Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN MOTIVASI KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN PASIEN DALAM PEMENUHAN

KEBUTUHAN PERSONAL HYGIENE BERPAKAIAN PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DI


POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWASAMBANG LIHUM
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

MANUSKRIP

Oleh:
ERLIANA EKA SAFHITRI
NPM. 1614201120390

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN 2017
Hubungan Motivasi Keluarga Dengan Kemampuan Pasien dalam Pemenuhan Kebutuhan Personal
Hygiene Berpakaian Pada Pasien Gangguan Jiwa di PoliKlinik Rumah Sakit
Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan.

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan


Pada Program Studi S.1 Keperawatan

Oleh :
ERLIANA EKA SAFHITRI
NPM.1614201120390

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2017

i
HUBUNGAN MOTIVASI KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN PASIEN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN PERSONAL HYGIENE BERPAKAIAN PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DI
POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Erliana Eka Safhitri*, M.Syafwani**, H. Abu Hanafie***

Universitas Muhammadiyah Banjarmasin


Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan
Program Studi S.1 Keperawatan

Email: Erlianaekasafhitri17@gmail.com

Abstract

Motivation is the desire that is in the individual who stimulates it to take action. With the motivation of the
family can make the individual obedient and capable, this ability can be seen from the patient is able to
fulfill the needs of personal hygiene dress. Knowing the relationship of family motivation with the ability of
patients in fulfilling the needs of personal hygiene dressing in patients with mental disorders in polyclinic
mental hospital sambang lihum south kalimantan. This research use korelational method with cross
sectional approach. The population of this study is the family of mental patients. The population of this study
is the family of mental patients. The sample size is 30 people, the sampling technique is accidental sampling.
Data collection using questionnaires. Data analysis used frequency distribution and Spearman Rank test.

There is relationship of family motivation with ability of patient in fulfilling requirement of personal hygiene
dressed soul patient at Poliklinik Mine Lihum Hospital of South Kalimantan Province with p value 0.000 <
(0,05) strength of relationship between two strong variable.

Keywords: Family Motivation, Patient Ability, Personal Hygiene (Dressing), Mental Disorders

Abstrak

Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan.
Dengan adanya motivasi keluarga dapat menjadikan individu taat dan mampu, kemampuan ini dapat dilihat
dari pasien mampu melakukan pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian. Mengetahui hubungan
motivasi keluarga dengan kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian
pada pasien gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan selatan.
Penelitian ini menggunakan metode korelational dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini
adalah keluarga pasien gangguan jiwa. Jumlah sampel 30 orang, teknik pengambilan sampel yaitu accidental
sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan distribusi frekuensi dan
uji Spearman Rank.

Terdapat hubungan motivasi keluarga dengan kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal
hygiene berpakaian pasien gangguan jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Provinsi
Kalimantan Selatan dengan nilai p value 0,000 < (0,05) kekuatan hubungan antara kedua variabel kuat.

Kata Kunci: Motivasi Keluarga, Kemampuan Pasien, Personal Hygien (Berpakaian), Gangguan Jiwa

1. Pendahuluan
Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2014 pasal 1 ayat 1 tentang kesehatan jiwa,
menyatakan bahwa: Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara

1
fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, mampu
mengatasi tekanan dan bekerja secara produktif, serta senantiasa memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.

Gangguan jiwa merupakan bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga
ditemukan ketidak-wajaran dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi
kejiwaan (Nasir dan Muhith, 2011). (PPDGJ-III) mengatakan adanya kelompok atau gejala perilaku
yang ditemukan secara klinis yang disertai adanya penderitaan distres pada kebanyakan kasus dan
berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang.

Pada pasien gangguan jiwa sering terjadi defisit perawatan diri akibat adanya perubahan proses pikir
sehingga untuk melakukan aktivitas personal hygiene menurun. Defisit personal hygiene pada pasien
gangguan jiwa tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri seperti mandi, berpakaian, berhias
diri, makan, dan eliminasi secara mandiri (Keliat, 2011). Fokus utama dalam personal hygiene selain
mandi yaitu mampu berpakaian dengan baik, rapi dan bersih. Jika seseorang mengalami perubahan
proses pikir maka akan mengalami gangguan untuk melakukan aktivitas perawatan diri khususnya dalam
hal berpakaian lengkap, mengenakan pakaian, mengambil atau menggantikan pakaian, mengenakan dan
melepaskan bagian-bagian pakaian yang penting, memilih pakaian, mempertahankan penampilan pada
tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, mengenakan pakaian pada tubuh bagian bawah,
mengenakan pakaian pada tubuh bagian atas, mengenakan sepatu, mengenakan kaos kaki, melepaskan
pakaian, menggunakan alat bantu dan menggunakan restleting (Wilkinson; NANDA: 2009)

Nasir dan Muhith (2011) dalam buku Dasar-dasar Keperawatan Jiwa mengemukakan bahwa pelayanan
keperawatan jiwa adalah menerapkan perilaku dengan penggunaan diri secara total dalam membantu
proses penyembuhan. Jadi fokus perhatian dalam memberikan pelayanan keperawatan jiwa adalah
bagaimana meningkatkan motivasi keluarga dalam menghadapi seseorang yang menderita gangguan jiwa
dalam rangka meningkatkan serta mempertahankan perilaku yang konstruktif, sehingga dapat berfungsi
sebagai manusia yang utuh melalui serangkaian kegiatan. Sasaran yang hendak dicapai dalam
meningkatkan kemampuan pasien untuk mengubah perilakunya menjadi adaptif dan memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri tanpa tergantung dengan orang lain.

Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan
situasi tertentu yang dihadapinya. Di dalam diri seseorang terdapat kebutuhan atau keinginan
(wants) terhadap objek diluar seseorang tersebut menghubungkan antara kebutuhan dengan situasi
diluar objek tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh sebab itu, motivasi
adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Yosep (2007) menjelaskan peran serta keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa sangat penting
dikarenakan keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan pasien dan merupakan perawat utama
bagi pasien. Keliat (2011) juga mengemukakan pentingnya peran serta keluarga dalam perawatan jiwa
yang dapat dipandang dari berbagai segi (1) Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai
hubungan interpersonal dengan lingkungannya, (2) Keluarga merupakan suatu sitem yang saling
bergantung dengan anggota keluarga yang lain, (3) Pelayanan kesehatan jiwa bukan tempat pasien
seumur hidup tetapi fasilitas yang hanya membantu pasien dan keluarga sementara. Ada tiga hal penting
dalam pengertian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan muncul
karena adanya sesuatu yang kurang dirasakan oleh seseorang, baik psikologis maupun fisiologis. Untuk
pencapaian kemampuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa
diperlukan motivasi yang kuat dari keluarga, karena dinamika keluarga memegang peran penting dalam
menimbulkan ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan sikaf yang kontruktif (Tomb, 2010).

Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun
diberbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah berdasarkan data World Health
Organisasi (WHO) memperkirakan ada sekitar 478,5 juta jiwa orang di dunia yang mengalami gangguan
jiwa. Dharmono (2008) mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan WHO berkaitan dengan alasan
pasien yang datang kepusat pelayanan kesehatan dasar diberbagai negara menunjukkan gejala gangguan
2
jiwa atau sebesar 20-30% pasien diseluruh dunia Depertement of Health and Human Service (1999),
memperkirakan 51 juta penduduk amerika didiagnosa mengalami disabilitas akibat gangguan jiwa yang
berat dan 4 juta diantaranya adalah anak-anak dan remaja (Videbeck, 2008) Dalam Susanti (2014).

Di Indonesia jumlah prevalensi gangguan jiwa sebesar 1,7 per mil dengan jumlah seluruh responden
sebanyak 1.728 orang (Rikesdas, 2013). Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi
gangguan jiwa terbanyak yaitu 2,7 per mil adalah di Yogyakarta dan Aceh. Sedangkan provinsi Riau
berada pada urutan ke empat yaitu 0,9 per mil mengalami gangguan jiwa berat.

Penelitian Mubarta, AF dkk (2011) menunjukkan distribusi penderita gangguan jiwa di wilayah
Banjarmasin menurut jenis gangguannya adalah gangguan jiwa psikosis 33% dan gangguan jiwa non
psikosis 67%.
Sedangkan Prevalensi Gangguan Jiwa di Provinsi Kalimantan Selatan (rentang antara 0,7-5,1 per seribu
penduduk). Khusus Kabupaten Banjar dan Hulu Sungai Utara merupakan kabupaten dengan beberapa
jenis penyakit keturunan yang paling tinggi. Salah satunya di kabupaten Banjar paling tinggi untuk
penyakit gangguan jiwa berat. (Dinkes Prov.Kalsel, 2012)

Dari catatan medik di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum angka kejadian gangguan jiwa secara
keseluruhan yaitu 14.001 orang setiap tahunnya dapat diperkirakan angka kejadian per 3 tahun adalah
sekitar 42.003 orang. Sedangkan jumlah pasien gangguan jiwa di Instalasi rawat jalan RSJD Sambang
Lihum Banjarmasin sekitar 9.866 orang/tahun. Berdasarkan laporan kinerja Rumah Sakit Sambang
Lihum Banjarmasin tahun 2015 Jumlah kunjungan di Instalasi rawat jalan pada tahun 2013 sebanyak
12.673 kali (347,21%), tahun 2014 sebanyak 13.559 kali (371,48%) dan pada tahun 2015 sebanyak
16.642 kali (455,95%) dapat disimpulkan bahwa jumlah kunjungan di Instalasi rawat jalan meningkat
setiap tahunnya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PoliKlinik RSUD Dr. Moch. Ansari Saleh pada
tanggal 29-30 Maret 2017 dengan metode wawancara kepada 10 anggota keluarga, didapatkan data
bahwa sebagian besar yang mengalami masalah dalam hal berpakaian adalah 6 orang. 4 dari 6 orang
tersebut sama sekali tidak mampu menjaga kebersihan dirinya, sedangkan 4 orang lainnya mampu
menjaga kebersihan dirinya namun tidak teratur. Dari wawancara ini juga didapatkan sebanyak 4
anggota keluarga yang mengatakan memberikan motivasi yang baik kepada pasien. 2 dari 4 orang dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri tanpa harus dibantu keluarga untuk menjaga kebersihan
dirinya, sedangkan 1 orang lainnya masih membutuhkan bantuan dari keluarga. Dapat disimpulkan dari
wawancara studi pendahuluan tersebut bahwa motivasi keluarga sangat diperlukan bagi pasien gangguan
jiwa terutama dalam memenuhi kebutuhan personal hygienenya.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode korelational dengan pendekatan cross sectional (hubungan
dan asosiasi) adalah jenis penelitian yang menekankan pada pegukuran/observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali pada suatu saat. Pada jenis ini Motivasi Keluarga dan
Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene Berpakaian dinilai secara stimulun pada
suatu saat (Nursalam, 2014).

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal
26 April sampai 12 Mei 2017. Populasi pada penelitian ini adalah anggota keluarga pasien gangguan
jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan. Pada bulan
Desember 2016 berjumlah 50 orang. Sampel penelitian adalah anggota keluarga pasien gangguan jiwa di
Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan. Jumlah sampel pada
penelitian ini adalah 30 orang. Teknik sampling dari penelitian ini adalah Accidental Sampling.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada masing-masing responden yaitu
anggota keluarga pasien gangguan jiwa yang berkunjung ke Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Sambang
Lihum Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2017.
3
3. Hasil Penelitian
a. Analisa Univariat
Tabel 1 Distribusi frekuensi motivasi keluarga pada pasien gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit
jiwa sambang lihum provinsi kalimantan selatan.
No Motivasi Keluarga Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Tinggi 1 3.3
2 Sedang 23 76.7
3 Rendah 6 20
Jumlah 30 100
Tabel 1 Menunjukkan bahwa keluarga pasien gangguan jiwa sebagian besar motivasi sedang yaitu
dengan jumlah 23 orang (76,7%).

Tabel 2 Distribusi frekuensi Kemampuan Pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene
berpakaian pada pasien gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi
Kalimantan selatan.
No Kemampuan Pasien Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Mandiri 1 3.3
2 Ketergantungan ringan 19 63.4
3 Ketergantungan Sedang 4 13.3
4 Ketergantungan berat 3 10
5 Ketergantungan total 3 10
Jumlah 30 100
Tabel 2 Menunjukkan pasien gangguan jiwa sebagian besar memiliki kemampuan ketergantungan
ringan yaitu berjumlah 19 orang (63.4%).

b. Analisa Bivariat
Tabel 3 Tabulasi Silang Hubungan motivasi keluarga dengan kemampuan pasien dalam pemenuhan
kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa
sambang lihum provinsi kalimantan selatan tahun 2017.
Kemampuan Pasien

N Motivasi Ketergantungan Ketergantungan Ketergantungan Ketergantungan TOTAL


Mandiri
O Keluarga Ringan Sedang Berat Total

F % F % f % f % f % f %
1 Tinggi 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 1 100
2 Sedang 0 0 19 83 2 9 1 4 1 4 23 100
3 Rendah 0 0 0 0 2 34 2 33 2 33 6 100

Uji Spermans rho ) = 0,000 < = 0,05 dengan nilai R (correlation coefision) = 0,753

4. Pembahasan
a. Motivasi Keluarga Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum
Provinsi Kalimantan Selatan
Keluarga yang memberikan motivasi tinggi yang mempunyai kemampuan mandiri ada 1 orang
(100%), keluarga yang memberikan motivasi sedang yang mempunyai ketergantungan ringan ada 19
orang (83%), ketergantungan sedang ada 2 orang (9%), ketergantungan berat ada 1 orang (4%), dan
ketergantungan total ada 1 orang (4%). Keluarga yang memberikan motivasi rendah yang
mempunyai ketergantungan sedang ada 2 orang (34%), ketergantungan berat ada 2 orang (33%), dan
ketergantungan total ada 2 orang (33%). Motivasi sebagai dorongan pada pasien gangguan jiwa
4
untuk bertindak guna mencapai suatu tujuan tertentu, hasil dari motivasi akan diwujudkan dalam
bentuk perilakunya.

Pada karakteristik umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi keluarga
pada pasien gangguan jiwa, karena motivasi keluarga tinggi dapat mengurangi penderita gangguan
jiwa. Berdasarkan hasil penelitian mengenai karakteristik umur responden diketahui lebih banyak
pada kategori umur (36-45) tahun berjumlah (11) responden (36.7%). Pada fase dewasa akhir tugas
perkembangan adalah untuk saling ketergantungan dan bertanggung jawab terhadap orang lain serta
memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik. Umur merupakan salah satu faktor seseorang
melakukan atau menentukan suatu hal, sikap dan kematangan secara fisik, psikis maupun sosial.
Umur akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan tindakan, karena dengan bertambahnya umur
orang akan menjadi lebih dewasa dalam memberikan tanggapan suatu hal. Dengan bertambahnya
umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologi. Analisa ini sejalan dengan
teori Notoatmodjo (2008) tarap berpikir seseorang akan lebih matang sejalan dengan bertambahnya
umur.

Pada karakteristik jenis kelamin diketahui sebagian besar adalah laki laki berjumlah (19) orang
(63.3%) menjawab mendapatkan motivasi keluarga yang kurang hal ini sesuai dengan teori
Notoatmodjo (2007: 219) motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi
tertentu yang dihadapinya. Di dalam diri seseorang terdapat kebutuhan atau keinginan (want) di
luar objek seseorang tersebut menghubungkan antara kebutuhan dengan situasi di luar objek
tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh sebab itu motivasi adalah suatu
alasan (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.

Karakteristik responden berdasarkan hubungan keluarga pasien sebagian besar responden adalah
orang tua dengan jumlah (16) orang (53.3%). Oleh karena itu kebanyakan penderita gangguan jiwa
terjadi pada anak, sehingga peran keluarga sangat diperlukan untuk memberikan motivasi serta
memberikan pengetahuan tentang penyakit dan memberikan perhatian. Semakin meningkatnya
motivasi keluarga terhadap pasien gangguan jiwa akan mengurangi penderita gangguan jiwa pada
anggota keluarganya.

Sehingga peran serta keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa sangat penting dikarenakan
keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan pasien dan merupakan perawat utama bagi
pasien. Motivasi keluarga akan menjadi lebih baik karena keluarga memberikan perhatian dan kasih
sayang terhadap pasien gangguan jiwa. Keluarga harus mengetahui tentang penyakit dan jangan
meanggap penderita gangguan jiwa sebagai beban dalam keluarga.

Menurut Sujak (2010) ada tiga faktor yang mempengaruhi motivasi pada pasien gangguan jiwa,
yang pertama minat adalah kecenderungan untuk maju dan berkembang, kedua sikap adalah suatu
sindroma dalam merespon simulasi atau objek dan ketiga adalah kebutuhan. Sehingga minat, sikap,
serta kebutuhan merupakan salah satu cara merubah bentuk perilaku pada pasien gangguan jiwa.

Menurut peneliti informasi merupakan sumber pengetahuan, pengetahuan seseorang akan bertambah
jika banyak menerima informasi. Informasi sangatlah penting, karena dengan adanya informasi maka
motivasi keluarga yang kurang perlahan akan membaik. Bahkan keluarga menjadi tahu tentang
perkembangan masalah kesehatan keluarganya terutama yang mengalami gangguan jiwa dan
menambah pengetahuan keluarga bagaimana cara mengatasi dan merawat penderita gangguan jiwa,
semakin banyak informasi yang keluarga peroleh semakin baik keluarga merawat pasien gangguan
jiwa terutama dalam hal kemampuan berpakaian.

5
Sehingga menurut peneliti untuk anggota keluarga pada pasien gangguan jiwa diperlukan tugas
khusus keluarga untuk bekerja sama dengan tim kesehatan yaitu untuk lebih mengenal masalah
kesehatan setiap anggota keluarga, bisa mengambil keputusan untuk melakuakan tindakan yang
tepat, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan suasana rumah yang
sehat, menggunakan fasilitas kesehatan masyarakat.

Hal yang mampu dilakukan oleh peneliti saat penelitian adalah dengan metode meningkatkan
motivasi pada anggota keluarga yaitu metode langsung dengan cara memberikan penjelasan secara
langsung kepada anggota keluarga bagaimana cara memenuhi kebutuhan atau keinginan keluarga
untuk mampu memenuhi kebutuhan pasien gangguan jiwa terutama dalam hal berpakaian.

Berdasarkan penjelasan tersebut menurut sujak (1990 dalam Ratiani, 2011) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya motivasi keluarga pada pasien gangguan jiwa yaitu dari segi minat, sikap
dan kebutuhan seseorang.

b. Kemampuan Pasien Dalam Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene Berpakaian


Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 30 orang anggota keluarga pasien dengan gangguan jiwa
di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan menunjukan bahwa 1
orang (100%), keluarga yang memberikan motivasi sedang yang mempunyai ketergantungan ringan
ada 19 orang (83%), ketergantungan sedang ada 2 orang (9%), ketergantungan berat ada 1 orang
(4%), dan ketergantungan total ada 1 orang (4%). Keluarga yang memberikan motivasi rendah yang
mempunyai ketergantungan sedang ada 2 orang (34%), ketergantungan berat ada 2 orang (33%), dan
ketergantungan total ada 2 orang (33%).

Berdasarkan hasil penelitian di atas pasien gangguan jiwa sebagian besar masuk kedalam kategori
ketergantungan ringan yaitu sebanyak 19 orang (63,4%). Kurangnya perawatan diri pada pasien
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri diantaranya mandi,makan, dan minum secara mandiri, berhias/berpakaian secara
mandiri dan buang air besar/buang air kecil secara mandiri (marselina dan Nur Khomsiyah, 2016).

Hasil tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian Stianto (2014) menunjukkan bahwa perilaku
personal hygiene pada pasien gangguan jiwa di RSKJ H. Mustajab Bungkanel Purbalingga pada
tahun 2014 seluruhnya di kategorikan tidak baik (100%).

Status personal hygiene kurang baik pada pasien gangguan jiwa dalam penelitian ini juga dapat
disebabkan karena kurangnya motivasi yang diberikan keluarga yang berupa motivasi hasrat dan
minat, harapan, serta dorongan dan kebutuhan. Hal ini dapat dilihat dari analisa univariat motivasi
keluarga yang menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit
Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan masuk kedalam kategori motivasi sedang.

Kebersihan diri diperlukan untuk kenyamanan, keamanan dan kesehatan seseorang. Personal
hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang penyakit seperti penyakit kulit,
penyakit infeksi, penyakit mulut, dan penyakit saluran cerna (Saryono & Widianti 2010 : hal 2).

Sehingga keluarga perlu memberikan pengertian sebaik-baiknya agar pasien merasa dicintai dan
disayangi oleh keluarga sehingga pasien mampu untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene
terutama dalam hal berpakaian/berdandan. Karena keluarga merupakan unit terpenting dan utama
dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa. Dalam pemberian asuhan keperawatan, keluarga
sangat penting untuk ikut berperan dalam penyembuhan klien gangguan jiwa.

c. Hubungan Motivasi Keluarga Dengan Kemampuan Pasien dalam Pemenuhan Kebutuhan


Personal Hygiene Berpakaian Pada Pasien Gangguan Jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan.

6
Hasil analisa Spearmans rho berdasarkan tabel 3 1 orang (100%), keluarga yang memberikan
motivasi sedang yang mempunyai ketergantungan ringan ada 19 orang (83%), ketergantungan
sedang ada 2 orang (9%), ketergantungan berat ada 1 orang (4%), dan ketergantungan total ada 1
orang (4%). Keluarga yang memberikan motivasi rendah yang mempunyai ketergantungan sedang
ada 2 orang (34%), ketergantungan berat ada 2 orang (33%), dan ketergantungan total ada 2 orang
(33%).

Hasil uji korelasi Spearman Rank menunjukkan bahwa korelasi = 0,000 < = 0,05 dengan nilai R
(correlation coefision) = 0,753 sehingga diinterpretasikan ada hubungan motivasi keluarga dengan
kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan
jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan selatan.

Nilai korelasi spearman rank sebesar 0.753 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan
kekuatan korelasi kuat, dapat disimpulkan bahwa pasien gangguan jiwa yang mendapat motivasi
keluarga yang baik cenderung memiliki status personal hygiene berpakaian yang baik lebih besar
dibandingkan dengan pasien gangguan jiwa yang mendapat motivasi keluarga yang kurang baik. Hal
ini dapat dilihat dari tabel silang yang menunjukkan semakin banyak dukungan keluarga kategori
baik maka akan semakin banyak status personal hygiene berpakaian kategori mandiri, begitu juga
sebaliknya semakin sedikit motivasi dari keluarga maka semakin sedikit jumlah status personal
hygiene berpakaian pasien gangguan jiwa dalam kategori mandiri.

Menurut peneliti keluarga merupakan unit yang terpenting dan anggota keluarga sebagai pendidik
juga penasehat terbaik, dari keluarga inilah pendidikan yang diberikan kepada individu dan anggota
keluarga lainnya. Sehingga untuk membangun kebudayaan yang pastinya dimulai dari keluarga.
Pada kondisi seperti inilah dibutuhkan peran serta keluarga dalam memberikan perhatian, kasih
sayang, dukungan dan motivasi pada penderita gangguan jiwa sehingga perawatan pada penderita
gangguan jiwa tidak hanya diperoleh di rumah sakit melainkan perawatan yang diterapkan di tengah-
tengah keluarga dapat optimal. Pengetahuan keluarga dan pengalaman yang cukup dapat membantu
penanganan penderita gangguan jiwa

Hasil penelitian ini mendukung teori yang menyatakan bahwa motivasi keluarga merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi personal hygiene. Motivasi keluarga sangat penting bagi keluarga
sangat penting bagi pasien dengan gangguan jiwa, karena keluargalah yang paling lama berinteraksi
dalam kehidupan sehari-hari Menurut Sujak (1990 dalam Ratiani, 2011).

Motivasi adalah perilaku individu untuk memuaskan kebutuhannya, karena manusia manusia
dasarnya memiliki kebutuhan dan kemauan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
William, dkk (1998 dalam Ariani, 2013) yang menyatakan bahwa motivasi keluarga kurang sebagian
besar kamampuan pasien juga kurang dalam melakukan perawatan diri, hal ini dikarenakan adanya
gangguan fungsi kognitif yang menyebabkan terjadi perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan perawatan diri menurun.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andayani (2014) yang menyatakan
bahwa mayoritas responden berada pada tingkat kemampuan ringan dalam hal
berpakaian/berdandan, ini disebabkan akibat penurunan proses pikir, tidak adanya motivasi dari
orang terdekat (keluarga), kelemahan, dan gangguan kognitif atau persepsi.

Selain itu ada beberapa faktor lain yang bisa mempengaruhi seorang pasien gangguan jiwa
mengalami motivasi baik tapi terganggu pemenuhan personal hygiene dirinya dikarenakan faktor
lingkungan sekitar, yaitu kuatnya pengaruh orang-orang yang ada disekitar pasien, dimana seseorang
yang memiliki motivasi baik belum tentu mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene dengan
baik dan faktor lainnya yaitu individu mudah terpengaruh akibat kondisi yang belum stabil.

Dalam hal ini sangat dibutuhkan pendekatan secara holistik, yaitu manusia harus dipandang sebagai
suatu keseluruhan yang paripurna dan keluarga sebagai faktor lingkungan yang terdekat dengan
7
pasien. Keluarga sangat berperan dalam perawatan dan rehabilitasi anggota keluarga yang menderita
gangguan jiwa (Durand & Barlow, 2007).

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dikatakan bahwa ada hubungan motivasi keluarga dengan
kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan
jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan selatan.

5. Kesimpulan
a. Motivasi keluarga pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2017 sebagian besar kurang yaitu 76,7%.
b. Kemampuan pasien gangguan jiwa dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian di
Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2017 sebagian
besar memiliki kemampuan ketergantungan ringan yaitu 63.4%.
c. Ada Hubungan Motivasi Keluarga dengan Kemampuan Pasien Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Personal Hygiene Berpakaian pada Pasien Gangguan Jiwa Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Sambang
Lihum Provinsi Kalimantan Selatan.

6. Saran
a. Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat melanjutkan penelitian terhadap faktor lain seperti beban
keluarga, faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan pasien dalam pemenuhan
kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa. Peneliti selanjutnya juga dapat
mengembangkan variabel terkait seperti kebutuhan personal hygiene mandi, makan dan toileting
pada pasien gangguan jiwa.

Daftar Rujukan
Damaiyanti, M. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung, Edisi Revisi : PT Refika Aditama.
Depkes. (2010). Penyelenggaraan Pelayanan Keperawatan Keluarga (internet). Available from
<www.bppsdmk.depkes.go.id> (Accesed 15 desember 2016).
Friedman. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.
Hamzah, B. (2009). Teori Motivasi & Pengukurannya analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Keliat, B.A. (2011). Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta : EGC
Mubarta, AF, dkk. 2011. Gambaran Distibusi Penderita Gangguan Jiwa di Wilayah Banjarmasin dan
Banjarbaru. Tesis.
Mubarak, Wahit Iqbal & Nurul Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi
Dalam Praktik. Jakarta. EGC.
Nasir. A., Muhith. (2011). Komunikasi Dalam Keperawatan teroti & aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodeologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis,
dan Instrument Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medica, 2011
Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Nuha Medika.
Pieter. (2010). Konsep Motivasi. Jakarta: Rineka Cipta
Riskesdas., (2013). Laporan Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia. Badan Litbangkes, Kemenkes RI,
Jakarta
Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. (2016). Laporan Akuntabilitas Akhir Tahun (2016). Kalimantan selatan.
Tidak dipublikasi.
Siagian, S. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

8
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung :
Alfabeta.
Sujak. (2010). Teori Motivasi. Jakata.
Videbeck, S. L. (2008). Psychiatric Mental Health Nursing. USA: Lippincott. Wlliam & Wilkins, Inc
Wilkinson, Judith.M, 2009. Nursing Diagnosis handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes. 7th Ed.
Upper Saddle River, New Jersey:Prentice Hall Health.
Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

*
Erliana Eka Safhitri. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
**
M.Syafwani, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa. Dekan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
***
Drs. H. Abu Hanafie, S.KM.,M.Kes. Kabag umum RSGM Gusti Hasan Aman Banjarmasin

Anda mungkin juga menyukai