Disusun oleh:
dr. Denita Biyanda Utami
Dokter Internsip Periode Februari 2017
RS Dr. Suyoto Pusrehab Kemhan
Jakarta Selatan
1. Ilustrasi Kasus
Identitas Pasien
Nama : An. SAN
No. RM : 20 54 02
Usia : 6 tahun
BB /TB : 19 kg/107 cm
Tanggal lahir : 26 Oktober 2010
Alamat : Jl. Mawar 11
Pembayaran : Umum
Pasien datang ke IGD pada tanggal 8 Maret 2017 pukul 12.40 dengan
keluhan bengkak pada kedua mata kurang lebih 2 bulan dan hilang timbul.
Kaki tangan tidak bengkak. Sebelumnya pasien sempat batuk pilek dan
demam. BAB normal, BAK keruh. Pasien lemas dan cenderung tidak aktif.
Pasien sebelumnya dibawa ke RS Syarif Hidayatullah kemudian dirujuk ke
RS. Dr. Suyoto. Sebelumnya, pasien juga pernah berobat ke Puskesmas dan
dikatakan demam biasa.
Sebelumnya 1 tahun yang lalu adik pasien yang berusia 5 tahun didiagnosis
dengan limfadenitis TB dan sudah menjalani pengobatan OAT selama 6
bulan. Saat ini adik pasien dinyatakan sudah sembuh Kedua orang tua tidak
pernah didiagnosis TB paru dan mengkonsumsi OAT. Sebelumnya pasien
tidak pernah dirawat di rumah sakit dan hanya mengkonsumsi obat penurun
demam. Pasien alergi ikan dan kuning telur. Pasien adalah anak pertama dari
dua bersaudara. Pasien tinggal dengan kedua orang tua dan dua orang
adik.yang berusia 5 tahun dan 1 tahun. Ayah pasien adalah karyawan proyek
dan ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Pasien adalah pasien umum,
keluarga pasien memiliki BPJS namun sudah lama tidak membayar iuran.
1
Pemeriksaan Fisik (IGD, 8/3/2017)
KU : Compos mentis, tampak sakit sedang
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 116/62 mmHg
Nadi : 80x/menit
SpO2 : 98%
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36.9o c
Status generalis:
Mata : Edema periorbital dekstra dan sinistra
Tenggorokan : T1/T1, faring tidak hiperemis
Jantung : S1 S2 normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru : Vesikuler +/+, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : membuncit, supel, shifting dullness positif, nyeri tekan tidak
ada, nyeri ketok CVA tidak ada, ballottement negatif
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2 s, edema ekstremitas tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
Hasil lab (7/03/2017)
Hb : 12.8 g/dL
Ht : 36.1%
Leukosit : 13.400 (N: 5.000 -10.000)
Trombosit : 375.000
Kolesterol : 430 (N < 200)
Total Protein : 3.29 (N: 6.2 8.4)
Albumin : 1.5 (M: 3.5 5.2)
Urin Lengkap
Warna : Sedikit Keruh (N: Jernih)
Hemoglobin : +1
2
Protein : +3
3
Follow-up
Alamanda, 10 Maret 2017
S : Pasien batuk pilek, masih bengkak di bagian periorbital, namun sudah
berkurang dibanding sebelumnya. BAK warna sedikit kekuningan, demam
naik turun
O : KU: CM, TSS
N: 123x/menit, S: 35.8o c, P: 18x/menit
Mata : Edema periorbital dekstra dan sinistra
Tenggorokan : T1/T1, faring tidak hiperemis
Jantung : S1 S2 normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru : Vesikuler +/+, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : membuncit, supel, shifting dullness positif, nyeri tekan tidak
ada, nyeri ketok CVA tidak ada, ballottement negatif
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2 s, edema ekstremitas tidak ada
4
Mata : Edema periorbital dekstra dan sinistra negatif
Tenggorokan : T1/T1, faring tidak hiperemis
Jantung : S1 S2 normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru : Vesikuler +/+, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan tidak ada, nyeri ketok CVA
tidak ada, ballottement negatif
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2 s, edema ekstremitas tidak ada
Diagnosis
Sindrom Nefrotik
TB Paru
Rencana tatalaksana
Infus D10% 10 tpm
Rhinofed syrup (Pseudoephedrine15 mg, terfenadine 20 mg) 3 x cth
(dihentikan ketika pilek sudah tidak ada)
Tempra syrup 1 x 1 cth
Cefspan (Cefixime) 2 x 1 (puyer)
5
OAT 1 x 1
Vitamin B6 1x1
Prednisone 2 x 4 mg
Albumin 0.5 g/kgBB/hari
Observasi TTV per 6 jam
Hitung diuresis per 24 jam
Diet tinggi protein rendah garam
Cek urine lengkap rutin
Rangkuman Pembelajaran
Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua mata kurang lebih
sejak 2 bulan SMRS. Keluhan disertai batuk pilek, demam, dan BAK
warna keruh
Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema periorbital dekstra dan sinistra
Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hipoalbuminemia dan
hiperkolestrolemia
Hasil tes Mantoux positif, terdapat riwayat paparan TB pada anggota
keluarga, demam lebih dari dua minggu, batuk lebih dari dua minggu,
gambaran foto toraks infiltrat pada paru kiri bawah, berdasarkan sistem
skoring TB anak, maka pada pasien ini didapatkan skor TB adalah 8
Berdasarkan hal tersebut, dipikirkan diagnosis pasien adalah sindrom
nefrotik dengan TB paru.
6
2. Tinjauan Pustaka
SINDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik adalah sindrom klinis dengan gejala proteinuria masif (> 40
mg/m2/jam), hipoalbuminemia (<2,5 g/dl), edema, dan hiperkolesterolemia yang
dikenal sebagai trias sindrom nefrotik. Angka kejadian bervariasi antara 2-7 per
100.000 anak dan ditemukan 90% pada kasus anak. Penyakit ini merupakan
penyakit ginjal anak yang paling sering ditemui di lingkungan klinis..
Perbandingan kejadian dengan sindrom nefrotik pada laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. Pada sindrom nefrotik terkadang disertai hematuria, hipertensi, dan
penurunan fungsi ginjal. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan bengkak pada
kelopak mata, tungkai, skrotum/labia mayora, dan perut, buang air kecil
berkurang dan dapat disertai BAK kemerahan, dan tekanan darah dapat normal
atau meningkat.1
Pada sindrom nefrotik, terjadi proteinuria yang merupakan kelainan utama pada
sindrom nefrotik. Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler
terhadap protein akibat kelainan atau kebocoran glomerulus. Selain itu
ditemukan juga hipoalbuminemia yang disebabkan oleh hilangnya albumin
melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Hiperlipidemia
disebabkan oleh sintesis yang meningkat atau karena degradasi yang menurun,
atau bahkan keduanya. Pada sindrom nefrotik, gejala klinis yang khas adalah
edema, di mana terjadi penurunan tekanan onkotik intravaskular yang
7
menyebabkan cairan merembes ke ruang intersitsial. Dengan meningkatnya
permeabilitas kapiler glomerulus, albumin akan keluar dan menimbulkan
albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dapat menyebabkan
penurunan pada tekanan onkotik koloid plasma intravaskular yang dapat
menyebabkan peningkatan cairan transudate melewati dinding kapiler dari ruang
intravaskular ke ruang interstisial yang akan mengakibatkan terbentuknya
edema. Pada anak-anak dengan sindrom nefrotik, edema umumnya terlihat pada
kelopak mata dan seringkali hilang timbul sehingga banyak disangka sebagai
alergi.3
Terapi suportif mencakup tatalaksana untuk edema yaitu diet protein normal, diet
rendah garam, dan diuretik. Diuretik yang digunakan adalah furosemide 1-2
mg/kgbb/hari. Pemberian albumin jugadilakukan untuk memarik cairan dari
jaringan intersisial dengan dosis albumin 0.5 g/kgBB/hari untuk kadar albumin
serum 1-2 g/dL atau 1 g/kgBB/hari untuk kadar albumin serum kurang dari 1
g/dL. Tekanan darah harus dipantau secara rutin untuk melihat efek samping
prednisone dan apakah pasien membutuhkan obat anti hipertensi. Selain itu,
penting juga untuk menjelaskan orang tua terkait kondisi anak dan tatalaksana
yang diperlukan. Selain itu, perlu dijelaskan bahwa diperlukan kontrol terkait
pemberian prednisone yang dapat menimbulkan efek samping.1
TUBERKULOSIS PARU
8
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua
organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru sebagai lokasi infeksi primer yang
paling sering ditemui.
Pada anak, gejala TB berbeda dengan dewasa dan seringkali tidak khas. Gejala
TB pada anak antara lain meliputi:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (> 2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas.
Etiologi demam berkepanjangan lain perlu disingkirkan terlebih dahulu,
seperti infeksi saluran kemih, malaria, demam tifoid.
3. Batuk lama > 3 minggu, bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah), dan sebab lain batuk telah
disingkirkan.
4. Napsu makan tidak ada atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to
thrive).
5. Lesu, malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap > 2 minggu yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare, atau terdapat perut membesar karena cairan
atau teraba massa dalam perut.
Selain itu, pada anak, pemeriksaan fisik yang ditemukan juga seringkali tidak
khas, namun gejala spesifik terkait organ dapat ditemui apabila mengenai organ
tertentu seperti TB kelenjar, meningitis TB, spondilitis TB, dan skofuloderma.
Pada anak, pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan adalah dengan cara
Mantoux, yaitu dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD RT 23 2 TU secara
intrakutan di volar lengan bawah dengan arah suntikan memanjang lengan
(longitudinal).. Reaksi diukur 48-72 jam setelah penyuntikan dan indurasi
transversal diukur dan dilaporkan dalam milimeter berapapun ukurannya. Hasil
9
tes positif apabila ditemukan indurasi > 10 dan negatif apabila Indurasi < 5 mm.
Indurasi 5-9 mm meragukan dan perlu diulang dengan jarak waktu minimal 2
minggu. Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan
TB aktif (sakit TB) pada anak. Selain itu foto toraks juga dapat dilakukan dengan
gambaran sugestif meliputi pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal,
konsolidasi segmen/lobus paru, milier, kavitas, efusi pleura, atelektasis, atau
kalsifikasi. Pada anak, pengambilan sampel dahak cukup sulit untuk dilakukan. 1
Diagnosis TB pada anak harus dipikirkan apabila ditemui penurunan berat badan
2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh, demam tanpa
sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu, batuk kronik 3 minggu,
dengan atau tanpa wheeze, dan riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
Untuk memudahkan diagnosis TB pada anak, dibuatlah sistem skoring TB di
Indonesia oleh IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), di mana anak dengan skor
6, dapat didiagnosis dan harus ditatalaksana sebagai pasien TB dengan
mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara
klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik
lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung untuk mendapatkan sputum,
patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan dan lain-lainnya sesuai indikasi. Berikut adalah sistem
skoring TB anak:
10
Tabel 13. Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB anak
PARAMETER 0 1 2 3 SKOR
Kontak dengan pasien TB Tidak jelas Laporan keluarga, kontak dgn Kontak dengan pasien
pasien BTA negatif atau tidak BTA positif
tahu, atau BTA tidak jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif ( 10 mm, atau 5 mm
pada keadaan imunosupresi)
Berat badan/Keadaan gizi Gizi kurang: BB/TB < 90% Gizi buruk: BB/TB <70%
(dengan KMS atau tabel) atau BB/U < 80% atau BB/U < 60%
Demam tanpa sebab jelas 2 minggu
Batuk 3 minggu
Pembesaran kelenjar 1 cm
limfe koli, aksila, inguinal Jumlah 1, Tidak nyeri
Pembengkakan tulang/ Ada pembengkakan
sendi panggul, lutut,
falang
Foto dada Normal/ tidak jelas Sugestif TB
JUMLAH SKOR
Catatan:
o Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter .
o Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
TUBERKULOSIS
o Berat badan dinilai saat pasien datang lihat tabel berat badan pada lampiran 5.
o Demam dan batuk tidak respons terhadap terapi sesuai baku Puskemas.
o Foto dada bukan alat diagnostik utama pada TB anak.
o Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
o Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13).
o Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
115
4. BATUK
11
TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif
maupun tahap lanjutan.
OAT disediakan dalam bentuk paket dengan satu paket dibuat untuk satu pasien
untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif,
yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), sedangkan untuk tahap
lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H). Berikut adalah dosis untuk anak:
Selain itu, tersedia bentuk Kombinasi Dosis Tetap = KDT (Fixed Dose
Combination = FDC) untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum
obat. Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:
Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H
(Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H
(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.
12
TUBERKULOSIS
Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum
diminum.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak
dan
Bilakomposisi
paket KDTdari KDT tersedia,
belum tersebut. Berikut dosis obatpaket
dapat digunakan KDT untuk anak:4
OAT Kombipak Anak.
Dosisnya seperti pada tabel berikut ini.
118
13
DAFTAR PUSTAKA
14