Cristofher Sitanggang
102012281
E-mail : cristofher.sitanggang@yahoo.co.id
Pendahuluan
Mola Hidatidosa atau yang lebih dikenal denganhamil anggur merupakan penyakit
trofoblastik gestasional yang sering ditemukan. Penyakit ini merupakan salah satu kelainan
dari kehamilan yang ditandai dengan perkembangan embrionik yang abnormal. Penyakit ini
biasanya terjadi pada kebanyakan wanita Asia dan Afrika. Angka kejadian mola di rumah
sakit besar di Indonesia sekitar 1 : 80 persalinan normal sedangkan di Amerika Serikat, angka
kejadian hanya 1 : 1000 dan di negara Barat 1 : 600 kehamilan. Etiologi dari penyakit ini
bermacam macam termasuk berbagai kombinasi dari faktor lingkungan dan genetik. Usia
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dimana mola biasanya muncul pada pasien
yang berusia muda (< 16 tahun) dan usia yang lebih tua yaitu >45 tahun. 1
Penyakit ini dibagi menjadi 2 yaitu mola hidatidosa parsial dan komplit. Pembagian ini
didasarkan atas morfologi makroskopis, histopatologis dan kariotipe. Penyakit ini dibagi
menjadi 2 yaitu mola hidatidosa parsial dan komplit. Pembagian ini didasarkan atas
morfologi makroskopis, histopatologis dan kariotipe. Penyakit ini masih kurang disadari dan
dimengerti oleh banyak orang. Hal ini ditandai dengan kebiasaan penderita yang datang ke
rumah sakit saat ia telah menderita perdarahan, anemia berat bahkan syok sampai
perkembangan menjadi degenerasi malignan. Angka kejadian degenerasi malignan sebesar
9 20 % pada mola komplit dan 1 % pada mola parsial. Oleh karena hal tersebut maka
dibutuhkan deteksi dini yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan pelayanan primer
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, serta pemahaman patofisiologi, dan
manajemen yang baik agar didapatkan hasil yang efektif dan efisien.1
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis kehamilan dengan indikasi asuhan antenatal,
deteksi dini suatu kondisi patologik dalam kehamilan, merencanakan persalinan, persiapan
penyelesaian kehamilan, dan kemajuan perkembangan kehamilan.
A. Menanyakan Identitas (nama, umur, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan tanggal
masuk RS sebelumnya)
B. Menanyakan Keluhan Utama
1. Riwayat Perkawinan
2. Riwayat Haid (apakah nyeri), hari pertama haid terakhir
3. Riwayat Penyakit Ibu dan Keluarga (yang berkaitan dengan masalah kehamilan)
4. Kebiasaan (merokok, obat dan jamu, hewan peliharaan)
5. Riwayat Persalinan
6. Menentukan usia kehamilan menurut anamnesis haid dan buat taksiran persalinan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus ini dapat dilakukan dengan Pemeriksaan Tanda Vital,
pemeriksaan nadi, dan Pernafasan. Pemeriksaan fisik pada Perdarahan kehamilan muda bisa
dilakukan dengan pemeriksaan fisik Gynecologi dengan inspekulo dan bimanual. 2
Pemeriksaan Luar : Tonus Abdomen, palpasi uteri, massa? Nyeri tekan? Cairan bebas?
Bimanual : Vagina (N/ Pembengkakan/ Nyeri/ Darah dan bekuan/ Kista), Forniks
(N/ Teraba masa pelvic), Serviks (Kenyal/Lunak/ Licin/ Nyeri Goyang/ Secret), Korpus Uteri
(Anteversio/ Retroversio/ Lunak/ Besar dan sesuai dengan kehamilan ..... minggu,
Parametrium (Normal/ Massa padat/ Batas tegas/ Nyeri tekan/ Massa kistik), Cavum Douglas
(Menonjol?)
Pemeriksaan Penunjang
-hCG diproduksi oleh sinsitiotrofoblas selama kehamilan, juga dibuat oleh jaringan
trofoblastik jenis lain, termasuk yang berasal dari chorioadenoma destruens,
choriocarcinoma, dan mola hidatidosa. Titer normal HCG adalah 20-30 mIU/ml. Pada
penyakit mola hidatidosa dapat meningkat sampai >100.000 IU/ pada urin 24 jam atau
sekitar >40.000 mIU/ml.2
o Pemeriksaan USG
o Uji Sonde
o Pemeriksaan Histopatologi
Mola hidatidosa adalah suatu penyakit kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus
korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya akan meninggal, akan tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus itu akan tetap hidup dan tumbuh terus.
Berdasarkan anamnesis, pasien wanita usia 36 tahun datang ke UGD adanya keluhan keluar
banyak darah lewat kemaluan sejak 1 jam SMRS. Darah disertai keluarnya jaringan bulat
bulat seperti anggur. Dikatakan pula 3 hari yang lalu keluhan keluar darah dirasakan berupa
flek Berdasarkan hal tersebut, ia mengalami perdarahan pada kehamilan muda (early
pregnancy bleeding). Beberapa penyakit yang dapat terjadi pada periode ini antara lain
kehamilan ektopik, abortus baik imminens, insipiens, inkomplit, maupun komplit, selain itu
dapat pula penyakit gestasional seperti mola hidatidosa, mola invasif, koriokarsinoma, dapat
pula kelainan eksternal seperti vaginitis, servisitis dll.Berdasarkan anamnesa penyakit
kehamilan ektopik dapat disingkirkan dengan tidak ditemukannya nyeri akut abdomen.
Abortus komplit maupun inkomplit dapat pula disingkirkan karena pada abortus tidak ada
keluhan keluar bentuk gelembung seperti mata ikan. Pada pemeriksaan fisik, kesadaran
compos mentis dan tampak sakit sedang.
Hasil pemeriksaan status obstetrik, didapatkan pada pemeriksaan luar berupa perut rata,
bekas luka operasi (-), palpasi nyeri tekan 1 jari, nyeri goyang cervix (-), corpus uteri
membesar sebesar usia kehamilan 18-20 minggu, tidak ada massa atau benjolan pada uterus,
nyeri tekan suprapubik (-), massa adnexa tidak teraba, serta didapatkan darah dan jaringan
bundar pada jari pemeriksa. Pada pasien didapatkan beberapa hal yaitu adanya jaringan bulat
seperti anggur (+), uterus yang membesar tidak sesuai (lebih besar) dengan usia kehamilan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penyakit ini termasuk penyakit trofoblastik gestasional yang
meliputi mola hidatidosa.
Kehamilan mola sendiri dibagi menjadi 2 yaitu mola parsial dan mola komplit. Untuk
membedakan kedua hal ini perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG), pemeriksaan
kadar -hCG dan dapat pula dilakukan dengan melalui pengambilan sampel vilus korionik,
amniosintesis, atau darah fetus. Melalui pemeriksaan USG, mola hidatidosa resiko tinggi
dapat didiagnosa secara akurat pada minggu pertama ketika pemeriksaan -hCG tidak dapat
membantu. Melalui pemeriksaan USG, untuk mola hidatidosa komplit biasanya ditemukan
gambaran snowstorm, vesicular pattern yang biasanya muncul pada trimester kedua
kehamilan dari isi uterus dan kista lutein fokal. Sementara itu untuk pasien dengan mola
hidatidosa parsial sering didiagnosa missed abortion biasanya terdapat gambaran janin,
namun kista lutein jarang muncul. Berdasarkan hasil dari USG yang dilakukan menunjukkan
terdapatnya gambaran vesicular pattern dan disertai dengan adanya kista lutein yang
menguatkan diagnosa mola hidatidosa komplit. 3
Pemeriksaan histologis dari sampel konsepsi adalah gold standard dari mola hidatidosa.
Pemeriksaan histologis yang dilakukan pada pasien suspek mola hidatidosa akan
meningkatkan kualitas dari manajemen penyakit ini. Pemeriksaan histologis ini biasanya
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan -hCG. Pemeriksaan ini sendiri dapat digunakan
bukan hanya untuk diagnosis dan manajemen, namun juga untuk menentukan prognosis
pasien.
Komplit Parsialis
Diagnosis Banding
Abortus Immines
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh
faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 12 minggu).
1. Faktor genetik.
3. Penyebab Infeksi
4. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi
abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus
berulang. 5
5. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas
anestesi dan tembakau. 5
6. Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik
sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap
sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi
terutama kadar progesterone. 5
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik
karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam
uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba.
Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk
uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi
pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan
pars ampularis tuba dan kehamilan infundibulum tuba.
Dengan ruptur, nyeri tidak terlokalisir di abdomen. Amenorrhea dengan beberapa spot vagina
atau perdarahan dilaporkan oleh 60%-80% wanita dengan kehamilan tuba. Mendekati
kebenaran seperti menstruasi yang benar. Walaupun sedalam-dalamnya perdarahan vagina itu
menunjukkan akan terjadi aborsi inkomplete, seperti perdarahan berkala yang terlihat dengan
masa gestasi tuba. Pada kehamilan ektopik non ruptur, kelembutan tidak biasa terjadi. Pada
ruptur, kelembutan abdomen sangat mencolok dan dalam pemeriksaan vagina, khususnya
dengna nyeri goyang, itu mampu menunjukkan seperti lebih dari kehamilan yang keempat.5
Koriokarsinoma klinis merupakan istilah yang masih kontroversi, ada yang menyebutnya
Persistent Trophoblastic Neoplasia. Yang dimaksud dengan pengertian ini adalah bila
penderita pasca mola secara klinis dan atau laboratoris menunjukkan adanya tanda-tanda
pertumbuhan baru jaringan trofoblas tanpa diperkuat dengan hasil pemeriksaan patologi
anatomi. Pengelompokan penderita seperti ini penting mengingat sebagian penderita masih
memerlukan fungsi reproduksinya sehingga tidak mungkin dilakukan histerektomi untuk
konfirmasi patologi anatomi. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan uterus membesar lagi
dengan atau tanpa adanya perdarahan pervaginam dan atau bila pada pemantauan kadar
hCG pasca evakuasi jaringan mola melebihi batas-batas seperti diatas sekalipun tidak
ditemukan tanda-tanda atau gejala-gejala klinis lainnya . Pada koriokarsinoma klinis pilihan
pertama kemoterapi yang diberikan adalah Methotrexate dan Actinomycin D. Pemberian
terapi dilakukan beberapa seri dan selama terapi dilakukan pemeriksaan kadar serum hCG
sampai normal, kemudian diberikan tambahan terapi (after course) 2-3 kali.6
Manifestasi Klinik
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa,
yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering hebat.
Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari
umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sam besar walaupun
jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu
aktif sehingga perlu dipikirkan adanya jenis dying mole.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang
menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara
bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisas
intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian.
Karena perdarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan preeklampsia
(eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklampsia pada mola terjadinya lebih muda
daripada kehmilan biasan. Penyulit lain yang akhir akhir ini banyak dipermasalahkan adalah
tirotoksikosis. Maka, Martadisoebrata menganjurkan agar stiap kasus mola hidatidosa dicari
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti kita selalu mencari tanda tanda preeklampsia
pada kehamilan biasa. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.7
Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa dilaporkan sangat bervariasi. Beberapa variabilitas ini dapat
dijelaskan oleh perbedaan dalam metodologi (misalnya rumah sakit vs studi populasi). Di
Amerika Serikat, mola hidatidosa terjadi dalam 1 dari 1200 kehamilan. Di Indonesia,
menurut Guru Besar Tetap Obstetri-Ginekologi FK Universitas Indonesia, Profesor DR. dr.
Andrijono SpOG (K), peristiwa hamil anggur ini terjadi berkisar 1 dari 40 sampai 400
kehamilan. Angka ini didapatkan saat melakukan penelitian mengenai Peningkatan Status
Gizi Khususnya Vitamin A, Merupakan Salah Satu Upaya Peningkatan Kesehatan
Reproduksi Melalui Upaya Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier Mola Hidatidosa yang
dijalankan selama 16 tahun mulai tahun 1990 sampai 2006.8
Mola ini dapat terjadi pada setiap usia selama usia subur, tetapi risikonya lebih tinggi pada
wanita hamil yang berusia belasan atau antara 40 dan 50 tahun. Karena alasan yang belum
jelas, insidennya bervariasi secara significant di berbagai belahan dunia; 1 dari 1000
kehamilan di AS, tetapi 10 dari 1000 di Indonesia.
Etiologi
Faktor penyebab bagi mola hidatidosa sampai sekarang masih belum diketahui. Diperkirakan
bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu dan kelainan
rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia di bawah
20 tahun atau di atas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan
rendah protein, rendah asam folat dan rendah beta karoten juga meningkatkan risiko
terjadinya mola walaupun patofisiologinya tidak sepenuhnya dipahami.
Patofisiologi
Kira-kira 1 diantara 10 kehamilan berakhir dengan abortus spontan dan pada separuh abortus
ini terdapat perkembangan ovum atau fetus yang patologis atau blighted. Pada blighted ovum
tampak jaringan plasenta mengalami berbagai tingkat degenerasi hidropik dan pada
pemeriksaan mikroskopik villus tersebut tidak diketemukan sirkulasi fetal atau
perkembangannya tidak sempurna. Akibat gangguan sirkulasi tersebut, terjadi edema.
Cairan yang tidak dapat diserap mengakibatkan pembengkakan. Jadi vilus-vilus yang
mengalami degenerasi hidropik merupakan tanda adanya blighted ovum. Mola hydatidosa
merupakan lanjutan degenerasi hidropik pada blighted ovum. Abortus akibat blighted ovum
biasanya keluar 3 bulan pertama, sedangkan gelembung-gelembung mola baru dikeluarkan
pada kehamilan 4-5 bulan. Umumnya mola ditemukan dalam uterus, tetapi dapat juga
ditemukan pada tempat ektopik. Bila diketahui, biasanya setelah kehamilan 4-5 bulan, uterus
lebih besar daripada umur kehamilan. Uterus berisi kelompok-kelompok jaringan seperti
buah anggur, kistik, berdinding tipis dan mudah pecah dengan keluarnya cairan jernih.
Kelompok jaringan seperti ini diikat oleh jaringan fibrotik yang halus. Gambaran
mikroskopik menunjukkan:
Karena proliferasi epitel chorion ini, maka produksi HCG bertambah 10x lipat.
Tatalaksana
Penanganan mola hidatidosa pada prinsipnya adalah segera mungkin dilakukan evakuasi
begitu diagnosa ditegakkan. Sebelum evakuasi dilakukan dicari dahulu ada tidaknya penyulit
berupa tirotoksikosis, preeklampsia dan hal-hal lain yang dapat memperburuk prognosis
penderita, upaya evakuasi baru dilakukan bila penyulit sudah diobati dan teratasi. Metoda
yang dilakukan tergantung dari ukuran besarnya uterus, ada tidaknya ekpulsi parsial, umur
penderita dan fertilitasnya. Sebelum dilakukan evakuasi harus disiapkan darah, pemeriksaan
darah lengkap, tes fungsi hati dan ginjal, faal hemostasis, thorak foto, kadar serum hCG.
1. Kuretasi :
Pada ukuran rahim yang tidak terlalu besar , kuretase dilakukan satu kali saja yakni
setelah jaringan mola dikeluarkan dengan vakum kuret langsung diteruskan dengan
sendok kuret tajam. Pada kasus mola dengan uterus yang ukuran uterusnya besar kadang
dilakukan kuretase dua kali, kuretase I dengan vakum kuret dan kuretase ke II satu
minggu kemudian setelah terjadi involusi uterus dengan sendok kuret tajam.
Besar uterus lebih dari 20 minggu dilakukan evakuasi 2 kali dengan interval 1 minggu.
Bila osteum uteri belum terbuka dan serviks kaku, dilakukan pemasangan laminaria stif
selama 12-24 jam sebelum evakuasi. Pada saat evakuasi dipasang oksitosin drip. Hasil
kuretase dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk mencari ada tidaknya gambaran
proliferasi berlebih dan ada tidaknya penetrasi jaringan trofoblas kedalam endometrium.
2. Histerektomi :
Histerektomi dikerjakan sebagai cara evakuasi jaringan mola pada kasus mola risiko tinggi
pada umur lebih dari 40 tahun dengan anak cukup. Tujuannya disamping sebagai upaya
untuk mengurangi kemungkinan timbulnya keganasan sekaligus juga bila kemudian timbul
koriokarsinoma maka derajat skor pada skor prognostik akan lebih rendah sehingga
sitostatika yang diperlukan akan lebih sederhana dan kurang toksis dan biayanya akan
lebih ringan.
Pemberian kemoterapi profilaksis setelah evakuasi mola masih kontroversi. Di negara yang
sedang berkembang pemberian kemoterapi profilaksis merupakan kebijakan yang masih
diperlukan . Umumnya diberikan kemoterapi tunggal yaitu Methotrexate atau Actinomycin
D, hanya diberikan 1 rangkaian, selanjutnya penderita dipantau dengan tata cara follow up
yang berlaku bagi mola risiko rendah pasca evakuasi. Keberatan dari pemberian sitostatika
profilaktik adalah efek samping obat dan kemungkinan terjadinya resistensi bila kelak
diperlukan pemberian sitostatika untuk terapi tumor trofoblastik gestasional.
Follow up atau pengawasan lanjut pasca evakuasi mola merupakan bagian dari
penatalaksanaan mola hidatidosa. Pengawasan ketat kasus mola pasca evakuasi perlu
dilakukan oleh karena sekitar 10%-30% mola akan mengalami transformasi menjadi tumor
trofoblas gestasional (TTG). Pada penderita mola risiko rendah follow up mulai dilakukan
seminggu setelah evakuasi mola . Dilakukan pemeriksaan fisik penderita, keluhan, tanda-
tanda metastase, pemeriksaan tes kehamilan mulai kepekaan yang paling rendah atau
pemeriksaan hCG. Pemeriksan klinis meliputi besar dan involusi uterus, perdarahan
(pervaginam atau hemoptoe), tanda-tanda metastase (vagina, paru-paru dll). Follow up
dilakukan sampai minggu kedua belas. Diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan
trofoblas dengan pemeriksaan hCG ditetapkan dengan kriteria yang dianjurkan oleh
Mozisuki dkk, yakni : 8
- Kadar hCG 1000 mIU/ml pada minggu ke 4.
Bila hCG melebihi batas-batas diatas dan atau secara klinis ada tanda-tanda
pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya penderita dikelola sebagai tumor
trofoblas gestasional.
Koriokarsinoma klinis merupakan istilah yang masih kontroversi, ada yang menyebutnya
Persistent Trophoblastic Disease. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dipakai istilah
koriokarsinoma klinis. Yang dimaksud dengan pengertian ini adalah bila penderita pasca
mola secara klinis dan atau laboratoris menunjukkan adanya tanda-tanda pertumbuhan
baru jaringan trofoblas tanpa diperkuat dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi.
Pengelompokan penderita seperti ini penting mengingat sebagian penderita masih
memerlukan fungsi reproduksinya sehingga tidak mungkin dilakukan histerektomi untuk
konfirmasi patologi anatomi. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan uterus membesar lagi
dengan atau tanpa adanya perdarahan pervaginam dan atau bila pada pemantauan kadar
hCG pasca evakuasi jaringan mola melebihi batas-batas seperti diatas sekalipun tidak
ditemukan tanda-tanda atau gejala-gejala klinis lainnya . Pada koriokarsinoma klinis
pilihan pertama kemoterapi yang diberikan adalah Methotrexate dan Actinomycin D.
Pemberian terapi dilakukan beberapa seri dan selama terapi dilakukan pemeriksaan kadar
serum hCG sampai normal, kemudian diberikan tambahan terapi (after course) 2-3
kali.8
Selama pengawasan lanjut pasca evakuasi mola perlu dilakukan pencegahan kehamilan
baru, penderita dianjurkan menggunakan KB kondom. Tidak dianjurkan memakai IUD
karena efek samping perdarahan akan menyulitkan diagnosis adanya pertumbuhan baru
jaringan trofoblas, sedangkan KB hormonal dilaporkan akan menimbulkan resistensi
terhadap sitostatika bila diperlukan. Penderita dianggap sembuh dari pengawasan lanjut
pasca evakuasi mola bila dengan follow up 12 bulan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan
baru jaringan trofoblas atau penderita sudah hamil normal lagi kurang dari 12 bulan
setelah evakuasi mola. Adanya kehamilan normal dibuktikan dengan berbagai cara
termasuk USG. Pengertian sembuh tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi TTG
dimasa yang akan datang karena sifat sel trofoblas yang dormant. Penderita tidak boleh
hamil lagi paling sedikitnya selama 1 tahun untuk yang belum memiliki anak atau 2 tahun
untuk penderita yang sudah mempunyai anak.8
Komplikasi
1. Perforasi uterus selama kuretase suction biasanya terjadi karena uterus besar dan tipis.
Jika perforasi diketahui, prosedur sebaiknya diselesaikan dengan bantuan
laparoskopik
2. Perdarahan merupakan komplikasi yang sering terjadi selama evakuasi kehamilan
mola. Karena alasan ini, oxytocin intravena sebaiknya dilakukan sebelum memulai
prosedur. Methergine dan/atau Hemabate sebaiknya tersedia. Golongan darah pasien
sebaiknya telah diketahui untuk mempersiapkan sekiranya dibutuhkan transfuse.
3. Penyakit trophoblastik malignan terjadi pada 20% kehamilan mola. Karena alasan ini,
pemeriksaan hCG kuantitatif serial dilakukan selama 1 tahun pasca-evakuasi sampai
hasilnya negative.
4. Faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh jaringan molar memiliki aktifitas
fibrinolytik. Semua pasien sebaiknya di-skrining untuk kemungkinan terjadinya
disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
5. Emboli trophoblastic dipercaya merupakan penyebab dari insufisiensi pernapasan
akut. Faktor resiko terbesar adalah uterus lebih besar daripada yang diharapkan untuk
umur gestasi 16 minggu. Keadaan ini dapat fatal.
Pencegahan
Peningkatan Status gizi khususnya vitamin A merupakan salah satu upaya peningkatan
kesehatan reproduksi melalui upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier mola
hidatidosa.
Prognosis
Prognosis dari mola hidatidosa untuk menjadi keganasan tergantung dari beberapa faktor
antara lain : kadar hCG, besarnya uterus, terdapatnya kista ovarium dan adanya faktor
metabolik dan epidemiologik yang menyertainya. Berdasarkan faktor risiko terjadinya
keganasan, WHO menggolongkan mola hidatidosa kedalam 2 kelompok, yakni mola
hidatidosa risiko rendah dan risiko tinggi.8
- Kista ovarium 6 cm
Seperti telah diketahui mola hidatidosa diperkirakan 80% akan mengalami remisi spontan
pasca evakuasi, dan sisanya 20% dapat berkembang menjadi penyakit trofoblas ganas (PTG).
Disamping perkembangan stadiumnya, prognosis PTG juga tergantung dari beberapa faktor
yang terdapat pada penderita. Berdasarkan sistem skor dari faktor-faktor prognosis tersebut,
WHO membuat kriteria dan membagi PTG kedalam 3 kelompok yakni risiko rendah, risiko
sedang dan risiko tinggi seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
1 2 3 4
Umur 39 > 39 - -
Interval kehamilan < 4 bln 4-6 bln 7-12 bln > 12 bln
Kesimpulan
Pasien ini didiagnosis mola hidatidosa komplit dengan ditemukan adanya perdarahan pada
kehamilan muda, disertai dengan adanya jaringan bulat seperti anggur (+). Pemeriksaan fisik
didapatkan adanya pembesaran uterus melebihi usia kehamilan yang seharusnya, serta DJJ (-
). Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan berupa pemeriksaan USG yang menunjukkan
akan gambaran snowstorm, vesicular pattern, dan ditemukan kista lutein. Pemeriksaan fungsi
tiroid perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan komplikasi yang mungkin timbul.
Terapi yang diberikan adalah kuretase dan terapi farmakologis.
Daftar Pustaka