Anda di halaman 1dari 6

Panti Rapih HIV Medication

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyebabkan


penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Pengertian dari AIDS adalah
sekumpulan gejala atau infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat dari virus HIV, sehingga pasien yang terkena penyakit
AIDS akan gampang terserang infeksi oportunistik ataupun tumor.(1)
HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 (sel T), yang
membantu sistem kekebalan tubuh melawan infeksi. Jika tidak diobati, HIV dapat
mengurangi jumlah sel CD4 di dalam tubuh yang mengakibatkan pasien tersebut lebih
mungkin terkena infeksi atau kanker.
Tidak ada penyembuhan yang efektif terhadap pasien HIV yang ada saat ini,
namun dengan perawatan dan perawatan medis yang tepat, virus HIV dapat
dikendalikan.
Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara pengobatan(6) :
a. Terapeutik, meliputi pengobatan ARV, pengobatan IMS, dan pengobatan infeksi
oportinistik.
b. Profilaksis, meliputi pemberian ARV pasca pajanan dan kotrimoksasol untuk terapi
dan profilaksis.
c. Penunjang, meliputi pengobatan suportif, adjuvant dan perbaikan gizi.
Obat yang digunakan untuk mengobati HIV disebut dengan terapi
antiretroviral atau ART. Prinsip dasar pemberian ARV adalah bukan untuk
menyembuhkan dengan membunuh virus HIV pada pasien karena ARV bekerja dengan
menekan pertumbuhan dari virus HIV di tubuh manusia, sehingga prinsip kerja ARV
adalah untuk memperbaiki kualitas hidup pasien HIV bila obat tersebut digunakan
dengan benar. Tujuan pengobatan pasien HIV adalah(1):
memperpanjang usia hidup pasien,
menjaga dan memperbaiki sistem imun pasien untuk mencegah terjadinya infeksi
oportunistik, serta
untuk menekan replikasi dari virus HIV.
Fase pelaksanaan dan pemantauan terapi ARV yang dilakukan ada 4 fase
meliputi(2):
1. start, yaitu waktu awal untuk memulai terapi ARV;
2. switch, yaitu mengenai penggantian penggunaan obat ARV tetapi masih di dalam lini
obat yang sama;
3. substitute, yaitu mengenai penggantian penggunaan obat ARV pada lini yang
berbeda dari obat ARV sebelumnya; serta
4. stop, yaitu mengenai pasien yang tidak melanjutkan terapinya.
Berdasarkan perautan pemerintah mengenai Pedoman Pencegahan Penularan
HIV dari Ibu ke Anak , upaya untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko
penularan HIV, yaitu menggunakan strategi ABCD (3):
A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi orang
yang belum menikah;
B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak
berganti-ganti pasangan);
C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom;
D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.
Farmasi RS Panti Rapih melayani obat ARV untuk pasien HIV di bagian
Farmasi Rawat Jalan Lantai II, dimana para pasien akan datang setiap sebulan sekali ke
rumah sakit dan dengan gratis mendapatkan obat tersebut, karena pengobatan untuk
pasien HIV merupakan donasi dari Dinas Kesehatan. Pengobatan ARV dapat diberikan
setelah pasien mendapatkan konseling, mempunyai pengingat minum obat (PMO) dan
pasien setuju patuh terhadap pengobatan yang akan dilakukan seumur hidup.
Syarat untuk pengobatan ARV pada pasien HIV adalah :
Jika CD4 pasien kurang dari 350, berapapun stadium HIV tersebut
Jika stadium pasien sudah III dan IV berapapun nilai dari CD4 pasien
Ibu hamil dengan HIV
Penderita HIV dengan tuberkulosis
Pembagian dari obat ARV adalah(4):
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) - bertindak pada enzim reverse
transcriptase, yaitu dengan menggabungkan diri ke dalam rantai DNA yang
diciptakan virus untuk mencegah pembentukan rantai RNA baru dari DNA virus
tersebut, dengan demikian mencegah virus untuk bereproduksi. Obat-obatan di kelas
ini meliputi: Zidovudine, Abacavir, Didanosine, Stavudine, Lamivudine dan
Tenofovir.
2. Inhibitor Reverse Transcriptase Non-Nukleotide (NRTI) - secara langsung
menghalangi kerja enzim dan multiplikasi virus. Obat-obatan di kelas ini meliputi:
Efavirenz, Nevirapine dan Etravirine.
3. Protease Inhibitor (PI) - bertindak pada enzim protease, dengan menghalangi kerja
dari enzim protease. Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV, protease HIV akan
memecah poliprotein HIV menjadi sejumlah protein fungsional. Namun dengan
pemberian PI, produksi sel virus baru tidak terbentuk dari sel yang terinfeksi HIV.
Obat-obatan di kelas ini meliputi: Amprenavir, Atazanavir, Darunavir, Indinavir,
Lopinavir, Nelfinavir, Ritonavir dan Saquinavir.
4. Penghambat fusi - mencegah HIV memasuki sel CD4 yang sehat, sehingga virus
HIV tidak bisa bereproduksi. Obat-obatan di kelas ini: Enfuvirtide.
5. Integrase Inhibitor - menghambat aktivitas enzim integrase yang berfungsi untuk
menggabungkan DNA HIV ke dalam DNA manusia (kode genetik sel). Namun
dengan pemberuan integrase inhibitor, proses penggabungan DNA tersebut tidak
terjadi sehingga tidak terbentuk sel virus baru cara ini menghambat replikasi virus
dan kemampuannya untuk menginfeksi sel baru.
Bagi pasien ibu hamil pada trimester pertama sudah harus diberikan profilaksis
ARV dan kotrimoksasol untuk mencegah penularan HIV ke calon bayi, serta pasien
tersebut tidak diperbolehkan untuk menyusui karena virus HIV dapat tertularkan
melalui ASI. Pada pasien yang baru terkena HIV selain diberikan obat ARV juga
diberikan INH selama 6 bulan untuk mencegah pasien terserang penyakit TB karena
virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh pasien, sehingga pasien akan mudah
terserang infeksi, sehingga diberikan INH untuk pencegahan TB.
Obat ARV yang tersedia di Indonesia, yang juga tersedia di RS Panti Rapih
terbagi menjadi dua jenis yaitu(5) :
1. Lini pertama, yaitu obat yang dikonsumsi oleh ODHA yang sudah memenuhi syarat
minum ARV. Terdiri dari:
a) Zidovudin (AZT),
b) Lamivudin (3TC),
c) Stavudin (d4T),
d) Efavirens (EFV),
e) Neverapine (NVP),
f) Zidovudin (AZT) + Lamivudin (3TC),
g) Stavudin (d4T) + Lamivudin (3TC)
2. Lini kedua, yaitu jenis obat yang dikonsumsi oleh ODHA yang sudah resisten
dengan ARV lini pertama. Terdiri dari:
a) Tenofovir (TDF)
b) Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
c) Didanosine (ddI)
d) Tenofovir (TDF) + Emcitabine (FTC)
Pencatatan pasien HIV adalah sebagai berikut(7) :

a. Ikhtisar perawatan pasien HIV/ART, berisi informasi pasien (rekam medis pasien saat
pertama kali, perawatan follow up dan riwayat pengobatan pasien) yang dicatat secara
seragam untuk semua pasien yang terdaftar. Ikhtisar perawatan pasien HIV/ART harus
disertakan bersama-sama dengan pasien yang melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan
kesehatan baru sehingga ikhtisar yang sama dapat digunakan untuk menjamin perawatan
berkesinambungan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang baru.
b. Kartu pasien, merupakan kartu yang berisi sejumlah informasi penting mengenai
pengobatan antiretroviral yang diberikan kepada pasien, profilaksis dan terapi infeksi
oportunistik serta keterangan mengenai hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium. Saat
pasien mengunjungi sarana layanan kesehatan untuk melakukan pengobatan juga harus
membawa kartu pasien tersebut karena terdapat nomor register nasional (7 digit kode
rumah sakit dan 4 digit akhir sebagai nomor urut pasien) yang menunjukkan bahwa kartu
ini berlaku secara nasional. Pasien yang tidak membawa obat ARV tetap dapat melanjutkan
pengobatan meskipun sedang berada di luar daerah dengan menunjukan kartu tersebut dan
permintaan obat bagi pasien tersebut dapat dilayani sebatas jumlah hari ia berada di luar
daerah tersebut. Kartu pasien diisi dan diberikan kepada pasien ketika masuk dalam
perawatan HIV dan mendapat terapi antiretroviral. Pada kartu pasien terdapat jadwal
kunjungan pasien dan rencana kunjungan yang akan datang.

Pelaporan pemakaian obat ARV secara online ke pusat (provinsi), dilakukan


sekali sebulan. Pengadaan obat ARV masih dipusatkan di Kementerian Kesehatan dan
sampai saat ini disubsidi penuh oleh pemerintah dan pengadaan dilakuakan oleh
apoteker rumah sakit. Proses pelaporan dan pengadaan obat ARV di rumah sakit diawali
dengan pembuatan laporan mengenai data penggunaan obat ARV di rumah sakit beserta
jumlah obat yang diminta oleh rumah sakit (jumlah obat yang diminta adalah kebutuhan
untuk 1 bulan dan 2 bulan stok cadangan dengan mempertimbangkan stok akhir.
Sehingga di RS harus tersedia persediaan obat selama 3 bulan) setiap tanggal 25 per
bulannya, selanjutnya laporan tersebut akan di kirim secara online ke
www.siha.depkes.go.id pada tanggal 28. Setelah proses pengiriman laporan dilakukan,
obat akan dikirimkan oleh Dinas Kesehatan ke rumah sakit 2 minggu setelah pelaporan,
di Rumah Sakit Panti Rapih obat tersebut akan di terima oleh bagian logistik (dilakukan
pengecekan) yang selanjutnya obat tersebut akan dikirimkan ke Farmasi Rawat Jalan
lantai II sebagai tempat pendataan dan penyimpanan obat ARV.
Tugas farmasi atau apoteker dalam menangani pasien HIV atau yang dikenal
sebagai pasien B20 adalah untuk konseling obat yakni indikasi obat, ESO, kepatuhan,
dan tujuan terapi.

Alur Pelayanan Obat HIV di RS Panti Rapih Yogyakarta


Referensi:

(1) https://www.aids.gov/hiv-aids-basics/hiv-aids-101/what-is-hiv-aids/, AIDS Mission


and Team, 2016, Human Immunodeficiency Virus (HIV), diakses tanggal 30 April
2017.
(2) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011,
Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada
Orang Dewasa, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
(3) Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak, DepKes RI, Jakarta.
(4) http://www.aids.gov.br/en/pagina/what-are-antiretroviral-drugs
(5) http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20110824/201533/pengadaan-dan-
distribusi-obat-anti-retroviral-arv/, diakses tanggal 1 Mei 2017
(6) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV dan
AIDS, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
(7) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012, Petunjuk Teknis Pengisian Form
Manual Pencatatan Program Pengendalian HIV-AIDS dan IMS, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai