Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2014 pasal 1 ayat 1
tentang kesehatan jiwa, menyatakan bahwa: Kesehatan Jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual
dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
mampu mengatasi tekanan dan bekerja secara produktif, serta senantiasa
memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Gangguan jiwa merupakan bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya


distorsi emosi sehingga ditemukan ketidak-wajaran dalam bertingkah laku.
Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Nasir dan
Muhith, 2011). (PPDGJ-III) mengatakan adanya kelompok atau gejala
perilaku yang ditemukan secara klinis yang disertai adanya penderitaan
distres pada kebanyakan kasus dan berkaitan dengan terganggunya fungsi
seseorang.

Pada pasien gangguan jiwa sering terjadi defisit perawatan diri akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga untuk melakukan aktivitas personal
hygiene menurun. Defisit personal hygiene pada pasien gangguan jiwa
tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri seperti mandi,
berpakaian, berhias diri, makan, dan eliminasi secara mandiri (Keliat, 2011).
Fokus utama dalam personal hygiene selain mandi yaitu mampu berpakaian
dengan baik, rapi dan bersih. Jika seseorang mengalami perubahan proses
pikir maka akan mengalami gangguan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri khususnya dalam hal berpakaian lengkap, mengenakan pakaian,
mengambil atau menggantikan pakaian, mengenakan dan melepaskan

1
2

bagian-bagian pakaian yang penting, memilih pakaian, mempertahankan


penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian,
mengenakan pakaian pada tubuh bagian bawah, mengenakan pakaian pada
tubuh bagian atas, mengenakan sepatu, mengenakan kaos kaki, melepaskan
pakaian, menggunakan alat bantu dan menggunakan restleting (Wilkinson;
NANDA: 2009)

Nasir dan Muhith (2011) dalam buku Dasar-dasar Keperawatan Jiwa


mengemukakan bahwa pelayanan keperawatan jiwa adalah menerapkan
perilaku dengan penggunaan diri secara total dalam membantu proses
penyembuhan. Jadi fokus perhatian dalam memberikan pelayanan
keperawatan jiwa adalah bagaimana meningkatkan motivasi keluarga dalam
menghadapi seseorang yang menderita gangguan jiwa dalam rangka
meningkatkan serta mempertahankan perilaku yang konstruktif, sehingga
dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh melalui serangkaian kegiatan.
Sasaran yang hendak dicapai dalam meningkatkan kemampuan pasien untuk
mengubah perilakunya menjadi adaptif dan memenuhi kebutuhan hidupnya
sendiri tanpa tergantung dengan orang lain.

Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa motivasi pada dasarnya merupakan


interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Di dalam diri
seseorang terdapat kebutuhan atau keinginan (wants) terhadap objek
diluar seseorang tersebut menghubungkan antara kebutuhan dengan situasi
diluar objek tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dimaksud.
Oleh sebab itu, motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk
bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Yosep (2007) menjelaskan peran serta keluarga dalam merawat pasien


gangguan jiwa sangat penting dikarenakan keluarga merupakan unit yang
paling dekat dengan pasien dan merupakan perawat utama bagi pasien.
3

Keliat (2011) juga mengemukakan pentingnya peran serta keluarga dalam


perawatan jiwa yang dapat dipandang dari berbagai segi (1) Keluarga
merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan
lingkungannya, (2) Keluarga merupakan suatu sitem yang saling bergantung
dengan anggota keluarga yang lain, (3) Pelayanan kesehatan jiwa bukan
tempat pasien seumur hidup tetapi fasilitas yang hanya membantu pasien
dan keluarga sementara. Ada tiga hal penting dalam pengertian motivasi,
yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan muncul
karena adanya sesuatu yang kurang dirasakan oleh seseorang, baik
psikologis maupun fisiologis. Untuk pencapaian kemampuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa
diperlukan motivasi yang kuat dari keluarga, karena dinamika keluarga
memegang peran penting dalam menimbulkan ketidakmampuan pasien
untuk mempertahankan sikaf yang kontruktif (Tomb, 2010).

Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat
signifikan, dan setiap tahun diberbagai belahan dunia jumlah penderita
gangguan jiwa bertambah berdasarkan data World Health Organisasi
(WHO) memperkirakan ada sekitar 478,5 juta jiwa orang di dunia yang
mengalami gangguan jiwa. Dharmono (2008) mengatakan bahwa penelitian
yang dilakukan WHO berkaitan dengan alasan pasien yang datang kepusat
pelayanan kesehatan dasar diberbagai negara menunjukkan gejala gangguan
jiwa atau sebesar 20-30% pasien diseluruh dunia Depertement of Health
and Human Service (1999), memperkirakan 51 juta penduduk amerika
didiagnosa mengalami disabilitas akibat gangguan jiwa yang berat dan 4 juta
diantaranya adalah anak-anak dan remaja (Videbeck, 2008) Dalam Susanti
(2014).

Di Indonesia jumlah prevalensi gangguan jiwa sebesar 1,7 per mil dengan
jumlah seluruh responden sebanyak 1.728 orang (Rikesdas, 2013).
4

Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi gangguan jiwa
terbanyak yaitu 2,7 per mil adalah di Yogyakarta dan Aceh. Sedangkan
provinsi Riau berada pada urutan ke empat yaitu 0,9 per mil mengalami
gangguan jiwa berat.

Penelitian Mubarta, AF dkk (2011) menunjukkan distribusi penderita


gangguan jiwa di wilayah Banjarmasin menurut jenis gangguannya adalah
gangguan jiwa psikosis 33% dan gangguan jiwa non psikosis 67%.
Sedangkan Prevalensi Gangguan Jiwa di Provinsi Kalimantan Selatan
(rentang antara 0,7-5,1 per seribu penduduk). Khusus Kabupaten Banjar dan
Hulu Sungai Utara merupakan kabupaten dengan beberapa jenis penyakit
keturunan yang paling tinggi. Salah satunya di kabupaten Banjar paling
tinggi untuk penyakit gangguan jiwa berat. (Dinkes Prov.Kalsel, 2012)

Dari catatan medik di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum angka kejadian
gangguan jiwa secara keseluruhan yaitu 14.001 orang setiap tahunnya dapat
diperkirakan angka kejadian per 3 tahun adalah sekitar 42.003 orang.
Sedangkan jumlah pasien gangguan jiwa di Instalasi rawat jalan RSJD
Sambang Lihum Banjarmasin sekitar 9.866 orang/tahun. Berdasarkan
laporan kinerja Rumah Sakit Sambang Lihum Banjarmasin tahun 2015
Jumlah kunjungan di Instalasi rawat jalan pada tahun 2013 sebanyak 12.673
kali (347,21%), tahun 2014 sebanyak 13.559 kali (371,48%) dan pada tahun
2015 sebanyak 16.642 kali (455,95%) dapat disimpulkan bahwa jumlah
kunjungan di Instalasi rawat jalan meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PoliKlinik RSUD


Dr. Moch. Ansari Saleh pada tanggal 29-30 Maret 2017 dengan metode
wawancara kepada 10 anggota keluarga, didapatkan data bahwa sebagian
besar yang mengalami masalah dalam hal berpakaian adalah 6 orang. 4 dari
6 orang tersebut sama sekali tidak mampu menjaga kebersihan dirinya,
5

sedangkan 4 orang lainnya mampu menjaga kebersihan dirinya namun tidak


teratur. Dari wawancara ini juga didapatkan sebanyak 4 anggota keluarga
yang mengatakan memberikan motivasi yang baik kepada pasien. 2 dari 4
orang dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri tanpa harus
dibantu keluarga untuk menjaga kebersihan dirinya, sedangkan 1 orang
lainnya masih membutuhkan bantuan dari keluarga. Dapat disimpulkan dari
wawancara studi pendahuluan tersebut bahwa motivasi keluarga sangat
diperlukan bagi pasien gangguan jiwa terutama dalam memenuhi kebutuhan
personal hygienenya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian tentang Hubungan Motivasi Keluarga Dengan Kemampuan
Pasien dalam Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene Berpakaian Pada
Pasien Gangguan Jiwa di Poli Klinik Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum
Provinsi Kalimantan Selatan. Dapat diketahui bahwa kurangnya melakukan
perawatan diri dalam hal berpakaian dikarenakan proses pikir yang
terganggu, sehingga pasien tidak dapat melakukan pemenuhan kebutuhan
dasar sehari-hari, maka dari itu keluarga dan peneliti berperan penting untuk
memotivasi seseorang yang menderita gangguan jiwa dalam rangka mampu
meningkatkan kebersihan diri serta mempertahankan perilaku yang
konstruktif.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan suatu
masalah yang dapat diangkat dalam penelitian yaitu :
Apakah ada hubungan motivasi keluarga dengan kemampuan pasien dalam
pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan
jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan
selatan?
6

1.3. Tujuan Penelitian.


Tujuan penelitian dirumuskan dalam tujuan umum dan tujuan khusus seperti
yang diuraikan berikut.
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Hubungan motivasi
keluarga dengan kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan
personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa di poliklinik
rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan selatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi motivasi keluarga pada pasien gangguan
jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi
kalimantan selatan.
1.3.2.2. Mengidentifikasi kemampuan pasien dalam pemenuhan
kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien
gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum
provinsi kalimantan selatan.
1.3.2.3. Menganalisis Hubungan motivasi keluarga dengan
kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal
hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa di poliklinik
rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan
selatan.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi keluarga pasien
gangguan jiwa, dapat menambah pengetahuan dan informasi untuk
membantu mengatasi masalah dalam pemenuhan kebutuhan personal
hygiene pasien khususnya dalam hal berpakaian.
7

1.4.2. Bagi Rumah Sakit


Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan dan
kepuasan pasien dan keluarga dan dapat dijadikan bahan masukan
untuk penyusunan prosedur tetap dalam kemampuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene berpakaian pasien gangguan jiwa.

1.4.3. Bagi Perawat


Diharapkan dapat memberikan informasi tentang motivasi keluarga
yang diperlukan pada penderita gangguan jiwa dalam hal menjaga
personal hygiene dalam hal berpakaian, sehingga dapat memberikan
masukan pada keluarga tentang motivasi keluarga.

1.4.4. Peneliti selanjutnya


Diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan untuk peneliti
selanjutnya yang terkait dengan hubungan motivasi keluarga dengan
kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene
berpakaian pada pasien gangguan jiwa.

1.5. Penelitian Terkait


Adapun penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini
antara lain sebagai berikut:
1.5.1. Penelitian yang mendukung penelitian ini salah satunya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Eddi riswan (2013) yang berjudul
Hubungan Antara Motivasi Keluarga Dengan Pemenuhan Personal
Hygiene Pasien Total Care Diruang Rawat Inap RSUD Seruyan
Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah Tahun 2013. Ini merupakan
penelitian analitik, dengan desain penelitian croos sectional
menggunakan total sampling. Hasil penelitian terdapat hubungan
antara motivasi dengan pemenuhan personal hygiene. Persamaan
penelitian ini terletak pada motivasi pasien dan pemenuhan personal
8

hygiene. Perbedaanya terletak pada karakteristik personal hygiene


(total care) dan tempat penelitian. Penelitian ini di RSUD Seruyan
sedangkan tempat penelitian yang akan dijadikan peneliti di Rumah
Sakit Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan.

1.5.2. Rifi Susanti (2014) : Hubungan Pengetahuan dan Motivasi Terhadap


Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit
Perawatan Diri di RSUD Tampan Mental Provinsi Riau Tahun 2014.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, sampel
berjumlah 33 orang pasien gangguan jiwa, teknik pengambilan
sampel yaitu total sampling, analisa menggunakan uji chi square,
berdasarkan hasil penelitian ini terletak pada hubungan motivasi
pasien dengan defisit perawatan diri. Sedangkan perbedaannya
terletak pada pengetahuan pasien dan tempat penelitian. Penelitian
ini di RSUD Tampan Mental sedangkan tempat penelitian yang akan
dijadikan peneliti di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Provinsi
Kalimantan Selatan.

Anda mungkin juga menyukai