Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULIAN

Abses septum nasi adalah kumpulan nanah yang berada di antara tulang
rawan dan mukoperikondrium atau diantara tulang septum dan mukoperiosteum
yang melapisinya. Biasanya terjadi pada kedua sisi rongga hidung dan sering
merupakan komplikasi dari hematoma septum yang terinfeksi bakteri piogenik.
Kasus ini sangat jarang ditemukan sehingga sedikit dibicarakan diberbagai
peroustakaan.

Abses septum nasi jarang ditemui dan biasanya terjadi pada laki-laki.
Erupa infeksi intrakranial hinumur dibawah 31 tahun, dan 42% mengenai umur
diantra 3-14 tahun. Lokasi yang paling sering ditemukan adalah bagian anterior
tulang rawan septum.

Penyebab abses septum nasi yang paling sering (75%) adalah trauma, dapat juga
terjadi sebagai akibat infeksi sinus (etmoiditis dan sfenoiditis), vestibulitis,
furunkulosis, dan infeksi gigi walaupun jarang terjadi. Penyebab lain yang pernah
dilaporkan adalah pasien dengan status imunologi yang rendah
(immunocompromised). Gejala abses septum adalah hidung tersumbat biasanya
bilateral, nyeri yang hebat dan terlokalisir pada hidung, lunak pada puncak
hidung, perubahan warna merah atau kebiruan pada mukosa septum, serta gejala
lain seperti demam dan sakit kepala. Usia yang paling sering terkena adalah di
bawah 15 tahun di ikuti usia 16-31 tahun dan jarang terjadi pada usia lanjut. Laki-
laki lebih sering dibandingkan wanita hal ini dihubungkan dengan agresivitas dan
aktivitas mereka sehingga insiden trauma mudah terjadi.

Usia yang paling sering terkena adalah di bawah 15 tahun di ikuti usia 16-
31 tahun dan jarang terjadi pada usia lanjut. Laki-laki lebih sering dibandingkan
wanita hal ini dihubungkan dengan agresivitas dan aktivitas mereka sehingga
insiden trauma mudah terjadi

1
Abses septum dapat berakibat serius pada hidung oleh karena
menyebabkan nekrosis kartilago septum yang kemudian menjadi dekstruksi dan
lambat laun menjadi hidung pelana .Komplikasi yang sangat berbahaya hingga
setiap kasus abses septum harus dianggap sebagai kasus emergensi yang
memerlukan penanganan yang tepat dan segera.

RUMAH SAKIT Royal Children, Melbourne Australia melaporkan


sebanyak 20% abses septum selama 18 tahun dan RS dan RS
Ciptomangunkusumo didapatkan 9 khasus selama 5 tahun (1989-1994) di Bagian
THT FK USU//RSUP H.adam malik Medan selam tahun 1999-2004 mendapatkan
5 kasus.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI HIDUNG

Untuk mengetahui peyakit dan kelainan hidung, anatomi dan fungsi


hidung fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum terjadi
perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu penyakit
atau kelainan1
Pada tulang tengkorak, lubang diding yang berbentuk segitiga disebut
apertura piriformis. Tepi latero-superior dibentuk oleh kedua os nasal dan
processus frontal os maksila.dasarnya dibentuk oleh processus alveolaris
maksila. Di garis tengah ada penonjolan (prominentia) yang disebut spina
nasalis anterior.1

Gambar 2.1. karangka tulang hidung

3
Hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya terdiri atas :

Pangkal hidung (Bridge)


Batang hidung (dorsum nasi)
Puncak hidung (Tip)
Ala nasi
Kolumela
Lubang hidung (nares anterior)

Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :

1) tulang hidung (os nasal)


2) Processus frontalis os maxilla
3) Processus frontalis os frontal;

4
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri beberapa pasang tulang rawan yang
terletak dibagian bagian bawah hidung yaitu :

1) Sepasang kartilago nasalis lateralis superior


2) Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago ala mayor),
3) Tepi anterior kartilago septum.

Gambar 2.2. Cavum Nasi

Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk trowongan dari depan ke


belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum
nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut
nares anterior dan bagian belakang disebut nares posteror (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjer sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebut vibrise.

5
Tiap cavum nasi memiliki 4 buah dinding, dinding superior, lateral,
medial, inferior. Dinding media hidung adalah septum nasi.

Gambar 3.1. Septum Nasi

Septum terbentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah
lamina : lamina perpendikularis os ethmoid, vomer, krista nasalis os maxilla,
krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah : kartilago septum (lamina
perpendikularis), kolumela.
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada
bagian tulang. Sedangkan bagian luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Pada
dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terletak paling bawah adalah konka
inferior, lebih kecil adalah konka media, lebih kecil lagi yaitu konka superior, dan
yang terkecil yaitu konka suprema.
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maxilla dan
labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian
dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat
rongga sempit yang disebut meatus. Meatus terbagi atas 3, yaitu meatus inferior,
meatus media, meatus superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior

6
dengan dasar hidung dan dan lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat
muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka
media dan dinding lateral rongga hidung. Meatus superior merupakan ruang
diantara konka superior dan konka media dan terdapat muara sinus etmoid
posterior dan spenoid.

2.1.1. Batas Rongga Hidung

Batas rongga hidung terdiri dari dinding inferior yang merupakan dasar
rongga dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap
hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memeisahkan
rongga tengkorak dari rongga hidung. Dibagian posterior, aap rongga hidung
dibentuk oleh os sfenoid.2

Gambar 2.4. Batas tulang hidung

2.1.2 . Perdarahan Hidung

1. Bagian atas rongga hidung a. Ethmoid anterior dan posterior yang


merupakan cabang dari a.oftalmika yang berasal dari a. karotis interna.
2. Bagian bawah rongga hidung a. Palatina mayor dan a. Sfenopaltina
cabang dari a. maksilaris interna, Bagian depan hidung mendapat
perdarahan dari cabang-cabang a.fasialis.

7
3. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabng-cabng
a.sfenopalatina, a.ethmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina
mayor yang disebut pleksus kiesselbach (littles area). Pleksus kiesselbach
letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung) terutama pada anak.
4. Vena hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus
kavernosus.

Gambar 2.6. Pendarahan hidung

2.1.2. Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari N.
Ethmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari N. Nasosiliaris yang berasal
dari N. Oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris drai N. Maxillaris melalui ganglion sfenopalatina.
Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untyuk mukosa hidung. Ganglion
ini menerima serabut saraf sensoris dari N. Maksilla, seerabut parasimpatis dan N.
Petrosus superfisilis mayor dan serbut saraf simpatis dari N. Petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatina terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior
konka media.

8
Gambar 2.6 Persyarafan Hidung

2.2. FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi


fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:

1. Fungsi respirasi
Untuk mengatur kondisi udara (air conditioning) penyaring udara,
mumifiukasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme
imunologik lokal.
2. Fungsi penghidu
Karena terdapat mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung
stimulus penghidu.
3. Fungsi fonetik
Berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah
hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.
4. Fungsi statik dan mekanik

9
Untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung
nafas
5. Refleks nasal.

Hidung memiliki fungsi lain diantaranya :


1. Sebagai jalan nafas

respirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi memlalui nares


anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke
bawah ke arah nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkung
atau arkus .

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning).


Fungsi ini dilakukan oleh pelau lendir untuk mengatur lembaban
udara. Pada musim panas udara hampir jauh dari uap air, sehingga
terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh pelaut lendir,
sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
3. Mengatur Suhu
Suhu udara yang melaluin hidung diatur sehingga berkisar 37C. Fungsi
pengatur suhu ini dimungkinkan oleh karena banyaknya pembuluh
darahdibawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.
4. Sebagai Penyaring dan pelindung
Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan
disaring dihidung oleh :
a. Rambut
b. Silia
c. Pelaut lendir debu dan bakteri akan melekat pada pelaut
lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan
dengan refleks bersin.
5. Sebagai penghidu

10
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan
adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga atas septum.
Pertikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan
pelaut lendir bila menarik nafas dengan kuat.
Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk
membedakan rasa manis strawbery, jeruk, pisang dan coklat. Juga untuk
membedakan rasa asam yang berasal dari cuka dan asam jawa.
6. Resonansi suara
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara saat berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilangterdengar suara sengau.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovascular dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung
menyababkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

2.3. ABSES SEPTUM NASI

2.3.1. Definisi
Abses septum nasi didefinisikan sebagai terkumpulnya nanah diantara
kartilago atau septum tulang dengan mukoperiosteum yang melapisinya.

2.3.2. Epidemologi

11
Abses septum nasi jarang ditemui dan biasanya terjadi pada laki-
laki. Sebanyak 74% mengenai umur di bawah 31 tahun dan 42% mengenai
umur antara 3-14 tahun. Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada
bagian anterior tulang rawan septum. Eavey menemukan tiga kasus abses
septum nasi pada penelitian selama 10 tahun di rumah sakit anak di Los
Angeles. Rumah sakit Royal Children di Melbourne, Australia melaporkan
sebanyak 20 pasien abses septum selama 18 tahun dan di RS
Ciptomangunkusumo didapati 9 kasus abses septum selama 5 tahun (1989-
1994). Di bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan selama
tahun 1999-2004 terdapat 5 kasus abses septum nasi.

2.3.3. Etiologi
Penyebab paling sering dari abses septum adalah trauma (75%) . Trauma ini
dapat terjadi akibat kecelakaan, perkelahian maupun olahraga. Trauma ini dapat
terjadi akibat kecelakaan, perkelahian maupun olahraga. Selain trauma, abses
septum nasi juga dapat terjadi akibat komplikasi dari operasi hidung. Penyebab
lain adalah akibat penyebaran dari sinusitis etmoid dan sinusitis sfenoid. Di
samping itu abses septum nasi dapat juga terjadi akibat penyebaran dari infeksi
gigi. Organisme patogenik yang biasa menyebabkan abses septum nasi adalah
Staphylococcus aureus. Pada beberapa kasus ditemukan pula adanya infeksi
Pneumococcus pneumoniae, Streptococcus hemolyticus, Haemophilus
influenzae, dan organisme anaerob.

2.3.4. Patogenesis
Patofisiologi abses septum nasi biasanya tergantung penyebabnya.
Beberapa mekanisme untuk terjadinya abses septum antara lain perluasan
langsung sepanjang permukaan jaringan seperti pada sinusitis, infeksi
hematom septum, infeksi disebabkan oleh infeksi gigi serta penyebaran
melalui pembuluh darah vena dari orbita ataupun sinus kavernosus melalui
vena etmoidalis dan vena oftalmika.

12
Infeksi gigi dapat mencapai septum melalui perluasan langsung. Lokasi
erdekatan antara gigi insisivus atas (regio maksila) dengan dasar hidung
menjelaskan bahwa abses dari gigi insisivus atas sentral dapat meluas dan
menonjol ke dasar hidung. Biasanya, abses periapikal yang disebabkan
infeksi gigi insisivus atas akan pecah dan mengalir ke rongga mulut dan
kadang-kadang melalui gingiva, yang juga bisa menyebabkan abses di
bibir bagian atas. Abses palatum sekunder dari infeksi akar palatal gigi
molar dapat juga menyebabkan abses septum melalui penyebaran secara
langsung. Kadang-kadang (walaupun jarang) infeksi dari insisivus atas
mengalami fistulisasi ke dasar kavum nasi, menghasilkan lesi yang dikira
sebagai abses vestibulum ataupun kista terinfeksi.
Hematoma septum nasi terjadi akibat trauma pada septum nasi yang
merobek pembuluh darah yang berbatasan dengan tulang rawan septum
nasi. Darah akan terkumpul pada ruang di antara tulang rawan dan
mukoperikondrium. Hematoma ini akan memisahkan tulang rawan dari
mukoperikondrium, sehingga aliran darah sebagai nutrisi bagi jaringan
tulang rawan terputus, maka terjadilah nekrosis. Akibat keadaan yang
relatif kurang steril di bagian anterior hidung, hematoma septum nasi
dapat terinfeksi dan akan cepat berubah menjadi abses septum nasi yang
mempercepat resorpsi tulang rawan yang nekrotik. Tulang rawan septum
nasi yang tidak mendapatkan aliran darah masih dapat bertahan hidup
selama 3 hari, setelah itu kondrosit akan mati dan resorpsi tulang rawan
akan terjadi. Jika sudah terjadi nekrosis akan menyebabkan terjadinya
perforasi, sehingga proses supurasi yang semula unilateral menjadi
bilateral. Namun tidak semua hematom septum nasi berkembang menjadi
abses, bila sembuh dengan terapi antibiotik akan terbentuk jaringan ikat,
sehingga akan terjadi penebalan jaringan septum nasi yang dapat
menyebabkan obstruksi saluran nafas dan retraksi yang menimbulkan
kontraktur septum nasi.
Infeksi dari sinus menyebar secara langsung sepanjang permukaan
aringan. Lamina perpendikularis os etmoid merupakan jalan masuk dapat

13
infeksi dari sinus frontal dan sfenoid ke etmoid kemudian ke septum
hidung. Peter Pang mempercayai bahwa sfenoiditis akut dapat
menyebabkan abses septum nasi melalui perluasan langsung subperiosteal
dari permukaan anterios os sfenoid, bidang periosteum dari vomer dengan
lamina perpendikularis os etmoid ke permukaan subperikondrial dari
kartilago quadrilateral. Selain itu mekanisme lain yang mungkin menjadi
penyebab adalah penyebaran langsung melalui fisura tulang, deformitas
tulang kongenital, atau melalui tromboflebitis.

2.3.5. Gejala Klinis


Gejala abses septum ialah hidung tersumbat progresif disertai denga rasa
nyeri berat, terutama di puncak hidung. Juga terdapat keluhan demam dan
sakit kepala.

Gambar 2.6. Abses septum

14
2.3.6. Diagnosis
Diagnosis abses septum nasi ditegakkan berdasarkan
anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
anamnesis didapatkan keluhan hidung tersumbat progresif yang
merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada abses septum
nasi. Gejala lainnya adalah nyeri pada hidung seperti berdenyut
terutama di puncak hidung, lesu, demam, sakit kepala dan terasa
lunak pada daerah sekitar hidung. Gejala yang timbul tergantung
penyebab abses septum nasi. Oleh karena itu perlu ditanyakan
kemungkinan-kemungkinan penyebab abses septum nasi seperti
riwayat trauma, adanya gejala-gejala sinusitis, operasi hidung,
riwayat sakit gigi, riwayat mencabut bulu hidung, riwayat batuk
lama juga riwayat penyakit atau tindakan sebelumnya.
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Tampak hidung bagian luar (apex nasi) yang hiperemi,
oedem, dan kulit mengkilat.
2. Palpasi
Didapatkan nyeri pada sentuhan
3. Rhinoskopi anterior
Pembengkakan pada septum nasi berwarna merah keabu-
abuan berbentuk bulat pada satu atau kedua rongga hidung,
terutama mengenai bagian paling depan tulang rawan
septum. Ppada perabaan terdapat nyeri tekan, terasa lunak,
dan pada pemberian kapas yang dibasahi dengan solutio
tetrakain efedrin 1%, pembengkakan tersebut tidak
mengempis.

15
5. Pungsi dan aspirasi
Tindakan ini berguna untuk membantu menegakkan diagnosis,
pemeriksaan kultur, selain itu juga dapat mengurangi tekanan
dalam abses dan mencegah terjadinya infeksi intrakranial.

Pemeriksaan penunjang
dilakukan untuk mencari penyebab abses septum nasi yang akan
berkaitan dengan terapi, juga untuk melihat sejauh mana terjadinya
komplikasi. Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah
laboratorium, foto toraks, foto sinus paranasal dan kultur resistensi
pus. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan tomografi komputer
daerah sinus untuk mendeteksi adanya abses septum nasi.
Abses septum nasi memiliki penampakan yang khas pada

pemeriksaan CT-scan sebagai akumulasi cairan dengan peninggian


pimggiran yang tipis yang melibatkan septum nasi. Hasil pemeriksaan CT-scan
pad pemeriksaan anses septum nasi adalah penumpukan cairan yang berdinding
tipis dengan perubahan peradangan di daerah sekitarnya, sama dengan abses yang
terlihat di bagian tubuh lainnya.

16
Gambar 2.7. Pemeriksaan CT scan pada cavum nasi yang
memperlihat kan pengumpulan cairan yang berdinding tipis dan
seperti krista yang melibatkan septum nasi kartilago (tanda panah
besar), jaringan nasi di sekitarnya (tanda panah kecil).

2.3.7. Diagnosa Banding


Hematoma septum
Septum deviasi
Forunkolosis
Vestibularis

2.3.8. PENALAKSANAAN
Abses septum nasi merupakan kasus emergensi yang harus ditangani sesegera
mungkin. Pertama kali disarankan untuk melakukan aspirasi jarum sebelum
melakukan insisi dan drainase abses, kemudian dikirim untuk pewarnaan, kultur
dan resistensi tes. Langkah selanjutnya adalah insisi dan drainase. Beberapa

17
peneliti menyarankan pemasangan drain untuk mencegah reakumulasi pus dan
peneliti lain menyarankan pemasangan tampon hidung.1,2,9

Insisi dapat dilakukan dengan anestasi lokal atau anestasi umum. Insisi di
buat vertikal pada daerah yang paling berfluktuasi, diusahakan sedekat mungkin
dengan dasar hidung agar pus dapat keluar semua. Insisi abses dapat unilateral
atau bilateral, kemudian dilakukan evakuasi pus, bekuan darah, jaringan nekrotik
dan jaringan granulasi sampai bersih, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan
drain. Drain yang dipasang dapat berupa pipa (drain Penrose) yang dijahit pada
tempat insisi atau drain dari karet (gambar 3). Drain dipertahankan sampai 2-3
hari,namun jika drain masih diperlukan dapat terus dipertahankan. Pada kedua
rongga hidung dipasang tampon anterior dan dipertahankan selama 2 sampai 3
hari. Bila pus masih ada luka dibuka lagi.1,2,9

A B

Gambar 3. A) Tehnik insisi abses septum, B) Pemasangan drain Penrose15

Pemberian antibiotik spektrum luas untuk gram positif dan gram negatif serta
kuman anaerob dapat diberikan secara parenteral. Sebelum diperoleh hasil kultur
dan tes resistensi dianjurkan untuk pemberian preparat penisilin intravena dan
terapi terhadap kuman anaerob. Pada kasus tanpa komplikasi, terapi antibiotik
parenteral diberikan selama 3-5 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral
selama 7-10 hari. Bila terjadi destruksi kartilago septum nasi maka rekonstruksi
harus segera dilakukan untuk mempertahankan punggung septum nasi dan

18
mukosa septum, menghindari perforasi dan mencegah kelainan perkembangan
muka. Selain itu sumber infeksi abses septum nasi juga harus diobati.
Sedangkan penatalaksanaan infeksi gigi meliputi terapi antibiotik dan
drainase abses. Jika gigi yang terlibat sudah tidak dapat diidentifikasi, gigi
tersebut dapat diekstraksi atau dilakukan perawatan akar gigi. Pilihan antibiotik
spesifik tergantung beberapa faktor termasuk flora mulut, status imunologi pasien,
dan gambaran klinis infeksi (infeksi terlokalisasi, terdapatnya gas gangren, fasitis
nekrotikan, perluasan ke orbita, dan lain-lain). Sebagian besar infeksi gigi terdiri
dari flora campuran bakteri aerob dan anaerob. Penisilin merupakan antibiotik
pilihan untuk pengobatan infeksi gigi, karena sangat efektif untuk membunuh
bakteri aerob dan anaerob yang merupakan flora normal rongga mulut. Untuk
meningkatkan efektifitas melawan bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol

2.3.9. Komplikasi
Deformitas dan gangguan fungsi hidung akibat abses septum nasi
dibedakan dalam tiga proses yaitu :
1. Hilangnya sanggahan mekanik dari kartilago piramid dan lobul
2. Retraksi dan atrofi jaringan ikat.
3. Gangguan dan pertumbuhan hidung dan muka bagian tengah.
Selain kiosmetik abses septum nasi dapat juga menimbulkan komplikasi
yang berat dan berbahaya bila menjadi penjalaran infeksi yang intrakranial
berupa meningitis, abses otak dan empiema subaraknoid.
Penjalaran ke intrakranial dapat melalui berbagai jalan yaitu :
1. Melalui pembuluh-pembuluh vena dari segitiga berbahaya yaitu
daerah didalam garis segitiga dari glabela dari ke dua sudut mulut.
Vena vena tersebut melalui vena angularis, vena oftalmika, vena
etmoidalis yang akan bermuara di sinus cavernosus.

19
2. Infeksi masuk melalui mukosa hidung, kemudisan melalui
pembuluh limfe atau pembuluh darah bermuara di sinus
longitudinal dorsalis dan sinus lateralis
3. Melalui saluran limfe dari meatus superior melalui lamina
kribriformis dan lamina perpendikularis os ethmoid yang bermuara
ke ruang subaraknoid.
4. Inervasi langsung dapat terjadi saat operasi
5. Selubung perineural dapat juga merupakan jalannya penjalaran
infeksi.
Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan destruksi tulang rawan dan
tulang hidung sehingga terjadi deformitas yang berupa hingung pelana,
retraksi kolumella dan pelebaran dasar hidung. Nekrosis pada setiap
komponen septumnasi dapat menyebabkan terjadinya perforasi septum
nasi.

20
BAB III
KESIMPULAN

21
22

Anda mungkin juga menyukai