Kelompok A7
Percobaan 1
Langkah Kerja :
Cara Cepat :
Dengan daftar :
Hasil Percobaan
Nama pasien simulasi : Kiky Rizkillah
Jenis kelamin : Perempuan
Lama latihan : 2 menit 9 detik (129 detik)
Denyut nadi sebelum latihan : 72
Denyut nadi setelah latihan : 0- 30 = 100
1 130 = 100
2 230 = 98
Indeks Kesanggupan
1. Cara Lambat
129 x 100
= 43,3 ( )
2 x (50 + 50 + 49)
2. Cara Cepat
129 x 100
= 46,9 ( )
5,5 50
Pembahasan
Dari hasil percobaan di atas, penghitungan indeks kesanggupan badan melalui 3 cara
yaitu cara lambat, cara cepat dan dengan daftar tidak menunjukkan hasil yang jauh berbeda.
Indeks kesanggupan badan seseorang bergantung dari lamanya seseorang untuk naik turun
bangku pada percobaan dan frekuensi denyut jantung yang diukur segera setelah pasien
simulasi melakukan percobaan. Semakin lama bertahan naik turun bangku dan semakin cepat
frekuensi denyut jantungnya pulih ke frekuensi normal, maka semakin baik pula
kesanggupannya.
Pada prinsipnya olahraga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fungsional
individu dan menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung yang diperlukan pada tingkatan
latihan fisik, baik pada orang sehat atau orang sakit. Pada saat latihan fisik, terjadi perubahan
pada sistem kardiovaskuler, peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari
organ yang kurang aktif ke organ yang aktif.
Dengan menggunakan percobaan Harvard Step Test, dapat diukur kebugaran jantung.
Tapi, nilai kesanggupan badan seseorang dapat disebabkan faktor lain yang memungkinkan
misalnya beban kerja yang diberikan tidak terlalu berat, frekuensi naik turun harvard kurang
maksimum, atau standar yang dipakai pada rumus penghitungan Indeks Kesanggupan Badan
yang berbeda misalnya pada faktor pemenuhan gizi dan perbedaan pola hidup orang
Indonesia.
Kesimpulan
Makin besar Indeks Kesanggupan Badan, maka makin baik pula kesanggupan badan
seseorang.
Percobaan II
I. Pengukuran Tekanan Darah A.Brachialis Pada Sikap Berbaring, Duduk<
dan Berdiri
Berbaring Telentang
1. Mintalah pasien simulasi (PS) berbaring telentang dengan tenang selama 10 menit
2. Selama menunggu, pasanglah manset sfigmomanometer pada lengan kanan atas
pasien simulasi
3. Carilah dengan palpasi denyut a.brachialis pada fossa cubiti dan denyut a.radialis
pada pergelangan tangan kanan pasien simulasi
4. Setelah PS berbaring 10 menit, tetapkanlah kelima fase Korotkoff dalam pengukuran
tekanan darah PS tersebut
5. Ulangilah pengukuran sub.4 sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan
catatlah hasilnya
Duduk
6. Tanpa melepaskan manset, PS disuruh duduk. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi
tekanan darah a.brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangilah 3 kali untuk
mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah hasilnya.
Berdiri
7. Tanpa melepaskan manset PS disuruh berdiri. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi
tekanan darah a.brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangilah pengukuran
sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah hasilnya.
8. Bandingkanlah hasil pengukuran tekanan darah PS pada ketiga sikap yang berbeda di
atas.
Hasi Percobaan
Pasien Simulasi : Muhamad Reynaldi
Posisi Berbaring
Jenis Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran Rata-rata
Korotkoff (mmHg) (mmHg) III (mmHg) (mmHg)
Korotkoff I 120 110 120 116
Korotkoff II 104 104 104 104
Korotkoff III 100 90 90 93,3
Korotkoff IV 85 85 85 85
Korotkoff V 70 70 70 70
Posisi Duduk
Jenis Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran Rata-rata
Korotkoff (mmHg) (mmHg) III (mmHg) (mmHg)
Korotkoff I 110 110 110 110
Korotkoff II 104 104 104 104
Korotkoff III 100 90 90 93,3
Korotkoff IV 90 80 80 83,3
Korotkoff V 80 70 70 73,3
Posisi Berdiri
Jenis Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran Rata-rata
Korotkoff (mmHg) (mmHg) III (mmHg) (mmHg)
Korotkoff I 110 110 110 110
Korotkoff II 106 106 106 106
Korotkoff III 100 100 100 100
Korotkoff IV 85 80 76 80,3
Korotkoff V 70 70 70 70
Landasan Teori :
Aliran Darah
Sirkulasi sistemik dan paru masing-masing terdiri dari sistem pembuluh darah
yang tertutup. Arteri yang mengangkut darah dari jantung ke jaringan, bercabang-
cabang menjadi suatu pohon pembuluh-pembuluh darah yang semakin kecil, dengan
berbagai cabang menyalurkan darah ke berbagai bagian tubuh. Sewaktu suatu arteri
kecil mencapai organ yang dipendarahinya, arteri tersebut bercabang-cabang menjadi
banyak arteriol. Volume darah yang mengalir melalui suatu organ dapat disesuaikan
dengan mengatur kaliber (garis tengah internal) arteriol organ. Di dalam pembuluh
terkecil, tempat semua pertukaran antara darah dan sel-sel di sekitarnya terjadi. Kapiler-
kapiler kembali menyatu untuk membentuk venula kecil, yang terus bergabung
membentuk vena kecil yang keluar dari organ. Vena-vena kecil secara progresif bersatu
untuk membentuk vena yang lebih besar yang akhirnya mengalirkan darah ke jantung.
Laju aliran (flow rate) darah melintasi suatu pembuluh (yaitu, volume darah yang
lewat per satuan waktu) berbanding lurus dengan gradient tekanan dan berbanding
terbalik dengan resistensi vaskuler.
Perbedaan tekanan antara tekanan permulaan dan akhir suatu pembuluh adalah
gaya pendorong utama aliran dalam pembuluh; yaitu, darah mengalir dari suatu daerah
dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan darah yang lebih rendah sesuai
penurunan gradien tekanan. Kontraksi jantung menimbulkan tekanan terhadap darah,
tetapi karena adanya friksi (resistensi), tekanan berkurang sewaktu darah mengalir
melalui suatu pembuluh. Karena tekanan semakin turun di sepanjang pembuluh,
tekanan akan lebih tinggi di permulaan daripada di akhir pembuluh. Hal ini membentuk
suatu gradient tekanan untuk mengalirnya darah melalui pembuluh tersebut. Semakin
besar gradient tekanan yang mendorong darah melintasi suatu pembuluh, semakin besar
laju aliran darah melalui pembuluh tersebut.
Faktor lain yang mempengaruhi laju aliran melalui suatu pembuluh darah
resistensi, yaitu ukuran hambatan terhadap aliran darah melaui suatu pembuluh yang
ditimbulkan oleh friksi (gesekan) antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh
yang stationer. Seiring dengan peningkatan resistensi terhadap aliran, darah akan
semakin sulit melintasi pembuluh, sehingga aliran berkurang. Resistensi meningkat,
gradient tekanan harus meningkat setara agar laju aliran tidak berubah. Dengan
demikian, apabila pembuluh memberikan resistensi yang lebih besar terhadap aliran
darah, jantung harus berkerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi agar adekuat.
Resistensi terhadap aliran darah bergantung pada tiga faktor: (1) viskositas
(kekentalan)darah; (2) panjang pembuluh; dan (3) jari-jari pembuluh, yaitu faktor
terpenting. Viskositas mengacu kepada friksi yang timbul antara molekul suatu cairan
sewaktu bergesekan satu sama lain selama cairan mengalir. Semakin besar resistensi
terhadap aliran.
Karena darah menggesek lapisan dalam pembuluh sewaktu mengalir, semakin
besar luas permukaan yang berkontak dengan darah, semakin besar resistensi terhadap
aliran. Luas permukaan ditentukan oleh panjang (L) dan jari-jari (r) pembuluh. Pada
jari-jari konstan, semakin panjang pembuluh semakin besar luas permukaan dan
semakin besar resistensi terhadap aliran. Karena panjang pembuluh di dalam tubuh
konstan, panjang tersebut bukan merupakan faktor variabel untuk mengontrol resistensi
vaskuler. Dengan demikian, penentu utama resistensi terhadap aliran adalah jari-jari
pembuluh. Cairan mengalir lebih deras melalui pembuluh berukuran besar daripada
melalui pembuluh yang lebih kecil, karena di pembuluh berukuran lebih kecil darah,
dengan volume tertentu, berkontak dengan lebih banyak permukaan dari pada di
pembuluh besar.
Tekanan darah, gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh,
bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance,
atau daya regang (distensibility), dinding pembuluh yang besangkutan. Apabila volume
darah yang masuk arteri sama dengan volume darah yang meninggalkan arteri selama
periode yang sama, tekanan darah arteri akan konstan. Namun yang terjadi bukan
seperti ini. Selama sistol ventrikel, volume sekuncup darah masuk arteri dari ventrikel,
sementara hanya sekitar sepertiga darah dari jumlah tersebut yang meninggalkan
mereka, terdorong oleh recoil elastic. Tekanan maksimum yang ditimbulkan di arteri
sewaktu darah disemprotkan masuk kedalam arteri selama sistol, atau tekanan sistolik,
rata-rata adalah 120 mmHg. Tekanan minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir
keluar ke pembuluh di hilir selama diastole, yakni tekanan diastolik, rata-rata 80
mmHg.
Perubahan tekanan arteri selama siklus jantung dapat diukur secara langsung
dengan menghubungkan alat pengukur tekanan ke sebuah jarum yang dimasukkan ke
dalam sebuah arteri. Namun pengukuran dapat dilakukan secara lebih nyaman dan
cukup akurat, yaitu secara tidak langsung dengan menggunakan sfignomanometer.
Pengukuran secara tidak langsung ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu palpasi
(dengan raba) dan auskultasi (menggunakan stetoskop).
Ada dua keadaan dimana tidak akan terdengar bunyi yaitu bila tidak ada aliran di
dalam pembuluh darah tersebut atau bila alirannya lancar atau laminer. Di antara kedua
keadaan ekstrim tersebut, turbulensi menyebabkan terjadinya vibrasi dinding pembuluh
darah. Bila manset dikempiskan perlahan-lahan, vibrasi tersebut terdengar sebagai
bunyi Korotkoff. Bunyi Korotkoff di bagi menjadi lima fase.
Fase 1 dimulai saat bunyi terdengar, disebut tekanan sistolik. Pada fase 1,
tekanan sistolik hanya cukup untuk membuka pembuluh darah untuk sementara waktu
saja dan menimbulkan bunyi ketukan nyaring, yang makin lama makin meningkat
intensitasnya. Jika tekanan dalam manset makin di turunkan, aliran yang melewati
pembuluh darah meningkat, menimbulkan bunyi mendesir yang merupakan ciri khas
fase 2. Bunyi tersebut menjadi lebih keras dan lebih nyaring pada fase 3. Pada fase 4,
bunyi tiba-tiba redup, lemah dan meniup. Fase 5 adalah saat dimana bunyi sama sekali
tidak terdengar. Saat ini biasanya dianggap sebagai tekanan diastolik. Bunyi korotkoff
fase 1 pada kondisi normal berkisar pada tekanan 120 mmHg, yang dilanjutkan dengan
fase ke-2 pada tekanan 110 mmHg, fase ke-3 sekitar 100 mmHg, fase ke-4 sekitar 90
mmHg, sedangkan fase ke-5 yang di anggap sebagai tekanan diastolik adalah sekitar 80
mmHg.
Darah yang kembali ke atrium jantung di bantu oleh mekanisme dari vena. Darah
dari seluruh tubuh akan kembali ke jantung melalui sistem peredaran darah vena.
Proses kembalinya darah ke jantung melalui vena salah satunya dipengaruhi oleh gaya
gravitasi sama seperti yang terjadi pada arteri. Namun yang terjadi pada sistem vena
adalah semakin besar pengaruh gaya gravitasi yang bekerja pada pembuluh vena
tersebut akan menahan aliran darah vena untuk kembali ke jantung dan membuat darah
terakumulasi pada daerah tersebut. Hal inilah yang membuat tekanan vena akan
semakin berkurang saat mulai menjauhi gaya gravitasi. Semakin mendekati jantung
tekanan darah vena akan semakin berkurang di bandingkan dengan tekanan vena pada
saat berada di daerah dengan pengaruh gaya gravitasi yang besar.
Pada posisi berbaring, gaya gravitasi bekerja secara merata, sehingga tidak perlu
dipertimbangkan. Namun, sewaktu seseorang berdiri, efek gravitasi tidak merata. Selain
tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung, pembuluh yang terletak di bawah
jantung juga mendapat tekanan yang ditimbulkan oleh berat kolom darah dari jantung
ke ketinggian kolom darah yang bersangkutan. Terdapat dua konsekuensi penting dari
peningkatan tekanan ini. Pertama, vena yang dapat melebar menyerah di bawah
peningkatan tekanan hidrostatik ini, sehingga semakin melebar dan kapasitasnya
meningkat. Sebagian besar darah yang masuk ke kapiler cenderung menumpuk di vena-
vena tungkai bawah dan tidak di kembalikan ke jantung. Karena aliran balik vena
berkurang, curah jantung berkurang dan volume sirkulasi efektif juga menurun. Kedua,
peningkatan mencolok tekanan darah kapiler yang terjadi akibat efek gravitasi
menyebabkan filtrasi berlebihan cairan keluar jaringan kapiler di ekstremitas bawah
dan menimbulkan edema lokal yaitu berupa pembengkakan kaki dan pergelangan kaki.
Dalam keadaan normal terdapat dua tindakan kompensasi yang melawan efek
gravitasi tersebut. Pertama, penurunan tekanan arteri rata-rata yang terjadi sewaktu
seseorang berpindah dari berbaring menjadi berdiri memicu vasokontriksi vena melalui
stimulasi simpatis, yang mendorong sebagian simpanan darah ke arah jantung. Kedua,
pompa otot rangka mengganggu kolom darah dengan secara total mengosongkan
segmen-segmen tertentu vena secara intermiten, sehingga bagian tertentu vena tidak
mendapat beban berat kolom seluruh vena dari jantung ke ketinggiannya. Refleks
vasokonstriksi vena secara tidak total dapat mengompensasi efek gravitasi tanpa
bantuan aktivitas otot rangka. Dengan demikian, ketika seseorang berdiri untuk waktu
yang lama, aliran darah ke otak berkurang karena menurunnya volume sirkulasi efektif.
Pembahasan
Pada percobaan kedua, tekanan darah pada orang percobaan dari saat berbaring,
kemudian duduk, dan berdiri secara berturut turut semakin rendah. Hal ini terjadi
karena adanya efek gravitasi yang membuat aliran darah pada pembuluh balik / vena
daerah bawah jantung menjadi berkurang. Berarti volume darah yang sampai ke
jantung semakin berkurang pula yang menyebabkan berkurangnya volume sekuncup
dan kemudian kekuatan pompa jantung juga akan semakin melemah, dan itu artinya
sistol akan menurun. Sistol yang menurun tentu berarti diastol juga menurun.
Seharusnya apabila pengukuran tidak diberikan waktu kepada orang percobaan untuk
istirahat, yang berarti ketika melakukan perubahan posisi langsung diukur tekanan
darahnya, perubahan tekanan darah akan lebih jauh berbeda. Namun, karena diberi
waktu untuk istirahat, perubahan tekanan darah secara mendadak ini telah
dikompensasi oleh baroreseptor yang berada di lengkung aorta dan arteri carotis,
sehingga perubahan tekanan darah tidak terlalu signifikan.
Kesimpulan
Posisi tubuh seperti berbaring, duduk, dan berdiir mempengaruhi tekanan darah
seseorang
3. Ulangilah pengukuran tekanan darah ini tiap menit sampai tekanan darahnya
kembali seperti semula. Catatlah hasil pengukuran tersebut.
Hasil Percobaan
Pembahasan
Kesimpulan:
Peningkatan aliran darah dan volume darah yang mengalir ke jantung dipengaruhi
oleh aktivitas fisik yang melibatkan kerja otot
2. Ukurlah tekanan darah a. Brachialis PS pada sikap yang sama dengan cara
palpasi.
Hasil Percobaan
Tekanan darah sikap duduk = 110/90 mmHg
Tekanan darah seteah palpasi (sistol) = 110
Pembahasan
Pengukuran tekanan darah secara palpasi, dapat dilakukan dengan
pemeriksaan pada arteri radialis (lateral), kemudian diberikan tekanan parsial
yang berasal dari manset udara yang dipompa, setelah beberapa saat denyut nadi
tidak terasa lagi (denyut nadi tidak teraba) kemudian manset udara dikempiskan
secara perlahan-lahan dengan membuka skrup pembuka penutupnya, saat denyut
pertama teraba kembali maka denyut tersebutlah yang dinamakan tekanan sistol.
Dalam pemeriksaan secara palpasi hanya dapat diperoleh hasi pengukuran untuk
tekanan sistol saja. Pengukuran tekanan darah secara auskultasi dapat dilakukan
dengan pemeriksaan pada arteri brachialis, menggunakan alat yakni stetoskop,
dengan posisi yang berada pada arteri brachialis. Cara auskultasi dapat diperoleh
hasil pengukuran tekanan sistol maupun tekanan diastol. Sistol adalahbunyi
detaka pertam yang kita dengar melalui stetoskop, sedangkan tekanan diastol
ditandai dengan terdengarnya bunyi detakan yang perlahan-lahan mulai
menghilnag dan detakan terakhir adalah tekanan diastol.
Meskipun dari hasi pengukuran diperoleh hasil yang sama, tetapi hasil
pengukuran secara palpasi memiliki kekurangan dibandingkan dengan
pengukuran secara auskultasi, dikarenakan pengukuran secara palpasi hanya
dapat digunakan untuk mengukur tekanan sistol saja. Dalam pengukuran secara
auskultasi biasanya pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada lengan atas kanan,
karena hasil pengukuran tekanan darah yang diperoleh lebih akurat dan aman.
Karena lokasi arteri brachialis dextra pada lengan atas kanan lebih jauh dari
jantung dibandingkan dengan arteri brachialis sinistra pada lengan kiri sehingga
suaranya tidak terlalu bising.
Kesimpulan:
Pengukuran tekanan darah dengan cara auskultasi lebih memiiki keuntungan dan lebih
akurat dibandingkan dengan cara palpasi karena pengukuran tekanan darah dengan
cara auskultasi dapat menentukan tekanan sistol dan diastol.
Daftar Pustaka