UNIVERSITAS INDONESIA
PROPOSAL
RAIHAN FIRDAUS
1006664325
2017
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada tanggal 10 Maret 2003, Dixie Chicks, sebuah kelompok musik perempuan
yang berasal dari Texas menggelar sebuah konser di London, Inggris. Selain
menghibur penggemar mereka dengan karya, Dixie Chicks juga menyisipkan pesan
politik didalamnya.1
Musik dalam politik dapat menjadi alat yang dapat digunakan oleh seseorang untuk
menyampaikan gagasan politik tertentu. Meskipun secara langsung tidak dapat
menentukan sebuah kebijakan politik, kemampuan musik yang dapat menarik
khalayak ramai dapat menjadikannya sebuah wadah untuk membentuk sebuah
partisipasi politik yang besar.2 Di Amerika Serikat, keberadaan musik sebagai alat
protes dapat dilacak bahkan hingga Perang Revolusi Amerika ketika Amerika
Serikat belum merdeka. Ketika Negara Amerika Serikat terbentuk, tradisi musik
sebagai sarana aspirasi terus berlanjut di setiap periode menbahas isu yang berbeda-
beda.3
1 Barbara Kopple dan Cecilia Peck, Dixie Chicks:Shut Up and Sing, (The Weinstein Company,
Amerika Serikat, 2006)
2 Nancy Fraser, Rethinking the public sphere: A contribution to the critique of actually existing
democracy dalam Social Text No. 25-26 (Durham: Duke University Press, 1981), hlm. 109-111.
3 Jerome L. Rodnitzky, The Evolution of the American Protest Song dalam The Journal of
Popular Culture Vol.III, Issue 1, (Hoboken: Wiley-Blackwell, 2004), hlm. 26-28.
Universitas Indonesia
2
speech and expression)4. Inilah yang kemudian menjadi salah satu kebanggan yang
mencerminkan identitas Amerika Serikat sebagai bangsa. Kebebasan berbicara dan
berpendapat merupakan kebebasan menyuarakan pendapat secara terbuka tanpa
rasa takut terhadap kekangan pemerintah. Hal ini telah disebut secara kuat dalam
undang-undang dasar dan secara luas dirangkul oleh masyarakat Amerika Serikat
sebagai cara hidup.5
Kebebasan berbicara dan berpendapat itu telah dirangkul dan membudaya dalam
masyarakat Amerika Serikat. Bagi musisi cara terbaik adalah menjadikan gagasan
dan bisikan hati mereka dalam sebuah karya. Secara umum bentuk pengaplikasian
5 Martin Redish, Value of Free Speech dalam University of Pennsylvania Law review Vol.
130:591 (Philadelphia: University of Pennsylvania, 1981), hlm. 592.
6 Jill Gordon, John Stuart Mill and the "Marketplace of Ideas"dalam Social Theory and Practice
Vol. 23, No. 2, (Tallahassee: Florida State University, 1997), hlm. 235.
Universitas Indonesia
3
musik sebagai suatu ekspresi gagasan politik dapat dikategorikan melalui dua
bentuk, yaitu Musik Partiotisme seperti lagu-lagu kebangsaan atau propaganda pro-
perang; dan Musik Protes seperti lagu yang berisi keresahan terhadap suatu isu
sosial dan/atau politik seperti propaganda anti-perang.7
Ketika Dixie Chicks sedang melakukan tur dari album mereke Home, salah satu
lagu bertajuk Travelling Soldier tentang romansa dua sejoli yang menceritakan
penderitaan sang perempuan karena pasangannya harus melaksanakan kewajiban
untuk membela negara untuk berperang. Oleh karena itu, ketika situasi politik dunia
terkait Iraq sedang memanas medio 2003, Dixie Chicks memanfaatkan lagu
tersebut sebagai sarana protes.
7 Amy Beal, Politics and Protest in American Musical History, dalam Music & Politics 2,
Number 1, (Ann Arbor: Umich, 2008), hal. 3.
8 John Street, dkk, Playing to the Crowd: The Role of Music and Musicians in Political
Participationdalam The British Journal of Politics & International Relations Vol. 10, No. 2,
(Norwich: BJIPR, 2008), hlm. 271-272.
Universitas Indonesia
4
Pada konser 10 Maret yang diadakan di London, Inggris, selepas membawakan lagu
Travelling Soldier mereka mengutarakan ketidaksetujuan mereka terhadap rencana
perang dan melimpahkan kekecewaan mereka terhadap Presiden George W. Bush.
Dixie Chicks memiliki pendirian dalam subjek ini dan mereka secara jelas
menyampaikannya kepada publik. Sesuatu yang tidak mereka antisipasi adalah
reaksi kemarahan publik Amerika yang berujung pada pemboikotan grup tersebut
yang berlangsung hingga tahun tiga tahun kemudian.11
Pengucilan yang diterima Dixie Chicks oleh radio-radio country dan dari komunitas
industri musik country menandakan belum tercapainya tujuan amandemen pertama
pada komunitas tertentu di Amerika Serikat. Kebebasan berbicara adalah
kemampuan untuk bersuara tanpa takut untuk disensor. Oleh karena itu ia hak vital
dalam nilai demokrasi liberal yang dianut oleh Amerika Serikat. Sebaliknya,
kelompok-kelompok dan individu tertentu merasa komentar yang disuarakan
Maines tidak benar, tidak pantas, salah arah, atau melulu karena perasaan sentimen
mereka tidak setuju karena pendapat mereka saling bertentangan. Komunitas musik
dengan tindakan mereka mengusir Dixie Chicks dari komunitas mereka.
Universitas Indonesia
5
Berikutnya ingin diketahui bagaimana fenomena ini jika dikaitkan dengan konsep
kebebasan berbicara dan berpendapat yang merupakan salah satu hak masyarakat
yang harus dibela oleh pemerintah. Walaupun aspirasi yang disampaikan Dixie
Chicks tidak populer telah dilindungi oleh konstitusi dan oleh karena itu tidak
seharusnya mendapatkan respon dapat menyakiti mereka.
Sebelum melakukan penelitian lebih jauh, penulis meninjau beberapa karya yang
sudah ada sehubungan dengan kontroversi pemboikotan yang dialami oleh Dixie
Universitas Indonesia
6
Chicks. Gabriel Rossman meniliti kasus ini dari sudut pandang media blacklist.
Berdasarkan temuan Rossman bukan hanya Dixie Chicks yang mengeluarkan
pernyataan melawan perang seperti yang dilakukan oleh Dixie Chicks. Beberapa
tokoh publik seperti Michael Moore, Martin Sheen, dan Susan Sarandon juga
menyatakan ketidaksetujuannya. Akan tetapi, lanjut Rossman, tidak ada yang
menghadapi konsekwensi material yang sangat tajam seperti yang dialami Dixie
Chicks.12
Selanjutnya melalui tulisan yang dibuat oleh Lesley Pruitt, membahas sejarah
mendalam musik country yang sebagai jenis musik yang sering bercerita tentang
perang baik berbentuk dukungan maupun yang bersifat protes. Penikmat aliran
musik ini sebagian besar adalah dari kalangan konservatif yang memiliki
kebanggan patriotik yang kuat pada negaranya. Dalam konteks perang Iraq,
kelompok ini termasuk pihak yang mendorong invasi tersebut. Oleh karena itu
ketika Dixie Chicks mengeluarkan pernyataan tersebut, pihak yang kecewa adalah
kebanyakan berasal basis penggemar mereka sendiri.14
12 Gabriel Rossman, Elites, Masses, and Media Blacklists: The Dixie Chicks Controversy,
dalam Social Forces, Vol. 83, No. 1 (Sep., 2004), (Oxford: Oxford University Press, 2004), hlm.
73-75.
14 Lesley Pruitt, Real Men Kill and a Lady Never Talks Back: Gender Goes to War in Country
Music, dalam International Journal on World Peace, Vol. 24, No. 4 (DECEMBER 2007),
(Professors World Peace Academy, 2007), hlm. 92-93.
Universitas Indonesia
7
Jika Dixie Chicks adalah kelompok music anti-establishemt atau punk mungik
reaksi yang mereka terima akan biasa saja. Namun sebagai kelompok beraliran
country pernyataan tersebut dirasakan sebagai pengkhianataan yang besar oleh
penggemar mereka.
Nasionalisme dan politik identitas merupakan dua konsep ilmu sosial dan politik
yang menjelaskan jati diri atau rasa memiliki yang mengidentifikasi identitas
seseorang. Pemboikotan Dixie Chicks oleh masyarakat Amerika Serikat dapat
dilihat dengan menggunakan kedua konsep tersebut. Keduanya merupakan konsep
yang memiliki keterkaitan namun dapat dibedakan.
15 James G. Kellas, The Politics of Nationalism and Ethnicity, (New York City: St. Martins
Press, 1998), hlm. 4.
16 Anna Triandafyllidou, National identity and the other, dalam Ethnic and Racial Studies. 21
(4), (Milton Park: Taylor & Francis, 1998), hlm. 593-594.
Universitas Indonesia
8
Dari pandangan politik atau sosiologis, ada tiga paradigma utama untuk memahami
asal-usul dan dasar nasionalisme. Paradigma pertama dikenal sebagai
primordialisme, yang melihat terbentuknya nasionalisme sebagai fenomena alam.
Paradigma ini menjelaskan bahwa meskipun konsep kebangsaan merupakan
konsep yang baru, sebenarnya ia telah sejak lama. Paradigma kedua adalah
etnosimbolisme, perspektif kompleks yang berusaha untuk menjelaskan
nasionalisme dengan mengontekstualisasikan nasionalisme itu sepanjang sejarah
sebagai fenomena evolusi dinamis dan dengan lebih meneliti kekuatan
nasionalisme sebagai akibat dari hubungan subjektif bangsa untuk simbol nasional
dijiwai dengan makna sejarah. Paradigma ketiga, dan yang paling dominan adalah
17 Anthony D. Smith, Nationalism: Theory, Ideology, History, 2nd Edition (Cambridge: Polity,
2010), hal.26
Universitas Indonesia
9
Kemudian dalam pembangunan arah identitas, maka diperlukan sebuah cara untuk
membentuk identitas tersebut, menurut Castells dalam Buchari, ada tiga
pembentukan dalam membangun sebuah identitas, yaitu identitas legitimasi,
identitas resisten, dan identitas proyek. Identitas Legitimasi, yaitu identitas yang
20 Rene Anspach, From Stigma to Identity Politics: Political Activism Among the Physically
Disabled and Former Mental Patients, dalam Social Science and Medicine, Vol. 13A, (New York:
Elsevier, 1979), hal. 765
21 Sri Astuti Buchari, Kebangkitan Etnis Menuju politik Identitas (Jakarta: Obor, 2014), hlm, 20
Universitas Indonesia
10
Identitas Resisten yaitu sebuah proses pembentukan identitas oleh aktor-aktor sosial
yang dalam kondisi tertekan dengan adanya dominasi dan stereotipe oleh pihak-
pihak lain sehingga membentuk resistensi dan pemunculan identitas yang berbeda
dari pihak yang mendominasi, dengan tujuan untuk kelangsungan hidup kelompok
atau golongannya. Sebuah terminologi yang disebutkan ketika Calhoun
mengidentifikasi munculnya politik identitas. Identitas Proyek yaitu suatu identitas
dimana aktor-aktor sosial membentuk suatu identitas baru yang dapat menentukan
posisi-posisi baru dalam masyarakat sekaligus mentransformasi struktur
masyarakat secara keseluruhan. Hal ini misalnya, terjadi ketika sekelompok aktivis
feminisme berusaha membentuk identitas baru perempuan, menegosiasikan posisi
perempuan dalam masyarakat, dan akhirnya merubah struktur masyarakat secara
keseluruhan dalam memandang peranan perempuan. 23
22 ibid, hlm. 23
23 ibid, hlm. 24
Universitas Indonesia
11
25 Charles E. Larsen, "Nationalism and States' Rights in Commentaries on the Constitution after
the Civil War." American Journal of Legal History 3.4, (Oxford: Oxford University Press, 1959),
hlm 360-369.
26 Balaji Viswanathan, What is the difference between a liberal and a conservative? Dikutip dari
https://www.quora.com/What-is-the-difference-between-a-liberal-and-a-conservative pada tanggal
1 Maret 2017, pukul 20.05.
27 Stephen Nathanson, Patriotism, Morality, and Peace, (Lanham: Rowman & Littlefield, 1993),
hlm. 34-35.
Universitas Indonesia
12
Tindakan patriotisme oleh Schatz dan kolega dibedakan menjadi dua bentuk.
Pertama adalah patriotisme buta, yaitu bentuk patriotik yang kaku dan keterikatan
yang tidak fleksibel kepada negara. Ciri-ciri patriotisme buta adalah meragukan
evaluasi positif dan tidak dapat menoleransi kritikan. Kedua adalah patriotisme
konstruktif yang menginginkan perubahan positif dan merupakan kebalikan dari
patriotisme buta.29
Ivor Jennings mengatakan, "Tanpa kebebasan berbicara, daya tarik untuk yang
menjadi sebab dasar demokrasi tidak bisa dibuat". Ekspresi merupakan masalah
kebebasan dan hak. Kebebasan berpikir dan hak untuk mengetahui adalah sumber
ekspresi. Kebebasan berpendapat adalah urat nadi dari demokrasi. Kebebasan
berekspresi adalah bagian integral dari ekspansi dan pemenuhan kepribadian
individu. Kebebasan berekspresi menjadi sangat penting dalam susunan negara
demokratis dimana rakyat dipimpin dalam suatu negara berdaulat. 30 John Milton
mengatakan bahwa tanpa kebebasan tidak ada iklim sehat dalam kehidupan moral
dan intelektual baik individu atau bangsa.31
28 George Orwell. Notes on Nationalism, dalam Collected Essays, Journalism and Letters vol.
3, 36180, (London: Secker & Warburg, 2000), hlm 362.
29 Robert T. Schatz, dkk.. On the Varieties of National Attachment: Blind versus Constructive
Patriotism, dalam Political Psychology 20(1):151-74, (Asheville: International Society of
Political Psychology, 1999), hlm 153.
30 Ivor Jennings, Cabinet Government 3rd edition, (Cambridge: Cambridge University Press,
2009), hlm. 13.
Universitas Indonesia
13
32 Ralph Milliband, Harold Laskis Socialism dalam The Socialist Register 1995, (Socialist
Register, 1995), hlm. 246-247.
33 Ernest William Hocking. Freedom of the Press: A Framework of Principle, dalam Robert E.
Drechsel, Media Ethics and Media Law: The Transformation of Moral Obligation into Legal
Principle, (Notre Dame: Ethics & Pub. Pol'y 5, 1992), hlm 5.
34 Lon L. Fuller, The morality of Law; revised edition, (New Haven: Yale University Press, 2009),
hlm. 184-186
35 George Bernard Shaw, Socialism for Millionaires, 1901, hlm. 16., dikutip dari
http://digital.library.lse.ac.uk/objects/lse:duf537zem diakses pada 6 Februari 2017 pukul 19.59.
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
Metode kualitatif baik digunakan untuk meneliti mengenai teks, maupun aspek
terkait interaksi antara teks dan khalayak. Penggunaan interpretasi untuk
membentuk konstruksi sosial adalah penekanan yag dilakukan oleh metode ini.
Asumsinya adalah sebagai makhluk sosial, realitas adalah produk yang tiada henti.
Penelitian kualitatif juga lebih fokus pada proses interaksi ketimbang variabel,
dengan mengutamakan otentisitas dan bukan reabilitas, nilai-nilai dapat dihadirkan
tidak harus bebas nilai, bisa merupakan analisis tematik, kasusnya dapat kecil dan
terbatas, dan peneliti dapat terlibat dalam proses penelitian itu.39
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan analisis
isu kualitatif, yaitu dengan meneliti teks yang berupa kata-kata, makna, foto,
lukisan, simbol-simbol, karikatur, audio, video, atau pesan apapun yang dapat
38 Umar Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hlm. 10.
39 Lawrence Neuman, Social research Method Qualitative and Quantitative Aproach 6th (Pearson
International Edition, 2006), hlm. 13-14
Universitas Indonesia
16
Reaksi Masyarakat
Amerika Serikat
Penulisan karya tulis ini akan dibagi menjadi empat bab dan beberapa sub bab.
Adapun sistematika penulisan asdalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
17
Bagian ini ingin menjelaskan kejadian yang terjadi yang menjadi pokok
permasalahan yang memicu pemboikotan Dixie Chicks dari industri musik country.
Disini akan dideskripsikan riwayat yang terjadi disekitar kejadian tersebut secara
lebih detil bagaimana bentuk protes yang dilayangkan kepada administrasi Bush.
BAB IV PENUTUP. Bagian ini berisi kesimpulan dari data dan analisa yang
ditemukan dalam pembuatan karya tulis. Karya tulis ini diharapkan dapat
memberikan sudut pandang baru terkait topik pembahasan dan untuk ilmu
pengetahuan secara lebih luas.
Universitas Indonesia
18
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
19
Milliband, Ralph. 1995. Harold Laskis Socialism dalam The Socialist Register
1995. Socialist Register.
Nathanson, Stephen. 1993. Patriotism, Morality, and Peace. Lanham: Rowman &
Littlefield.
Neuman, Lawrence. 2006. Social research Method Qualitative and Quantitative
Aproach 6th. Pearson International Edition.
Orwell, George. 2000. Notes on Nationalism, dalam Collected Essays,
Journalism and Letters vol. 3, 36180. London: Secker & Warburg
Pruitt, Lesley. 2007. Real Men Kill and a Lady Never Talks Back: Gender Goes
to War in Country Music, dalam International Journal on World Peace,
Vol. 24, No. 4. Professors World Peace Academy.
Redish, Martin.1982. Value of Free Speech dalam University of Pennsylvania
Law review Vol. 130:591. Philadelphia: University of Pennsylvania.
Rodnitzky, Jerome L.. 2004. The Evolution of the American Protest Song
dalam The Journal of Popular Culture Vol.III, Issue 1,. Hoboken: Wiley-
Blackwell.
Rossman, Gabriel. 2004. Elites, Masses, and Media Blacklists: The Dixie Chicks
Controversy, dalam Social Forces, Vol. 83, No. 1 (Sep., 2004), Oxford:
Oxford University Press.
Schatz, Robert T, dkk. 1999. On the Varieties of National Attachment: Blind
versus Constructive Patriotism, dalam Political Psychology 20(1):151-74.
Asheville: International Society of Political Psychology.
Smith, Anthony D.. 2010. Nationalism: Theory, Ideology, History, 2nd Edition.
Cambridge: Polity.
Street, John, dkk,. 2008. Playing to the Crowd: The Role of Music and
Musicians in Political Participationdalam The British Journal of Politics
& International Relations Vol. 10, No. 2, Norwich: BJIPR.
Triandafyllidou, Anna. 1998. National identity and the other, dalam Ethnic and
Racial Studies. 21 (4), Milton Park: Taylor & Francis.
Universitas Indonesia
20
Film
Kopple, Barbara dan Cecilia Peck. 2006. Dixie Chicks: Shut Up and Sing.
Amerika Serikat: The Weinstein Company.
Internet
Cornell Univerity Law School. First Amandment.
https://www.law.cornell.edu/wex/first_amendment diakses pada 7
Februari 2017.
Freedom of Speech and Expression.
http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/36776/11/11_chepter
2.pdf diakses pada 8 Februari 2007,
Universitas Indonesia