Anda di halaman 1dari 17

Demam Berdarah Dengue Bahaya Kepada Manusia

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu masalah kesehatan yang endemis
di Indonesia. Kondisi ini diakibatkan oleh infeksi virus dengue, yang boleh menyebabkan
fatal. Pelbagai langkah dilakukan bagi mengurangkan angka mortalitas oleh DBD.

Dalam makalah ini, saya coba memahami dengan lebih lanjut mengenai DBD melalui
anamnesa, pemeriksaan, working diagnosis, differential diagnosis, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi, preventif, dan prognosisnya sendiri. Saya
berharap penghasilan makalah ini akan membantu saya serta yang membaca mendapat
pemahaman yang lebih baik mengenai material yang dibahaskan.

Hipotesis yang saya dapat adalah demam turun naik, mual-mual, pegal-pegal,
penurunan jumlah trombosit, sedikit penurunan jumlah leukosit dan peningkatan hematokrit
merupakan tanda-tanda DBD. Hipotesis ini akan diuji sepanjang pembikinan makalah ini.

ANAMNESIS

Pada demam berdarah dengue (DBD) ditemukan demam yang pada awalnya akut,
cukup tinggi dan kontinu. Demam ini berlangsung selama dua hingga tujuh hari. Selain itu,
didapat juga manifestasi pendarahan seperti petekie (bercak merah dalam yang merupakan
pendarahan kecil di bawah kulit), ekimosis (lesi berukuran lebih besar), purpura (area kecil
pendarahan kulit, dilihat sebagai bintik merah keunguan yang tidak hilang bila ditekan),
epitaksis (pendarahan hidung), gusi berdarah, hematemesis (gejala muntah darah) atau
melena (keluarnya feses disertai darah berwarna gelap). Terjadi juga pembesaran hati
(hepatomegali), dan boleh juga terjadi syok yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan
lemah, dan kulit yang lembap dan dingin dan kesadaran yang menurun.

Ada juga pasien yang mengadu mengalami nyeri kepala, nyeri retro-orbital terutama
apabila menggerakkan bola mata, penurunan nafsu makan (anoreksia), lemah badan
(malaise), nyeri sendi dan tulang, serta wajah yang kemerah-merahan (flushing), dan juga

1
terdapat ruam kulit. Gejala klinis pada DBD juga boleh dibedakan mengikut derajat
keparahan DBD.

Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

PEMERIKSAAN

Pada pemeriksaan fisik, diperiksa tanda-tanda vital, seperti suhu tubuh, tekanan darah,
denyut nadi, perkusi dan auskultasi paru, serta pembesaran dan nyeri tekan hati. Dilihat juga
apa ada petekie di kulit orang tersebut.

Pemeriksaan yang dilakukan dalam mendiagnose DBD adalah pemeriksaan kadar


haemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi bagi melihat adanya
limfositosis. Pemeriksaan boleh dilakukan dengan dua kaidah, yaitu deteksi virus melalui
metode kultur dan tes Polymerase Chain Reaction (PCR), ataupun dengan kaedah deteksi
serologis ( deteksi antibodi).

Deteksi melalui metode kultur melibatkan proses yang rumit karena periode ketika
virus dengue dapat dideteksi dengan baik adalah singkat. Metode ini juga mahal, oleh itu,
metode ini jarang digunakan kecuali atas kepentingan penelitian.

Metode PCR pula dapat mengidentifikasi virus dengue pada pasien DBD hanya dalam
masa empat jam. Ini membolehkan perawatan yang tepat diberikan dengan segera. Namun,
tehnik ini sangat mahal bagi sebagian besar masyarakat.

Tes serologi pula digunakan bagi mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengue yang berupa antibodi total yang berupa IgM atau IgG. Kadar IgM biasanya terdeteksi
pada hari ke tiga hingga lima, dan meningkat pada minggu ke tiga, dan menghilang setelah
60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG terdeteksi pada hari ke-14, dan pada infeksi sekunder,
terdeteksi pada hari ke dua.

Selain itu, diperiksa juga kadar leukosit, trombosit, hematokrit, dan protein pada
pasien. Pemeriksaan radiologis juga dilakukan. Ini bagi tujuan mendeteksi apakah adanya
efusi pleura atau asites. Efusi pleura adalah penumpukan cairan dalam pleura, manakala
asites pula adalah penumpukan cairan serosa dalam ruang peritoneum. Pemeriksaan
radiologis boleh dilakukan dengan cara Ultrasonografi (USG) atau dengan foto rontgen.

2
Diagnosa DBD ditegakkan apabila didapatkan demam atau riwayat demam akut
selama dua hingga tujuh hari, manifestasi pendarahan, trombositopenia, dan tanda kebocoran
plasma. Manifesrasi pendarahan termasuklah petekie, ekimosis, dan hematemesis, atau
pendarahan lainnya. Trombositopenemia pula merupakan keadaan dimana jumlah trombosit
menurun dibawah 100,000/ul.
1

Keadaan ini terjadi melalui dua mekanisme, yaitu supresi sumsum tulang dan destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit. Tanda-tanda kebocoran plasma pula boleh dilihat
melalui peningkatan hematokrit, efusi pleura, asites atau hipoproteinemia. Kadar leukosit
pada penderita DBD juga boleh sama atau menurun. Normalnya, kadar Hb adalah 13-18
g/dl, trombosit adalah 150,000-450,000/ul, leukosit adalah 4,000-10,000/ul, dan kadar normal
hematokrit adalah 37%-47%.2

WORKING DIAGNOSIS

Pada DBD kasus ringan maupun sedang, gejala dan tanda-tanda klinis akan
menghilang apabila demam mereda. Peredaan ini dilihat dengan pengeluaran keringat yang
banyak, dan perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah. Anggota gerak juga menjadi
dingin sebagai tanda adanya gangguan ringan dan sementara pada sirkulasi akibat kebocoran
plasma.

Namun, pada kasus parah, kondisi pasien tiba-tiba memburuk setelah beberapa hari
demam. Suhu tubuh turun, dan muncul tanda-tanda kegagalan sirkulasi seperti kulit yang
terasa dingin dan bercak merah pada kulit. Pasien tampak letargi, namun mereka akan
menjadi gelisah dan menjadi syok. Nyeri abdomen merupakan suatu keluhan yang sering ada
sebelum terjadinya syok.

Berdasarkan kasus, laki-laki usia 20 tahun boleh di diagnosa sebagai penderita DBD
karena kadar trombositnya yang kurang dari normal, dan kadar hematokritnya yang lebih dari
normal. Riwayat demam tanpa batuk pilek, dan disertai mual dan pegal-pegal otot serta
frenitus paru kiri lemah, perkusi redup dan suara napas melemas merupakan anamnesa dari
DBD.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Tabel 1: Diagnosa Banding DBD

Demam
DBD Demam Tifoid
Malaria

3
Demam terus menerus / X X
Mual / / /
Nyeri otot / / /
Batuk X / /
Pilek X X X
Epitaksis / / X
Penurunan kesadaran X / X
Tekanan darah tidak dapat diraba X X X
Suhu turun X X X
Denyut nadi lemah dan cepat / X X
Fremitus taktil paru kanan melemah, perkusi redup X X X
Suara napas vesikuler paru kanan lemah X X X
Akral lembab dan dingin X X X
Peningkatan kadar Hb / X X
Peningkatan Ht / X X
Penurunan kadar leukosit / / /
Kadar trombosit menurun / / /

Demam tifoid adalah disebabkan oleh Salmonella thyphi. Dalam minggu kedua,
didapatkan brakikardia relative, dimana terjadi peningkatan suhu, tetapi tidak terjadi
peningkatan denyut nadi. Demam tifoid dipilih sebagai diagnosa banding karena pada
demam tifoid didapatkan mual, nyeri otot, epitaksis, dan penurunan kesadaran pada kasus
yang berat. Epitaksis dan gejala umum lainnya akan dilihat pada minggu pertama. Namun,
demam tifoid tidak diterima sebagai WD karena khusus pada tifoid, demamnya menurun
pada pagi hari dan meninggi pada sore hari. Syok dan efusi pleura juga tidak didapatkan
pada penyakit ini. Pada pemeriksaan laboratorium, tidak didapatkan peningkatan pada Hb
ataupun Ht.

Demam malaria adalah demam yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium falcifarum. Gejala klinis yang didapat adalah
demam dan splenomegali. Khusus pada malaria, terjadi tiga stadium, yaitu menggigil selama
15-satu jam, lalu mengalami puncak demam selama dua hingga enam jam, lalu stadium
berkeringat selama dua hingga empat jam. Pada infeksi oleh Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale, terjadi periodisitas demam setiap hari ketiga, manakala oleh tipe yang

4
lainnya, pada tiap empat hari. Pada kasus yang disebabkan oleh Plasmodium
malariae,didapat asites pada penderitanya. Demam malaria diambil sebagai DD karena
gejala umumnya seperti demam, mual dan nyeri otot menyerupai DBD. Namun, malaria
tidak diterima sebagai WD karena tidak didapatkan epitaksis, penurunan kesadaran, efusi
pleura, maupun tanda-tanda syok.

ETIOLOGI

Demam berdarah dengue (DBD) terjadi disebabkan oleh virus dengue. Virus ini
tergolong dalam famili Flaviviridae dan genus Flavivirus. Virus ini memiliki kode genetik
RNA rantai tunggal, dan dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid), dan juga memiliki
selaput lipid. Genom virus ini mempunyai panjang kira-kira 11 kilobases dan berdiameter 30
nm. Empat tipe virus dengue telah diisolasi, setiap satunya akan mengkode nukleokapsid dan
protein inti (C), protein yang berikatan dengan membran (M), protein pembungkus (E), dan
tujuh gen protein nonstruktural (NS).3 Virus dengue dikenal sebagai virus yang tahan panas
(termolabil), dan hal ini penting untuk diketahui dalam proses isolasi maupun untuk
mengkultur virus.

Empat tipe virus dengue adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Setiap tipe
virus ini akan menimbulkan gejala yang berbeda-beda apabila menyerang manusia. Di
Indonesia, tipe yang menyebabkan infeksi paling berat adalah GEN-3.4 Infeksi dari satu
virus dengue akan membolehkan adanya imunitas yang tetap terhadap virus tersebut, namun
hanya menimbulkan imunitas sementara dan parsial terhadap infeksi virus tipe lainnya.
Apabila seseorang itu pernah diinfeksi oleh virus dengue, dan kemudian terinfeksi lagi oleh
virus dengue tipe lainnya, gejala klinis yang ditunjukkan adalah lebih berat dan sering kali
fatal. Reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus yang lainnya juga bisa terjadi,
sebagai contoh persilangan dengan Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile
virus.3,4

Virus dengue, dalam laboratorium, dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti
tikus, kelinci, anjing, kelawar dan primate. Hewan ternak seperti kuda, sapi dan babi
memiliki antibodi terhadap virus dengue. Virus ini bereplikasi pada nyamuk.

EPIDEMIOLOGI

Vektor utama DBD adalah nyamuk kebun yang dikenal sebagai Aedes aegypti,
sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus.5 Aedes aegypti dewasa mempunyai

5
warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya, dan berukuran lebih
kecil jika dibandingkan dengan nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus). Nyamuk ini
memiliki morfologi khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada
punggungnya (mesonatum).

Gambar 1: Gambaran lira pada Aedes aegypti

Gambar 2: Gambaran lira pada Aedes aegypti

Aedes aegypti mempunyai telur dengan dinding yang bergaris-garis dan menyerupai
gambaran kain kasa. Telur nyamuk ini akan diletakkan di dinding tempat perindukan, kira-
kira 1-2 cm di atas permukaan air. Setiap kali terjadinya proses bertelur, seekor nyamuk
betina dapat menghasilkan rata-rata 100 butir telur. Aedes akan meletakkan telurnya satu per
satu secara terpisah.

6
Gambar 3: Telur Aedes aegypti

Gambar 4: Telur Aedes aegypti yang diletakkan satu per satu secara berasingan

Gambar 5: Nyamuk betina Aedes aegypti meletakkan telurnya 1-2cm di atas permukaan air.

7
Telur akan menetas setelah kira-kira dua hari dan menjadi larva. Larva mempunyai
pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri tebal. Larva ini akan mengambil masa selama
enam sehingga delapan hari untuk tumbuh dari stadium I hingga IV. Larva akan melalui
pengelupasan kulit sebanyak empat kali, kemudian tumbuh menjadi pupa, dan akhirnya
menjadi dewasa.

Gambar 6: Larva Aedes aegypti

Gambar 7: Larva Aedes aegypti

Pupa tidak membutuhkan makanan, namun membutuhkan oksigen yang diambil


melalui trumpet pernapasan. Pupa jantan akan menetas terlebih dahulu, dan akan berada di
dekat kawasan perindukannya untuk menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi. Proses
pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memakan waktu kira-kira sembilan hari.

8
Gambar 8: Pupa Aedes aegypti

Gambar 9: Pupa Aedes aegypti

Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang
terletak berdekatan dengan rumah penduduk. Tempat perindukan tersebut terbagi kepada
dua, yaitu buatan manusia dan alamiah. Tempat perindukan buatan manusia contohnya
adalah tempayan, bak mandi dan pot bunga, sementara tempat perindukan alamiah berupa
kelopak daun tanaman, dan lubang pohon yang berisi air hujan. Sering kali ditemukan larva
Aedes aegypti bersama-sama dengan Aedes albopictus.

Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Penghisapan darah dilakukan pada dua
waktu puncak yaitu dari jam 8.00-12.00 dan 15.00-17.00. Tempat istirahat bagi Aedes
aegypti adalah pada semak-semak atau tanaman rendah seperti rumput, juga pada benda-
benda tergantung dalam rumah seperti pakaian dan sarung. Pada keadaan biasa, umur

9
nyamuk betina adalah kira-kira 10 hari, dan sekiranya di dalam laboratorium bisa mencapai
dua bulan. Aedes aegypti mampu terbang sejauh dua kilometer, namun secara rata-rata
nyamuk ini hanya terbang sejauh 40 meter.

Gambar 10: Nyamuk Aedes aegypti betina yang sudah mengisap darah

Vektor potensial bagi DBD adalah Aedes albopictus. Morfologi nyamuk ini sama
seperti Aedes aegypti, tetapi pada mosonatumnya dijumpai garis tebal putih vertikal. Larva
nyamuk ini sering kali dijumpai bersama-sama dengan larva Aedes aegypti, namun nyamuk
ini lebih menyukai perindukan alamiah dan lebih suka beristirahat diluar rumah.

Gambar 11: Aedes albopictus dewasa

10
Kedua-dua tipe nyamuk ini tersebar luas di seluruh Indonesia. Nyamuk ini sering
ditemukan di kota-kota pelabuhan dan di tempat pendudukan padat, naum, sering juga
ditemukan di pendesaan. Ini disebabkan oleh larvanya terbawa melalui transportasi dari
pelabuhan ke desa. DBD juga ditemukan di negara-negara lain di Asia Tenggara, Pasifik
Barat dan Karibia. Pada tahun 1989-1995 insiden DBD di Indonesia adalah antara enam
hingga 15 per 100,000 penduduk. Pada kejadian luar biasa tahun 1998, insiden DBD
meningkat hingga 35 per 100,000 penduduk. Pada tahun 1999, mortalitas DBD menurun
hingga 2%.

GAMBARAN KLINIS

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata lima hingga lapan hari. Pada deman
dangue terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang hebat
pada otot dan tulang, mual kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh
atau berpusat pada supraorbital dan otot perut apabila ditekan. Otot disekitar mata juga terasa
pegal. Pada saat suhu tubuh turun ke normal, ruam berkurang dan cepat menghilang, bekas-
bekasnya terasa gatal. Pada sebagian suhu dapat ditemukan kurva suhu yang bifasik.

Berikut merupakan derajat keparahan DBD disertai gejala klinisnya:

Tabel 1: Derajat keparahan DBD disertai gejala klinisnya

Derajat Keparahan Gejala Klinis


DBD

I Panas badan selama 2-7 hari, gejala umum yang tidak khas

II Gejala seperti derajat I, disertai pendarahan spontan pada kulit


seperti ptekiae, ekimosis, epitaksis, hematemesis, melena,
pendarahan gusi dan sebagainya.

III Kegagalan sirkulasi darah, denyut nadi teraba lemah dan cepat
(>120 kali per menit), tekanan nadi (<20mmHg)

IV Syok berat, denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur,
denyut jantung (>140 kali per menit), ujung jari kaki dan tangan
terasa dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru.

11
CARA PENULARAN

Terdapat tiga faktor tramsmisi virus yaitu vektor, penjamu dan lingkungan. Vektor terbagi
kepada pengembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor dan transportasi
vektor. Penjamu pula terbagi kepada mobilitas paparan terhadap nyamuk, usia, jenis kelamin
dan terdapatnya penderita dalam lingkungan. Akhir sekali, lingkungan terbagi kepada curah
hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

PATOFISIOLOGI

Nyamuk betina yang mengisap darah manusia yang mempunyai virus dengue akan
turut mengambil virus tersebut. Virus tersebut akan memperbanyak diri dalam tubuh nyamuk
dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh, termasuk ke kelenjar liurnya, apabila nyamuk ini
menggigit orang sehat, virus tersebut akan ditularkan. Air liurnya dikeluarkan bersama-sama
dengan gigitan tersebut bagi memastikan darah tidak membeku. Pada DBD tidak terjadi
siklus perubahan hidup namun hanya terjadi multiplikasi virus DBD dalam tubuh nyamuk.4

Pada DBD dan juga pada sindrom syok dengue, mekanisme imunopatologis
mempunyai peran yang penting. Terdapat empat respons imun yang diketahui berperan
dalam patogenesis DBD yaitu respons humoral, limfosit T, monosit dan makrofag, dan
aktivasi komplemen oleh kompleks imun. Respon humoral adalah netralisasi virus oleh
antibodi, sitolisis oleh komplemen dan sitotoksisitas oleh antibodi. Hipotesis antibody
dependent enhancement (ADE) menyatakan bahwa antibodi terhadap virus dengue berperan
pada mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Limfosit T pula berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper akan menghasilkan
interferon gamma, IL-2, dan limfokin (oleh TH1), serta IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10 (oleh
TH2). Monosit dan makrofag pula akan memfagositosis virus dengan bantuan oponisasi
antibodi, namun ini akan meningkatkan replikasi virus. Aktivasi komplemen pula
menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Ada hipotesis yang mengatakan DBD terjadi karena secondary heterologous


infection. Apabila seseorang itu terinfeksi kali kedua oleh serotipe virus dengue yang
berbeda, terjadi reaksi amnestik antibodi yang menyebabkan konsentrasi kompleks imun
yang tinggi.

Infeksi oleh virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis


kompleks virus-antibodi non-netralisasi. Ini menyebabkan virus bereplikasi dalam makrofag,

12
menyebabkan makrofag terinfeksi oleh virus. Hal ini akan mengaktifkan T-helper dan T-
sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan inteferon gamma. Inteferon gamma akan
mengaktivasi monosit. Hasilnya, berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF
(platelet activating factor), IL-6, dan histamin akan disekresikan. Mediator inflamasi ini akan
mengakibatkan kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a yang terjadi akibat aktivasi
oleh kompleks virus-antibody juga mengakibatkan kebocoran plasma.

PENATALAKSANAAN

Prinsip utama dalam terapi dengue adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume
cairan adalah tindakan yang paling penting bagi mengelakkan dehidrasi dan kemokonsentrasi
secara bermakna. Suatu protokol telah disusun pada pasien pasien dewasa berdasarkan tiga
kriteria; penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasinya, praktis dalam pelaksanaannya, dan mempertimbangkan cost-effectiveness.
Protokol ini terbagi dalam lima katekori.

Protokol 1 adalah penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok.


Seseorang yang tersangka DBD akan dilakukan pemeriksaan haemoglobin, hematokrit, dan
trombosit. Pasien dengan Hb, Ht dan trombosit normal atau lebih dari 100,000/ul akan
berobat jalan di poliklinik dan dilakukan pemeriksaan setiap 24 jam. Apabila Hb atau Ht
normal atau meningkat, dan trombosit turun dibawah 100,000/ul, pasien dianjurkan untuk
dirawat.6

Protokol 2 adalah dimana pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang
rawat. Pasien tanpa pendarahan atau syok diberi infus cairan kristalod dengan rumus:

1500+[20x(Berat Badan dalam kg-20)]

Bila kadar Hb dan Ht meningkat kurang dari 20%, dilaksanakan protokol ini, dan dilakukan
pemantauan setiap 12 jam. Namun bila Hb dan Ht meningkat melebihi 20%, dilaksanakan
protokol 3.

Protokol 3 adalah penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht lebih dari 20%.


Keadaan ini menandakan pasien dalam defisit cairan sebanyak 5%. Pasien diberikan infus
cairan kristaloid sebanyak 6-7ml/kgBB/jam. Setelah tiga hingga empat jam, dilakukan
pemantauan. Bila terjadi perbaikan seperti penurunan hematokrit, denyut nadi mulai normal,
tekanan darah stabil dan produksi urin meningkat, infus diturunkan menjadi 5ml/kgBB/jam.

13
Sekiranya tidak berlaku pembaikan, infus ditingkatkan menjadi 10ml/kgBB/jam. Selepas dua
jam, dilakukan lagi pemantauan. Sekiranya ada pembaikan, infus diturunkan lagi kepada
3ml/kgBB/jam sekiranya tadi adalah 5ml/kgBB/jam, atau kepada 5ml/kgBB/jam sekiranya
tadi adalah 10ml/kgBB/jam. Infus boleh diberhentikan setelah 24-48 jam sekiranya keadaan
terus membaik. Namun, sekiranya tiada pembaikan, infus ditingkatkan menjadi
15ml/kgBB/jam, dan sekiranya ada tanda-tanda syok, ditangani dengan protokol 5.

Protokol 4 adalah penatalaksanaan pendarahan spontan pada DBD dewasa.


Pendarahan spontan dan masif bisa terjadi dengan cara terlihat seperti epitaksis atau
tersembunyi sebanyak 4-5ml/kgBB/jam. Jumlah dan kecepatan pemberian cairan adalah
sama seperti keadaan tanpa syok, dan pemeriksaan kadar Hb, Ht dan trombosit sebaiknya
diulang setiap 4-6 jam. Pemberian heparin dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda
koagulasi intravaskular diseminata. Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi, dan
transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan pendarahan spon tan masif
dengan trombosit kurang dari 100,000/ul dengan atau tanpa koagulasi intravaskular
diseminata.

Protokol 5 adalah tatalaksana SSD pada dewasa. Pasien harus segera diberikan cairan
kristalod dan oksigen sebanyak 2-4 l/menit. Dilakukan juga pemeriksaan darah perifer
lengkap, kadar elektrolit, ureum serta kreatinin. Pada awalnya, diberikan kristaloid sebanyak
10-20ml/kgBB dan dievaluasi selama 15-30 menit. Apabila syok diatasi, pemberian cairan
adalah sesuai dengan protokol 3. Syok dikatakan diatasi apabila akral teraba hangat,
frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup kuat, dan tekanan
sistolik darah melebihi 100mmHg. Cairan infus mestilah diberhentikan apabila tidak
diperlukan lagi bagi mengelakkan masalah edema dan kegagalan jantung.

Sekiranya syok belum teratasi, cairan kristalod dapat ditingkatkan menjadi 20-30
ml/kgBB, dan dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila tetap belum teratasi, perhatikan nilai
hematokrit. Sekiranya ada peningkatan, berarti pembesaran plasma masih berlangsung dan
cairan koloid diberikan. Namun bila kadar hematokrit menurun, berarti ada pendarahan
dalaman, dan pasien harus diberikan transfusi darah segar 10ml/kgBB dan diulangi sesuai
kebutuhan.

Pemberian cairan koloid adalah dengan cara tetesan cepat sebanyak 10-20ml/kgBB
dan dievaluasi selama 10-30 menit. Bila masih belum teratasi, dilakukan pemasangan kateter
vena sentral bagi mengetahui kecukupan cairan. Pemberian cairan koloid maksimal adalah

14
30ml/kgBB, dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila tetap juga belum
diatasi, dilakukan koreksi terhadap elektrolit, hipoglikemia, anemia dan infeksi sekunder.
Obat vasopressor juga boleh diberikan bila tekanan vena sentral sudah sesuai dengan target,
tetapi syok masih belum diatasi.

Pengawasan dini harus dilakukan karena syok ulang boleh berlaku dalam tempoh 48
jam. Tanda-tanda vital, jumlah diuresis, kadar Hb, Ht dan trombosit dipantau.6,7,8

KOMPLIKASI

Tanda-tanda gangguan pada fungsi otak seperti kejang dan koma jarang dijumpai
pada kasus DBD. Namun hal ini boleh terjadi sebagai komplikasi kepada kasus SSD yang
cukup lama dan disertai dengan pendarahan pada berbagai organ termasuk otak.8 Intoksikasi
air yang diakibatkan oleh penggunaan larutan hipotonik yang tidak tepat untuk terapi DBD
juga merupakan komplikasi yang boleh mengakibatkan gangguan fungsi otak. Boleh terjadi
juga manifestasi sistem saraf pusat yang tidak normal, misalnya kejang, spastisitas dan
perubahan kesadaran. Koagulasi intravaskular diseminata berat boleh menyebabakan
pendarahan atau oklusi fokal lalu mengakibatkan kelainan pada fungsi otak atau ensefalopati.
Bisa terjadi gagal ginjal akut dan juga gagal hati. Komplikasi lain dari DBD adalah infeksi
ganda dari penyakit endemik lain seperti leptospirosis dan hepatitis B virus.

PREVENTIF

Sehingga hari ini, masih belum ada vaksin untuk membasmi virus dengue, jadi
haruslah diambil langkah pencegahan DBD. Pencegahan boleh dilakukan dengan cara
pembanterasan nyamuk vektor DBD itu sendiri.

Nyamuk dewasa dibanteras dengan cara pengasapan (fogging). Fogging


menggunakan insektisida organofosfat seperti malation, dan fenitrotion. Fogging juga boleh
dilakukan dengan insektisida piretroid sintetik, misalnya lamda sihalotroin dan permetrin.
Karbamat juga boleh digunakan sebagai insektisida untuk tujuan fogging. Namun,
pembanterasan nyamuk dewasa hanya akan membawa kesan sementara karena nyamuk yang
baru akan lahir dari larva setelah beberapa hari. Maka, dilakukan juga pembanterasan larva.

Pembanterasan jentik dikenal sebagai pembanterasan sarang nyamuk (PSN). PSN


dilakukan dengan tiga cara, yaitu kimia, biologi dan fisik. Melalui cara kimia, dilakukan
abasitasi, yaitu pembanteran larva. Ini memerlukan larvasida, dan larvasida yang biasanya

15
digunakan adalah temefos. Kandungan temefos adalah sandgranules dengan dosis 10 gram
bagi tiap 100l air. Secara biologi, ikan pemakan jentik seperti ikan timah dipelihara.
Manakala secara fisik, dilakukan kegiatan 3M yaitu menguras, menutup dan mengubur.
Melalui kaidah ini, tempat penyimpanan air seperti bak mandi, tempayan dan sebagainya
dikuras dan ditutup. Barang bekas pula seperti ban dan kaleng ditanam bagi mengelakkan
pembiakan nyamuk.

Pengendalian nyamuk itu sendiri dilakukan dengan bermacam kaidah. Antaranya


adalah dengan mengelakkan gigitan, seperti memasang kawat kasa di lubang angin di atas
pintu, penggunaan kelambu, insektisida dan repellent. Aktivitas 3M juga harus dilakukan
secara teratur bagi memastikan keberkesanannya. Fogging juga harus dilakukan setidaknya
dua kali dengan jarak waktu 10 hari di aderah yang terkena wabah DBD. Masyarakat juga
harus dididik agar menjaga kebersihan lingkungan bagi memusnahkan tempat pembiakan.7,8

PROGNOSIS

Kebanyakan kasus ringan DBD boleh sembuh sendiri atau dengan perawatan. Namun
pada kasus yang lebih berat seperti SSD, kebanyakannya mengakibatkan kematian apabila
tidak ditangani dengan baik. Namun, dengan terapi suportif yang adekuat, kematian boleh
diturunkan sehingga kurang dari 1%.

KESIMPULAN

Pasien tidak sadarkan diri, demam 5 hari, mual, mimisan, pegal-pegal, serta
penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hematokrit merupakan tanda-tanda DBD
peringkat 4 iaitu Dengue Shock Syndrome(DSS).

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Schimdt AC. Response to dengue fever-the good,the bad,and the ugly?. N Engl J Med. Jul
29 2010;363(5):484-7.

2. Satari H. I., Meiliasari M., Demam berdarah, Jakarta; Puspa Swara, 2008.6-20.

3. Sudoyo A. W., Setiyohadi B., Alwi I., Marcellus S. K., Setiati S., Buku ajar ilmu penyakit
dalam, Jakarta; Interna Publishing, 2009;1301-41.

4. Sutanto I., Ismid I.S., Sjarifuddin P.K, Saleha S., Buku ajar parasitologi kedokteran,
Jakarta;Balai Penerbit FKUI, 2008;82-7.

5. Dejnirattisai W, Jumnainsong A, Onsirisakul N, et al. Cross-reacting antibodies enhance


dengue virus infection in humans.Science.May 7 2010; 328(5979):745-8.

6. Centre for Disease Control and Prevention (CDC). Locally acquired Dengue-
KeyWest,Florida,2009-2010.MMWR Morb Mortal Wkly Rep.May 21 2010;59(19):577-
81.

7. Halstead S., Heinz F., Barrett A., Roehrig J. Dengue virus : molecular basis of cell entry
and pathogenesis, Conference report 25-27 Juni 2004, Vienna, Austria.Vaccine.
2005;23:849-56.

8. Suhendro, Leonard N., Khie C., Herdiman TP. Demam Berdarah Dengue. Di dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Jakarta: PDSPDI, 2007;1709-13.

17

Anda mungkin juga menyukai