Anda di halaman 1dari 37

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga


2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat
penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga
inilah pendidikan kepada individu dimulai dan dari keluarga inilah
akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk
membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari
keluarga (Murwani, 2012).

Depkes (2010) mendefinisikan keluarga sebagai suatu system


social yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dihubungkan
karena hubungan darah, hubungan perkawinan, hubungan adopsi
dan tinggal bersama untuk menciptakan suatu budaya tertentu.

Friedman, et al (1998) menyatakan keluarga dua orang atau lebih


individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena petalian
darah, ikatan perkawinan atau adopsi.

2.1.2 Bentuk Keluarga


Murwani A (2012) membagi tipe atau bentuk keluarga sebagai
berikut :
2.1.2.1 Tipe Tradisional
a. The Nuclear Family
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
b. The Dyad Family
Keluarga yang terdiri dari suami, istri (tanpa anak)
yang hidup bersama dalam satu rumah.

9
10

c. Keluarga Usila
Keluarga yang terdiri dari suami, istri yang sudah tua
dengan anak sudah memisahkan diri.
d. The Chidles Family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan
untuk mendapatkan anak terlambat waktunya yang
disebabkan karena mengejar karier atau pendidikan
yang terjadi pada wanita.
e. The Extenden Family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi.
f. The Single Parent Family
Keluarga yang terdiri dari satu orang dengan anak, hal
ini melalui proses perceraian atau kematian.
g. Commuter Family
Keluarga dengan kedua orang tua bekerja di kota yang
berbeda, tapi salah satu kota tersebut sebagai tempat
tinggal dan orang tua yang bekerja di luat kota bisa
berkumpul dengan keluarga saat akhir pekan.
h. Multigeneration Family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok
umum yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i. Kin-Networl Family
Keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga inti yang
tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan
menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama
seperti dapur, kamar mandi, TV, radio, dll.
j. Blended Family
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah
kembali dan membesarkan anak dari perkawinan
sebelumnya.
k. The Single Adult Living Alone
11

Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup


sendiri karena pilihannya atau perpisahan seperti
perceraian atau ditinggal mati.

2.1.2.2 Tipe Non Tradisional


a. The Unmarriedteenage Mather
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu)
dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The Stepparent Family
Keluarga dengan orang tiri.
c. Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang
tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu
rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman
yang sama.
d. The Non Marital Heterrosexual Cohibitang Family
Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti
pasangan tanpa melalui pernikahan.
e. Gay and Lesbian Family
Seseorang yang mempunyai persamaan seks hidup
bersama sebagaimana suami, istri (marital pathner).
f. Cohibiting Couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group Marriage Family
Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah
tangga bersama yang saling merasa sudah menikah,
berbagi sesuatu termasuk sexual dan membesarkan
anaknya.
h. Group Network Family
12

Keluarga inti yang dibatasi aturan atau nilai-nilai, hidup


bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan dsaling
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,
pelayanan dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau saudara didalam waktu sementara pada
saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan
untuk menyatukan kembali keluar aslinya.
j. Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal
yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan
problem kesehatan mental.
k. Gang Family
Sebuah keluarga yang deskruktif dari orang-orang
muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga
yang mempunyai dan keluarga yang mempunyai
perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan
kriminal dalam kehidupannya.

2.1.3 Fungsi Keluarga


Fungsi keluarga menurut Widyanto (2014) secara umum
didefinisikan sebagai hasil akhir atau akibat dari struktur keluarga.
Adapun sebuah keluarga mempunyai fungsi antara lain:
2.1.3.1 Fungsi Afektif (The Affective Function)
Fungsi ini berkaitan dengan internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif
berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial
keluarga. Keluarga harus memenuhi kebutuhan kasih
sayang satu anggota keluarganya karena respon kasih
13

sayang satu anggota keluarga ke anggota kaluarga lainnya


memberikan dasar penghargaan terhadap kehidupan
keluarga. Keberhasilan dan kegembiraan dari seluruh
anggota keluarga. Dengan demikian setiap anggota
keluarga dapat saling mempertahankan iklim atau kondisi
yang positif.

2.1.3.2 Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi (Socialization


and Social Placement Function)
Sosialisasi merupakan proses perkembangan dan
perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan
interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan
sosial. Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman
belajar yang diberikan dalam keluarga. Fungsi keluarga
dapat ditunjukkan dengan membina sosialisasi pada anak,
membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan
tingkat perkembangan anak, serta menentukan nilai-nilai
budaya keluarga. Keluarga mengajarkan anggotanya untuk
bersosialisasi baik secara internal maupun eksternal
keluarga.

2.1.3.3 Fungsi Reproduksi (The Reproductive Function)


Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan
menambah sumber daya manusia dengan memelihara dan
membesarkan anak. Keluarga berfungsi untuk meneruskan
keturunan dan menambah sumber daya manusia dengan
menyediakan anggota baru untuk masyarakat. Fungsi ini
dibatasi oleh adanya program KB, dimana setiap rumah
tangga dianjurkan hanya memiliki 2 orang anak.
14

2.1.3.4 Fungsi Ekonomi (The Economic Function)


Fungsi keluarga dengan mencari sumber-sumber
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan semua anggota
keluarga, seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal,
pakaian, dan lain sebagainya.

2.1.3.5 Fungsi Perawatan Kesehatan (The Health Care Function)


Fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan yaitu keluarga
mempunyai tugas untuk memelihara kesehatan anggota
keluarganya agar tetap memiliki produktivitas dalam
menjalankan perannya masing-masing.

2.1.4 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan


Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan yang perlu dipahami
dan dilakukan. Padila (2012) membagi 5 tugas keluarga dalam
bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu:
2.1.4.1 Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.
2.1.4.2 Mengambil keputusan untuk melakuakan tindakan yang
tepat.
2.1.4.3 Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
2.1.4.4 Mempertahankan suasana rumah yang sehat.
2.1.4.5 Menggunakan fasilitas kesehatan masyarakat.

2.2 Konsep Motivasi


2.2.1 Definisi Motivasi
Motiv atau motivasi berasal dari kata Latin moreve yang berarti
dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku
(Notoadmojo, 2010: 119).

Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau needs


atau want. Kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia
15

yang perlu ditanggapi atau direspons. Tanggapan terhadap


kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk
pemenuhan kebutuhan tersebut, dan hasilnya adalah orang yang
bersangkutan merasa atau menjadi puas. Apabila kebutuhan
tersebut belum direspon, maka akan selalu berpotensi untuk
muncul kembali sampai dengan terpenuhinya kebutuhan yang
dimaksud. Misalnya, seseorang yang telah lulus sarjana, akan
menimbulkan kebutuhan mencari pekerjaan, dan sekaligus sebagai
pemenuhan kebutuhan fisik (Notoatmodjo, 2010: 119).

Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak guna


mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil motivasi akan diwujudkan
dalam bentuk perilakunya, karena dengan motivasi individu
terdorong memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis, dan sosial
(Pieter, 2010).

Menurut Wiener (1990 dalam Nursalam, 2008: 14) motivasi


didefinisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita
untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan
membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno
(2007 dalam Nursalam, 2008: 14) motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang
diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan
kegiatan.

Menurut Stooner (1992 dalam Notoatmodjo 2010: 119)


mendefinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang
menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku
seseorang. Flippo 1984 dalam Notoatmodjo 2010: 119)
merumuskan bahwa motivasi adalah suatu arahan dalam suatu
16

organisasi agar mau bekerja sama dalam mencapai keinginan para


pegawai dalam rangka pencapaian keberhasilan organisasi.

Menurut Knootz (1972 dalam Notoatmodjo 2010: 199)


merumuskan bahwa motivasi mengacu pada dorongan dan usaha
untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Hasibun (1995
dalam Notoatmodjo 2010: 119) yang merumuskan bahwa motivasi
adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan
yang akhirnya seseorang bertindak atau berperilaku. Dan
menambahkan bahwa setiap motiv mempunyai tujuan tertentu yang
ingin dicapai.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa


motivasi adalah kekuatan dari dalam diri individu yang mengubah
dan mendukung individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan
tertentu.
2.2.1.1 Teori Motivasi
Teori motivasi menurut Notoatmodjo (2010: 120)
meliputi:
a. Teori McClelland
Menurut McClelland (dalam Sahlan, 2012) mengatakan
bahwa diri dalam manusia ada dua motivasi, yakni
motif primer atau motif yang tidak dipelajari, dan motif
sekunder atau motif yang dipelajari melalui
pengalaman serta interaksi dengan orang lain. Oleh
karena itu motif sekunder timbul karena interaksi
dengan orang lain, maka motif ini sering juga disebut
motif sosial. Motif primer atau motif yang tidak
dipelajari ini secara alamiah timbul pada setiap manusia
secara biologis. Motif ini mendorong seseorang untuk
terpenuhinya kebutuhan bilogisnya misalnya makan,
17

minum, seks, dan kebutuhan-kebutuhan biologis yang


lain. Sedangkan motif sekunder adalah motif yang
ditimbulokan karena dorongan dar luar akibat interaksi
dengan orang lain atau interaksi sosial.
b. Terori Herzberg
Herzberg adalah seorang ahli psikologi dari Universitas
Cleveland, Amerika Serikat. Menurut teori ini, ada dua
faktor yang mempengaruhi seseorang dalam kegiatan,
tugas dan pekerjaannya, yakni:
1) Faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan (stisfier)
atau faktor motivasi. Faktor penyebab kepuasan ini
menyangkut kebutuhab psikologis seseorang, yakni
meliputi serangkaian kondisi intrinsik. Faktor
motivasional (kepuasan) ini mencakup antara lain:
a) Prestasi (achievement)
b) Penghargaan (recognition)
c) Tanggung jawab (responsibility)
d) Kesempatan untuk maju (possibility of growth)
e) Pekerjaan itu sendiri (work)
2) Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan
(dissatisfaction) atau faktor hygiene. Faktor ini
menyangkut kebutuhan akan pemeliharaan atau
faktor yang merupakan hakikat manusia yang ingin
memperoleh kesehatan badaniah. Faktor hygiene
yang menimbulkan ketidak puasan melakukan
kegiatan, tugas atau pekerjaan antara lain:
a) Kondisi kerja fisik (physical environment)
b) Hubungan interpersonal (interpersonal
relationship)
c) Kebijakan dan administrasi perusahaan (company
and administration policy)
18

d) Pengawasan (supervision)
e) Gaji (salary)
f) Keamanan (job security)
c. Teori Maslow
Maslow mengembangkan teorinya setelah mempelajari
kebutuhan-kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat
atau sesuai dengan Hiraerki dan menyatakan bahwa:
1) Manusia adalah suatu makhluk sosial berkeinginan
dan keinginan itu menimbulkan kebutuhan yang
perlu dipenuhi. Keinginan atau kebutuhan ini
bersifat terus menerus, dan selalu meningkat.
2) Kebutuhan yang telah terpenuhi (dipuaskan),
mempunyai pengaruh untuk menimbulkan keinginan
atau kebutuhan lain dan yang lebih meningkat.
3) Kebutuhan manusia tersebut tampaknya bejenjang
atau bertingkat-tingkat. Tingkatan tersebut
menunjukan urutan kebutuhan yang harus dipenuhi
dalam suatu waktu tertentu.
4) Kebutuhan yang satu dengan kebutuhan yang lain
saling berkaitan, tetapi tidak terlalu dominan
keterkaitan tersebut.

2.2.1.2 Jenis Motivasi


Jenis motivasi menurut Notoatmodjo (2005) adalah:
a. Motif Biologis
Motif biologis adalah motif yang tidak kita pelajari dan
sudah ada sejak kita lahir, misalnya rasa lapar, haus,
seks, pengaturan suhu tubuh, tidur, menghindari rasa
sakit dan kebutuhan akan oksigen.
b. Motif Sosial
19

Motif sosial adalah suatu dorongan untuk bertindak


yang tidak kita pelajari, namun kita pelajari dalam
kelompok sosial dimanapun kita berada. Misalnya
motif untuk mendapatkan penghargaan, motif untuk
berkuasa.

2.2.1.3 Bentuk Motivasi


Bentuk motivasi menurut Stooner dan Freeman (2005,
dalam Nursalam 2011) terdiri dari:
a. Motivasi Intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari
dalam diri individu itu sendiri. Misalnya orang yang
gemar membaca tanpa ada yang mendorongnya, ia akan
mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya: orang
yang rajin dan bertanggung jawab tanpa usaha
menunggu komandan, sudah belajar dengan sebaik-
baiknya.
b. Motivasi Ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari
luar individu. Misalnya sesorang melakukan sesuatu
karena untuk menenangkan hadiah yang khusus
ditawarkan untuk perilaku tersebut.
c. Motivasi Terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam
kondisi terjepit dan munculnya serentak serta
menghendak dan cepat sekali.

2.2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi


Menurut Sujak (1990 dalam Ratiani, 2011) ada 3 faktor
yang mempengaruhi motivasi, yaitu:
a. Minat
Minat adalah kecenderungan dalam diri seseorang
untuk maju dan berkembang dalam beraktivitas.
b. Sikap
20

Sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala


dalam mersepon simulasi atau objek, sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian.
c. Kebutuhan
Maslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkatan,
yaitu: kebutuhan fisiologis, kubutuhan rasa aman,
kebutuhan sosial dan kasih sayang, kebutuhan harga
diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
1) Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan untuk
mempertahankan hidup, oleh sebab itu sangat
pokok. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan yang
sangat vital bagi manusia, yakni: sandang, pangan,
dan papan (pakaian, makan, minuman, dan
perumahan).
2) Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan rasa aman mempunyai bentangan yang
sangat luas, mulai dari rasa aman dari ancaman
alam, misalnya hujan, rasa aman dari orang jahat,
rasa aman dari masalah kesehatan atau bebas dari
penyakit, sampai dengan rasa aman dari ancaman
dikeluarkan dari pekerjaan. Kebutuhan akan
keamanan ini bukan saja keamanan fisik, tapi juga
keamanan secara psikologis, misalnya bebas dari
tekanan atau intimidasi dari pihak lain.
3) Kebutuhan sosialisasi atau afiliasi dengan orang
lain
Kebutuhan ini dapat diwujudkan melalui keikut
sertaan seseorang dalam suatu organisasi atau
perkumpulan-perkumpulan tertentu. Manusia pada
dasarnya adalah makhluk sosial, yang selalu ingin
21

bekelompok atau bersosialisasi dengan orang lain.


Kebutuhan berfiliasi dengan orang lain pada
prinsipnya agar dirinya itu diterima dan disayangi
oleh orang lain sebagai anggota kelompoknya.
4) Kebutuhan akan penghargaan
Setelah ketiga kebutuhan (fisiologis, rasa aman,
dan afiliasi) tersebut terpenuhi maka kebutuhan
berikutnya, yakni kebutuhan penghargaan akan
muncul. Kebutuhan penghargaan ini adalah
kebutuhan prestise dan kebutuhan ini bukan
monopoli bagi pejabat atau pimpinan perusahaan
atau organisasi saja. Orang serendah apapun
kedudukan atau jabatannya, setelah ketiga
kebutuhan tersebut terpenuhi, maka kebutuhan
penghargaan ini muncul atau ingin dipenuhi.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi diri adalah merupakan
realisasi diri secara lengkap dan penuh. Pemenuhan
kebutuhan aktualisasi diri diantara seorang yang
satu dengan yang lain akan berbeda. Program
pendidikan jangka panjang bergelar dalam
pelatihan (pendidikan jangka pendek) didalam
suatu institusi atau organisasi adalah merupakan
bentuk pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri bagi
karyawannya atau anggotanya.

2.2.1.5 Metode meningkatkan motivasi


Metode untuk meningkatkan motivasi menurut
Notoatmodjo (2010: 120) yaitu:
a. Metode langsung (Direct motivation)
22

Pemberian materi atau nonmateri kepada orang secara


langsung untuk memenuhi kebutuhan merupakan cara
yang langsung dapat meningkatkan motivasi kerja.
Yang dimaksud dengan pemberian materi adalah
misalnya pemberian bonus, pemberian hadiah pada
waktu tertentu. Sedangkan pemberian nonmateri antara
lain memberikan pujian, memberikan penghargaan dan
tanda-tanda penghormatan yang lain dalam bentuk surat
atau piagam.
b. Metode tidak langsung (Indirect motivation)
Adalah suatu kewajiban memberikan kepada anggota
suatu organisasi berupa fasilitas atau sarana kesehatan.
Misalnya membangun atau menyediakan air bersih
kepada suatu desa tertentu yang dapat menunjang
perilaku kesehatan mereka. Dengan fasilitas atau sarana
dan prasarana tersebut, masyarakat akan merasa
dipermudah dalam memperoleh air bersih, sehingga
dapat mendorong lebih baik kesehatannya. Upaya
peningkatan motivasi seperti tersebut, dengan
memberikan sesuatu kepada masyarakat dipandang
sebagai cara atau metode untuk meningkatkan motivasi
berperilaku hidup sehat.

2.2.1.6 Alat meningkatkan motivasi


Menurut Notoatmodjo (2010: 130) alat motivasi
dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a. Material, alat motivasi material adalah apa yang
diberikan kepada masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan untuk hidup sehat, yaitu berupa uang atau
barang yang merupakan faktor pemungkin untuk
melakukan hidup sehat.
23

b. Nonmateri, alat motivasi nonmateri adalah pemberian


tersebut tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi
pemberian sesuatu yang hanya memberikan kepuasan
atau kebanggan kepada orang atau masyarakat.
c. Kombinasi materi dan nonmateri, alat motivasi ini
adalah kedua-duanya, baik materil maupun
nonmaterial. Disamping fasilitas yang diterima, bonus
yang diterima, masyarakat juga memperoleh
penghargaan berupa piagam atau medali, dan
sebagainya.

2.2.1.7 Cara pengukuran motivasi


Motivasi tidak mempunyai skala pengukuran baku, namun
menurut Notoatmodjo (2010: 135) ada cara untuk
mengukur motivasi yaitu:
a. Tes proyektif
Apa yang kita katakan merupakan cerminan dari apa
yang ada pada kita. Kita harus memberikan stimulasi
yang harus diinterpretasikan untuk memahami apa yang
dipikirkan orang. Salah satu teknik proyeksi yang
banyak dikenal adalah Thematic Apperception Test
(TAT), klien diberikan gambar dan klien diminta
bercerita untuk membuat gambaran tersebut.
b. Kuesioner
Cara untuk motivasi melalui kuesioner adalah dengan
meminta klien untuk mengisi kuesioner berisi
pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing motivasi
klien, contohnya kebutuhan untuk bepretasi, berfiliasi
dengan orang lain, membina hubungan dengan lawan
jenis dan bertindak agresif.
24

c. Observasi perilaku
Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan
membuat situasi sehingga klien dapat memunculkan
perilaku yang dapat mencerminkan motivasinya.
Misalnya untuk mengukur keinginan untuk berpretasi,
klien diminta untuk memproduksi origami dengan
waktu tertentu. Perilaku yang di observasi adalah
apakah klien menggunakan umpan balik yang di
berikan, mengambil keputusan yang berisiko dan
mementingkan kualitas dari pada kuantitas kerja.

2.3 Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene : Berpakaian


2.3.1 Konsep Dasar Personal Hygiene
2.3.1.1 Definisi personal hygiene
Personal Hygiene atau kebersihan adalah upaya seseorang
dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk
memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wahit &
Nurul 2008).
Personal Hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu
personal yang artinya perorangan dan Hygiene berarti
sehat. Personal Hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah,
2010).

2.3.1.2 Tujuan
Tujuan kebersihan diri menurut Tarwoto dan Watonah
(2008) adalah:
a Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b Memelihara kebersihan diri seseorang
c Memperbaiki kebersihan diri yang kurang
25

d Pencegahan penyakit
e Meningkatkan rasa percaya diri seseorang
f Menciptakan keindahan

2.3.1.3 Jenis jenis Personal Hygiene


Personal Hygiene merupakan salah satu tindakan
perawatan dasar yang dilakukan oleh perawat setiap hari di
rumah sakit (Depkes, R1, 1987). Tindakan tersebut
meliputi :
a. Perawatan kulit kepala dan rambut serta seluruh tubuh
b. Perawatan Mata
c. Perawatan Hidung
d. Perawatan Telinga
e. Perawatan Gigi dan Mulut
f. Perawatan Kuku Tangan dan Kaki
g. Perawatan Genitalia
h. Perawatan Tubuh (Memandikan)

2.3.2 Defisit Perawatan Diri


Defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang
yang mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri seperti mandi, berganti pakaian, makan dan toileting
(sari, 2009). Menurut (NANDA: dalam Wilkinson. 2009), defisit
perawatan diri terbagi atas 4 kegiatan yaitu : mandi/hygiene,
berpakaian/berhias, makan dan toileting.
2.3.2.1 Defisit perawatan diri : Mandi
Defisit perawatan diri : mandi adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan atau memenuhi aktivitas
mandi. Batasan karakteristik mandi menurut adalah
mengeringkan badan, mengambil perlengkapan mandi,
26

mendapatkan atau menyediakan air, mengatur suhu dan


aliran air mandi, membersihkan tubuh atau anggota tubuh.

2.3.2.2 Defisit perawatan diri : Berpakaian/berhias


Defisit perawatan diri : berpakaian lengkap dan berhias.
Batasan karakteristik berpakaian/berhias adalah
mengenakan pakaian, mengambil atau menggantikan
pakaian, mengenakan dan melepaskan bagian-bagian
pakaian yang penting, memilih pakaian, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil
pakaian, mengenakan pakaian pada tubuh bagian bawah,
mengenakan pakaian pada tubuh bagian atas, mengenakan
sepatu, mengenakan kaos kaki, melepaskan pakaian,
menggunakan alat bantu dan menggunakan restleting.

2.2.2.3. Defisit perawatan diri : Makan


Defisit perawatan diri : makan adalah suatu hambatan
kemampuan untuk memenuhi atau mencukupi aktivitas
makan. Batasan karakteristikmya adalah menyuap
makanan dari piring ke mulut, mengunyah makanan,
menyelesaikan makanan, mencerna makanan dengan cara
yang dapat diterima oleh mayarakat, mencerna makanan
secara aman, mencerna makanan yang cukup,
memanipulasi makanan di mulut, membuka wadah,
mengambil cangkir/gelas, menyiapkan makanan untuk
dikunyah, menelan makanan, dan menggunakan alat bantu
makan.

2.3.2.4 Defisit perawatan diri : toileting


Defisit perawatan diri : toileting adalah suatu hambatan
kemampuan untuk melakukan atau melengkapi kegiatan
27

eliminasi. Batasan karakteristiknya adalah


ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan kegiatan
eliminasi atau ke kamar kecil, ketidakmampuan untuk
duduk atau bangun dari toilet atau kamar kecil,
ketidakmampuan untuk melepas atau menggunakan
pakaian, ketidakmampuan untuk membersihkan diri
sehabis eliminasi, dan ketidakmampuan untuk meyiram
toileting dan commode.

2.3.2.5. Dampak yang sering timbul pada masalah personal


hygiene
a. Dampak Fisik
Kebersihan kulit dan membran mukosa sangatlah
penting karena kulit merupakan garis pertahan tubuh
yang pertama dari kuman penyakit. Dalam
menjalankkan fungsinya, kulit menerima berbagai
rangsangan dari luar dan menjadi pintu masuk utama
pathogen dalam tubuh. Bila kulit bersih dan
terpelihara, kita dapat terhindar dari berbagai penyakit,
gangguan atau kelainan yang mungkin muncul. Selain
itu, kondisi kulit bersih akan menciptakan perasaan
segar dan nyaman, serta membuat seseorang terlihat
cantik.
b. Dampak Psikososial
Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman , kebutuhan
dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, dan
gangguan interaksi sosial. (Damaiyanti, 2014: 152).

2.3.3 Pentingnya Pakaian


Pentingnya pakaian bagi manusia :
28

Pakaian adalah salah satu kebutuhan pokok bagi manusia, tanpa


pakaian manusia tidak dapat menutupi tubuhnya dengan aman.
Pakaian juga adalah hal yang penting untuk menunjang
penampilan, dengan pakaian manusia dapat memiliki kepercayaan
diri dihadapan manusia lainnya.
Pakaian adalah pelindung tubuh yang paling utama dari hal-hal lain
seperti perawatan-perawatan kulit dan sebagainya. Manusia dapat
merasakan manfaat dari pakaian yaitu : penutup badan dari
sengatan panas matahari, menutup aurat, penunjang penampilan
agar terlihat lebih baik dan percaya diri.

2.3.4 Faktor faktor yang Mempengaruhi personal hygiene


Faktor-faktor yang mempengaruhi Personal Hygiene menurut
Damaiyanti (2014: 148) antara lain :
2.3.4.1 Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri. Misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2.3.4.2 Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
2.3.4.3 Status soosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti,
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang
semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
2.3.4.4 Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting, karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misalnya pada pasien diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
29

2.3.4.5 Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tentu tidak
boleh dimandikan.
2.3.4.6 Kebiasaan seseorang
Ada sebagian orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampoo, dan lain-lain.
2.3.4.7 Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.

2.3.5 Tingkat Kemampuan Perawatan diri


Penelitian Andayani (2012) tingkat kemampuan perawatan diri
seseorang dipengaruhi oleh usia, tahap perkembangan, pengalaman
hidup, latar belakang, sosiokultural, kesehatan, dan sumber-sumber
yang tersedia.. Kemampuan perawatan diri dijelaskan oleh
Swanburg & Swanburg (1999) dan Dorothea Orem (2001) untuk
mengidentifikasi kebutuhan bantuan yang dapat terpenuhi oleh
perawat atau pasien sendiri Swanburg & Swanburg (1999)
mengelompokkan tingkat ketergantungan menjadi perawatan
mandiri, minimal, moderat, ekstensif (semi total), dan intensif
(total). Orem membagi tiga tipe, yaitu wholly compensatory
syste/total care, partly compensatory system/partial care), dan
supportive-educative system/self care.

Cara Mengukur kemampuan pasien dalam memenuhi perawatan


diri digambarkan berdasarkan skala tingkat ketergantungan
menurut NANDA dalam Wilkinson (2009) sebagai berikut: tingkat
0 merupakan tingkatan tertinggi yang ditandai dengan kemandirian
penuh dalam kegiatan sehari-hari; tingkat 1 ditandai dengan
30

penggunaan alat-alat atau bahan pembantu meskipun dilakukan


secara mandiri dan tanpa ketergantung pada orang lain; tingkat 2
ditandai dengan diperlukannya bantuan orang lain untuk
pengawasan; tingkat 3 ditandai dengan diperlukannya alat-alat dan
bahan bantu serta pengawasan dari orang lain; tingkat 4 adalah
tingkatan terendah dimana klien sepenuhnya tergantung pada
bantuan orang lain (Andayani, 2012).
Penjelasan tentang kemampuan perawatan diri : Berpakaian
Semi Ketergantungan Ketergantungan
Faktor (0) (+1)
mandiri (+2) sebagian (+3) Total (+4)
Mandiri Perlu Perlu Perlu bantuan dari Perlu bantuan
total menggunakan bantuan dari orang lain dan orang lain, tidak
alat bantu orang lain alat bantu berpartisipasi
untuk dalam aktivitas
membantu,
mengawasi
atau
mengajarkan
Berpakaian Perawat Perawat menyisir Pasien perlu
mempersiapk rambut pasien, dikenakan
an pakaian, membantu pakaian dan tidak
dapat mengenakan dapat membantu .
mengancingk pakaian, Perawat menyisir
an, mengancingkan, rambut pasien.
merestleting, merestleting
atau pakaian dan
mengikat mengikat sepatu
pakaian.
Pasien dapat
mengenakan
pakaian
sendiri.
31

Tabel 2.1. Klasifikasi tingkat kemampuan klien dalam perawatan diri


: berpakaian

2.4 Konsep Gangguan Jiwa


2.4.1 Defini Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderita pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan
fungsi sosial (Depkes RI, 2007).
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan
menimbulkan hendaya pada satu atau lebih fungsi kehidupan
manusia (Keliat, 2011).

2.4.2 Penggolongan dan Klasifikasi Gangguan Jiwa


PPDGJ III tahun 1993, menggolongkan diagnosis gangguan jiwa ke
dalam 100 kategori diagnosis, mulai dari F00 F98. Beberapa
gangguan jiwa memiliki berbagai tanda dan gejala yang sangat luas
sehingga dilakukan penyusunan urutan blok-blok diagnosis yang
berdasarkan suatu hierarki.

Urutan hierarki blok diagnosis gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ III


yaitu sebagai berikut:
Blok Diagnosa Gangguan Kode Ciri Khas Etiologi
I Gangguan mental organik F00-F09
& simtomatik Organik/fisik
Gangguan mental dan F10-F19 jelas,
perilaku akibat zat primer/sekunder
psikoaktif
II Skizofrenia, gangguan F20-F29 Gejala psikotik Organik tidak
skizotifal dan gangguan jelas
waham
32

III Gangguan suasana F30-F39 Gejala gangguan


perasaan (mood/afektif) afek
IV Gangguan neurotik, F40-F49 Gejala non Non organik
gangguan somatoform, psikotik
gangguan stres
V Sindrom perilaku yang F50-F59 Gejala disfungsi Non organik
berhubungan dengan fisiologis
gangguan fisiologis dan
faktor fisik
VI Gangguan kepribadian dan F60-F69 Gejala perilaku Non organik
perilaku masa dewasa
VII Retardasi mental F70-F79 Gejala
perkembangan IQ
VIII Gangguan perkembangan F80-F89 Gejala
psikologis perkembangan
khusus
IX Gangguan perilaku dan F90-F98 Gejala
emosional dengan onset perilaku/emosional
masa kanak remaja
X Kondisi lain yang menjadi Z Tidak tergolong
fokus perhatian klinis gangguan jiwa

Tabel 2.2 Penggolongan Gangguan Jiwa berdasarkan PPDGJ-III

2.4.3 Penyebab Umum Gangguan Jiwa


Menurut Yosep (2007), sumber penyebab gangguan jiwa
dipengaruhi oleh faktor-faktor somatogenik,psikogenik dan
sosiogenik yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu:
2.4.3.1 Faktor keturunan
Pada mongolism atau Sindroma Down terdapat trisoma
pada pasangan kromosom no. 21. Sindroma Turner
berhubungan dengan jumlah kromosom seks yang
abnormal.
33

2.4.3.2 Cacat Kongenital


Cacat kongenital atau sejak lahir dapat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak, terlebih yang berat seperti
retardasi mental yang berat.
2.4.3.3 Perkembangan psikologik yang Salah
Ketidakmampuan atau fiksasi yaitu individu gagal
berkembang lebih lanjut ke fase berikutnya. Distorsi yaitu
bila individu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang
tidak sesuai atau gagal mencapai integrasi kepribadian
yang normal.
2.4.3.4 Genetika
Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu,
saudara atau anak memiliki kecenderungan 10%,
keponakan atau cucu kejadiannya 2-4%, kembar identik
memiliki kecenderungan 46-48%, kembar dyzigot memiliki
kecenderungan 14-17%.
2.4.3.5 Neurobiologikal
Klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki ciri-ciri
biologis yang khas terutama pada susunan dan struktur
syaraf pusat, biasanya klien mengalami pembesaran
ventrikel ke-3 sebelah kirinya, lobus frontalis yang lebih
kecil dari rata-rata orang yang normal.
2.4.3.6 Biokimiawi Tubuh
Serotonin terlibat dalam gangguan depresi dan ansietas dan
mungkin juga dalam gangguan makan. Dopamin terlibat
dalam gangguan skizofrenia. Perubahan kadar norepinefrin
dapat menyebabkan gangguan depresif, termasuk gangguan
bipolar. Perubahan kadar asetilkolin berkaitan dengan
penyakit alzheimer.
2.4.3.7 Sebab Biologik
34

Bentuk tubuh berhubungan dengan gangguan jiwa, orang


yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan
mengalami gangguan jiwa.
2.4.3.8 Sebab Psikologik
Mengalami frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya
dikemudian hari.

2.4.4 Proses Perjalanan Penyakit Gangguan Jiwa


Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal
sampai dengan umur pertengahan dengan melalui beberapa fase
(Yosep, 2007).
Fase-fase perjalanan penyakit gangguan jiwa tersebut, antara lain:
2.2.4.1 Fase Prodomal
Berlangsung antara 6 bulan 1 tahun, gangguan dapat
berupa perawatan diri, gangguan pikiran, dan persepsi,
gangguan dalam pekerjaan akademik, serta gangguan
fungsi sosial.

2.4.4.2 Fase Aktif


Berlangsung kurang lebih 1 bulan, gangguan dapat berupa
gejala psikotik seperti halusinasi, delusi, disorganisasi,
proses berpikir, gangguan bicara, gangguan perilaku
disertai kelainan neurokimiawi.
2.4.4.3 Fase Residual
Klien mengalami 2 gejala, yaitu gangguan afek dan
gangguan peran, serangan biasanya berulang
35

2.4.5 Gejala Gangguan Jiwa


Manifestasi penyakit pada manusia pada mulanya diperlihatkan dalam
bentuk gejala atau simtom. Dalam bidang psikiatri simtom didefinisikan
sebagai tanda-tanda yang diperlihatkan oleh penderita dapat diamati
tetapi sering juga tidak dapat diamati sehingga hanya merupakan
keluhan penderita. Sebenarnya simtom yang timbul itu merupakan pola
reaksi dalam usaha melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap keadaan
(stressor) yang sedang dihadapinya (Soewadi, 2002).
2.4.5.1 Gangguan Kognisi
Kognisi adalah suatu proses mental dimana seseorang
menyadari dan mempertahankan hubungan dengan
lingkungannya baik lingkungan dalam maupun lingkungan
luarnya (fungsi mengenal).
Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Gangguan sensasi
Yaitu seseorang yang mengalami gangguan kesadaran akan
suatu rangsangan.
Yamg termasuk dalam gangguan sensasi adalah sebagai
berikut:
1) Hiperestesia: terjadi peningkatan abnormal dari
kepekaan dalam proses pengindraan.
2) Anestesia: keadaan yang sama sekali tidak dapat
merasakan sama sekali baik perasaan maupun
pengindraan.
3) Parastesia: keadaan dimana terjadi perubahan pada
perasaan yang normal (biasanya rasa raba), misalnya
kesemutan.

b. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah kesadaran akan suatau
rangsangan yang dimengerti, sensasi yang didapat dari
36

proses interaksi dan asosiasi macam-macam rangsangan


yang masuk.
Yang termasuk dalam persepsi adalah sebagai berikut:
1) Ilusi: suatu persepsi yang salah/palsu atau interpretasi
yang salah terhadap suatu benda.
2) Halusinasi: seseorang yang mempersepsikan sesuatu
dan kenyataannya sesuatu tersebut tidak ada atau tidak
berwujud.
3) Depersonalisasi: suatu perasaan aneh pada diri sendiri
dan tidak sesuai dengan kenyataan.
4) Derealisasi: perasaan aneh tentang lingkungan yang
tidak sesuai dengan kenyataan.

2.4.5.2 Gangguan Perhatian


Perasaan adalah suatu proses kognitif yaitu pemusatan atau
konsentrasi.
a. Inhibisi: semua rangsangan yang tidak termasuk objek
perhatian harus disingkirkan.
b. Apersepsi: hal-hal yang dikemukakan hnya hal yang
berhubungan erat dengan objek perhatian.
Dibawah ini adalah beberapa bentuk gangguan perhatian, yaitu:
a. Distrakbiliti adalah perhatian yang mudah dialihkan oleh
rangsangan yang tidak berarti, misalnya suara nyamuk.
b. Aproseksia adalah suatu keadaan dimana terdapat
ketidaksanggupan untuk memperhatikan secara tekun
terhadap situasi/keadaan.
c. Hiperproseksia adalah sutu keadaan dimana terjadi
pemusatan/konsentrasi, perhatian yang berlebih sehingga
sangat mempersempit persepsi yang ada.
37

2.4.5.3 Gangguan Ingatan


Ingatan adalah kesanggupan untuk mencatat, menyimpan serta
memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Proses ingatan
terdiri atas 3 unsur, yaitu pencatatan (registration),
penyimpanan (preservation) dan pemanggilan data (recalling).
Beberapa bentuk ingatan adalah sebagai berikut:
a. Amnesia adalah ketidakmampuan mengingat kembali
pengalaman yang ada, dapat bersifat sebagian atau total
retrograd/antergrad.
b. Hipernemsia adalah suatu keadaan pemanggilan kembali
yang berlebihan sehingga seseorang dapat menggambarkan
kejadian-kejadian yang lalu dengan sangat teliti.
c. Paramnesia (pemalsuan/penyimpangan ingatan) adalah
gangguan dimana terjadi penyimpangan ingatan lama yang
lama dikenal dengan baik.
Beberapa bentuk dari paramnesia adalah sebagai berikut:
1) Konfabulasi adalah keadaan dimana secara sadar
seseorang mengisi lubang-lubang dalam ingatannya
dengan cerita yang tidak sesuai dengan kenyataan.
2) Dejavu (ilusi ingatan) adalah suatu perasaan seakan-
akan pernah melihat sesuatu yang sebenarnya belum
pernah melihat.

2.4.5.4 Gangguan Asosiasi


Asosiasi adalah proses mental dimana perasaan, kesan atau
gambaran ingatan cenderung menimbulkan kesan atau
gambaran ingatan respon/konsep lain, yang sebelumnya
berkaitan dengannya.
Beberapa bentuk gangguan asosiasi adalah sebagai berikut:
a. Retardasi yaitu proses asosiasi yang berlangsung lama.
38

b. Perserevasi yaitu suatu asosiasi diulang-ulang kembali


secara terus menerus dimana seakan-akan seseorang
tersebut tidak sanggup untuk melepaskan ide yang
diucapkan.
c. Flight of ideas yaitu pikiran yang meloncat-loncat.
d. Inkoherensi atau asosiasi longgar yaitu ide yang muncul
tidak ada hubungannya antara satu dengan yang lainnya.
e. Blocking yaitu kegagalan untuk mengungkapkan sesuatu
atau tiba-tiba diam saat berbicara dan penderita tidak dapat
menjelaskan kenapa dia berhenti.
f. Aphasia yaitu keadaan kegagalan menggunakan atau
memahami bahasa.

2.4.5.5 Gangguan Pertimbangan


Pikiran adalah proses mental yang membandingkan/menilai
beberapa pilihan dalam suatu kerja atau tindakan dengan
memberikan nilai untuk memutuskan maksud dan tujuan dari
tindakan tersebut.

2.4.5.6 Gangguan Pikiran


Pikiran adalah meletakan hubungan antara berbagai bagian dari
pengetahuan seseorang. Berpikir adalah proses mempersatukan
ide, menghubungkan ide, membentuk ide-ide baru dan
membentuk pengertian untuk menarik kesimpulan. Proses pikir
ini meliputi proses pertimbangan pemahaman, ingatan serta
penalaran. Proses pikir yang normal adalah mengandung arus
ide, simbol dan asosiasi terarah tujuan atau koheren.
39

2.4.5.7 Gangguan Kesadaran


Kesadaran adalah kemampuan seseorang untuk mengadakan
hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri melalui
pancaindera.
Bentuk-bentuk gangguan kesadaran adalah sebagai berikut:
a. Kesadaran kuantitatif
1) Apatis, mengantuk
2) Samnolen, kesadaran seperti mengantuk, bereaksi bila
dirangsang.
3) Sopor, hanya bereaksi dengan rangsangan yang sangat
kuat, ingatan dan orientasi serta pertimbangan sudah
hilang.
4) Subkoma dan koma.
b. Kesadaran kualitatif
1) Stupor: karena faktor psikogen didapatkan pada
keadaan katatonia, depresi, epilepsi, ketakutan dan
reaksi disosiasi.
2) Twilight state: kehilangan ingatan atas dasar psikologik
yang mana kesadaran terganggua dan dalam keadaan
sangat mengaburkan sehingga tidak mengenali
lingkungan.
3) Fuge: penurunan kesadaran dengan keadaan steres
berat, tetapi masih bisa mempertahankan kebiasaan dan
keterampilan.
4) Confusing/bingung: keadaan dimana didapatkan
kesulitan pengertian mengacu, disorientasi dang
gangguan fungsi asosiasi.
5) Tranco/trans: keadaa kesadaran tanpa reaksi ang jelas
terhadap ligkungan, dimulai secara mendadak yaitu
roman muka tampak seperti bengong, kehilangan akal
40

atau melamun. Dapat ditimbulkan oleh hipnotis atau


upacara kepercayaan.

2.4.5.8 Gangguan Orientasi


Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenal
lingkungannya serta hubungannya dengan waktu, ruang
terhadap dirinya serta orang lain. Disorientasi atau gangguan
orientasi dapat timbul sebagai gangguan dari kesadaran waktu,
tempat, dan orang.

2.4.5.9 Gangguan Kemauan


Kemauan adalah proses dimana keinginan-keinginan
dipertimbangkan lalu diputuskan untuk dilaksanakan sampai
mencapai tujuan.
Bentuk-bentuk gangguan kemauan adalah sebagai berikut:
a. Abulia yaitu keadaan inaktivitas sebagai akibat
ketidaksanggupan membuat keputusan atau memulai suatu
tingkah laku.
b. Rigiditas/kekakuan yaitu ketidakmampuan memiliki
keleluasaan dalam memutuskan untuk mengubah tingkah
laku.
c. Komplusi yaitu keadaan dimana terasa didorong untuk
melakukan suatu tindakan yang tidak rasional.

2.4.5.10 Gangguan Afek dan Emosi


Emosi adalah pengalam yang sadar dan memberikan pengaruh
pada aktivitas tubuh dan menghasilkan sensasi organik. Afek
adalah perasaan emosional seseorang yang menyenangkan
atau tidak yang menyertai suatu pikiran yang berlangsung
lama. Emosi merupakan manifestasi afek yang keluar disertai
oleh banyak komponen fisiologik yang berlangsung singkat.
41

Bentuk-bentuk gangguan emosi dan afek adalah sebagai


berikut:
a. Euforia: emosi yang menyenangkan atau rasa gembira
yang berlebihan dan tidak sesuai dengan keadaannya.
b. Elasi: euforia yang berlebihan disertai dengan motorik dan
sering tersinggung.
c. Eksaltasi: elasi yang berlebihan yang disertai dengan
waham kebesaran.
d. Inappropiate afek (afek yang tidak sesuai): gejala
gangguan emosi imana perasaan emosi tersebut tidak
sesuai dengan kenyataan lingkungannya.
e. Emosi labil: gejala dimana terdapat ketidakstabilan yang
berlebihan dan bermacam emosional yang mudah berubah.
f. Apatis: tidak ada sama sekali reaksi emosional dalam
keadaan yang seharusnya menimbulkan emosional.
g. Emosi datar
h. Emosi tumpul.

2.4.5.11 Gangguan Psikomotor


Psikomotor adalah gerakan badan yang dipengaruhi oleh
keadaan jiwa meliputi kondisi perilaku motorik atau aspek
motorik dari suatu perilaku.
Bentuk gangguan psikomotor adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas yang meningkat
1) Hiperaktivitas, hiperkinensia: gerakan yang berlebihan
dengan intensitas respon yang meningkat.
2) Hipertonisitas: peningkatan pegangan otot tubuh.
3) Gaduh gelisah katatonik: motorik yang berlebihan dan
tidak bertujuan serta tidak dipengaruhi oleh
rangsangan.
42

b. Aktivitas yang menurun


1) Hipoaktivitas, hipokinesia: pergerakan yang menurun
dengan dan respon juga menurun.
2) Stupor Katatonik: kelambanan motorik seluruh
aktivitas.
3) Atonisitas: kontraksi otot yang abnormal baik
menyeluruh maupun sebagian.
4) Paralisa: kehilangan fungsi otot secara keseluruhan
atau sebagian.
c. Aktivitas yang terganggu atau tidak sesuai
1) Ataksia: tidak dapat koordinasi gerakan tungkai dan
sikap berdiri.
2) Apraksia: tidak sanggup memanipulasi benda dengan
cara yang terarah.
3) Atetosis: gerakan yang terus menurus dan dirasakan
nyeri.
4) Khoreiform: gerakan yang terus menerus yang tidak
dikuasai oleh kemauan.
5) Tremor: kotraksi otot yang ringan dan ritmis yang
tidak dikuasai atau disadari.
6) Konvulsi: kejang terus menerus pada tubuh yang luas
dan diikuti oleh hilangnya kesadaran.
d. Aktivitas yang berulang-ulang
1) Katalepsi: mempertahankan secara kaku posisi badan
tertentu.
2) Fleksibilitas serea: bentuk katalepsi tetapi
mempertahankan posisi badan yang dibuat oleh orang
lain.
3) Streotipi: gerakan badan berulang-ulang dan tidak
bertujuan.
43

4) Manerisme: gerakan streotipi yang berbentuk ritual


dan selalu diulang.
e. Otomatisme perintah tanpa disadari
1) Otomatisme: perubahan otomatis dari aktivitas tanpa
disadari
2) Ekhopraksia: meniru gerakan orang lain yang dilihat
secara berlangsung.
3) Ekholalia: meniru atau mengulang secara langsung apa
yang dikatakan orang lain.

2.5 Keterkaitan Konsep


2.5.1 Keterkaitan motivasi keluarga dalam kemampuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene berpakaian pasien gangguan jiwa.
Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang
individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan.
Motivasi itu tampak sebagai suatu usaha positif dalam
menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi agar
secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang
ditetapkan sebelumnya. Motivasi dilihat dari segi pasif atau statis,
motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai
perangsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan,
mengarahkan potensi manusia tersebut ke arah yang diinginkan,
(G.R. Terry dalam Malayu, 2005).

Dengan adanya motivasi keluarga dapat menjadikan individu taat


dan mampu. Kemampuan pasien adalah bentuk sejauh mana
perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
petugas kesehatan. Pasien bersikap koperatif karena adanya sikap
positif. Sikap positif ini dikarenakan keinginan pasien untuk
sembuh dan mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene
berpakaian. Kikkert (2006) dalam Ice Yulia Wardani (2009)
44

menyatakan bahwa sikap dan harapan positif terhadap perawatan


diri merupakan penyebab dari kemampuan. Kemampuan ini dapat
dilihat dari pasien mampu melakukan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene berpakaian seperti mengambil pakaian,
mengganti pakaian dan mengancing pakaian. Jika kemampuan
personal hygiene berpakaian kurang, itu karena kurangnya
motivasi. Hal ini terjadi akibat kurangnya perhatian pada diri
sendiri, tidak adanya percaya diri, kurangnya kesadaran akibat
penyakit yang diderita sehingga memerlukan bantuan orang sekitar
walaupun dilakukan secara mandiri.
45

2.6 Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian ini, maka
kerangka penelitian ini adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen

Motivasi Keluarga Kemampuan Pemenuhan


Kebutuhan Personal Hygiene
1. Hasrat dan Minat Berpakaian pasien Gangguan
2. Harapan Jiwa
3. Dorongan dan
Kebutuhan

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

2.7 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian ini apakah ada Hubungan motivasi keluarga dengan
kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian
pada pasien gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum
provinsi kalimantan selatan.

Anda mungkin juga menyukai