B. Sifat Kista
1. Kista Fisiologis
Kista yang bersifat fisiologis lazim terjadi dan itu normal normal saja.
Sasuai suklus menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya
berkembang, dan gambaranya seperti kista. Biasanya kista tersebut
berukuran dibawah 5 cm, dapat dideteksi dengan menggunakan
pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan hilang. Jadi ,kista yang
bersifat fisiologis tidak perlu operasi, karena tidak berbahaya dan tidak
1
menyebabkan keganasan, tetapi perlu diamati apakah kista tersebut
mengalami pembesaran atau tidak. Kista yang bersifat fisiologis ini
dialami oleh orang di usia reproduksi karena dia masih mengalami
menstruasi. Bila seseorang diperiksa ada kista, jangan takut dulu,
karena mungkin kistanya bersifat fisiologis. Biasanya kista fisiologis
tidak menimbulkan nyeri pada saat haid.
2. Kista Patologis (Kanker Ovarium)
Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium.
Kanker ovarium merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua
kanker ginekologi. Angka kematian yang tinggi karena penyakit ini
pada awalnya bersifat tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan
apabila sudah terjadi metastasis, sehingga 60-70% pasien dating pada
stadium lanjut, penyakit ini disebut juga sebagai silent killer. Angka
kematian penyakit ini di Indonesia belum diketahui dengan pasti.
C. Klasifikasi
1. Kista Folikel. Kista ini berasal dari
folikel de graf yang tidak sampai ber-
ovulasi namun tubuh terus menjadi
kista folikel, atau dari beberapa
folikel primer yang setelah tumbuh di
bawah pengaruh estrogen tidak
mengalami proses atresia yang lazim melainkan menjadi kista.
2. Kista Korpus Luteum. Dalam
keadaan normal korpus luteum
lambat laun mengecil dan menjadi
korpus albikans kadang-kadang
korpus luteum mempertahankan diri
(korpus luteum porsistens),
perdarahan yang sering terjadi di
dalamnya menyebabkan terjadinya kista dan berisi cairan yang
berwarna merah coklat karena darah tua.
2
3. Kista Teka Lutein. Kista ini biasanya bilateral dan bisa menjadi sebesar
tinju, tumbuhnya kista ini ialah akibat pengaruh hormon
koriongonadrotopin yang berlebihan dan dengan hilangnya mola atau
koreokarsinoma, ovarium mengecil spontan.
4. Kista Inkulsi Germinal. Kista ini menjadi karena invaginasi dan isolasi
bagian-bagian kecil dari epitel germinatikum pada permukaan
ovarium.
5. Kista Endometrium. Kista ini akibat
dari peradangan endometrium yang
berlokasi di ovarium.
6. Kista Stein Lavental. Kista ini kiranya
di sebabkan oleh gangguan
keseimbangan hormonal.
7. Kistoma Ovari Simplek. Kista ini
mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai, sering kali
bilateral dan dapat menjadi besar, di duga bahwa kista ini suatu jenis
kistodenoma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya berhubungan
dengan adanya tekanan cairan di dalam kista.
8. Kistadenoma Ovari Musinosim. Asal kista ini belum jelas di ketahui
dengan pasti, ada penulis yang berpendapat bahwa kista ini dari epitel
germinatikum.
9. Kistadenoma Ovari Serosum. Kista ini berasal dari epitel
germinatikum (permukaaan Ovarium).
10. Kista Dermoid. Kista ini di duga berasal dari sel telur melalaui proses
partogenesis (Wiknjosastro et al, 2008)
3
a. Gaya hidup tidak sehat
Gaya hidup yang tidak sehat dapat memicu terjadinya penyakit
kista ovarium. Resiko kista ovarium fungsional meningkat dengan
merokok, resiko dari merokok mungkin meningkat lebih lanjut
dengan indeks massa tubuh menurun. Selain dikarenakan merokok
pola makan yang tidak sehat seperti konsumsi tinggi lemak, rendah
serat, konsumsi zat tambahan pada makanan, konsumsi alkohol
dapat juga meningkatkan resiko penderita kista ovarium (Bustami,
2011).
b. Riwayat kista terdahulu dan pada keluarga (keturunan)
Kista merupakan penyakit degeneratif atau bersifat keturunan.
Didalam tubuh kita memiliki gen-gen yang dapat berpotensi
memicu kanker, yaitu disebut dengan proto onkogen, karena suatu
sebab tertentu misalnya makanan yang bersifat karsinogen, polusi,
terpapar zat kimia atau karena radiasi, proto onkogen ini dapat
berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.
c. Penderita kanker payudara yang pernah menjalani
kemoterapi (tamoxifen)
Tamoxifen dapat menyebabkan kista ovarium fungsional jinak,
biasanya selama menjalani kemoterapi biasanya dilakukan
penghentian pengobatan tersebut (William,2007).
d. Gangguan siklus menstruasi
Gangguan siklus menstruasi dengan jangka waktu yang sangat
pendek atau lebih panjang harus diwaspadai. Menstruasi di usia
dini yaitu 11 tahun atau lebih muda merupakan faktor resiko
berkembangnya kista ovarium, wanita dengan siklus menstruasi
tidak teratur juga merupakan faktor resiko kista ovarium
(Manuaba, 2010).
e. Pengobatan infertilitas
Pasien dirawat karena infertilitas dengan induksi ovulasi dengan
gonadotropin atau agen lainnya, seperti clomiphene citrate atau
letrozole dapat mengembangkan kista sebagai bagian dari sindrom
hiperstimulasi ovarium (William, 2007).
f. Pemakaian alat kontrasepsi hormonal
4
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal juga
merupakan faktor resiko kista ovarium, yaitu pada wanita yang
menggunakan alat kontrasepsi hormonal berupa implant, akan
tetapi pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal
berupa pil cenderung mengurangi resiko terkena kista ovarium.
3. Manifestasi klinik
Menurut Wiknjosastro et al. (2008), kebanyakan wanita yang memiliki
kista ovarium tidak memiliki gejala. Namun, kadang-kadang kista
dapat menyebabkan beberapa masalah seperti:
a. Bermasalah dalam pengeluaran urin secara komplit
b. Nyeri selama hubungan seksual
c. Massa di perut bagian bawah dan biasanya bagian-bagian organ
tubuh lainnya sudah terkena.
d. Gangguan nafsu makan
e. Nyeri hebat saat menstruasi dan gangguan siklus menstruasi.
f. Wanita post monopouse: nyeri pada daerah pelvic, disuria,
konstipasi atau diare, obstruksi usus dan asietas.
4. Pemeriksaan penunjang
Menurut Prawirohardjo (2010), menyatakan bahwa apabila pada
pemeriksaan ditemukan kista di rongga perut bagian bawah dan atau di
rongga panggul, maka setelah diteliti sifat-sifatnya (besarnya,
lokalisasi, permukaan, konsistensi, apakah dapat digerakkan atau
tidak), maka perlu ditentukan jenis kista tersebut. Dalam penegakan
diagnosa dapat dibantu dengan pemeriksaan lanjutan yang berupa:
a. Laparaskopi yaitu pemeriksaan ini sangat berguna untuk
mengetahui apakah sebuah kista berasal dari ovarium atau tidak,
serta untuk menentukan sifat-sifat kista.
b. Ultrasonografi yaitu dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak
dan batas kista, apakah kista berasal dari uterus, ovarium, atau
kandung kencing, apakah kista atau solid, dan dapat pula
dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang
tidak.
5
c. Foto Rontgen yaitu pemeriksaan ini berguna untuk menentukan
adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-
kadang dapat dilihat adanya gigi dalam kista.
d. Parasentesis yaitu pungsi asites berguna untuk menentukan sebab
asites.
Perlu diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
kavum peritonia dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
5. Komplikasi
Menurut Manuaba (2010), ada beberapa komplikasi yang terjadi pada
kista ovarii serta akibat dari komplikasi tersebut, sebagai berikut :
a. Perdarahan dalam kista
1) Perlahan menimbulkan rasa sakit
2) Mendadak terjadi nyeri akut pada abdomen
b. Torsi tangkai kista
1) Terjadi saat hamil atau pascapartum
2) Terjadi nyeri akut pada abdomen
c. Robekan dinding kista
1) Trauma langsung pada kista ovarii
2) Terjadi saat torsi kista
3) Menimbulkan perdarahan dan nyeri akut pada abdomen
d. Infeksi kista
1) Menimbulkan gejala dolor, kolor, dan fungsiolessa
2) Perut terasa tegang dan panas
3) Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya infeksi
(peningkatan angka leukosit)
e. Degenerasi ganas
1) Keganasan ovarium silent killer. Diketahui setelah stadium
lanjut sedangkan perubahannya tidak jelas.
Gejala keganasan kista ovarii :
a) Tumor cepat membesar
b) Berbenjol-benjol
c) Terdapat asites (pembesaran abdomen)
d) Tubuh bagian atas kering sedangkan bagian bawah terjadi
edema tungkai
f. Sindrom meig dan sindrom pseudo meig
1) Asites hidrothorak
2) Fibroma ovarii
6. Penatalaksanaan
Menurut Manuaba (2010), prinsip-prinsip dalam tatalaksana kista
ovarii adalah sebagai berikut :
6
a. Operasi untuk pengambilan tumor atau kista.
1) Karena kista dapat bertambah ukurannya menjadi besar.
2) Kemungkinan terjadi degenerasi ganas.
b. Saat operasi dapat didahului frozen section, untuk kepastian ganas
dan tindakan operasi lebih lanjut.
c. Hasil operasi harus dilakukan pemeriksaan PA (patologi anatomi),
sehingga kepastian klasifikasi tumor dapat ditetapkan untuk
menentukan terapi.
d. Operasi tumor atau kista ganas diharapkan debulking
(sitoreductive).
1) Pengambilan sebanyak mungkin jaringan tumor sampai dalam
batas aman, diameter sekitar 2 cm.
2) Lakukan TAH (Total Abdominal Histerektomi) dan Bil
OS omentektomi.
e. Setelah mendapatkan radiasi atau kemoterapi dapat dilakukan
operasi kedua, untuk mengambil sebanyak mungkin jaringan
tumor.
E. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nugroho (2010), diagnosa yang dapat ditegakkan dalam kasus
kista ovarii, sebagai berikut :
1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cidera Fisik.
2. Defisit Perawatan Diri : Mandi Berhubungan Dengan Nyeri.
3. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Prosedur Tindakan Invasif.
4. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Berhubungan Dengan
Ketidakmampuan Mencerna Nutrisi Oleh Karena Faktor Biologis,
Psikologis Dan Ekonomi.
5. Resiko Konstipasi Berhubungan Dengan Pembedahan Abdominal.
7
F. Intervensi Keperawatan
Intevensi keperawatan dalam buku NIC NOC (2015 2017) dari
NOC : NIC :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
1.Pain level komprehensif termasuk lokasi,
2.Pain control karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
3.Comfort level dan faktor presipitasi
Setelah dilakukan tinfakan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
keperawatan selama . Pasien tidak ketidaknyamanan
mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu mencari dan menemukan dukungan
penyebab nyeri, mampu 4. Kontrol lingkungan yang dapat
menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi untuk mengurangi ruangan, pencahayaan dan kebisingan
nyeri, mencari bantuan) 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
berkurang dengan menggunakan menentukan intervensi
manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non
c. Mampu mengenali nyeri (skala, farmakologi: napas dala, relaksasi,
intensitas, frekuensi dan tanda distraksi, kompres hangat/ dingin
nyeri) 8. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri:...
d. Menyatakan rasa nyaman setelah 9. Tingkatkan istirahat
nyeri berkurang 10.Berikan informasi tentang nyeri seperti
e. Tanda vital dalam rentang normal penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
f. Tidak mengalami gangguan tidur berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
8
2. Defisit Perawatan Diri : Mandi Berhubungan Dengan Nyeri.
RENCANA KEPERAWATAN
NOC : NIC :
9
3. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Prosedur Tindakan Invasif.
RENCANA KEPERAWATAN
NOC : NIC :
10
4. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Berhubungan Dengan
Ketidakmampuan Mencerna Nutrisi Oleh Karena Faktor Biologis,
Psikologis Dan Ekonomi.
RENCANA KEPERAWATAN
NOC: NIC :
11
5. Resiko Konstipasi Berhubungan Dengan Pembedahan Abdominal.
RENCANA KEPERAWATAN
NOC: NIC :
12
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB.
Jakarta: EGC.
13