Anda di halaman 1dari 11

Anemia Defisiensi Besi pada Anak

Pendahuluan

Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Diperkirakan 30%
penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang
sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas. Saat ini di Indonesia, anemia defisiensi
besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein,
vitamin A, dan yodium. Hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya,
sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.

Anamnesis

Anamnesis yang ditanyakan adalah:1

Pada anemia perlu ditanyakan sejak kapan gejala apa yang dirasakan oleh pasien, misalnya lelah,
malaise, pucat? Bila terdapat gejala tersebut, itu merupakan suatu sindrom anemia yang
biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dL.

Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi gejala yang
muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi tubuh.

Tanyakan adanya gangguan kognitif, motorik, cenderung mengantuk.

Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es (pagofagia).

Tanyakan apakah ada pica, yaitu tindakan memakan benda yang bukan bahan makanan.

Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa karena
perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat pernah menderita
penyakit yang kronis.

Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe.

Pemeriksaan Fisik2

1
Warna kulit: pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami.
Kuku: Koilonychia yaitu kuku mudah rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung
sehingga mirip seperti sendok (spoon nail).
Mata: ikterik, konjungtiva pucat
Mulut: Stomatitis angularis yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Atrofi papil lidah yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
Disfagia yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Tidak ditemukan limfadenopati
Tidak ditemukan hepatomegali
Tidak ditemukan splenomegali

Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai seperti:3,4
Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai
dari ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. MCV kurang dari 70 fl
hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalasemia mayor. MCHC menurun
pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Nilai normal MCV sekitar 82
sampai 92 fl, MCH sekitar 27 sampai 31 pg, dan MCHC sekitar 32 sampai 37%. RDW
(red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks
eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar
hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang
mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.
Pada apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,
poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan
mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalasemia.
Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia.
Pada anemia defisiensi besi karena cacing tambang dijumpai eosinofilia sedangkan pada
perdarahan dapat dijumpai trombositosis.

2
Kadar besi serum dan TIBC
Kadar besi serum menurun kurang dari 50 mg/dl, Total Iron Binding Capacity (TIBC)
meningkat di atas 350 mg/dl, dan saturasi transferin kurang dari 15 %.
Kadar feritin serum
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada
keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Pada anemia defisiensi besi kadar serum
feritin dibawah 20 g/dl (ada yang memakai kurang 15 g/dl, ada juga kurang 12g/dl).
Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 g/dl masih dapat
menunjukkan adanya defisiensi besi. Angka feritin serum yang normal tidak selalu
dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100 mg/dl dapat
memastikan tidak adanya defisiensi besi.
Sumsum tulang
Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan
normoblast kecil-kecil dominan.
Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan
cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Pada keadaan normal 40 sampai
60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai
sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblas negatif. Di klinik, pengecatan besi pada
sumsum tulang dianggap sebagai baku emas diagnosis defisiensi besi, namun akhir-
akhir ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan feritin serum yang lebih
praktis.
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi, seperti
pemeriksaan feses untuk cacing tambang, pemeriksaan darah samar dalam feses,
endoskopi, dan lain-lain tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.2
Diagnosis ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi, gambaran eritrosit
mikrositik hipokromik, serum iron (SI) rendah dan TIBC meningkat, tidak terdapat besi
dalam sumsum tulang dan reaksi yang baik terhadap pengobatan dengan besi.

Diagnosis Banding
Talasemia

3
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua
orang tua kepada anak-anaknya secara residif, menurut hukum Mendel. Talasemia
disebabkan oleh defisiensi sintesis rantai alfa atau beta. Defisiensi tersebut ditentukan
secara genetik dan menyebabkan talasemia alfa dan beta. Pada talasemia beta, rantai alfa
terus diproduksi berlebihan sampai usia dewasa dan terdapat HbF berlebihan.
Gejala klinisnya adalah anemia berat tipe mikrositik dengan limpa dan hepar yang
membesar. Pada anak yang lebih besar biasanya disertai dengan keadaan gizi yang jelek
dan mukanya memperlihatkan fasies Mongoloid. Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan
anemia berat dengan Hb dapat 3 sampai 9 g/dl sehingga terus menerus memerlukan
transfusi darah, jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Pada apusan darah tepi akan
didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositosis, sel target (fragmentosit dan
banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum meningkat dan TIBC menjadi rendah.5
Hemoglobin penderita mengandung kadar HbF yang tinggi biasanya kira-kira 30%.
Kadang-kadang ditemukan juga hemoglobin patologi. Pada pemeriksaan radiologis,
terdapat gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis
dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak yang lebih
besar kadang-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan
pneumatisasi rongga sinus paranasal.5
Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA sering menyerang pada masa anak anak dengan presentase 75%- 80%. LLA
menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblastik yang menyebabkan anemia, memar
(trombositopeni), dan infeksi (neutropenia). Limfoblas biasanya di temukan dalam darah
tepi dan selalu ada di sumsum tulang, hal ini mengakibatkan terjadinya limfadenopati,
splenomegali, dan hepatomegali, tetapi 70% anak dengan leukemia limfatik akut kini bisa
disembuhkan.5

Anemia akibat Infeksi Kronis


Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada penyakit kronik
tertentu yang khas ditandai oleh gangguan metabolisme besi, yaitu adanya hipoferemia
sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis
hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup. Beberapa penyakit yang
mendasari timbulnya anemia antara lain tuberkulosis paru, infeksi jamur kronik,
4
bronkhiektasis, osteomielitis kronik, infeksi saluran kemih kronik, kolitis kronik,
rematoid artritis, lupus eritematosus sistemik, inflammatory bowel disease, sarkoidosis,
dan penyakit kolagen lain.Gejala klinik dari anemia akibat penyakit kronik tidak khas
karena didominasi oleh gejala penyakit dasar. Sindrom anemia biasanya tidak terlalu
terlihat karena penurunan hemoglobin tidak terlalu berat. Pada gambaran laboratorium
didaoatkan anemia ringan sampai sedang, hemoglobin jarang kurang dari 8g/dl, anemia
bersifat normositer atau mikrositer ringan (MCV 75-90 fl), protoporfirin sedikit menurun,
feritin serum normal atau meningkat, pada pengecatan sumsum tulang dengan biru Prusia,
besi sumsum tulang normal atau meningkat dengan butir-butir hemosiderin yang kasar.4

Diagnosis anemia akibat penyakit kronik ditegakkan jika dijumpai anemia ringan sampai
sedang dengan penyakit dasar yang sesuai, anemia hipokromik mikrositer ringan atau
normokromik normositer, besi serum menurun disertai dengan TIBC menurun dengan
cadangan besi sumsum tulang masih positif, dengan menyingkirkan adanya gagal ginjal
kronik, penyakit hati kronik dan hipotiroid. Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik ini
tidak memberikan respon pada pemberian besi, asam folat atau vitamin B12.4

Diagnosis
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh.
Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum
atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai
anemiamikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin.Anemia
defisiensi besi ditegakkan jika memenuhi 3 kriteria dari 4 kriteria berikut:1
1. Kadar HB <normal untuk usia pasien.
2. Kadar Fe serum <50 mcg/dL (nilai normal : 80-180 mcg.dL)
3. Saturasi transferin <15% (nilai normal : 20-50%)
4. MCHC <15% (nilai normal : 32-25%)

5
Gambar 1. Batasan Normal Kadar Hb6

Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh: 3,7

Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat berasal dari saluran cerna seperti
tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, hemoroid dan infeksi cacing tambang.
Saluran genital wanita seperti menorrhagia atau metrorhagia. Pada saluran kemih seperti
hematuria dan saluran napas seperti hemoptoe.2
Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging).
Kebutuhan besi yang meningkat seperti pada prematuritas, infeksi, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, kolitis kronik, diare kronis dan sindrom
malabsorpsi lainnya.
Jika ditinjau dari segi umur penderita, etiologi anemia defisiensi besi dapat digolongan menjadi:7

Bayi kurang dari 1 tahun


Cadangan besi kurang, a.l. karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir kembar, ASI
ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat dan
anemia selama kehamilan,alergi protein susu sapi.
Anak umur 1-2 tahun

Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu murni
berlebih, obesitas,kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis, malabsorbsi.

Anak umur 2-5 tahun

Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme atau
minum susu berlebihan, obesitas, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis

6
(baik bakteri, virus ataupun parasit), kehilangan berlebihan akibat perdarahan
(divertikulum Meckel dsb).

Anak umur 5 tahun-remaja

Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(a.l cacing tambang) dan menstruasi berlebihan


pada remaja puteri.

Epidemiologi

Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-
kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa
kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu
formula dengan kadar besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan pada masa remaja
akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah
akibat menstruasi pada remaja puteri. Data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalens ADB.
Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-
6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.8

Patogenesis

Perdarahan menahun ataupun dari etiologi lainnya menyebabkan kehilangan besi sehingga
cadangan besi semakin menurun. Jika cadangan besi menurun maka keadaan ini disebut iron
depleted state. Keadaan ini ditandai dengan penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi
besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi
terus berlansung maka penyediaan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis akan berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia
secara klinis belum terjadi, keadaan tersebut disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada
fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar protoporfirin, saturasi
transferin menurun dan TIBC meningkat. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai anemia defisiensi besi. Pada saat itu juga terjadi

7
kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.3,4

Manifestasi Klinis

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,
yaitu:9

Gejala umum anemia


Gejala umum dari anemia disebut juga sebagai sindroma anemia yaitu merupakan
kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak jelas jika hemoglobin dibawah
7 8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, mudah lelah, mata berkunang-kunang,
serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar
hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu
terlihat dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi
lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik.
Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7g/dl. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai pasien dengan pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan
di bawah kuku.

Gejala khas anemia defisiensi besi


Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain:

1. Koilonychia: kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal, dan menjadi
cekung sehingga seperti sendok.
2. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
3. Stomatitis angularis: adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan.
4. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
5. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Gejala penyakit dasar

8
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna
kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon
dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari
lokasi kanker tersebut.

Penatalaksanaan

Penanganan anak dengan anemia defisiensi besi yaitu:8

1. Mengatasi faktor penyebab.


2. Pemberian preparat besi

Oral

1. Dapat diberikan secara oral berupa besi elemental dengan dosis 3 mg/kgBB sebelum
makan atau 5 mg/kgBB setelah makan dibagi dalam 2 dosis.
2. Diberikan sampai 2-3 bulan sejak Hb kembali normal
3. Pemberian vitamin C 2X50 mg/hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
4. Pemberian asam folat 2X 5-10 mg/hari untuk meningkatkan aktifitas eritropoiesis
5. Hindari makanan yang menghambat absorpsi besi (teh, susu murni, kuning telur, serat)
dan obat seperti antasida dan kloramfenikol.
6. Banyak minum untuk mencegah terjadinya konstipasi (efek samping pemberian
preparat besi)

Parenteral

Indikasi:

1. Adanya malabsorbsi
2. Membutuhkan kenaikan kadar besi yang cepat (pada pasien yang menjalani dialisis
yang memerlukan eritropoetin)
3. Intoleransi terhadap pemberian preparat besi oral

9
Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada anak adalah keterlambatan pertumbuhan (sejak lahir sampai
usia 5 tahun), perkembangan otot buruk (jangka panjang), daya konsentrasi menurun, interaksi
sosial menurun, penurunan prestasi pada uji perkembangan, kemampuan mengolah informasi
yang didengar menurun, memperberat keracunan timbal (penururnan besi memungkinkan
saluran gastrointestinal mengabsorbsi logam berat lebih mudah) dan peningkatan insiden stroke
pada bayi dan anak-anak.8

Prognosis

Pada anemia defisiensi besi prognosis baik. Pada anemia defisensi besi umumnya berespons
sangat baik terhadap pemberian obat. Namun untuk mengobati defesiensi besi, penyebab anemia
harus diidentifikasi dan dihilangkan.

Kesimpulan

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling banyak dijumpai di masyarakat.
Banyak penyebab yang mendasari terjadinya anemia ini seperti rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi, faktor nutrisi, kebutuhan besi yang meningkat serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun.

Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yang
teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat dan perlu juga dilakukan pemeriksaan untuk
mencari penyebab anemia defisiensi besi tersebut.

Daftar Pustaka

1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, et al. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.h.120.
2. Irawan H. Pendekatan diagnosis anemia pada anak. CDK-205 2013;40(6).

10
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1127-36.
4. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC; 2013.h.18-9, 26-41.
5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007..h.361.
6. Diunduh dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-rahmandase-
6687-3-babii.pdf
7. Hassan R, Alatas H, editor. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.444-5.
8. Windiastuti A. Anemia defisensi besi pada bayi dan anak. Diunduh dari
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-
dan-anak
9. Kartamihardja E. Anemia defisiensi besi. Diunduh dari
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/ANEMIA%20DEFISIE
NSI%20BESI.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai