh mereka.21

Pernyataan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa politik identitas merupakan


alat perjuangan yang dipakai suatu kelompok untuk memperjuangkan apa yang
menjadi keingininan kelompok tersebut. Politik identitas pada dasarnya sering
muncul ketika terjadi adanya ketidakadilan atau biasanya hal tersebut juga muncul
akibat adanya konflik yang melibatkan kelompok satu dengan kelompok yang lain.
Hal tersebut terjadi karena merasa adanya kesamaan karakteristik atau etnis serta
kesukuan suatu kelompok tersebut.

Kemudian dalam pembangunan arah identitas, maka diperlukan sebuah cara untuk
membentuk identitas tersebut, menurut Castells dalam Buchari, ada tiga
pembentukan dalam membangun sebuah identitas, yaitu identitas legitimasi,
identitas resisten, dan identitas proyek. Identitas Legitimasi, yaitu identitas yang

19 Op.Cit. Smith, hal 47-55.

20 Rene Anspach, From Stigma to Identity Politics: Political Activism Among the Physically
Disabled and Former Mental Patients, dalam Social Science and Medicine, Vol. 13A, (New York:
Elsevier, 1979), hal. 765

21 Sri Astuti Buchari, Kebangkitan Etnis Menuju politik Identitas (Jakarta: Obor, 2014), hlm, 20

Universitas Indonesia
10

diperkenalkan oleh sebuah institusi yang mendominasi suatu masyarakat yang


merasionalisasikan dan melanjutkan dominasinya terhadap aktor-aktor sosial,
seperti misalnya suatu institusi negara yang mencoba meningkatkan identitas
kebangsaan anggota masyarakat. Institusi tersebut memang telah mendapatkan
legitimasi untuk melakukan hal tersebut.22

Identitas Resisten yaitu sebuah proses pembentukan identitas oleh aktor-aktor sosial
yang dalam kondisi tertekan dengan adanya dominasi dan stereotipe oleh pihak-
pihak lain sehingga membentuk resistensi dan pemunculan identitas yang berbeda
dari pihak yang mendominasi, dengan tujuan untuk kelangsungan hidup kelompok
atau golongannya. Sebuah terminologi yang disebutkan ketika Calhoun
mengidentifikasi munculnya politik identitas. Identitas Proyek yaitu suatu identitas
dimana aktor-aktor sosial membentuk suatu identitas baru yang dapat menentukan
posisi-posisi baru dalam masyarakat sekaligus mentransformasi struktur
masyarakat secara keseluruhan. Hal ini misalnya, terjadi ketika sekelompok aktivis
feminisme berusaha membentuk identitas baru perempuan, menegosiasikan posisi
perempuan dalam masyarakat, dan akhirnya merubah struktur masyarakat secara
keseluruhan dalam memandang peranan perempuan. 23

Tiga pembangunan identitas tersebut yang membentuk politik identitas. Politik


identitas muncul sebagai alat suatu kelompok untuk menunjukan jatidirinya serta
sebagai proses perjuangan suatu kelompok tersebut. mulai dari perjuangan untuk
legitimasi identitas suatu kelompok, memperjuangkan ketidakadilan dalam kondisi
tertekan oleh kelompok yang lainnya, serta alat perjuangan untuk proyek identitas
yang bertujuan untuk membentuk suatu identitas yang baru.

Nasionalisme Amerika Serikat terbentuk seiring berdirinya negara tersebut pada


abad ke-18. Amerika Serikat didirikan oleh 13 koloni-koloni Britania yang tidak
lagi menidentifikasikan diri mereka sebagai orang Inggris. Negara Amerika Serikta
periode awal lemah karena masing-masing koloni lebih mementingkan negara

22 ibid, hlm. 23

23 ibid, hlm. 24

Universitas Indonesia
11

bagian mereka dibandingkan kepentingan nasional.24 Perang Sipil antara


Konfederasi Amerika (yang terdiri dari negara bagian-negara bagian selatan)
merasa terasingkan dengan Amerika Serikat (negara bagian utara) mejadi tragedi
yang memakan banyak korban. Meskipun sisi terang peristiwa ini pada akhirnya
menjadi transisi yang membentuk nasionalisme Amerika yang berdasarkan pada
kewarganegaraan bukan etnisitas.25

Dinamika nasionalisme modern Amerika Serikat dibentuk oleh identitas politik


masyarakatnya. Salah satu identitas politik yang membelah masyarakat Amerika
Serikat adalah pandangan politik yang dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar yaitu liberal dan konservatif. Perbedaan mendasar keduanya adalah
dalam cara mereka dalam memelihara status quo. Liberal mempercayai dan
mengizinkan perubahan sementara konservatif cenderung ingin mempertahankan
struktur yang telah ada. Konservatif biasanya lebih menghargai kelompok
(keluarga, ras, agama, bangsa) karena dapat menjamin stabilitas sedangkan
cenderung menghargai individu. Perbedaan liberal dan konservatif juga dapat
ditentukan oleh pengalaman. Konservatif biasanya berasal dari kelompok dominan
yang tidak membutuhkan perubahan sementara liberal biasanya datang dari
kelompok minoritas yang menginginkan perubahan.26

Nasionalisme Amerika Serikat kerap disandingkan dengan patriotisme bahkan


penggunaan kedua konsep itu sering tertukar. Patriotisme oleh Stephen Nathanson
didefinisikan sebagai kecintaan dan/atau pengabdian ke negara sendiri. 27 George
Orwell memisahkan nasionalisme dan patriotisme melalui pendekatan pasif-
agresif. Menurut Orwell nasionalisme adalah tentang kekuatan, yaitu gengsi sebuah

24 Edward J. Larson, George Washington, Nationalist, (Charlottesville: U of Virginia Press, 2014)

25 Charles E. Larsen, "Nationalism and States' Rights in Commentaries on the Constitution after
the Civil War." American Journal of Legal History 3.4, (Oxford: Oxford University Press, 1959),
hlm 360-369.

26 Balaji Viswanathan, What is the difference between a liberal and a conservative? Dikutip dari
https://www.quora.com/What-is-the-difference-between-a-liberal-and-a-conservative pada tanggal
1 Maret 2017, pukul 20.05.

27 Stephen Nathanson, Patriotism, Morality, and Peace, (Lanham: Rowman & Littlefield, 1993),
hlm. 34-35.

Universitas Indonesia
12

negara untuk menunjukkan kekuatannya. Sedangkan patriotisme adalah


membanggakan kebesaran sebuah negara tanpa menghiraukan yang lainnya.28

Tindakan patriotisme oleh Schatz dan kolega dibedakan menjadi dua bentuk.
Pertama adalah patriotisme buta, yaitu bentuk patriotik yang kaku dan keterikatan
yang tidak fleksibel kepada negara. Ciri-ciri patriotisme buta adalah meragukan
evaluasi positif dan tidak dapat menoleransi kritikan. Kedua adalah patriotisme
konstruktif yang menginginkan perubahan positif dan merupakan kebalikan dari
patriotisme buta.29

1.5.2 Kebebasan Berbicara dan Berpendapat

Ivor Jennings mengatakan, "Tanpa kebebasan berbicara, daya tarik untuk yang
menjadi sebab dasar demokrasi tidak bisa dibuat". Ekspresi merupakan masalah
kebebasan dan hak. Kebebasan berpikir dan hak untuk mengetahui adalah sumber
ekspresi. Kebebasan berpendapat adalah urat nadi dari demokrasi. Kebebasan
berekspresi adalah bagian integral dari ekspansi dan pemenuhan kepribadian
individu. Kebebasan berekspresi menjadi sangat penting dalam susunan negara
demokratis dimana rakyat dipimpin dalam suatu negara berdaulat. 30 John Milton
mengatakan bahwa tanpa kebebasan tidak ada iklim sehat dalam kehidupan moral
dan intelektual baik individu atau bangsa.31

Seperti yang didefinisikan oleh Harold Laski "Demokrasi adalah Pemerintah


dengan diskusi" dapat sukses hanya ketika ada partisipasi efektif dari orang-orang

28 George Orwell. Notes on Nationalism, dalam Collected Essays, Journalism and Letters vol.
3, 36180, (London: Secker & Warburg, 2000), hlm 362.

29 Robert T. Schatz, dkk.. On the Varieties of National Attachment: Blind versus Constructive
Patriotism, dalam Political Psychology 20(1):151-74, (Asheville: International Society of
Political Psychology, 1999), hlm 153.

30 Ivor Jennings, Cabinet Government 3rd edition, (Cambridge: Cambridge University Press,
2009), hlm. 13.

31 Johan Milton, Aeropagitica and Other Tracts, 1644. dikutip dari


https://www.dartmouth.edu/~milton/reading_room/areopagitica/text.html diakses pada tanggal 6
Februari 2017, pukul 18.43.

Universitas Indonesia
13

di pemerintah. Untuk itu masyarakat perlu dididik bahwa kebebasan merupakan


sesuatu yang esensial karena kekuatan untuk mengawasi harusnya dilakukan oleh
masyarakat terhadap pemerintah dan bukan sebaliknya.32 Kebebasan berekspresi
menjadi suatu elemen yang yang dianggap penting untuk menciptakan kondisi
untuk mencapai pemerintahan yang demokratis.

Kebebasan berpendapat merupakan komoditi yang sangat diperlukan untuk


menciptakan ide-ide. Ernest Hocking mengatakan jika seseorang memiliki sebuah
ide, ia memiliki dorongan untuk menyebarkan pengetahuan yang dimilikinya.
Hocking meneruskan, takdir dari pemikiran seseorang adalah untuk memiliki
kemampuan untuk berperan membentuk perilaku publik. Penindasan kebebasan
berbicara bisa berujung konsekuensi yang menyakitkan bagi seseorang yang
memiliki kemampuan untuk melahirkan ide tapi menjadi tidak berarti apa-apa bagi
komunitasnya.33

Kepentingan sosial dalam kebebasan berpendapat didasarkan pada gagasan bahwa


tanpa ekspresi, tidak ada masyarakat sama sekali, karena komunikasi adalah inti
dari kehidupan sosial.34 George Bernard Shaw mengatakan bahwa seluruh teori kita
kebebasan berbicara dan berpendapat bagi semua warga negara terletak bukan pada
asumsi bahwa semua orang benar. Melainkan kepastian bahwa semua orang salah
pada suatu titik di mana orang lain benar, sehingga ada bahaya publik yang
membiarkan pendapat seseorang tidak didengar.35

32 Ralph Milliband, Harold Laskis Socialism dalam The Socialist Register 1995, (Socialist
Register, 1995), hlm. 246-247.

33 Ernest William Hocking. Freedom of the Press: A Framework of Principle, dalam Robert E.
Drechsel, Media Ethics and Media Law: The Transformation of Moral Obligation into Legal
Principle, (Notre Dame: Ethics & Pub. Pol'y 5, 1992), hlm 5.

34 Lon L. Fuller, The morality of Law; revised edition, (New Haven: Yale University Press, 2009),
hlm. 184-186

35 George Bernard Shaw, Socialism for Millionaires, 1901, hlm. 16., dikutip dari
http://digital.library.lse.ac.uk/objects/lse:duf537zem diakses pada 6 Februari 2017 pukul 19.59.

Universitas Indonesia
14

Kebebasan berbicara dan berekspresi diperlukan untuk memenuhi tujuan berikut:36

1) Untuk menemukan kebenaran: Secara historis argumen yang paling tahan


lama untuk prinsip kebebasan berekspresi didasarkan pada pentingnya
diskusi terbuka menemukan kebenaran. Jika pembatasan berpendapat
ditoleransi, masyarakat dapat menjaga penetapan dan penerbitan fakta yang
akurat dan opini yang berharga. Uji coba untuk menemukan kebenaran
adalah kekuatan pikiran untuk diterima oleh publik.37 Kebenaran akan
dihasilkan dari 'marketplace of ideas " yang dihasilkan persaingan
intelektual.
2) Untuk penyaluran potensi: kebebasan berbicara dapat dilihat sebagai aspek
integral dari hak setiap individu untuk pengembangan diri dan pemenuhan.
Pembatasannya dapat menghambat pertumbuhan kepribadian seseorang.
Reflektif pikiran, kesadaran akan pilihannya membedakan manusia dari
hewan. Kebebasan berbicara juga terkait erat dengan kebebasan
fundamental lainnya. Dengan demikian, untuk mengembangkan
kepribadian, kebebasan berbicara dan berekspresi sangat penting.
3) Sebagai nilai demokrasi: Kebebasan berbicara adalah benteng Pemerintah
yang demokratis. Kebebasan ini sangat penting untuk berfungsinya proses
demokrasi. Hal ini dianggap sebagai syarat pertama kebebasan. Tercapainya
syarat ini akan membuka kebebasan-kebebasan lainnya. 9 Dalam
demokrasi, kebebasan berbicara dan berekspresi membuka saluran diskusi
bebas dari berbagai masalah. Kebebasan berbicara memainkan peran
penting dalam pembentukan opini publik tentang masalah sosial, politik dan
ekonomi.
4) Untuk menjaga pluralisme: Kebebasan Berbicara merangkul dan
memperkuat pluralisme. Ia memastikan bahwa berbagai jenis nilai berlaku

36 Freedom of Speech and Expression, hlm. 41-43,


http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/36776/11/11_chepter 2.pdf diakses pada 8
Februari 2007, pukul 19.03.

37 US Supreme Court, Abrams v. US, 250 US 616, 630-631,


https://supreme.justia.com/cases/federal/us/250/616/case.html diakses pada 8 Februari 2017, pukul
20.25.

Universitas Indonesia
15

dan memberikan kesempatan bagi orang-orang yang mengikuti menjalani


nilai hidup tertentu.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebebasan berbicara memungkinkan penemuan


kebenaran, yang penting untuk berjalannya sebuah konstitusi yang demokratis dan
merupakan aspek pemenuhan diri manusia.

1.6 Metode Penelitian

Metode merupakan pengaturan prosedur tentang tahapan pengumpulan data,


analisis data dan proses penelitian. Metode menjadi cara utama yang dipergunakan
untuk mencapai suatu tujuan dalam penelitian atau menyusun teori untuk
diaplikasikan pada data dan merupakan rencana konseptual dari suatu
pengamatan.38 Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan berfokus
pada usaha mengeksplorasi secara detail mungkin sejumlah data yang ada agar
dapat dibahas secara mendalam. Adapun jenisnya menggunakan jenis deskriptif
analisis yang akan menjawab bagaimana suatu konteks penelitian terjadi dengan
memberikan gambaran fakta-fakta yang ada.

Metode kualitatif baik digunakan untuk meneliti mengenai teks, maupun aspek
terkait interaksi antara teks dan khalayak. Penggunaan interpretasi untuk
membentuk konstruksi sosial adalah penekanan yag dilakukan oleh metode ini.
Asumsinya adalah sebagai makhluk sosial, realitas adalah produk yang tiada henti.
Penelitian kualitatif juga lebih fokus pada proses interaksi ketimbang variabel,
dengan mengutamakan otentisitas dan bukan reabilitas, nilai-nilai dapat dihadirkan
tidak harus bebas nilai, bisa merupakan analisis tematik, kasusnya dapat kecil dan
terbatas, dan peneliti dapat terlibat dalam proses penelitian itu.39

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan analisis
isu kualitatif, yaitu dengan meneliti teks yang berupa kata-kata, makna, foto,
lukisan, simbol-simbol, karikatur, audio, video, atau pesan apapun yang dapat

38 Umar Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hlm. 10.

39 Lawrence Neuman, Social research Method Qualitative and Quantitative Aproach 6th (Pearson
International Edition, 2006), hlm. 13-14

Universitas Indonesia
16

dikomunikasikan. Analisis terhadap isi adalah dengan menyelidiki makna yang


terkandung di dalam teks dan disesuaikan dengan konteks sosialnya.

1.7 Kerangka Alur Berpikir

Kebebasan Berbicara Penyampaian Pendapat


dan Berpendapat Dixie Chicks
(Amandemen I)

Reaksi Masyarakat
Amerika Serikat

Pada Kerangka alur Berfikir diperlihatkan Amendemen I yang menjamin kebebasan


berekspresi rakyat Amerika Serikat yang telah dijamin oleh konstitusi tanpa
mendapat kekangan dan rasa takut dari pemerintah. Dixie Chicks, walaupun berhak
menyampaikan aspirasinya mendapat kekangan, walau secara langsung bukan oleh
pemerintah.

1.8 Sistematika Penulisan

Penulisan karya tulis ini akan dibagi menjadi empat bab dan beberapa sub bab.
Adapun sistematika penulisan asdalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang uraian mengenai permasalahan


yang diangkat dalam tugas karya akhir ini. Penelitian dimulai dengan latar
belakang, permasalahan dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian. Selanjutnya
akan dijabarkan tentang kerangka pemikiran yang terdiri dari tinjauan pustaka,
kerangka teori, metode penelitian, diagram alur berfikir dan sistematika penelitian.
BAB II KRITIK DIXIE CHICKS TERHADAP KEBIJAKAN PERANG
AMERIKA SERIKAT SEBAGAI BENTUK KEBEBASAN BEREKSPRESI.

Universitas Indonesia
17

Bagian ini ingin menjelaskan kejadian yang terjadi yang menjadi pokok
permasalahan yang memicu pemboikotan Dixie Chicks dari industri musik country.
Disini akan dideskripsikan riwayat yang terjadi disekitar kejadian tersebut secara
lebih detil bagaimana bentuk protes yang dilayangkan kepada administrasi Bush.

BAB III PEMBOIKOTAN DIXIE CHICKS DAN KEADAAN KEBEBASAN


BEREKSPRESI DI AMERIKA SERIKAT. Pada bab ini ingin dijelaskan bentuk
pemboikotan dan pembatasan kebebasan berbicara yang dilakukan oleh masyarakat
Amerika Serikat terhadap Dixie Chicks. Selanjutnya juga ingin dijelaskan
bagaimana bentuk kebebasan berekspresi yang terjadi dalam lingkup kebebasan
berekspresi yang dijamin oleh Amandemen I. Ingin diketahui apakah ia merupakan
jenis ekspresi yang dilindungi atau tidak. Apakah pemboikotan yang mereka terima
telah melanggar kebebasan mereka untuk berpendapat atau tidak. Selanjutnya juga
ingin dilihat bagaimana respon Dixie Chicks dalam menghadapi situasi tersebut.

BAB IV PENUTUP. Bagian ini berisi kesimpulan dari data dan analisa yang
ditemukan dalam pembuatan karya tulis. Karya tulis ini diharapkan dapat
memberikan sudut pandang baru terkait topik pembahasan dan untuk ilmu
pengetahuan secara lebih luas.

Universitas Indonesia
18

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal


Anspach, Rene. 1979. From Stigma to Identity Politics: Political Activism Among
the Physically Disabled and Former Mental Patients, dalam Social
Science and Medicine, Vol. 13A, New York: Elsevier.
Beal, Amy. 2008. Politics and Protest in American Musical History, dalam Music
& Politics 2, Number 1,. Ann Arbor: Umich.
Buchari, Sri Astuti. 2014. Kebangkitan Etnis Menuju politik Identitas. Jakarta:
Obor.
Dreschel, Robert E.. 1992. Media Ethics and Media Law: The Transformation of
Moral Obligation into Legal Principle. Notre Dame: Ethics & Pub. Poly
5.
Fuller, Lon L.. 2009. The morality of Law; revised edition. New Haven: Yale
University Press.
Fraser, Nancy. 1981. Rethinking the public sphere: A contribution to the critique
of actually existing democracy dalam Social Text No. 25-26.
Durham:Duke University Press.
Gordon, Jill. 1997. John Stuart Mill and the "Marketplace of Ideas"dalam Social
Theory and Practice Vol. 23, No. 2. Tallahassee: Florida State University.
Hariyono.2014. Ideologi Pancasile, Roh Progresif Nasionalisme Indonesia.
Malang: Intrans Publishing.
Husein, Umar. 1991. Metode Penelitian Untuk Skripsi. Jakarta: Rajawali Pers.
Jennings, Ivor. 2009. Cabinet Government 3rd edition. Cambridge University
Press.
Kellas, JamesG.. 1998. The Politics of Nationalism and Ethnicity. New York City:
St. Martins Press.
Larsen, Charles E.. 1959. "Nationalism and States' Rights in Commentaries on the
Constitution after the Civil War." American Journal of Legal History 3.4.
Oxford: Oxford University Press.
Larson, Edward J.. 2014. George Washington, Nationalist. Charlottesville: U of
Virginia Press.

Universitas Indonesia
19

Milliband, Ralph. 1995. Harold Laskis Socialism dalam The Socialist Register
1995. Socialist Register.
Nathanson, Stephen. 1993. Patriotism, Morality, and Peace. Lanham: Rowman &
Littlefield.
Neuman, Lawrence. 2006. Social research Method Qualitative and Quantitative
Aproach 6th. Pearson International Edition.
Orwell, George. 2000. Notes on Nationalism, dalam Collected Essays,
Journalism and Letters vol. 3, 36180. London: Secker & Warburg
Pruitt, Lesley. 2007. Real Men Kill and a Lady Never Talks Back: Gender Goes
to War in Country Music, dalam International Journal on World Peace,
Vol. 24, No. 4. Professors World Peace Academy.
Redish, Martin.1982. Value of Free Speech dalam University of Pennsylvania
Law review Vol. 130:591. Philadelphia: University of Pennsylvania.
Rodnitzky, Jerome L.. 2004. The Evolution of the American Protest Song
dalam The Journal of Popular Culture Vol.III, Issue 1,. Hoboken: Wiley-
Blackwell.
Rossman, Gabriel. 2004. Elites, Masses, and Media Blacklists: The Dixie Chicks
Controversy, dalam Social Forces, Vol. 83, No. 1 (Sep., 2004), Oxford:
Oxford University Press.
Schatz, Robert T, dkk. 1999. On the Varieties of National Attachment: Blind
versus Constructive Patriotism, dalam Political Psychology 20(1):151-74.
Asheville: International Society of Political Psychology.
Smith, Anthony D.. 2010. Nationalism: Theory, Ideology, History, 2nd Edition.
Cambridge: Polity.
Street, John, dkk,. 2008. Playing to the Crowd: The Role of Music and
Musicians in Political Participationdalam The British Journal of Politics
& International Relations Vol. 10, No. 2, Norwich: BJIPR.
Triandafyllidou, Anna. 1998. National identity and the other, dalam Ethnic and
Racial Studies. 21 (4), Milton Park: Taylor & Francis.

Universitas Indonesia
20

Film
Kopple, Barbara dan Cecilia Peck. 2006. Dixie Chicks: Shut Up and Sing.
Amerika Serikat: The Weinstein Company.

Internet
Cornell Univerity Law School. First Amandment.
https://www.law.cornell.edu/wex/first_amendment diakses pada 7
Februari 2017.
Freedom of Speech and Expression.
http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/36776/11/11_chepter
2.pdf diakses pada 8 Februari 2007,

Milovanovich, Zoran. Freedom of Speech and Freedom of the Press.


www.lincoln.edu/criminaljustice/hr/Speech.htm diakses pada 7 Februari
2017.
Milton, John. 1644. Aeropagitica and Other Tracts,
https://www.dartmouth.edu/~milton/reading_room/areopagitica/text.html,
diakses pada tanggal 6 Februari 2017.
Shaw, George Bernard. 1901. Socialism of Millionaires,
http://digital.library.lse.ac.uk/objects/lse:duf537zem, diakese pada 6
Februari 2017.
US Supreme Court. 1919. Abrams v. US, 250 US 616, 630-631,
https://supreme.justia.com/cases/federal/us/250/616/case.html diakses
pada 8 Februari 2017.
Viswanathan, Balaji. What is the difference between a liberal and a conservative?
diakses dari https://www.quora.com/What-is-the-difference-between-a-
liberal-and-a-conservative pada tanggal 1 Maret 2017, pukul 20.05.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai