Anda di halaman 1dari 16

Sirosis Hati pada Pasien

Agung Setiawan

102015103 D1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Agung.2015fk103@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Sirosis hati merupakan akhir dari berbagai macam penyakit hati, ditandai dengan fibrosis yang
mengakibatkan kelebihan matriks ekstra seluler seperti kolagen, glikogen, dan proteoglikan hati dimana
akan menimbulkan penurun dari berbagai fungsi hati. Sirosis hati ini dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, dimana infeksi hepatitis B dan C dan alcohol adalah predisposisi utama. Sirosis hati biasanya juga
muncul disertai oleh berbagai komplikasi, seperti hipertensi porta, asites, PBS, sindrom hepatorenal dan
juga enselopati hepatikum. Ada tidaknya komlikasi inilah yang mempengaruhi proses penyembuhan.

Kata Kunci

Sirosis, hepatitis B dan C, komplikasi

Abstract

Cirrhosis of the liver is the end of a wide variety of liver diseases, characterized by fibrosis resulting in
excess extra cellular matrix such as collagen, glycogen, and proteoglycans heart which will cause
lowering of the various functions of the liver. Cirrhosis of the liver can be caused by various factors,
where infection with hepatitis B and C and alcohol is a major predisposing. Cirrhosis of the liver usually
appears accompanied by various complications, such as portal hypertension, ascites, PBS, hepatorenal
syndrome and hepatic enselopati. Komlikasi whether or not there is what affects the healing process.
Keyword:
Cirrhosis, hepatitis B dan C, complications

1
Pendahuluan

Sirosis hati (SH) merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang dari
semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati.1

Secara klinis perlu dibedakan antara sirosis kompensata dan dekompensata yang didaarkan pada
tingkat hipertensi portal dan terjadinya komplikasi klinis namun tidak selalu disertai peristiwa
biologis lain yang relevan termasuk perubahan regenerasi dan hilangnya fungsi hati tertentu
secara progresif.1

Dulu sirosis hati dianggap sebagai proses yang pasif dan tidak dapat pulih kembali,
namun sekarang dianggap sebagai suatu bentuk respon aktif terhadap penyembuhan cedera hati
kronik yang dapat pulih kembali. Ada bukti nyata yang menunjukan reversibilitas dari fibrosis
pasa keadaan pre-sirosis. Namun factor yang menentukan dari regresi fibrosis belum jela, dan
saat dimana sirosis betul-betul bisa pulih kembali belum ditetapkan secara morfologi maupun
fungsional. Dengan kata lain belum diketahui dengan pasti drajat fibrosis yang masih reversible.1

Biasanya penderita datang dengan keluhan utama terbanyak adalah asites, diikuti dengan
gejala ikhterik. Sedangkan pada pemeriksaan USG, paling banyak ditemukan adalah asites,
ekostruktur hepar yang kasar, splenomegaly, hi[ertensi porta dan pembesaran hepar. Lebih dari
40% pasien sirosis hati bersifat asimtomatis.2

Definisi

Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang ditandai oleh
distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regenerative. Gambaran morfologi dari sirosis
hati meliputi fibrosis difus, nodul regenerative, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan
hubungan vaskuler intrahepatic antara pemuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri
hepatica).1

Ditandai fibrosis yang mengakibatkan penumpukan kelebihan matriks ekstraseluler


seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan dalam hati. Akibatnya terjadi penurunan fungsi
sintetik hati, penurunan kemampuan hati untuk detoksifikasi, dan hipertensi portal dengan segala
penyulitnya.2

2
Epidemiologi

Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang berusia
45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis hati
menempatkan urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita sirosis hati lebih banyak laki-laki,
jika dibandingkan dengan wanita rasionya 1,6 : 1. Umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar
umur 40-49 tahun. Insidensi sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per100.000 penduduk.
Penyebab sirosis hati sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non alkoholik
steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia data prevalensi penderita sirosis hati secara
keseluruh belum ada. Di daerah Asia Tenggara, penyebab utama sirosis hati adalah hepatitis B
(HBV) dan C (HCV). Angka kejadian sirosis hati di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara
21,2-46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7-73,9%.1

Patogenesis

Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cidera kroniki-reversibel pada parenkim hati disertai
timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis), pembentukan nodul degenerative
ukuran mikro nodul sampai makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit,
kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan
vascular berakibat pembentukan vasikuler intra hepatic antara pembuluh darah hati aferen (vena
porta dan arteri hepatica) dan eferen (vena hepatica), dan regenerasi nodular parenkim hati
sisanya.1

Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivitas dari sel stellate hati. Aktivasi ini
dipicu oleh factor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel kupffer. Sel stellate merupakan
sel penghasil utama matrix ekstraseluler (EMC) setelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan
ECM disebabkan adanya pembentukan jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan sel stellate dan
dipengaruhi oleh bebrapa sitokin seperti transforming growth factor beta (TGF-beta) dan tumor
necrosis factors (TNF alfa).1

Deposit ECM di space of disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan memacu
kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal aliran
vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang seharusnya dimetabolisme oleh hepatosit

3
akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati
masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal dan penurunan fungsi
hepatoseluler.1

Etiologi

Di negara barat yang tersering merupakan akibat alkoholik sedangkan di Indonesia


terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan
virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan
10-20% penyebabnya tidak ketahui.2

Berdasarkan penyebabnya, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi:2

- Sisoris alkoholik. Penyakit hati terjadi bila mengkonsumsi mengakibatkan perlemakan


hati alkoholik, dan hepatitis alkoholik.
- Sirosis akibat infeksi
Post hepapatis (hepatitis B dan C)
Infeksi lain: bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis, dan
sitomegalovirus
- Sirosis biliaris
Sirosis bilier primer
Sirosis bilier skunder
- Sirosis kardiak, terjadi akibat bendungan hati kronikpada penyakit gagal jantung kronik
- Sirosis akibat gangguan metabolic, seperti galaktosemia, penyakit gaucher, penyakit
simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi fluktosa herediter, tirosinemia herediter
dan penyakit Wilson
- Sirosis akibat factor keturunan, seperti defisiensi alfa 1 antitripsin, sindroma fanconi
- Sirosis karena obat dan zat hepatotoksin , seperti metrotreksat, alfa metildopa, amiodaron
dan arsenic.
- Sirosis akibat NASH (non alcoholic steatohepatitis), dan diperkirakan sekitar 10% NASH
akan berkembang menjadi sirosis
- Sirosis akibat penyakit autoimun: hepatitis autoimun

4
Berdasarkan morfologinya, sirosis hati dibedakan menjadi:2

- Sirosis mikronoduler
Nodul uniform, diameter < 3mm
Penyebab: alkoholisme, hemokromatosis, obstruksi bilier, obstruksi vena
hepatica, pintasan jejuno-ilial, indian childhood cirrhosis
- Sirosis makronoduler
Nodul bervariasi, diameter > 3mm
Penyebab: hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi a-1-antitripsin, sirosis
bilier primer
- Sirosis campuran kombinasi mikro dan makronoduler. Sirosis mikronoduler sering
berkembang menjadi makronoduler

Berdasarkan fungsinya, sirosis dapat dibedakan menjadi:2

- Sirosis hati kompensata. Pada stadium ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan skrining
- Sirosis hati dekompensata. Pada stadium ini biasanya gejala gejala sudah jelas,
misalnya: asites, edema, dan ikterus

Gejala Klinis
Penyakit sirosis hati lambat, asimtomatis dan sering kali tidak dicurigai sampai adanya
komplikasi penyakit hati. Banyak penderita ini sering tidak terdiagnosis sebagai sirosis hati
sebelumnya dan sering ditemukan pada waktu autopsi. Diagnosis sirosis hati asimtomatis
biasanya dibuat secara incidental ketika tes pemeriksaan fungsi hati, atau penemuan radilogi,
sehingga kemudian penderita melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan biopsy hati.1

Sirosis Hati Kompensata


Gejala sering tidak jelas dan ditemukan tidak sengaja karena keluhan yang tidak khas,
misalnya dyspepsia. Sirosis baru dicurigai kemudian setelah didapati hepatomegali atau
spenomegali, spider nevi, dan eritema palmaris. Pada saat diagnosis ditegakkan, 30% pasien
sudah mengalami varises esophagus.3

5
Sirosis Hati Dekompensata
Gejala-gejala lebih jelas. Penderita sering datang karena keluhan asites, ikterus, atau
muntah darah. Sering demam ringan berkepanjangan karena bakteremia gram negatif.
Hepatosplenomegali sering ditemukan, begitu juga ikterus dan asites. Pada banyak penderita,
didapatkan pigmentasi yang meningkat di wajah, spider nevi,dan eritema palmaris. Secara rutin
harus dicari adanya flapping tremor. Saat diagnosis, 60% pasien mengalami varises, namun
hanya 30% yang mengalami perdarahan varises. Pada sirosis hati dekompensata, dapat terjadi
berbagai manifestasi ekstrahepatik, misalnya sindrom hepatopulmonar yang merupakan kelainan
oksigenasi paru, hipertensi hepatopulmonar yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan arteri
pulmonar dan peningkatan hambatan pembuluh pulmonar. Di samping itu, dapat juga terjadi
sindrom hepatorenal berupa ganguan fungsi ginjal akibat vasokonstriksi renal.3

Sebagian besar penderita yang datang ke klinik biasanya sudah dalam stadium
dekompensata, disertai adanya komplikasi seperti pendarahan varises, peritonitis bacterial
spontan, atau encefalopati hepatis. Gambaran klinis dari penderita sirosis hati adalah mudah
lelah, anoreksia, berat badan menurun, atropi otot, icterus, spider angiomata, splenomegaly,
asites, caput medusa, palmar eritema, white nails, ginekomastis, hilangnya rambut pubis dan
ketiak pada wanita, asterixis (flapping tremor), foetor hepatikus, dupuytrens contracure (sirosis
akibat alkohol).1

Diagnosis Banding

1. Tuberculosis peritonitis
Tuberculosis peritonitis adalah peradangan peritoneum parietal atau visceral yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tb peritoneal lebih sering banyak
mengenai perempuan, perbandingannya 1,5;1 dan lebih sering pada decade 3 dan 4. Tb
peritoneal meningkat seiring meningkatnya insidens HIV-AIDS. Faktor resiko lain adalah
penggunaan obat-obatan imunosupresif, diabetes dan genetil Ada 3 bentuk Tb
peritoneal.2

6
- Bentuk eksudatif (bentuk basah): perut membesar dengan asites. Asites pada Tb
peritoneal merupakan eksudasi cairan proteinaceous dari tuberkel. Tuberkel sering
dijumpai, kecil-kecil putih kekuningan, tersebar di peritoneum. Bentuk ini paling
banyak dijumpai
- Bentuk adesif (bentuk kering): usus dibungkus oleh peritoneum dan omentum yang
mengalami reaksi fibrosis, asites tidak banyak. Terdapat perlengketan antara
peritoneum dan omentum, bisa membentuk tumor atau fistel.
- Bentuk campuran (bentuk kista): kista terbentuk melalui proses eksudasi dan adhesi
sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong perlekatan tersebut.
Gejala klinis bervariasi kebanyakan keluhan yang didapat adalah sakit perut, dan
pembengkakan perut. Keluhan lainnya adalah demam, batuk, keringat malam, anoreksia,
kelelahan, berat badan menurun dan diare.2

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia normosirik normokrom, leukositosis


ringan atau leukopenia, trombositos, LED meningkat. Uji tuberculin bisa negatif. Cairan
asites bisa jernih, hemoragik atau kilus. Pada analisa cairan asites didapatkan hasil:
eksudat, dengan protein >3g/dL, jumlah sel 100-3000 sel/mL (>90% limfosit), SAAG
(serum asites deaminase activity) <1,1 g/dL, ADA (adenosine deaminase activity)
meninggi, PCR tuberculosis positif, CA 125 meninggi. Pada foto thoraks akan ditemukan
gambaran Tb paru namun pada sirosis hati akan ditemukan gambaran sirosis hati. Pada
pemeriksaan usg abdomen bisa didapatkan cairan bebas atau terlokalisasi, bebas
intraabdomen, massa ileosekal, pembesran KGB tertroperitoneal, dan bowel
wallthickening.2

2. Hepatoma
Kanker hati atau hepatocellular carcinoma (HCC) prediktor utamanya adalah
gender laki-laki, peningkatan AFP serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas
proloferasi hati. Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui
apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui
peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan
regenerasi kronik dalama bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan genetic seperti kromosom, aktivasi oksigen sellular atau

7
inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya
penanganan DNA mismatch, aktibasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan
dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolic seperti
hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin menjalankan peranannya
terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Alfatoksin dapat
menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan juga berperan pada tingkat molecular untuk berlangsungnya proses
hepatokarsinogenesis.2
Di Indonesia, HCC paing banyak ditemukan pada laki-laki dengan usia tua yaitu
50-60 tahun. Manifestasi klinis bervariasi, dari asimptomatik hingga gagal hati. Keluhan
utama yang paling sering adalah rasa tidak nyaman di perut kanan atas. Selain itu ada
anoreksiam kembungm konstipasi atau diare. Juga dapat terjadi pembengkakan di perut
akibat massa tumor atau asites. Pada pemeriksaan fisik didapat hepatomegali,
splenomegaly, asites, icterus, demam dan atrofi otot.2

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat, antara lain:4

Pemeriksaan cairan asites: warna, protein, hitung sel bakteri, dan keganasan.
Asites biasanya berwarna kekuningan pada sirosis, kemerahan pada keganasan,
dan keruh pada infeksi. Hitung leukosit adalah >250 PMN/mL pada peritonitis
bakterialis (umumnya penumokokus, jarang tuberculosis). Pemeriksaan sitologi
(spesimen harus dalam jumlah banyak dan segar) bisa menegakkan keganasan.
Pada pankreatitis juga bisa terjadi asites, sehingga amilase harus diukur.
USG abdomen: untuk mengukur ukuran hati (kecil pada sirosis), tanda-tanda
hipertensi portal (splenomegali), dan lebarnya vena porta dan vena hepatika
(untuk menyingkirkan dugaan trombosis vena hepatika dan sindrom Budd-
Chiari). Juga bermanfaat untuk menemukan kelainan fokal (mengarahkan dugaan
keganasan diseminata) dan untuk diagnosis tumor intraabdomen (misalnya tumor
ovarium). Lihat gambar 1.

8
Tes darah lainnya: tes biokimia dan tes fungsi hati untuk mencari penanda sirosis
hepatis (kadar albumin rendah, hiperbilirubinemia, kenaikan enzim hati,
trombositopenia, dll.). Pemeriksaan penanda tumor jika ada dugaan keganasan
(terutama alfa-fetoprotein untuk hepatoma, CA 125 untuk kanker ovarium).

Gambar 1. Hasil pemeriksaan USG pasien dengan sirosis hati. Tampak ukuran hati 8cm yang
terendam dalam air, dengan permukaan tidak teratur dan kasar.6

Gambaran laboratorium sirosis hati dekompensata:5

1. Hematologi
Sel darah putih: dapat ditemukan pansitopenia karena hipersplenisme
Trombositopenia tidak selalu disertai tanda-tanda hipersplenisme
PPT dan INR memanjang dan pada kasus lanjut tidak membaik dengan
pemberian suntikan vit K
2. Biokimia
Bilirubin dapat meningkat
Albumin menurun, gamma globulin meningkat
Pemeriksaan selisih kadar albumin serum dan kadar albumin asites (Serum
Ascites Albumin Gradient) dapat menunjukkan asal asites. Bila >1,1 mg%
kemungkinan besar terdapat hipertensi portal (lihat tabel 1).

Tabel 1. Pembagian asites menurut SAAG.10

9
SAAG SAAG>1,1 g/dL SAAG<1,1 g/dL

Penyakit Sirosis Keganasan

Gagal Jantung Pankreatitis

Sindroma nefrotik Tuberkulosis

Alkali fosfatase meningkat tapi umumnya tidak >2x batas normal


ALT dan AST dapat meningkat tapi seringkali normal

Gambaran histopatologik sirosis hati akibat hepatitis B dapat berbentuk mikronodular


atau makronodular. Sirosis mikronodular ditandai oleh septa tebal serta noduli regeneratif kecil
dengan ukuran yang bervariasi. Sirosis mikronodular adalah tanda gangguan kemampuan
regenerasi, misalnya pada penderita alkoholik, malnutrisi, usia lanjut, dan anemia. Sedangkan
sirosis makronodular ditandai oleh septa dan noduli besar dengan berbagai ukuran. Sel-sel yang
mengalami regenerasi tampak besar dengan inti yang juga membesar. Sirosis mikronodular yang
mengalami regenerasi menyebabkan campuran gambar mikronodular dan makronodular. Seiring
waktu, sirosis mikronodular sering berubah menjadi makronodular.5

Tatalaksana

Tatalaksana sirosis yang masi kompensata ditunjukan untuk mengurangi progresi


kerukan hati, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati, mencegah dan
menangani komplikasi. Diet yang dibutuhkan penderita sirosis hati adalah 35-40 kkal//kgBB dan
protein 1,2-1,5g/kgBB setiap harinya. Protein 1,2/kg diberikan pada sirosis kompensata dengan
status gizi cukup dan 1,5g/kgBB diberikan pada sirosis kompensata disertai malnutrisi. Sirosis
yang dekompensata dengan enselopati akan diberikan diet rendah protein (0,5g/kgBB) yang
kemudian ditingkatkan bertahap.6

Pada sirosis akibat hepatitis B, progresi kerusakan hati dapat dihambat dengan pemberian
interferon alfa dan analog nuklosida seperti lamivudine. Lamivudin 1x100 mg diberikan untuk

10
jangka panjang. AASLD Practice Guideline 2009 merekomendasikan terapi antiviral bila HBV
DNA >2.000 IU/mL (>104 copu/mL).6

Untuk HBV DNA <2.000 IU/mL terapi dipertimbangkan bila SGPT meningkat. EASL
2009 merekomendasikan terapi antiviral jangka panjang pada sirosis hati. Interferon tidak
direkomendasikan untuk hepatitis B dengan sirosis hati karena dapat menimbulkan
dekompensasi.6

Pada sirosis hati ec hepatitis C kronik yang terkompensata, terapi standar kombinasi
interferon dengan ribavirin sebaiknya dipertimbangkan. Interferon diberikan secara subkutan 5
MIU 3kali/minggu zatau 1kali/minggu 180ug (peg-IFN a2a) dan dikombinasikan dengan
ribavirin 800-1000mg/hari selama 6 bulan.6

Sirosis hati yang dekompensata tidak direkomendasikan untuk terapi standar, lebih
disarankan transplantasi. Pada pengobatan fibrosis hati, INF mempunyai aktibitas antifibrotik,
yang diduga dapat mengurangi aktibitas sel stelat. Sel stelata dianggap sebagai salah satu
mediator fibrogenik akan pada sirosis hati. Kolkisin mempunyai efek antiradang dan mencegah
pembentukan kolagen, namun dalam penelitian belum terbukti efektif sebagai antifibrosis pada
sirosis. Metrotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.6

Sirosis dekompensata umumnya menyebabkan berbagai macam komplikasi, seperti asites,


ensefalopati hepatik, varises oesofagus, peritonitis bakterial spontan dan sindrom hepatorenal.6
Asites : tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
Awalanya dapat diberi spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon
diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari bila tanpa edema
kaki, dan 1 kg/hari bila ada edema kaki. Bila pemberian spironolakton tidak adekuat
maka dapat dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian
furosemid dapat ditambah dosisnya bila tidak ada perbaikan dengan dosis maksimal 160
mg/hari. Parasintesis dapat dilakukan bila asites sangat besar.1
Ensefalopati hepatik : laktulosa dapat membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia. Dianjurkan
untuk menurunkan konsumsi protein hingga 0,5 gr/kgBB per hari terutama diberikan
asam amino yang kaya akan rantai cabang.1

11
Varises oesophagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberi obat
penyekat beta (propranolol). Saat pendarahan akut dapat diberikan okreotida tanf
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.1
Peritonitis bakterial spontan : pasien asites dengan jumlah sel PMN >25/mm3 mendapat
profilaksis untuk mencegah PBS dengan sefotaksim dan albumin. Norfloksasin untuk
pendarahan gastrointestinal atau bisa juga untuk profilaksis, dan
trimethoprim/sulfamethoxazole untuk profilaksis dan untuk pendarahan
gastrointestinal.1
Sindrom hepatorenal : transjugular intrahepatic portosystemic shunt efektit untuk
menurunkan hipertensi porta dan memperbaiki HRS, serta menurunkan pendarahan
gastrointestinal. Bila terapi medis gagal dipertimbangkan untuk transplantasi hati
merupakan terapi definitive.1

Prognosis

Prognosis sirosis hati sangat bervariasi, dipengaruhi oleh sejumlah faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi
Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan dioperasi. Variabel Child-
Pugh terdiri dari konsentrasi bilirubin serum, albumin serum, ada tidaknya asites dan
ensefalopati, dan masa protrombin (lihat tabel 2). Klasfifikasi ini terdiri dari kelas A yaitu sirosis
kompensata (skor 5-6), kelas B yaitu sirosis dekompensata (skor 7-9), dan kelas C juga sirosis
dekompensata (skor 10-15). Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan
kelas A, B, dan C berturut-turut adalah 100, 80, dan 45%.4 Hanya 20% pasien sirosis hati yang
mampu bertahan sampai 5 tahun.6,8

12
Tabel 2. Skor Child-Pugh.8

Komplikasi

1. Asites
Dengan makin beratnya sirosis, terjadi pengiriman sinyal ke ginjal untuk melakukan retensi
garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang berlebihan, pada awalnya, akan mengumpul
dalam jaringan di bawah kulit di sekitar tumit dan kaki karena efek gravitasi pada waktu berdiri
atau duduk. Penumpukan cairan ini disebut edema atau sebab pitting atau pitting edema.
Pembengkakan ini menjadi lebih berat pada sore hari setelah berdiri atau deuduk dan berkurang
pada malam hari sebagai hasil menghilangnya efek gravitasi pada waktu tidur. Dengan makin
beratnya sirosis dan semakin banyak garam dan air yang diretensi, air akhirnya akan mengumpul
dalam rongga abdomen antra dinding perut dan organ dalam perut. Penimbunan cairan ini
disebut asites yang berakibat pembesaran perut, keluhan rasa tak enak dalam perut, dan
peningkatan berat badan.7
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis
Cairan dalam rongga perut merupakan tempat ideal untuk pertumbuhan kuman. Dalam keadaan
normal, rongga perut hanya mengandung sedikit cairan sehingga mampu menghambat infeksi
dan memusnahkan bakteri yang masuk ke dalam rongga perut atau mengarahkan bakteri ke vena
porta atau hati, untuk dibunuh disana. Pada sirosis, cairan yang mengumpul dalam perut tidak
mampu lagi untuk menghambat invasi bakteri secara normal. Selain itu, lebih banyak bakteri
yang mampu mendapatkan jalannya sendiri dari usus ke asites. Oleh karena itu, infeksi dalam

13
perut dan asites ini disebut sebagai peritonitis bakteri spontan. SBP merupakan komplikasi yang
mengancam jiwa pasien. Beberapa pasien SBP tidak mempunyai keluhan sama sekali, namun
sebagian lain mengulah demam, menggigil, nyeri abdomen, rasa tak enak di perut, diare, dan
asites yang memburuk.7
3. Perdarahan varises esophagus
Pada pasien sirosis hati, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran darah dari usus kembali ke
jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekannan dalam vena porta (hipertensi portal). Sebagai
hasil peningktan aliran darah dan peningkatan tekanan vena porta ini, vena-vena di bagian bawah
esophagus dan bagian atas lambung akan melebar sehingga timbul varies esophagus dan bagian
atas lambung akan melebar sehingga timbul varises esophagus dan lambung. Makin tinggi
tekanan portalnya, makin besar varisesnya dan makin besar kemungkinannya pasien mengalami
perdarahn varises. Perdarahan varises biasanya hebat dan tanpa pengobatan yang cepat dapat
berakibat fatal. Keluhan perdarahan varises bisa berupa muntah darah atau hematemesis. Bahan
muntahan dapat berwarna merah bercampur bekuan darah atau seperti kopi akibat efek asam
lambung terhadap darah. Buang air besar berwarna hitam lembek (melena), dan keluhan lemah
dan pusing pada saat posisi berubah yang sibebakan penurunan tekanan darah mendadak saat
melakukan perubahan posisi berdiri dari berbaring. Perdarahan juga dapat timbul dari varises
mana pun dalam usus, misalnya dalam kolon, meskipun ini jarang terjadi.7
4. Ensefalopati hepatic
Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akan digunakan oleh bakteri-bakteri
normal usus. Dalam proses pencernaan ini beberapa bahan makanan terbentuk dalam usus.
Bahan-bahan ini sebagian akan terserap kembali ke dalam tubuh. Beberapa di antarannya,
misalnya ammonia, berbahaya terhadap otak. Dalam keadaan normal, bahan-bahan toksik
dibawa dari usus lewat vena porta masuk ke dalam hati untuk didetoksifikasi. Pada sirosis hati,
sel-sel hati tidak berfungsi normal, baik akibat kerusakan maupun akibat hilangnya hubungan
normal sel-sel ini dengan darah, Sebagai tambahan, beberapa bagian darah dalam vena porta
tidak dapat masuk ke dala hati, tetapi langsung masuk ke vena yang lain. Akibatnya , bahan-
bahan toksik dalam darah tidak dapat masuk sel hati sehingga terjadi akumulasi bahan ini dalam
darah. Bila bahan-bahan toksik ini terkumpul cukup banyak, fungsi otak akan terganggu. Kondisi
ini disebut ensefaloati hepatic yang ditandai dengan perubahan pola tidur yaitu tidur lebih
banyak pada siang dibanding malam Keluhan ini merupakan tanda awal enselofati hepatic,

14
keluhan lain dapat berupa mudah tersinggung, tidak mampu konsentrasi atau menghitung,
kehilangan memori, bingung, dan penurunan kesadaran bertahap. Akhirnya, ensefalopati hepatic
yang berat dapat menimbulkan koma dan kematian. Bahan-bahan toksik ini juga menyebabkan
otak pasien sangat sensitive terhdap obat-obatan yang normal disaring dan didetokfikasi dalam
hati
5. Sindroma hepatorenal
Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat berkembang menjadi sindrom hepatorenal. Sindrom
ini merupakan komplikasi serius karena terdapat penurunan fungsi ginjalini disebabkan
perubahan aliran darah ke dalam ginjal. Batasan sindrom hepatorenal adalah kegagalan ginjal.
Batasan sindrom hepatorenal adalah kegagalan ginjal secara progresif untuk membersihkan
bahan-bahan toksik dari darah dan kegagalan memproduksi urine dalam jumlah adekuat
meskipun fungsi lain ginjal yang penting, misalnya retensi garam, tidak terganggu. Apabila
fungsi hati membaik atau dilakukan transplantasi hati pada pasien sindrom hepatorenal, ginjal
akan bekerja normal lagi. Hal ini ditimbulkan dugaan bahwa penurunan fungsi ginjal disebabkan
akumulasi bahan-bahan toksik dalm darah akibat hati yang tidak berfungsi.7

Pencegahan

Cara untuk mencegah sirosis hati antara lain adalah kurangi konsumsi alkohol atau tidak
mengkonsumsi sama sekali. Meskipun kadar alkohol yang boleh mengakibatkan sirosis hati
adalah sangat tinggi dan mengambil masa sekitar 10 tahun untuk timbul, tetapi sekiranya
seseorang terinfeksi virus hepatitis, konsumsi alkohol akan mempercepat proses sirosis hati.9

Cara terbaik untuk mencegah hepatitis B adalah vaksinasi. Dua jenis vaksin tersedia
adalah Recombivax HB dan Energix-B. Kedua vaksin membutuhkan tiga suntikan yang
diberikan selama jangka waktu enam bulan. Efek samping, bila terjadi, biasanya ringan dan
dapat termasuk rasa sakit pada daerah suntikan dan gejala mirip flu yang ringan. Juga tersedia
vaksin kombinasi terhadap HAV dan HBV (Twinrix), yang menawarkan manfaat tambahan yaitu
pemberian perlindungan terhadap kedua infeksi virus.9

15
Makan diet yang seimbang dengan sayuran segar, buah-buahan, daging tidak berlemak. Kurangi
makanan dengan kandungan garam, gula atau lemak yang tinggi. Selain itu, minum banyak
air untuk membilas racun dari tubuh.9

Kesimpulan

Sirosis adalah keadaan rusaknya hati, umunya akibat progresivitas dari hepatitis B kronis.
Kompensasi berlebihan dan tidak teratur oleh hati menyebabkan terjadinya fibrosis yang
merusak arsitektur hati, sehingga mengganggu fungsi hati. Seringkali, sirosis tidak disadari oleh
penderita dan baru menimbulkan keluhan setelah didapatkan berbagai komplikasi, salah satu
diantaranya adalah asites. Tatalaksana untuk asites diawali dengan tirah baring dan diet rendah
garam, disusul dengan pemberian obat diuretik. Dilakukan parasentesis apabila asites sangat
besar.

Daftar Pustaka

1. Nurdjanah S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Sirosis Hati.


Internapublishing;Jakarta:2014.h.1978-83.
2. Ndraha S. Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Ukrida;Jakarta:2013.h.157-75.

3. Soemoharjo S. Hepatitis virus B. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2008. h. 67-70.


4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. h. 24.
5. Soemoharjo S. Hepatitis virus B. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2008. h. 67-70
6. Cahyono JBSB. Hepatitis B. Yogyakarta: Kanisius; 2010. h. 91-6.
7. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Ed 1.
Jakarta: Sagung Seto; 2012.h.347-53.
8. Lau WY. Hepatocellular carcinoma. Singapura: World Scientific Publishing Co, Pte, Ltd;
2008.p.57.
9. Sanyal AJ, Shah VH. Portal hypertension. New Jersey: Humana Press; 2005.p.290-5.
10. Moore K. Guidelines on the management of ascites in cirrhosis. Gut.
2006;55(suppl_6):vi1-vi12.

16

Anda mungkin juga menyukai