Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 1 TAHUN DENGAN DEMAM TYPHOID

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Komprehensif Dokter Muda


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro di Puskesmas Pakis Aji

Disusun oleh:
Ajeng Puspitasari
22010114210025

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO


SEMARANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus seorang anak laki-laki 1 tahun dengan demam typhoid

Nama : Ajeng Puspitasari


NIM : 22010114210025
Bagian : Komprehensif di Puskesmas Pakis Aji
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Diponegoro

Semarang, Agustus 2016


Pembimbing,

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Balita adalah masa yang membutuhkan perhatian ekstra baik bagi orang tua
maupun bagi kesehatan. Perhatian harus diberikan pada pertumbuhan atau
perkembangan, status gizi, sampai pada kebutuhan akan imunisasi. Status gizi balita
merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua, perlunya perhatian
lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang
terjadi pada masa emas ini bersifat ireversibel atau tidak dapat pulih kembali
(Marimbi, 2010). Anak dibawah lima tahun merupakan kelompok yang menunjukkan
pertumbuhan badan yang pesat namun pada kelompok ini merupakan kelompok
tersering yang menderita kekurangan gizi. Gizi ibu yang kurang atau buruk pada
waktu konsepsi atau sedang hamil muda dapat berpengaruh kepada pertumbuhan
semasa balita, bila gizi buruk maka perkembangan otaknya pun kurang dan itu akan
berpengaruh pada kehidupannya di usia sekolah dan pra sekolah. (Proverawati, et al.,
2010).

Gizi buruk merupakan suatu kondisi seseorang yangkekurangan gizi atau gizinya
dibawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi
buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi
buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana
seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapanlain status gizinya
berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun (wong, et al., 2009)

Merawat balita dengan masalah gizi buruk angatlah rumit sangatlah rumit
mengingat faktor resiko terjadinya gizi buruk yang komplek. Pada jurnal internasional
salah satu intervensi yang paling efektif adaah dengan memberikan pendidikan
kesehatan kepada ibu terkait dengan pemberian ASI eksklusif, pola makan keluarga
dan sumber gizi yang dibutuhkan dan lingkungan yang mendukung dalam artian
keluarga menjadi support sistem untuk melaksanakan apa yang telah diinformasikan

3
kepada ibu tersebut (Kerrion H, 2011). Status gizi pada balita secara tidak langsung
maupun langsung dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual ibu yang rendah tingkat
pendidikan orang tua (ibu dan ayah yang rendah), kemiskinan atau status social
ekonomi, lingkungan tempat tinggal, status pengasuhan anak yang memadai,
keyakinan budaya dan akses ke tempat penyedia pelayanan kesehatan (Ramli, et al.,
2009)

Masalah gizi buruk pada balita merupakan suatu permasalahan yang rumit dan
kompleks yang tidak akan bisa diselesaikan dengan sederhana dan hanya melihat satu
faktor penyebab saja. Berdasarkan teori timbulnya masalah gizi buruk dipengaruhi
oleh banyak determinan (faktor asupan makanan yang tidak cukup dan adanya
penyakit pada balita merupakan penyebab langsung terjadinya gizi buruk yang saling
mempengaruhi). Balita gizi buruk cenderung mudah sakit dan memburuk gizinya.
Munculnya kedua penyebab langsung itu disebabkan oleh tiga penyebab tidak
langsung, yakni akses terhadap makanan dalam rumah tangga yang tidak cukup,
pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan lingkungan yang tak sehat, serta
pemeliharaan kesehatan balita dan ibu yang tidak memadai. Sampai dengan saat ini
pemenuhan gizi merupakan solusi yang diperhatikan namun keterampilan dan
perilaku ibu dalam memelihara kesehatan balitanya juga penting sebagai salah satu
penatalaksanaan dalam penangana gizi buruk.

B. TUJUAN

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis,
melakukan pengelolaan, dan tatalaksana yang diberikan untuk kejadian gizi buruk
sesuai dengan penulisan ilmiah berdasarkan kepustakaan atau prosedur yang ada.

Tujuan umum
Untuk mengetahui cara mendiagnosis dan mengelola pasien dengan gizi buruk
sesuai kepustakaan atau prosedur yang ada.

Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan autoanamnesis ataupun alloanamnensis kepada


pasien dengan gizi buruk
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dan mengerti urutan
pemeriksaan penunjangyang dilakukan untuk menegakkan diagnosis

4
3. Mahasiswa mampu melakukan pengelolaan secara komprehensif dan holistik
pada kasus ini
4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi untuk kasus ini

C. MANFAAT

Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses


belajar menegakkan diagnosis dan melakukan pengelolaan pasien terhadap
pasien dengan gizi buruk.

BAB II
PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama penderita : An. R


Umur : 1 tahun

5
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lebak 3/5
M.R.S : 13 Agustus 2016

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : Tn. E
Umur :
Pendidikan :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat : Lebak 3/5

Nama Ibu :
Umur :
Pendidikan :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat : Lebak 3/5

II. DATA DASAR


ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien, 13 Agustus 2016, pk 11.30 di IGD Puskesmas
Pakis Aji
Keluhan Utama : panas

Riwayat penyakit sekarang :


7 hari anak panas, panasnya naik terus menerus, panas tinggi terutama pada
malam hari, pada siang hari panasnya turun, panas turun bila diberi obat penurun
panas, menggigil (-), kejang (-), anak masih sadar. Disertai dengan nyeri perut
yang mendadak, seperti dipelintir, hilang timbul. Mual dirasakan terutama bila
sebelum makan, muntah (-). BAK (+) jernih, air kencing berwarna kunung jernih,
jumlah cukup. Kepala sakit (-), badan terasa sakit terutama sendi-sendi, mimisan
(-), gusi berdarah (-), batuk (-), pilek(-). Anak sebelumnya dibawa ke puskesmas
diberi obat ,namun anak tidak ada perubahan.
1 hari SMRS, anak panas tinggi pada malam hari, menggigil (-), kejang (-).
Nyeri perut semakin bertambah, terutama perut bagian bawah pusar, dan

6
bertambah bila ditekan. Anak mual bila sebelum makan, menyebabkan anak tidak
mau makan, muntah (-). BAK (+) jernih, tiap kencing terasa nyeri, jumlah cukup.
Tidak ada mata cekung. Anak masih sadar, anak dibawa ke RSDK rabu malam.

Riwayat penyakit dahulu :


- Anak pernah di rawat di RSUD RA Kartini Jepara 2 bulan yang lalu, di
katakan mengalami gizi buruk dan kolestasis, lalu di rawat inap salama 5
hari, lalu di rujuk ke RSDK, untuk penanganan lebih lanjut.

Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini

Riwayat Sosial Ekonomi :


Ayah bekerja sebagai wiraswasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga.
Biaya pengobatan menggunakan BPJS
Kesan : social ekonomi kurang

III. DATA KHUSUS


Riwayat Prenatal :
ANC > 4 kali di bidan, ANB (-), riwayat sakit saat kehamilan disangkal, riwayat
minum jamu selama kehamilan disangkal, obat-obatan yang diminum saat hamil
yaitu vitamin dan tablet penambah darah.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

Riwayat Postnatal :
Periksa di bidan dan dinyatakan sehat

Riwayat makan dan minum :


ASI eksklusif 6 bulan
> 6 bulan diberikan MP ASI

7
Riwayat Imunisasi :
Berapa kali Umur
1. B.C.G. 1x saat lahir skar (+)

2. Difteri 3x 2,3,4 bulan


3. Tetanus 3x 2,3,4 bulan
4. Pertusis 3x 2,3,4 bulan
5. Polio 4x 1,2,3,4 bulan
6. Campak 1x 9 bulan
7. Hepatitis 4x 0,2,3,4 bulan
Kesan : imunisasi dasar sudah lengkap sesuai umur

Riwayat Perkembangan Anak


Senyum 2 bulan Gigi keluar 12 bulan
Miring 3 bulan Berdiri 12 bulan
Tengkurap 6 bulan
Merangkak 7 bulan
Duduk 8 bulan

Kesan : pertumbuhan sesuai dengan umur

Riwayat pertumbuhan anak :


Berat badan 13 Agustus 2016 : kg
Berat badan bulan lalu : kg

Riwayat Keluarga Berencana Orang Tua :


Riwayat kb suntik 3 bulan

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2016, di IGD Puskesmas Pakis Aji

8
Anak laki-laki 1 tahun, berat badan 11,2 kg, panjang badan cm.
Kesan umum : sadar, menangis, nafas spontan

Tanda vital
- Frekuensi Nadi : 108 x/menit
- Frekuensi Pernafasan : 24 x/menit
- Suhu : 35 0C
LILA : 5 cm

Keadaan Tubuh
Anemi : +
Sianotik : +
Ikterik : -
Turgor : kembali dengan cepat
Tonus : normotonus
Kulit : sianosis (-), hiperpigmentasi (-)
Edema : -
Serebral : kejang (-)
Dispneu : (-)

Kepala :
Kepala : Lingkar kepala : 31 cm
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-)
Telinga : discharge -, nyeri tekan tragus
Hidung : discharge -, nafas cuping
Bibir : sianosis (-)
Mukosa : sianosis -
Mulut : sianosis -
Lidah : anomali -, lidah kotor (+), tremor -, papil atrofi
Gigi : karies-, gusi berdarah -
Tenggorok: T1-1, faring hiperemis -
Leher : pembesaran nnll (-)

9
Thorax :
Paru Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : sulit dinilai
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler
Suara tambahan : Hantaran (-/-)
Wheezing (-/-)
Ronkhi (-/-)

Vesikuler Vesikuler
Vesikuler

Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak


Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV linea medioclavicular
Sinistra, kuat angkat (-), melebar (-)
Perkusi : Batas kiri : sulit dinilai
Batas kanan : sulit dinilai
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, bising (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi : cembung. Umbilical menonjol (+)


Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (+)
Perkusi : timpani (+), pekak sisi (+), pekak alih (-)
Kelenjar getah bening : pembesaran nnll -/-
Alat kelamin : laki-laki, dalam batas normal

Anggota gerak : Superior Inferior


Edema -/- -/-
Sianosis +/+ +/+
Akral dingin -/- -/-
Cap. Refill >2 >2
Gerak +/+ +/+
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus N/N N/N
Trofi E/E E/E

V. STATUS ANTROPOMETRI
Seorang anak laki-laki usia 1 tahun BB : 11,2 kg, PB : cm

10
WAZ :
HAZ :
WHZ :

Kesan :

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium :
Darah (Lab RSUD RA Kartini Jepara, 10 Agustus 2016) :
Hb : 11,7 gr%
Ht : 31,7 %
Leukosit : 19.370 mm3
Trombosit : 294.000 mm3
GDS : 30 mg%
Ureum : 15,6 mg%
Creatinin : 0,6 mg%
Albumin : 3,6 gr%
Bilirubin Total : 27,36 mg %
Bilirubin Direct : 17,09 mg%
SGOT : 540 Unit/L
SGPT : 234 Unit/L
Alkali Phospatase : 543 Unit/L
Natrium : 133,0 mmol/L
Kalium : 4,29 mmol/L
Chlorida : 107,9 mmol/L

VII. DAFTAR MASALAH

No. Masalah Aktif Tanggal No. Masalah Pasif Tanggal

11
1. Demam 3 hari 10-08-2016
2. Batuk 10-08-2016
3. Sesak 10-08-2016
4. BB : 3 kg 10-08-2016
5. Konjungtiva 10-08-2016
ikterik
6. 10-08-2016
Anemia (Hb: 11,
7 gr%)

VIII. DIAGNOSIS
1. Kolestasis
DD/ intrahepatik
ekstrahepatik

2. Gizi Buruk Marasmus


DD/ gizi buruk tipe kwashiorkor

IX. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


1. Assesment : Kolestasis
DD/ intrahepatik
Ekstrahepatik
Diagnosis : Subyektif: demam 3 hari, konjungtiva ikterik (+/+)
Obyektif : darah rutin, AST, ALT, GGT, tes fungsi hati
Terapi : Inf Kaen 4B 10 tpm
Inj. Cefepime 2x150 mg
Inj. Amikasin 1x25 mg
Inj. Vit K 1x1
Urdafalk 25 mg
Monitoring: Pengawasan keadaan umum
Tanda vital
Pengawasan tanda ikterik
Tanda-tanda komplikasi
Edukasi : - menjelaskan kepada orang tua pasien, bahwa anak menderita
kolestasis
- menjelaskan kepada keluarga bahwa akan dilakukan pemeriksaan
untuk memastikan penyakitnya.
- Menjelaskan keluarga pasien diberikan infus Kaen 4b untuk
pengganti cairan elektrolit yang hilang
- Menjelaskan kepada keluarga pasien diberikan vitamin K,
dimana dapat memperbaiki proses pembekuan darah
- Menjelaskan keluarga pasien mengenai pemberian antibiotika
Cefepime dan amikasin

12
- Menjelaskan pemberian urdafalk yang diindikasikan untuk pasien
dengan kolestasis

2. Assesment : Gizi buruk marasmus

Diagnosis : Subjektif : bayi preterm, BBLR, BB sekarang 3 kg, sesak nafas,


batuk.
Objektif : darah rutin, foto thorax
Terapi : Asam folat 1 mg 1x1
Diet 12 x 30 cc
Monitoring : Pengawasan keadaan umum, tanda vital
Edukasi : - menjelaskan kepada keluarga bahwa pasien menderita gizi buruk
- menjelaskan kepada keluarga pasien, bahwa pasien
membutuhkan nutrisi yang baik.
- menjelaskan kepada keluarga mengenai pemberian asam folat
yang berguna untuk produksi sel darah merah dan mencegah
anemia
- menjelaskan kepada keluarga pasien dampak bila anak terkena
gizi buruk antara lain mengalami gangguan perkembangan

13
BAB III
PEMBAHASAN

I. GIZI BURUK
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia.
Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga
menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang
mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan. Berbagai masalah yang timbul
akibat gizi buruk antara lain tingginya angka kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) yang disebabkan jika ibu hamil menderita KEP akan berpengaruh
pada gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, juga meningkatkan resiko bayi
yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang zat besi dapat berdampak pada
gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak.
Faktor penyebab gizi buruk dapat berupa penyebab tak langsung seperti kurangnya
jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat
bawaan, menderita penyakit kanker dan penyebab langsung yaitu ketersediaan pangan
rumah tangga, perilaku dan pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain
faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan,
pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu, untuk
mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor1
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari

14
derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi
disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya.
Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya
pertumbuhan yang kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak
yang sehat. Gizi buruk ringan sering ditemukan pada anak-anak dari 9 bulan sampai 2
tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar. Pertumbuhan yang
terganggu dapat dilihat dari pertumbuhan linier mengurang atau terhenti, kenaikan
berat badan berkurang, terhenti dan adakalanya beratnya menurun, ukuran lingkar
lengan atas menurun, maturasi tulang terlambat, rasio berat terhadap tinggi normal
atau menurun, tebal lipat kulit normal atau mengurang, anemia ringan, aktivitas dan
perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat, adakalanya dijumpai
kelainan kulit dan rambut. Gizi buruk berat memberi gejala yang kadang-kadang
berlainan, tergantung dari dietnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi dan kepadatan
penduduk1
Gizi buruk berat dapat dibedakan tipe kwashiorkor, tipe marasmus dan tipe
marasmik-kwashiorkor. Tipe kwashiorkor ditandai dengan gejala tampak sangat kurus
dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh, perubahan status
mental, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok, wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu, pembesaran
hati, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, cengeng dan rewel. Tipe marasmus ditandai
dengan gejala tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit
keriput,perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas, pantat
kendur dan keriput. Tipe marasmik-kwashiorkor merupakan gabungan beberapa
gejala klinik kwashiorkor marasmus2
Pengukuran antropometrik lebih ditujukan untuk menemukan gizi buruk ringan
dan sedang. Pada pemeriksaan antropometrik, dilakukan pengukuran-pengukuran
fisik anak (berat, tinggi, lingkar lengan, dan lain-lain) dan dibandingkan dengan angka
standar (anak normal). Untuk anak, terdapat tiga parameter yang biasa digunakan,
yaitu berat dibandingkan dengan umur anak, tinggi dibandingkan dengan umur anak
dan berat dibandingkan dengan tinggi/panjang anak. Parameter tersebut lalu
dibandingkan dengan tabel standar yang ada. Untuk membandingkan berat dengan
umur anak, dapat pula digunakan grafik pertumbuhan yang terdapat pada KMS.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar hemoglobin

15
darah merah (Hb) dan kadar protein (albumin/globulin) darah. Dengan pemeriksaan
laboratorium yang lebih rinci, dapat pula lebih jelas diketahui penyebab malnutrisi
dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada anak tersebut. Pada gizi buruk terdapat
perubahan nyata dari komposisi tubuhnya seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak,
mineral, dan protein terutama protein otot. Tubuh mengandung lebih banyak cairan.
Keadaan ini merupakan akibat hilangnya lemak, otot dan jaringan lain. Cairan ekstra
sel terutama pada anak-anak dengan edema terdapat lebih banyak dibandingkan tanpa
edema. Kalium total tubuh menurun terutama dalam sel sehingga menimbulkan
gangguan metabolik pada organ-organ seperti ginjal, otot dan pankreas. Dalam sel
otot kadar natrium dan fosfor anorganik meninggi dan kadar magnesium menurun2
Kelainan organ sering terjadi seperti sistem alimentasi bagian atas (mulut, lidah
dan leher), sistem gastrointestinum (hepar, pankreas), jantung, ginjal, sistem endokrin
sehingga gizi buruk harus segera ditangani dengan cepat dan cermat2

A. NUTRISI ANAK GIZI BURUK


Gizi buruk merupakan masalah yang perlu penanganan serius. Berbagai upaya
telah dilakukan pemerintah antara lain melalui revitalisasi posyandu dalam
meningkatkan cakupan penimbangan balita, penyuluhan dan pendampingan,
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) atau Pemberian Makanan Tambahan
(PMT), peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi melalui tata laksana gizi buruk di
Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit, penanggulangan penyakit menular dan
pemberdayaan masyarakat melalui Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)3
Masalah Gizi buruk tidak dapat diselesaikan sendiri oleh sektor kesehatan. Gizi
buruk merupakan dampak dari berbagai macam penyebab, seperti rendahnya tingkat
pendidikan, kemiskinan, ketersediaan pangan, transportasi, adat istiadat (sosial
budaya), dan sebagainya. Oleh karena itu, pemecahannyapun harus secara
komprehensip. Perawatan balita gizi buruk dilaksanakan di Puskesmas Perawatan atau
Rumah Sakit setempat dengan Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter,
nutrisionis/dietisien dan perawat, melakukan perawatan balita gizi buruk dengan
menerapkan 10 langkah tata laksana anak gizi buruk meliputi fase stabilisas untuk
mencegah / mengatasi hipoglikemia, hipotermi dan dehidrasi, fase transisi, fase
rehabilitasi untuk tumbuh kejar dan tindak lanjut. Nutrisi berperan penting dalam
penyembuhan penyakit. Kesalahan pengaturan diet dapat memperlambat
penyembuhan penyakit. Dengan nutrisi akan memberikan makanan-makanan tinggi

16
kalori, protein dan cukup vitamin-mineral untuk mencapai status gizi optimal. Nutrisi
gizi buruk diawali dengan pemberian makanan secara teratur, bertahap, porsi kecil,
sering dan mudah diserap. Frekuensi pemberian dapat dimulai setiap 2 jam kemudian
ditingkatkan 3 jam atau 4 jam4
Penting diperhatikan aneka ragam makanan, pemberian ASI, makanan,
mengandung minyak, santan, lemak dan buah-buahan. Selain itu faktor lingkungan
juga penting dengan mengupayakan pekarangan rumah menjadi taman gizi. Perilaku
harus diubah menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS) dengan
memperhatikan makanan gizi seimbang, minum tablet besi selama hamil, pemberian
ASI eksklusif, mengkonsumsi garam beryodium dan memberi bayi dan balita kapsul
vitamin A5

B. PENGATURAN DIET
a. Fase Stabilisasi
Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap
dengan tujuan memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil.
Formula hendaknya hipoosmolar rendah laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap
100 ml mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan formula
75 (F 75). Resomal dapat diberikan apabila anak diare/muntah / dehidrasi, 2 jam
pertama setiap jam, selanjutnua 10 jam berikutnya diselang seling dengan
F754
b. Fase Transisi
Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak
(cathup). Diberikan F100, setiap 100 ml F100 mengandung 100 kal dan protein
2,9 gram.
c. Fase Rehabilitasi
Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak. Diberikan
setelah anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi
berdasarkan BB< 7 kg diberi MP-ASI dan BB 7 kg diberi makanan balita.
Diberikan makanan formula 135 (F 135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F135
mengandung energi 135 kal dan protein 3,3 gram4
d. Fase tindak lanjut dilakukan di rumah
Setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau BB/PB -2 SD, tidak ada
gejala klinis dan memenuhi kriteria selera makan sudah baik, makanan yang

17
diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat
tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya, suhu tubuh
berkisar antara 36,5 37, 7 oC, tidak muntah atau diare, tidak ada edema,
terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut
turut4
Mineral Mix dapat diberikan sebagai nutrisi gizi buruk yang terbuat dari
bahan yang terdiri dari KCl, tripotasium citrat, MgCl2.6H2O, Zn asetat 2H2O
dan CuSO4.5H2O, bahan ini dijadikan larutan. Mineral mix ini dikembangkan
oleh WHO dan telah diadaptasi menjadi pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk
di Indonesia. Mineral mix digunakan sebagai bahan tambahan untuk membuat
Rehydration Solution for Malnutrition(ReSoMal) dan Formula WHO4

C. PENATALAKSANAAN GIZI BURUK


(1). Mencegah dan mengatasi hipoglikemi.
Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh
sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin,
pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau
gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi
makan tiap 2 jam antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat
sonde.Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-
tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut.
(2). Mencegah dan mengatasi hipotermi.
Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit.
Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan
bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung
tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode
kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu
rectal tiap 2 jam sampai suhu > 36,5oC, pastikan anak memakai pakaian,
tutup kepala, kaos kaki.
(3). Mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for
Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5
ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-
10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa

18
banyak anak mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah
Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan
pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah,
pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan vena
jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya bertambah.
(4). Koreksi gangguan elektrolit.
Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6
mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal)
(5). Mencegah dan mengatasi infeksi.
Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada
komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring
komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi)
(6). Mulai pemberian makan.
Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan
mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase
stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi100
kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk
penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan
edem derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.

(7). Koreksi kekurangan zat gizi mikro.


Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat
(5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper0,3
mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu
perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU,
>1 tahun 200.000 IU)
(8). Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung
100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan
energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup
minyak dan protein.
(9). Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang.

19
Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur
dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi
psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
(10). Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.
Setelah BB/PB mencapai -1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang
tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan
pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan6

D. TINDAK LANJUT PEMULIHAN STATUS GIZI


Dilakukan untuk menindaklanjuti balita gizi buruk pasca perawatan, di rumah
tangga dengan sasaran seluruh balita gizi buruk paska perawatan, balita 2T dan atau
BGM. Dilakukan setelah kembali ke rumah. Dilaksanakan oleh orangtua / pengasuh
balita didampingi petugas kesehatan dan kader. Tindak lanjut pemulihan status gizi
diberikan kepada anak BGM dan 2T yang tidak perlu dirawat, anak gizi buruk pasca
perawatan dan yang tidak mau dirawat, dengan ketentuan anak 2T dan atau BGM
tanpa perawatan, diberi MP-ASI/PMT sesuai umur selama 90 hari, bubur diberikan
kepada bayi usia 6 11 bulan, MP-ASI biskuit diberikan kepada anak umur 12 -24
bulan, anak umur 25 -59 bulan diberikan PMT. Pemberian MP-ASI/PMT bertujuan
agar anak tidak jatuh pada kondisi gizi buruk. Anak gizi buruk pasca perawatan dan
yang tidak mau dirawat, anak gizi buruk yang telah pulang dari Puskesmas Perawatan
atau Rumah Sakit, baik yang sembuh maupun pulang paksa akan mendapat
pendampingan dan pemberian makanan formula 100 (F 100) / Formula modifikasi
selama 30 hari, kemudian dilanjutkan dengan PMT/MP-ASI selama 90 hari.
Pendampingan pasca perawatan dilakukan untuk meningkatkan status gizi dan
mencegah anak jatuh kembali pada kondisi gizi buruk kepada keluarga dengan balita
gizi buruk pasca perawatan setelah kembali ke rumah oleh pelaksana pendampingan
adalah kader PKK/Posyandu dan atau petugas kesehatan, kepala desa/lurah dan TP-
PKK desa/kelurahan 6

II. KOLESTASIS
DEFINISI
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah
normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit
sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum.7

20
Hambatan aliran empedu menyebabkan retensi berbagai substansi yang seharusnya
dieksresikan ke kandung empedu dengan bilirubin direk >1 mg/dL bila bilirubin total
<5 mg/dL atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar bilirubin total >5
mg/dL.6 Berdasarkan the North American Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition Indikator kolestasis:8
Bilirubin direk >17mol/L(1,0 mg/dL)
Bilirubin direk >20% dari konsentrasi serum bilirubin total,jika jumlah
bilirubin >85mol/L(5,0 mg/dL)

I. KLASIFIKASI NEONATAL KOLESTASIS


a. Kolestasis intrahepatik terdapat kelainan pada hepatosit atau elemen duktus
biliaris intrahepatik.
b. Kolestasis ekstrahepatik terdapat penyumbatan atau obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik.
Kolestasis intrahepatik merupakan 68% dari kasus kolestasis sedangkan ekstrahepatik
32% dan sebagian besar adalah atresia biliaris.9

Gambar 4. Klasifikasi Kolestasis neonatal.10


Tabel 1. Etiologi Penyebab Kolestasis Pada Bayi Usia Kurang 2 Bulan.7

21
c. Atresia Biliaris
Atresia biliaris ditandai dengan tidak terbentuknya sistem bilier ekstrahepatik,
sehingga terjadi obstruksi aliran empedu. Terjadi peningkatan kadar bilirubin direk
dan gama glutamiyl transferase >10 kali. Gangguan tersebut merupakan penyebab
paling umum pembedahan pada kolestasis yang ditemui selama periode baru lahir.
Jika tidak dikoreksi melalui pembedahan, dapat terjadi sirosis bilier dan hipertensi
potral.11
Prognosis atresia bilier tergantung pada beberapa faktor. Prosedur Kasai dilakukan
pada bayi usia sebelum 6 minggu akan memberikan 80% probabilitas survival rate 5
tahun jaundice-free, dengan tingkat kelangsungan hidup 10-tahun adalah 90% hingga
dilakukan prosedur transplan hati.8
Obstruksi intrahepatik yang terjadi biasanya jarang seberat obstruksi ekstrahepatik,
sehingga kolestasis intrahepatik umumnya hanya meningkatkan alkali fosfatase yang
tidak begitu tinggi, dan hanya terdapat sedikit pigmen dalam feses atau bilirubin urin
bila dibandingkan dengan kolestasis ekstrahepatik.7 dengan manifestasi klinis yang
dapat terjadi:

22
DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Riwayat prenatal, neonatal, prematuritas, riwayat morbiditas ibu selama kehamilan
misalnya infeksi Toksoplasma, others, rubela, cytomegalovirus, dan Herpes
(TORCH), hepatitis B, riwayat pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah, serta
penggunaan obat hepatotoksik, riwayat pemberian ASI, riwayat feses dempul, air
kencing berwarna gelap, riwayat mulai tampak kuning.9
b. Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum pasien, adanya dismorfik atau makroglosi, adanya kulit tampak
ikterik, pucat, seklera ikterik, kulit ikterik, hepatomegali, spleenomegali, kelainan
jantung, hernia umbilikalis, venektasi, petechie /purpura, hidrokel, asites
atau clubbing.8,13,14,12

Gambar 5. Kolestasis pada bayi.15


Gambar 6. Hepatomegali, splenomegali

23
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan serum bilirubin direk dan indirek. 8
2. Feses seperti dempul atau pucat (akholic)

Pada pemeriksaan feses ini dapat dilakukan dengan teknik 3 porsi, diambil
contoh feses selama 3 kali berturut-turut dan dibandingkan untuk melihat
warna dari pada feses atau dengan menggunakan kartu warna feses.17

3. Urine berwarna gelap, pemeriksaan urine analisis dan bilirubin dalam urine
4. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi hati: Alanin aminotransferase,
Aspartat aminotransferase, Gama Glutamin Transpeptidase, alkali phospatase,
albumin, Protombine time dan tromboplastin dan Infeksi TORCH.16,13
5. Pemeriksaan Ultra Sonografi 2 fase (atresia biliaris, duktus choledokus, batu
empedu, slude bilier, atau tumor) ataupun MRCP, ERCP, Skintigrafi,
kolangiografi.
6. Biopsi Hati.18
TATALAKSANA
Pada bayi dengan usia 2-3 minggu yang masih mengalami kuning dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan terutama pemeriksaan bilirubin direk. Bagi tenaga medis yang
mendapatkan bayi dengan keadaan tersebut diharapkan dapat mengivestigasi lebih
dini kemungkinan terjadinya kolestasis.
Penatalaksanaan tergantung dari diagnosis:

Medikamentosa supportif kolestasis dapat diberikan UDCA, multivitamin
yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K), MCT, dan hepatoprotektor.8

Terapi bedah dilakukan portoenterostomy Kasai, pasien yang dioperasi kasai
tetap hidup sampai 4 tahun pascaoperasi 30hari (49%), 31-90 hari (36%),
dan >90 hari (23%).26 dan harus dilanjutkan dengan transplan hati.8

Antibiotik ataupun antiviral pada neonatal hepatitis.18

BAB VI
KESIMPULAN

Dilaporkan seorang bayi laki-laki 4 bulan, berat badan 3 kg, panjang badan 50
cm, pada anamnesis diperoleh bahwa 3 hari sebelum masuk rumah sakit bayi demam,

24
demam dirasa naik turun, batuk, sesak, sering menangis rewel, BAB dalam batas
frekuensi normal, feces warnanya seperti dempul. Ketika di RSUD Kartini Jepara,
telah dilakukan pemeriksaan fisik, dengan didapatkan hasil berat badan 3 kg, dengan
panjang badan 50 cm, Lila 5 cm, lingkar kepala 31 cm, sclera ikterik, terdapat
hepatosplenomegali, darah rutin yaitu Hb 11,7 gr%, bilirubin total 27,36 mg%,
bilirubin direk 17,09 mg%, lalu didiagnosis dengan gizi buruk dan kolestasis.
Pada saat ini telah menjalani hari perawatn ke dua di bangsal anak HND
anyelir RSUD RA Kartini Jepara. Penderita mendapat terapi inf kaen 4B, inj.
Cefepime 2x150 mg, Inj. Amikasin 1x25 mg, inj. Vit. K 1x1, urdafalk 25 mg, dan
asam folat 1x1. Penderita dibolehkan pulang, bila keadaan klinis membaik, berat
badan bertambah, cukup aktif, nafsu makan membaik, dan tidak dijumpai adanya
komplikasi.
Pada orang tua dijelaskan tentang dampak dari gizi buruk pada anak yaitu
adanya gangguan perkembangan, orang ttua diberikan agar memberikan nutrisi
kepada anak yang cukup, orang tua juga dijelaskan mengenai kolestasis,.

BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

1.Anonim-3. Gizi Buruk . Available www.malukuprov.go.id/index.php?

25
option=com _content&view=article&id=66:gizi-
buruk&catid=47:kesehatan&Itemid=, Kamis 07 -01-2010.

2. Solihin Pudjiadi. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi keempat. 2000. FKUI.
Jakarta

3. Anonim-1. Early Detection and Referral of Children with Malnutrition.


British Medical Bulletin. 2008.

4. Anonim-4. Terapi Gizi Pada Anak Gizi Buruk. 2009. Available www.
Mat.Inti 5 Tatalaksana Gizi Buruk-Aceh.pdf.

5. Anonim-2. Deteksi Dini Anak Gizi Buruk Dan Tindak Lanjutnya. 2009,
Available www.ypha.or.id/files/Lingkaran_setan.pdf

6. Pelatihan TOT Fasilitator PKD Bagi Fasilitator Gizi Kabupaten. Managemen


Gizi Buruk.2005.

7. Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin
Perinatol. 2002;29:159-80.

8. Moyer V, Freese DK, Whintington PF, Olson AD, Brewer F, Colleti RB, et
al. Guidelines for the evaluation of cholestatic jaundice in infants : recommendation
of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2004;39:115-128.

9. Suchy FJ at all. Approach to the infant with cholestasis.Liver disease in


children. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001:18794.

10 Byung-Ho Choe, M.D., Early Exclusive Diagnosis of Biliary Atresia among


Infants with Cholestasis, Korean J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2011 Jun;14(2):122-9.
11. Haber BA, Erlichman J, Loomes KM. Recent advances in biliary atresia:
prospects for novel therapies. Expert Opin Investig Drugs. Dec 2008;17(12):1911-24.
12. Sokol RJ, Narkewicz MR. Liver & pancreas. In: Hay WR, Levin Mj, Sondheimer
JM, Deterding RR,eds.Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics. 18th ed. New
York: McGraw-Hill 2007:638-48.

26
13. J. Mckiernan. Neonatal cholestasis in Seminars in Neonatology, Elsevier,
Birmingham, UK, April 2002;7(2): 15365
14. De Bruyne R, Van Biervliet S, Vande Velde S, Van Winckel M. Clinical practice:
neonatal cholestasis, Eur J Pediatr. 2011 Mar;170(3): 279-84.
Cholestasis in baby. Diunduh
darihttp://www.duq.edu/academics/schools/nursing/newborn-assessment/skin
15 Eric I. Benchimol et al. Early diagnosis of neonatal cholestatic jaundice Test at 2
weeks, Can Fam Physician. December 2009; 55:1184-92.
16. Shan-Ming Chen et al. Screening for Biliary Atresia by Infant Stool Color Card in
Taiwan. Pediatrics April 1, 2006;117(4):1147-54
17 K. Yachha. Consensus Report on Neonatal Cholestasis Syndrome. Indian Pediatrics
2000;37: 845-51

27

Anda mungkin juga menyukai