Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Pada masa transisi manusia-manusia pada suatu institusi mengalami
tekanan-tekanan, rasa takut, cemas, dan tidak percaya, yang akhirnya dapat
merenggangkan ikatan suatu institusi. Manusia-manusia organisasi atau para
karyawan justru akan meningkatkan ikatan-ikatan emosional pada
kelompoknya masing-masing. Akibat yang menonjol adalah nilai-nilai
perlawanan dan ikatan yang kuat pada subkultur, bukan pada keseluruhan
institusi. Subkultur tersebut dapat berupa ikatan-ikatan kelompok-kelompok
kerja seperti unit-unit usaha, divisi, proses bisnis, profesi, atau profesional.
Transformasi nilai-nilai dalam suatu institusi tidak bisa langsung
dilakukan melalui kultur organisasi itu sendiri (secara menyeluruh). Memang
benar dalam kehidupan ini ada nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh
seluruh manusia lintas sektoral dan lintas fungsional. Misalkan saja komitmen,
loyalitas, pelayanan, mutu, keterbukaan, kemanusiaan, kejujuran, disiplin, team
work, heartwork, dan tepat waktu. Dengan demikian, transformasi nilai-nilai
organisasi perlu menyentuh akar budaya itu sendiri yaitu nilai-nilai subkultur.
1
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara memetakan subkultur dalam organisasi ?
b. Apa tantangan dalam menemukan nilai kolektif ?
c. Bagaimana merajut nilai -nilai subkultur menjadi budaya korporat ?
d. Apa itu budaya disiplin ?
e. Bagaimana melakukan intervensi melalui Orgnizational Development ?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui Bagaimana cara memetakan subkultur dalam
organisasi
b. Untuk mengetahui Apa tantangan dalam menemukan nilai kolektif
c. Untuk mengetahui Bagaimana merajut nilai -nilai subkultur menjadi
budaya korporat
d. Untuk mengetahui Apa itu budaya disiplin
e. Untuk mengetahui Bagaimana melakukan intervensi melalui
Orgnizational Development.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
II. Memetakan Subkultur Dalam Organisasi
4
menghancurkan nilai-nilai lama dan tak ada yang menaruh minat terhadap
rekonstruksi nilai-nilai baru. Terjadi kevakuman budaya.
Oleh karena masalah diatas, pemimpin perubahan tidak bisa bekerja sendiri
perlu dibantu oleh tim yang optimis, yang diberi wewenang untuk mengakses
seluruh unit dalam perusahaan / institusi. Pemimpin sendiri harus punya waktu
untuk memotret, mendengarkan, mengarahkan dan menggerakan timnya. Selain
itu butuh pihak ketiga yang kredibel, ahli dan bebas dari kepentingan sehingga
5
dapat diterima oleh semua subkultur dan semua pihak bersedia menceritakan
kediriannya.
6
Kesalahan yang sering terjadi adalah adanya deadline yang memaksa
konsultan atau perumus budaya bekerja secepat mungkin, kemudian mereka
menggabungkan dan menyimpulkan begitu saja masing-masing nilai tersebut ke
dalam sebuah pernyataan budaya. Cara tersebut tak dianjurkan karena dapat
mereduksi kekayaan korporat ke dalam selembar kertas yang tidak bermakna.
Adapun cara-cara yang dapat ditempuh untuk merumuskan atau membuat suatu
pernyataan budaya yaitu dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
7
Proses pembentukan atau perumusan budaya institusi tidak dapat dilakukan
dengan jangka waktu yang singkat, karena proses tersebut bukanlah proses mudah
yang bisa dikerjakan semua orang, sekalipun hal tersebut secara konseptual
memang mudah dilakukan.
8
menjembatani keadaan sekarang dengan masa depan. Oleh karena itu, budaya
korporat diperlukan oleh setiap organisasi sebagai sebuah sarana untuk
menggapai visi.
Budaya koorporat tersebut adalah strategi untuk menjembatani masa depan. Proses
ini disebut proses visioning yaitu pencerahan.
Sebuah team yang merumuskan budaya koorporat dapat segera menganalisis dan
membentuk semacam, draft budaya koorporat, hasilnya adalah memuat rumusan :
9
b. Ekspetasi yang tidak segera direalisasi dapat menimbulkan kekecewaan-
kekecewaan dan kekurang percayaan bawahan terhadap atasan.
c. Penggalian tidak boleh dilakukan berulang-ulang untuk hal yang sama dalam
waktu yang singkat.
d. Penggalian dan visioning adalah proses yang meletihkan dan sangat
menggangu ritual kerja, sehinnga pikirkan baik-baik pengorbanan dan biaya
yang telah dikeluarkan.
e. Pergantian pemimpin tidak boleh megabaikan proses pembentukan nilai-nilai
baru yang sedang berlangsung.
f. Konsep dapat bekerja jika dijalankan. Untuk menjalankanya dibutuhkan
beberapa hal seperti komitmen dari seluruh pimpinan, proses sosialisasi yag
merata terhadap karyawan lama, komunikasi yang intensif terutama kedalam
dan sebaginya.
10
VII. Memperkuat Budaya Baru
BUDAYA DISIPLIN
Melalui studi yang mendalam Seorang ahli manajemen Jim Collins (2001),
menemukan pentingnya budaya disiplin untuk meraih keunggulan dalam bersaing.
Menurutnya perusahaan-perusahaan yang bagus dapat dibedakan ke dalam dua
kategori yaitu :
Seperti dapat dilihat dalam bagan 12.1 tidak semua perusahaan bagus mampu
menjadi hebat. Ia bahkan menandaskan good is the Enemy of great dan untuk
menjadi great company bukan Cuma sekedar dibutuhkan budaya korporasi atau
disiplin melainkan budaya disiplin.
11
perusahaan-perusahaan yang lain tidak cukup bagus pada masa-masa kritis maka
perusahaan-perusahaan biasanya seperti ini segera menjadi perhatian public dan
wartawan. Mereka biasanya memperoleh banyak penghargaan (award), baik yang
diberikan oleh lembaga-lembaga independen yang kredibel, maupun konsultan
yang memungut bayaran. Award tersebut membuat CEO mereka menjadi sangat
terkenal dan menghiasi surat kabar dari hari ke hari . CEO seperti ini disebut Collin
sebagai celebrity.
Ketenaran seorang celebrity CEO tentu saja bisa membuat citra perusahaan
naik dan sangat di segani oleh para analis saham dan wartawan. Masalah utamanya
ketenaran bisa membuat CEO terlalu focus ke luar dan membuatnya kurang
sensitive terhadap hal-hal yang harus segera ditanganinya di dalam. Ketenaran
seorang CEO bisa membuat para analisis sangat berhati-hati bahkan takut
memberikan masukan-masukan yang kritis.
Discipline People
12
dan tahu bagaimana ia bekerja dalam team yang berorientasi kedepan dan
mempunyai karakter kuat.
Berikan Pengertian Yang Baik,
Discipline people tidak secara otomatis diperoleh dari perekrutan yang baik,
namun diberi standar kerja melalui proses orientasi.
Jalan Ritual Yang Benar,
Ritual tidak hanya terjadi pada saat pengangkatan karyawan tetapi pada even-
even lain, ciptakanlah ritual yang menyentuh emosi.
Letakan Pada Kursi Yang Tepat,
Orang-orang yang tepat akan berkontribusi positif dan menghargai budaya
korporat jika ditempatkan pada kursi yang tepat pula.
Keluarkan Yang Dibawah Standar,
Kesalahan terbesar organisasi ketika para eksekutif berani mengatakan
ditempanya tidak ada eksekutif yang berhenti kalau menjadi maka budaya
organisasi berubah menjadi budaya mempertahankan harmoni sosial, artinya
bahwa instansi berubah menjadi kumpulan orang-orang yang butuh
ketenangan.
Kepemimpinan Level 5
Collins menegaskan bahwa pentingnya leadership tetapi leadership bukan
ditekankan pada manajerial leadership, pemimpin disebut Lincon type leader
yaitu seseorang yang mempunyai keberanian menghadapi fakta-fakta ritual
dengan kegigihan, pantang menyerah, memiliki panggilan profesional serta
kerendahan hati strategis.
Salah satu teknik yang banyak dipakai dalam memperkuat budaya korporat
adalah OD atau Organization Development. Pada dasarny OD merupakan teknik
yang dipakai dari ilmu perilaku(behavioral science) untuk menciptakan learning
invironment melalui upaya-upayapeningkatan kepercayaan (trust), konfrontasi
13
terbuka terhadap masalah-masalah, pemberdayaan karyawan dan partisipasinya,
berbagi pengetahuan dan informasidesain pekerjaan yang lebih memberikan arti,
kerjasama dan kolaborasiantarkelompok serta pendayagunaan potensi manusia
seutuhnya. Menurut Dalf OD menjadi alat yang dianggap penting karena
penekanannya terletak pada nilai-nilai perkembangan manusia, kketerbukaan,
keadilan, bebas dari tekanan- tekanan dan otonomi untuk mencapai hasil tersebut.
1. Intervensi kelompok
2. Team building
14
3. Aktivitas-aktivias antardepartemen
Budaya korporat yang hanya ditanam pada sekat-sekat yang ketat tidak
akan efektif. Adara aktivitas-aktivitas antardepartemen hidup, nilai-nilai
itu harus berinteraksi , dan orang-orang yang hidup dalam silonya
masing-masing harus sring dipertemukan. Dalam pertemuan itu mereka
harus saling berdialog tentang asalah dan bagaimana mengatasinya.
Dalam mengubah budaya koorperat ada dua buah kenyataan yang harus
dihadapi, yaituL; vicious circle (lingkaran setan ) dan virtuous circle (lingkaran
baik). Semua pemimpin itu tentu menginginkan transformasi nilai-nilai yang
ditanamkan bisa menimbulkan perubahan perilaku dan membawa kemajuan bagi
kinerja organisasi (virtuous). Tetapi dalam kenyataannya banyak proses
transformasi nilai yang memikul balik ke belakang.
Viciuous circle
15
cyclone (spiral)yang agresif disebut viciuous circle, sedangkan yang berbentuk
keatas seperti spiral atau memanjang atau double helix disebut virtuous circle.
1. Budaya apolo, budaya yang sangat formal dan tersentralisasi, dikontrol kuat
oleh hierarki.
2. Budaya zeus, Budaya yang tersentralisasi dank arena sifatnya informal maka
ia membarkan dirinya dikelilingi oleh kolega-kolega yang tersusun organic.
3. Budaya Athena, Budaya yang formal dan terdesentralisir makacenderung
bekerja disiplin.
4. Budaya Dionisius, Bersifat informal dan terdesentralisir, biasanya menuntut
kreativitas tinggi, kerjasama tim, dan biasanya cenderung terdiri dari
kumpulan para ahli menurut bidangnya masing-masing dan cenderung
otonom.
16
pembangkangan dianggap sebagai kegiatan subversive. Pemikiran dan nilai-nilai
yang tertutupuntuk dikritisis biasanya cenderung akan mengalami pembusukan.
Itulah sebabnya, penanaman nilai-nilai baru atau transformasi nilai-nilai dengan
cara ini sangat tidak dianjurkan karena dapat memukul balik ke tempat semula,
bahkan dapat menimbulkan perlawanan yang sangat dahsyat namun tidak terbuka.
Virtous Circle
Cara ini disebut sebagai sistem mandiri atau self-balancing dan self-
conecting karena nilai-nilai dan npandangan-pandangan yang saling bertentangan
(formal-informal, sentralistis-desentralistis) tetap diberi ruang untuk saling
mengisi dan mengoreksi. Kelompok informal dipandang bukan sebagai sempalan
yang harus dibasmi, melainkan sebagai aktivitas bernilai yang terintegrasi secara
formal dalam institusi. Artinya, mereka juga berhak memperoleh penghargaan-
penghargaan dan imbalan-imbalan terhadap peran yang dijalankan.
17
Studi Kasus
Tiga tahun kemudian nilai persediaan dari Apria telah merosot sebesar 25%,
dan penghasilan menurun. Sejauh mana kemerosotan Apria merupakan bukti yang
cepat ; ketika usaha mulai mencari perusahaan lain untuk mengambil alih perusahaan,
hanya beberapa pembeli tampak tertarik. Apa yang terjadi ini terutama karena oleh
masalah operasional yang disebabkan oleh merger. Masalah masalah tersebut tidak
dapat diselesaikan karena konflik internal yang terjadi antara bekas eksekutif dan
tenaga kerja Homedco dan Abbey Healthcare. Puncaknya, BOD, yang bahkan terpisah
dapat menerima keputusan untuk mengganti Timothy Aitken, yang semula adalah CEO
Abbey Healthcare, dengan Jeremy Jones dari Homedco untuk menjabat sebagai CEO.
Tampak nyata dari semula bahwa kedua perusahaan tersebut memiliki budaya
organisasi yang sangat berbeda. Homedco memiliki struktur yang lebih formal dengan
pembuatan keputusan yang lebih terpusat, sedangkan Abbey Healthcare pembuatan
18
keputusan bersifat sangat desentralisasi dan manajer cabang mempunyai wewenang
yang sangat besar. Juga, penggabungan sistem komputer dan penagihan dengan
menggunakan sistem Abbey Healthcare berarti bahwa tenaga kerja yang berasal dari
Homedco harus mendapatkan pelatihan, dimana hal ini tidak dapat terjadi begitu cepat.
Sebagai akibatnya, banyak sekali kesalahan dalam penagihan yang menimbulkan
keluhan dan telepon dari pelanggan yang tidak puas yang diterima oleh departemen
pelayanan pelanggan Apria.
Untuk menghemat biaya dan menghilangkan duplikasi tugas, lebih kurang 14%
dari tenaga kerja pada perusahaan yang digabungkan tersebut kehilangan pekerjaan.
Akan tetapi, jumlah terbesar dari mereka adalah tenaga kerja yang sebelumnya
merupakan tenaga kerja Abbey. Untuk mereka yang masih tinggal di perusahaan,
tampak bahwa kebanyakan manajer Homedco tidak terpengaruh dibandingkan dengan
yang dialami manajer Abbey Healthcare. Sebagai contoh, hanya ada 6 dari 21 manajer
regional yang sebelumnya mereka bekerja untuk Abbey Healthcare, di mana dalam hal
ini mengakibatkan kebanyakan perwakilan penjualan Abbey yang mempunyai kinerja
yang baik memilih keluar dari perusahaan. Bahkan perubahan beberapa peraturan dasar
Sumber Daya Manusia telah menimbulkan masalah.
19
Sayangnya, situasi ini bukanlah hal yang tabu, budaya konflik serupa juga telah
melenyapkan keefektivan merger oleh perusahaan dalam bidang industri yang lain.
Salah satu contoh adalah merger antara dua lembaga keuangan yaitu Society Corp. dan
Key Corporation (Key Corp.). Sejak merger, perusahaan yang di gabungkan tersebut
telah mengalami pertumbuhan hanya separuh dari pertumbuhan bank yang lain dalam
ukuran perusahaan yang sama dan telah mengurangi tenaga kerja sebanyak 5.000
orang. Pada kasus ini, sama seperti kasus Apria, membuktikan bahwa masalah
ketidakharmonisan Sumber Daya Manusia dan budaya organisasi dapat
menghancurkan nilai suatu merger yang tampak logis dari perspektif bisnis strategi
yang luas.
Analisis Kasus
Melihat dari masalah yang terjadi di atas, salah satunya adalah mengenai
penggabungan dari 2 budaya organisasi yang berbeda. Masalah tersebut sering terjadi
kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan penggabungan atau merger
perusahaan. Perbedaan 2 budaya menjadi satu tersebut malah membuat perusahaan
memiliki penurunan dalam pasar. Oleh karena itu, seharusnya perusahaan tersebut
harus menciptakan kembali suatu budaya organisasi yang etis agar perusahaan tersebut
dapat berjalan dengan baik. Hal tersebut harus dimulai dari pimpinan (CEO)
perusahaan tersebut.
Pemimpin seharusnya dapat menjadi model peran yang visible yang baik, dan
tidak memihak kepada perusahaannya terdahulu sebelum di merger tersebut, pimpinan
harus dapat menjadi penengah dan memberikan peran yang baik di depan para
karyawannya, sehinga hal tersebut dapat memberikan pesan positif bagi semua
karyawannya. Kemudian pimpinan mengkomunikasikan kembali harapan harapan
yang etis yaitu berupa kode etik organisasi. Kode etik tersebut tentu saja harus
menyatakan nilai-nilai utama organisasi dan berbagai aturan yang baru yang dapat
dipatuhi oleh para karyawan.
20
Pemimpin juga dapat memberikan beberapa pelatihan etis seperti seminar, loka
karya dan yang lain-lain yang nantinya dapat memperkuat standar tuntutan organisasi,
mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan di
dalam organisasi. Setelah itu, pemimpin dapat secara nyata memberikan penghargaaan
kepada karyawan yang menjunjung tinggi kode etik tersebut, dan memberikan
hukuman kepada karyawan yang melanggar, dengan begitu akan membuat karyawan
untuk selalu menjunjung tinggi kode etik dari budaya organisasi tersebut. Terakhir
pemimpin dapat mengadakan mekanisme formal di dalam organisasi yang dapat
mengurusi perihal kode etik tersebut. Sehingga karyawan dapat melaporkan hal-hal
yang terjadi dalam perusahaan yang melanggar kode etik tersebut dan ditindaklanjuti.
Dengan beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh pemimpin tersebut dalam
menciptakan kembali budaya organisasi, dapat membuat perusahaan tersebut berjalan
kembali dengan lancar dan tidak ada lagi kesalahpahaman yang terjadi diantara kedua
perusahaan yang telah di merger tersebut.
21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Transformasi nilai nilai adalah bentuk perubahan bentuk yagn sangat sulit ,
butuh banyak waktu, tetapi merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan perubahan. Transformasi nilai nilai mutlak diperlukan untuk
mengubah arah sebuah institusi dalam kurun waktu yang panjang ke depan. Oleh
Karena itu, proses ini hanya akan mebawa hasil kalua ada hal-hal sebagai berikut:
ledership yang kuat, dukungan bawahan, komunikasi yang jelas, komitmen
pemimpin
Pada tahap kedua para pemimpin membantu anak buahnya dan karyawan-
karyawannya memahami apa yang akan terjadi kemudian dana pa saja manfaat
bagi organisasi dan mereka semua jika terjadi perubahan.
Tahap ketiga yaitu komitmen yang terdiri dari dua langkah yaitu instalasi dan
institusionalisasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
23