Anda di halaman 1dari 41

Kejang Demam (Febris Konvulsi)

Saat duduk di depan lobi sebuah rumah sakit negeri di Denpasar, saya melihat
seorang bapak dengan tergopoh gopoh menggendong anaknya menuju ke ruang
UGD. Penasaran, saya beranikan diri menanyakan ke bapak itu apa yang terjadi
dengan anaknya, dengan suara yang masih terengah engah bapak itu menceritakan
bahwa anaknya terkena step.

Step atau Kejang Demam masih sangat umum terjadi pada anak anak. Menurut IDAI,
kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.
Kejang merupakan hal yang menakutkan tetapi biasanya tidak membahayakan.
Orang tua akan panik begitu mendapatkan anaknya menderita kejang demam.

Apa yang dimaksud dengan Kejang Demam?, Kejang demam merupakan kejang yang
terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem
saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat
aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak
tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak
lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang
biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama
lebih dari 15 menit.

Secara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
- Simple febrile seizures (Kejang Demam Sederhana) : kejang menyeluruh yang
berlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
- Complex febrile seizures / complex partial seizures (Kejang Demam Kompleks) :
kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit,
dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

Lalu apa yang membedakan kejang demam ini dengan epilepsi? Walaupun gejalanya
sama yaitu kejang dan berulang, namun pada anak yang menderita epilepsi, episode
kejang tidak disertai dengan demam.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara
lain:
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif
normal
- Riwayat demam yang sering
- Kejang pertama adalah complex febrile seizure

Jika kejang terjadi segera setelah demam atau jika suhu tubuh relatif rendah, maka
besar kemungkinannya akan terjadi kembali kejang demam. Risiko berulangnya
kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50%
dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan = 3 faktor risiko.

Bagaimana jika anak anda demam yang disebabkan oleh imunisasi?Walaupun


imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang
demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada
beberapa jenis imunisasi sebagai berikut :
DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun
setelahnya.

MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah
imunisasi.

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih
besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi
kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang
demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.

Sebenarnya, apa sih yang terjadi dalam tubuh saat anak mengalami kejang demam?
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi
difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, sehingga terjadi
lepasnya muatan listrik.

Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel/membran sel
di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang. Kejang
tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis (peradangan pada amandel), infeksi pada telinga, dan infeksi saluran
pernafasan lainnya.

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung
singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.

Melihat paparan kejadian dalam tubuh diatas, saya tarik benang merah gejala yang
bisa anda lihat saat anak mengalami Kejang Demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-
tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-
5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan
berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi
atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja
diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya
kebiruan.

Saat anak mengalami Kejang Demam, hal hal penting yang harus kita lakukan antara
lain :

- Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak untuk mencegah luka.
- Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda yang keras
atau tajam
- Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah dapat
mengalir keluar dari mulut
- Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan lidahnya
sendiri.
- Hubungi dokter anak anda

Akhirnya timbul pertanyaan bagaimana cara mencegah agar anak tidak mengalami
Kejang Demam, seperti yang saya tulis diatas kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik
atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga
atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai tindakan
pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam, tetapi hal ini
sekarang sudah jarang dilakukan.

Pada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat mereka
menderita demam bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun
melalui rektal).

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan
tidak menimbulkan kematian.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu
rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar
rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa
demam dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam
harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.

Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah. Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami
satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak mengalami recurensi 3 kali
atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperature yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran
cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.

Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai
pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam
sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan
pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang
dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau
kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang
secepat mungkin
Anak yang menderita kejang demam mungkin berkembang menjadi penderita
epilepsi. Penelitian yang dilakukan oleh The American National Collaborative
Perinatal Project mengidentifikasi 3 faktor resiko, yaitu :

1. Adanya riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung


2. Terdapat kelainan neurologis sebelum KD pertama
3. Kejang demam bersifat kompleks (berlangsung lama atau fokal, atau multipel
selama 1 hari

Mereka yang memiliki salah satu faktor resiko diatas kemungkinan menjadi epilepsi
adalah 2%. Bila terdapat 2 atau lebih kemungkinan menjadi epilepsi adalah 10% .
Bila tanpa faktor resiko diatas kemungkinannya adalah 1,6%.

Kejang demam (KD) didefinisikan sebagai suatu serangan atau bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh anak (di atas 38 C suhu rectal), biasa terjadi pada
bayi atau anak mulai usia 6 bulan sampai 5 tahun dimana penyebab demamnya
adalah proses ekstra kranial (diluar penyakit atau infeksi pada otak) dan terbukti
tidak ada penyebab tertentu. Kejang demam harus di bedakan dengan epilepsi yang
kejangnya tanpa demam atau kejang pada anak yang menderita infeksi intrakranial
seperti radang otak (ensefalitis) atau radang selaput otak (meningitis). Pada keadaan
yang terakhir anak demam kemudian kejang dan pasca kejang anak mengalami
penurunan kesadaran. Pada kejang demam ; anak setelah kejang kembali sadar
seperti sedia kala, seperti halnya Adi yang sempat menangis dan meminta minum
kepada ibunya atau kalau bayi kembali menetek ibunya.

Mengapa anak bisa KD?


Sampai saat sekarang belum diketahui pasti mengapa anak utamanya yang dibawah
5 tahun dapat mengalami kejang demam. Hipotesis ada yang menyatakan bahwa
secara genetik ambang kejang pada anak berbeda-beda dan ambang kejang tersebut
akan turun pada kenaikan suhu. Yang jelas ada 3 faktor yang berperan penting yaitu
faktor suhu, infeksi dan umur. Kenaikan suhu yang tinggi dan proses kenaikan suhu
yang cepat akibat berbagai infeksi (ISPA, otitis media, tonsillitis, gastroenteritis akut
dsb) dapat mencetuskan terjadinya kejang demam pada kelompok anak berumur 6
bulan-5 tahun. Hanya saja pada sebagian kecil kelompok, anak kejang dapat timbul
pada demam yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 38 C) tapi tetap yang terbanyak
adalah pada suhu diatas 39 C.

Apa gejala atau manifestasi klinis kejang demam?


Kejang demam biasa terjadi pada awal demam, pencetusnya adalah cepatnya
peningkatan suhu tubuh. Anak pada mulanya menangis, kemudian tidak sadar,
diikuti kaku otot (tonik) dan berlanjut dengan kejang kelojotan (klonik), berulang,
ritmik kemudian lemas dan tertidur. Dapat juga didahului dengan mata yang
mendelik ke atas dan mulut yang mengunci rapat sampai bisa menggigit lidah anak.
Bentuk kejang yang lain : langsung gerakan sentakan berulang atau sentakan
maupun kekakuan lokal (kejang fokal). Lama kejang kebanyakan dibawah 5 menit,
tapi pada sebagian kecil bisa sampai 15-30 menit. Pada kejang demam, pasca kejang
anak tertidur dan bila dibangunkan menangis dan sadar.

Apa yang dimaksud dengan kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks?
Secara klinis kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana : kejang berlangsung kurang
dari 15 menit, kejangnya umum dan tunggal (dalam 24 jam demam hanya satu kali
kejang). Sedangkan kejang demam kompleks : kejang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang fokal dan atau multiple (terjadi 2 kali atau lebih kejang dalam 24
jam demam).

Apa faktor resiko kejang demam pertama?


Diketahui ada beberapa faktor yang membuat seorang anak beresiko untuk
mengalami kejang demam untuk pertama kali. Faktor tersebut antara lain : riwayat
keluarga dengan kejang demam, bayi baru lahir yang sempat dirawat selama lebih
dari 4 minggu, anak dengan perkembangan terlambat (delayed development), anak
dengan pengawasan khusus/perawatan khusus, kadar natrium darah yang rendah
dan yang terpenting adalah temperatur yang tinggi.

Apakah seorang anak yang pernah kejang demam bisa kembali berulang?
Diketahui ada sekitar 33 % anak yang dapat mengalami kejang berulang 1 kali atau
lebih. Makin muda usia anak mendapat kejang demam pertama kali, makin besar
kemungkinan kambuh. Selain itu faktor cepatnya si anak kejang setelah demam,
temperatur yang rendah (<38 C)

Apakah anak yang kejang demam dapat menjadi epilepsi ?


Sebagian besar kejang demam tidak berkembang menjadi epilepsi. Tapi diketahui
ada beberapa faktor yang membuat seorang anak yang pernah KD beresiko menjadi
epilepsi. Faktor-faktor tersebut antara lain : perkembangan abnormal sebelum
kejang demam yang pertama (misal : anak penderita cerebral palsy atau CP), riwayat
keluarga dengan epilepsi dan kejang demamnya dikategorikan kejang demam
kompleks.

Apakah kejang demam membuat anak tidak cerdas (bodoh) ?


Tidak pernah ada bukti bahwa kejang demam akan dapat menurunkan kecerdasan
anak. Anak yang pernah kejang demam sewaktu kecil sama cerdasnya dengan
mereka yang tidak pernah kejang demam. Lain halnya kalau ternyata seorang
pernah kejang disertai demam dan penyebabnya diketahui sebagai infeksi otak
(ensefalitis, meningoensefalitis) yang dapat menimbulkan kerusakan permanen pada
otak dan akhirnya mempengaruhi perkembangan anak termasuk kecerdasannya.

Apa penanganan/pengobatan yang dilakukan pada anak dengan kejang demam ?


Seandainya kejang demam terjadi dirumah, orang tua diharapkan tetap tenang,
apabila mulut sang anak mengunci rapat sampai mengigit lidah, bisa diberikan
pengganjal pada mulutnya dengan sendok yang dibalut kain atau bantalan apa saja
yang empuk. Longgarkan semua pakaian yang ketat, kompres hangat untuk
membantu menurunkan suhunya (jangan lagi pakai kompres dingin atau alkohol).
Umumnya kejang berhenti sendiri, tapi bila kejang harus segera diberikan anti
kejang (anti konvulsan) secepatnya. Kalau dirumah bisa diberikan anti kejang yang
berbentuk rectal tube dimana obat tersebut disemprotkan ke dalam anus, satu hal
yang bisa dikerjakan oleh orang tua. Di klinik/IGD dokterpun sering menggunakan
obat anti kejang yang berbentuk rectal tube, karena mudah dan praktis ketimbang
obat yang harus disuntikkan. Setelah kejang teratasi dilanjutkan dengan pemberian
obat penurun panas sesegera mungkin, lagi-lagi yang diberikan lewat anus (seperti
proris supp, propyretic supp atau dumin supp). Pemberian obat demm lewat anus
pada saat pasca kejang dianjurkan karena anak biasanya tertidur ditambah lagi
dengan efek obat anti kejang yang membuat anak mengantuk (efek sodasi). Bila
demam tinggi sekali (hiperpireksia) apalagi sebelumnya anak diare atau muntah,
anak harus dirawat dan dipasang infus untuk masukkan cairan maupun obat
selanjutnya.
Sebagian besar anak dengan kejang demam bisa dipulangkan dan berobat jalan.
Sewaktu pulang orang tua dibekali obat panas umumnya golongan parasetamol
(sanmol, panadol, tempra, dumin dsb) atau golongan ibuprofen (proris, fenris,
bufect dsb) yang ditambah juga dengan obat pencegah kejang (diazepam). Obat
dapat diberikan dalam puyer racikan atau terpisah berupa sirup penurun panas dan
puyer anti kejang (diazepam). Bila demamnya disebabkan infeksi bakteri diberikan
antibiotika. Dokter adakalanya juga membekali orang tua dengan obat anti kejang
(diazepam) dalam bentuk rectal tube (nama dagangnya stezolid) dan penurun panas
dalam bentuk supposotoria (proris, dumin, propyretic). Selain itu orang tua
diberikan edukasi oleh dokter bila menghadapi anak yang kembali demam dengan
kaitannya dengan penggunaan dan dosis obat demam yang sesuai. Banyak orang tua
yang sering memberikan dosis obat panas yang kecil karena sering memakai patokan
dosis obat yang lalu, karenanya jangan malu bertanya pada dokter berapa dosis obat
penurun panas yang tepat sesuai berat badan anak.
Dengan edukasi yang baik, diharapkan orang tua bertindak cepat ketika anaknya
demam dan tidak terlambat membawa ke dokter.

Apakah diperlukan obat pencegah kejang yang rutin atau cukup sewaktu anak
demam saja?
Pengobatan pencegahan (profilaksis) dengan anti konvulsan bertujuan mencegah
kambuhnya kejang, bisa diberikan intermitten (sewaktu demam saja) atau yang
diberikan rutin terus menerus. Profilaksis intermitten bisa diberikan lewat racikan
obat panas dan anti konvulsan (diazepam) atau dengan anti konsulvan supp yang
dimasukkan lewat anus. Bila berat badan anak kurang dari 10 kg memakai diazepam
supp 5 mg tapi bila sudah dia tas 10 kg memakai diazepam supp 10 mg. Kebanyakan
kasus kejang demam hanya butuh profilaksis intermitten atau sewaktu demam saja.
Profilaksis terus menerus selama 1 tahun (sejak dari kejang terakhir) diberikan
secara individual dan pada kasus tertentu saja. Obat yang sering adalah fenobarbital
(luminal) atau yang makin sering dipakai sekarang karena efek sampingnya minimal
adalah asam valproat (depakene). IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia) melalui UKK
Neurologi Anak memberikan rekomendasi profilaksis terus menerus pada keadaan
sebagai berikut : sebelum kejang pertama sudah ada kelainan neurologik yang nyata
(cerebral palsy, mikrosefal atau retardasi mental), riwayat kejang demam yang lama,
kejang demam fokal dan dipertimbangkan pada anak yang mendapat kejang
pertama pada usia kurang 12 bulan atau terjadi kejang multiple (2 kali kejang atau
lebih) dalam satu episode demam atau kejang demam lebih dari 4 kali dalam
setahun.

Beberapa Tips : keadaan yang perlu diwaspadai !


Beberapa hal yang perlu diwaspadai pada anak dengan kejang demam antara lain :

* Munculnya demam pada anak yang pernah kejang demam.


* Kejang demam pertama pada anak usia kurang 12 bln, karena punya
kemungkinan berulang.
* Kejang demam yang lama (15 menit) atau kejang fokal yang bisa menimbulkan
gangguan otak.
* Efek samping obat anti konvulsan (anti kejang) : depresi napas, gangguan fungsi
hati, gangguan perilaku, gangguan intelektual dll.
* Setiap anak kejang demam harus disingkirkan kemungkinan meningitis,
ensefalitis tau ensefalopati karena berdampak pada prognosa (harapan
kesembuhan) dan gejala sisa yang mungkin timbul.

Yg disebut kejang demam adalah kalau anak kejang setelah sebelumnya mengalami
demam. Paling sering kejadian di anak umur 6bln-5thn.
Nah, di umur segini, kalau anak demam, sel2 syaraf di otaknya cenderung "bekerja
berlebihan" (bhs sederhananya ), shg mencetuskan kejang.
Tapiii...kejang demam ini bukan termasuk penyakit kejang yg berbahaya. Sebagian
besar akan sembuh sendiri. Kalau penanganan kejangnya tepat, ga akan ada gejala
sisa/bekasnya kok.

Penangan kejangnya Ysee udah bener kok,


1. Dilonggarin pakaian biar anak ga susah bernafas & oksigen ttp lancar
2. Kalau anak ga sadar, miringin badannya, spy kalau tiba2 muntah nggak masuk
paru2
3. Masukkin obat anti kejang lewat anus. (Kalau anaknya ga sadar, jgn sekali2
masukkin apa2 ke mulutnya! including sendok,dll)
4. Harusnya dalam 5-15mnt kejangnya berhenti, Kalau nggak berhenti juga, boleh
masukkin obat anti kejang lg dg dosis yg sama kaya tadi.
Kalau dlm 5 mnt masih kejang juga, Cepet bawa ke RS!
5. Kalau kejang berhenti, anak dalam keadaan sadar, kasih obat penurun panas,
sambil dikompres pake air anget.

Oiya, Fyi moms, untuk anak yg pernah kejang demam, ibunya wajib sedia obat
penurun panas & obat anti kejang yg dimasukkin lwt anus, di rumah.
Dosisnya jgn salah,ya..
Untuk obat anti kejang lwt anus:
BB < 5kg : pake diazepam rectal yg dosis 5mg
BB > 5kg : pake yg 10mg

Stesolid rectal atau obat kejang yg dimasukkin ke anus, memang nggak boleh dikasih
kalau anak udah berhenti kejangnya,ya.. Coz, obat ini nama aslinya adalah
Diazepam, efek kerjanya sebagai penenang. Anak sesudah kejang biasanya tertidur
lama krn kecapean, kalau ditambah obat ini, sadarnya jadi lebih lama krn efek
penenang itu tadi.

Oiya, Ysee kalau awalnya si dsa dah ngeresepin untuk 10mg sih, berarti dosisnya
udah dihitung ama dsa-nya. Cuma untuk moms yg belum pernah ngasih, usahain
dosisnya bener, krn hal penting yg perlu dicatet, efek samping si Stesolid ini adalah
menurunnya pernafasan. Ini yg bahaya kalau ngasihnya berlebihan.

Mengenai kopi pahit & relevansi dg kejang di dunia medis sih belum ada
penelitiannya, tapi kopi sebaiknya nggak dikasih terutama untuk anak <1thn, krn
kafein di dalam kopi punya efek mengecilkan pembuluh darah & meningkatkan
denyut jantung, jadi jantung anak bisa berdebar2 berlebihan kalau dikasih kopi,
kasian nanti jadi gelisah.

Oiya, Dumin itu merk, isinya parasetamol,kok.

Oiya, tambahan lagi, kalau anak kejang, DO NOT sekali lagi DO NOT masukkin apa2 ke mulut
anak, terutama benda yg keras kaya sendok atau gagang es krim,dll, karena resikonya
adalah gigi anak bisa patah krn gigit benda keras tadi. Kalau patahannya masuk tenggorokan
atau paru2, bahayaaa...bgt.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya
jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab
demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran
pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan


Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden
kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan
pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).
Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar
37%.
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan
kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya
cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan
segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk
menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering.
Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi
keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara
terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang
utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang
demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari
trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,
memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan
kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat karya tulis


dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Anak A dengan Kejang Demam di Ruang
Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan/Pengertian
Batasan/pengetahuan dari karya tulis dengan judul Asuhan
Keperawatan pada Anak A dengan Kejang Demam meliputi :
2.1.1 Asuhan adalah bantuan yang dilakukan bidan kepada individu, pasien atau
kliennya (Santoso. NI, 1989 : 3)
2.1.2 Keperawatan adalah suatu pelayanan kesehatan profesional berdasarkan
ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial spiritual
yang komprehensip yang ditujukkan kepada individu, keluarga dan
masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat (Santosa. NI, 1989 : 1)
2.1.3 Asuhan keperawatan adalah metode pemberian pelayanan keperawatan
kepada pasien / klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) yang
logis, sistematis, dinamis dan teratur (Santosa. NI, 1989 : 151)
2.1.4 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu
meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso,
1994: 148).

2.2 Konsep Kejang Demam

2.2.1 Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).

2.2.2 Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll

2.2.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
2.2.3.1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2.2.3.2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
2.2.3.3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

2.2.4 Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik
dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah
menderita kejang demam tergantung faktor :
2.2.4.1 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2.2.4.2 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang
2.2.4.3 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di
kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %,
dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut,
serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (Consensus Statement on
Febrile Seizures 1981).

2.2.5 Manifestasi Klinik


Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat
berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun
sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada
kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai
sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :

2.2.5.1 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun


2.2.5.2 Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
2.2.5.3 Kejang bersifat umum
2.2.5.4 Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
2.2.5.5 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
2.2.5.6 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
2.2.5.7 Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali

2.2.6 Penatalaksanaan Medik


Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu :
2.2.6.1 Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1. Segera diberikan diazepam intravena dosis rata-rata 0,3 mg/kg
Atau
diazepam rectal dosis 10 kg : 5 mg
bila kejang tidak berhenti 10 kg : 10 mg
tunggu 15 menit

dapat diulang dengan cara/dosis yang sama


kejang berhenti

berikan dosis awal fenobarbital


dosis : neonatus : 30 mg I.M
1 bulan 1 tahun : 50 mg I.M
1 tahun : 75 mg I.M
2. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan
dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2.2.6.2 Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
2.2.6.3 Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari
pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari
berikutnya.
2.2.6.4 Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis
media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit
tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif
seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati.
Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dll.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kejang Demam


Langkah-langkah dalam proses keperawatan ini meliputi :

2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien
tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan
sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data
akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan
yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber
data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan
pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data
melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi),
wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang
diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun
yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan
surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :

2.3.1.1 Data subyektif


1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan
gerakan kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran
seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu
yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit
kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya.
Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar,
tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai


Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat
kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan
lain-lain.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau
dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan
lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah,
tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
5. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang
dapat menimbulkan kejang.
6. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan
koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda,
dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
7. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi
menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
8. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yanh mengasuh anak ?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
9. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan
anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ?
Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

Pola aktivitas dan latihan


Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang
disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

2.3.1.2 Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)


Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Fisik
Kepala

Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala?


Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.

Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien


dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.

Muka/ Wajah.

Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah
tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus
cranial ?

Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi


seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari
telinga, berkurangnya pendengaran.

Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?

Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah?


Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?

Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring,


cairan eksudat ?

Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah


pembesaran vena jugulans ?

Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,


frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi

Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?

Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi


tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?

Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana


turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar ?

Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat


oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?

Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?


Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi ?

2.3.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,


pemeriksaannya meliputi :

1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)

BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan


merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian
obat.

Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi


kejang

Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 144 meq/dl )

2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda


infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang
dan adanya lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap
dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus
aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik
hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor
dengan atau tanpa kontras.

2.3.2 Analisa dan Sintesa Data

Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan


mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar,
menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah
pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.

2.3.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti
tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan
atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
2.3.3.1 Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
2.3.3.2 Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi
otot
2.3.3.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai :
1. Suhu meningkat
2. Anak tampak rewel
2.3.3.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan
informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.

2.3.4 Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan
dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan
kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada
kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
2.3.4.1 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan
hipertermi
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan
hiperthermi
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2. Suhu 36,5 37,5 C (bayi), 36 37,5 C (anak)
3. Nadi 110 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4. Respirasi 30 40 x/menit (bayi)
24 28 x/menit (anak)
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan
tidak menyerap keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang
akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan
meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai
propilaksis
2.3.4.2 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan
kurangnya koordinasi otot
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur
yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas
ketika kontrol otot volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
2.3.4.3 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan hiperthermi.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 37,5 C, N ; 100 110 x/menit,
RR : 24 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak
rewel.
Rencana Tindakan :
1. Kaji faktor faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena
penambahan pakaian/selimut dapat menghambat
penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu
lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas
atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan
perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal
dan tidak dapat menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh
meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan
panas.

2.3.4.4 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga


sehubungan keterbataaan informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga
dan kebenaran informasi yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu
menambah wawasan keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan
mencegah kejang demam, antara lain :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat
tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak
minum
7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila
anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan
kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan
menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular
sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah
menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat
menyebabkan kejang demam

2.3.5 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu
diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

2.3.6 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan
data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan
pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah
evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah
selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
Tabel 2.2 Evaluasi Pada Kasus Kejang Demam
N Diagnosa/Masalah Evaluasi
O
.
1 Potensial kejang berulang Klien tidak mengalami kejang
. berhu-bungan dengan selama 2x24 jam.
hiperthermi. Kriteria :
- Tidak terjadi serangan ulang
- Suhu : 36 37,5 C
- N : 100 110 kali/menit
- Kesadaran : composmentis
Tidak terjadi trauma fisik selama
2 Potensial terjadi trauma fisik perawatan.
berhubungan kurangnya Kriteria :
koordina-si otot. - Tidak terjadi traumas fisik
selama kejang.
- Mempertahankan tindakan
yang mengontrol aktivitas
kejang.
- Mengidentifikasi tindakan yang
harus diberikan ketika terjadi
kejang.
3 Gangguan rasa nyaman Rasa nyaman terpenuhi
. berhu-bungan dengan Kriteria :
hiperthermi. - Tanda vital :
Suhu : 36 37,5C
N : 100 110 kali/ menit
RR : 24 28 kali/menit
- Kesadaran : composmentis
- Anak tidak rewel
Pengetahuan keluarga
4 Kurangnya pengetahuan bertambah tentang penyakit
. keluarga berhubungan anaknya.
dengan keterbatasan Kriteria :
informasi. - Keluarga tidak sering bertanya
tentang penyakit anaknya.
- Keluarga mampu diikutserta-
kan dalam proses perawatan.
- Keluarga mentaati setiap
proses perawatan.
.
DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta.

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC,
Jakarta.

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta.

Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.

Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.

Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.

Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta.

Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.

Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada
Anak, PERKANI : Surabaya.

Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.
Kejang Demam (STUIP/STEP) dan Penanganannya.

Gara-gara si kecil Aulia demam panas tinggi disertai kejang-kejang (STUIP/STEP),


maka saya rajin mencari artikel tentang gejala penyakit yang satu ini. Berikut ini
kutemukan artikel yang bagus dari http://amillavtr.wordpress.com sebagai bekal
orang tua agar tidak panik jika mendapati anaknya step.

KEJANG PADA BALITA, WASPADAI !!

Kejang, baik yang disertai demam atau tidak, bisa berdampak fatal. Itulah
sebabnya, setelah memberi pertolongan pertama, bawa segera si kecil ke rumah
sakit. Tutty, bukan nama sebenarnya, panik bukan main demi mendapati buah
hatinya demam disertai kejang. Seluruh badannya menggigil namun kaku seperti
kayu, tangannya mengepal erat dan matanya mendelik ke atas. Sebagai ibu, Tutty
amat mengkhawatirkan anaknya akan mengalami gangguan otak. Untunglah
Tutty sigap dengan segera membawanya ke dokter anak terdekat. Kini, setelah
sekian waktu berlalu, si kecil sudah aktif bermain kembali. Memang, ibu mana
yang sih yang tak panik melihat anaknya yang masih berusia balita mengalami
kejang-demam. Rasanya serbasalah sekaligus bingung, enggak tahu harus
berbuat apa, celoteh seorang ibu lainnya.

Sebenarnya wajar saja orang tua bingung, tapi tak perlu kelewat panik. Sebab
kejang demam memang kerap menimpa anak-anak balita, umumnya anak usia 6
bulan hingga 5 tahun, jelas dr. Adi Tagor, Sp.A, DPH. Menurut Adi, kejang sendiri
terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa
bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya
suhu badan anak. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai
kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step. Masalahnya, toleransi masing-
masing anak terhadap demam sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya
rendah, maka demam pada suhu tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang.
Sementara pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang baru dialami jika
suhu badan sudah mencapai 39 C atau lebih.

GANGGUAN METABOLISME OTAK


Lalu mengapa bisa terjadi kejang ? Suhu badan yang tinggi akan menyebabkan
gangguan metabolisme basal. Padahal kenaikan suhu tubuh sebesar 1 C saja
sudah bisa menyebabkan peningkatan metabolisme basal (yakni jumlah minimal
energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh) sebanyak 10-
15%. Pada kondisi ini, kebutuhan oksigen pada otak naik sebesar 20%.
Masalahnya, di usia balita, aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran seluruh
tubuh. Bandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Itulah sebabnya, jelas
dokter spesialis anak yang antara lain berpraktek di RS Pondok Indah ini, kenaikan
suhu tubuh lebih mudah menimbulkan gangguan pada metabolisme otak.
Konsekuensinya, keseimbangan sel otak pun akan terganggu. Gangguan tersebut
akan menimbulkan terjadinya pelepasan muatan listrik yang menyebar ke seluruh
jaringan otak. Akibatnya, terjadilah kekakuan otot yang menyebabkan kejang di
sekujur tubuh tadi. Kejang demam, jelas Adi, mengindikasikan si kecil memiliki
penyakit yang memicu demam seperti tuberkolusa (TBC). Bisa juga penyakit-
penyakit infeksi lainnya seperti flu, radang tenggorok, gondongan, campak,
demam berdarah, tipus, dan sebagainya. Demam yang menjadi pemicu kejang
pun bisa muncul akibat reaksi tubuh terhadap kondisi yang ada. Seperti anak yang
tersengat sinar matahari dalam jangka waktu yang lama, sedang tumbuh gigi,
atau setelah mendapat imunisasi. Makanya banyak dokter yang memberi obat
penurun panas setelah si kecil diimunisasi. Berikan segera obat penurun panas ini
pada anak, saran Adi.

PUNYA RIWAYAT KEJANG

Selain karena demam, ada pula kejang yang mucul tanpa disertai demam. Salah
satu penyebab kejang semacam ini adalah adanya gangguan pada fungsi otak.
Bisa akibat alergi, cacat bawaan, trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang
otak, perdarahan di otak, hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan),
gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah ataupun karena keracunan.
Jangan salah, diare dan muntah pun bisa menyebabkan kejang pada anak.
Penyebabnya adalah gangguan keseimbangan elektrolit darah akibat muntah dan
diare tadi yang menyebabkan banyak cairan tubuh terbuang. Penyebab lainnya
yaitu sakit dalam jangka waktu lama yang menyebabkan kadar gula darah rendah,
asupan makan yang kurang, atau yang bersangkutan sudah lama menderita
kejang akibat gangguan epilepsi. Kejang akibat epilepsi biasanya mudah dideteksi
dengan melihat riwayat kejang demam pada keluarga. Sebab itu, orang tua yang
pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya
berisiko tinggi mengalami kejang serupa.
Kejang semacam ini umumnya berlangsung lebih dari 15 menit. Setelah
mengalami kejang, biasanya anak akan terlihat lemas, mengantuk lalu tertidur
pulas. Saat terbangun, bila kejang tadi tidak berdampak pada fungsi otak, anak
bisa pulih kembali. Sementara jika sempat mengenai otak, biasanya anak akan
mengalami gangguan perilaku. Bisa juga si kecil jadi sering terkena mengalami
kejang.

SEGERA BAWA KE DOKTER !! (jangan menjadi orang tua yang pelit)

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, Adi menyarankan agar orang tua
sesegera mungkin memberi pertolongan pertama begitu tahu si kecil mengalami
kejang demam. Setelah itu, jangan tunggu waktu lagi bawa segera si kecil ke
dokter atau klinik terdekat. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang, entah
cuma beberapa detik atau sekian menit. Dengan begitu, si kecil akan mendapat
penanganan lebih lanjut yang tepat dari para ahli. Biasanya dokter juga akan
memberikan obat penurun panas, sekaligus membekali obat untuk mengatasi
kejang dan antikejang. Sebagai pertolongan pertama, tak usah membawanya
langsung ke rumah sakit lengkap yang letaknya relatif lebih jauh karena bisa-bisa
si kecil mendapat risiko yang lebih berbahaya akibat lambat mendapat
pertolongan pertama, tukas Adi pula.

Selain itu, jika kejang demam tidak segera mendapat penanganan semestinya, si
kecil pun terancam bakal terkena retardasi mental. Pasalnya, kejang demam bisa
menyebabkan rusaknya sel-sel otak anak. Jadi, kalau kejang itu berlangsung
dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan sel-sel yang rusak pun akan
semakin banyak. Bukan tidak mungkin tingkat kecerdasan anak akan menurun
drastis dan tidak bisa lagi berkembang secara optimal. Bahkan beberapa kasus
kejang demam bisa menyebabkan epilepsi pada anak. Yang tak kalah penting,
begitu anaknya terkena kejang demam, orang tua pun mesti ekstrahati-hati.
Soalnya, dalam setahun pertama setelah kejadian, kejang serupa atau malah yang
lebih hebat berpeluang terulang kembali. Untuk mengantisipasinya, sediakanlah
obat penurun panas dan obat antikejang yang telah diresep-kan dokter anak.
Meski begitu, orang tua jangan kelewat khawatir. Karena dengan penanganan
yang tepat dan segera, kejang demam yang berlangsung beberapa saat umumnya
tak menimbulkan gangguan fungsi otak.

CIRI-CIRI KEJANG
Tentu saja dalam hal ini orang tua harus bisa membaca ciri-ciri seorang anak yang
terkena kejang demam. Di antaranya:

- kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan
kejang-kejang selama 5 menit .
- bola mata berbalik ke atas
- gigi terkatup
- muntah
- tak jarang si anak berhenti napas sejenak.
- pada beberapa kasus tidak bisa mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil.
- pada kasus berat, si kecil kerap tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu
kejang juga sangat bervariasi, dari beberapa detik sampai puluhan menit.

TIPS ATASI KEJANG DEMAM

Berikut beberapa penjelasan dari Adi tentang kejang dan demam pada anak: .
Suhu tubuh normal anak berkisar antara 36-37 C. Si kecil dinyatakan demam bila
temperatur tubuhnya yang diukur melalui mulut/telinga menunjukkan angka 37,8
C; melalui rektum 38 C, dan 37,2 C melalui ketiak. Sebelum semakin tinggi, segera
beri obat penurun panas. . Orang tua jangan begitu gampang mengatakan
seorang anak demam atau tidak hanya dengan menempelkan punggung
tangannya di dahi anak. Cara ini jelas tidak akurat karena amat dipengaruhi oleh
kepekaan dan suhu badan orang tua sendiri. . Termometer air raksa diyakini
merupakan cara yang paling tepat untuk mengukur suhu tubuh. Pengukuran suhu
tubuh akan lebih akurat bila termometer tersebut ditempatkan di rongga mulut
atau rektum/anus dibanding ketiak. Saat menghadapi si kecil yang sedang kejang
demam, sedapat mungkin cobalah bersikap tenang. Sikap panik hanya akan
membuat kita tak tahu harus berbuat apa yang mungkin saja akan membuat
penderitaan anak tambah parah.

Jangan gunakan alkohol atau air dingin untuk menurunkan suhu tubuh anak yang
sedang demam. Penggunaan alkohol amat berpeluang menyebabkan iritasi pada
mata dan intoksikasi/keracunan. Lebih aman gunakan kompres air biasa yang
diletakkan di dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres ini bertujuan menurunkan
suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu ini diharapkan terjadi karena panas
tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Penurunan suhu
yang drastis justru tidak disarankan. Jangan coba-coba memberikan aspirin atau
jenis obat lainnya yang mengandung salisilat karena diduga dapat memicu
sindroma Reye, sejenis penyakit yang tergolong langka dan mempengaruhi kerja
lever, darah, dan otak.

Setelah anak benar-benar sadar, bujuklah ia untuk banyak minum dan makan
makanan berkuah atau buah-buahan yang banyak mengandung air. Bisa berupa
jus, susu, teh, dan minuman lainnya. Dengan demikian, cairan tubuh yang
menguap akibat suhu tinggi bisa cepat tergantikan. . Jangan selimuti si kecil
dengan selimut tebal. Selimut dan pakaian tebal dan tertutup justru akan
meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan. Pakaian ketat atau yang
mengikat terlalu kencang sebaiknya ditanggalkan saja.

YANG BISA DILAKUKAN ORANG TUA

Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melewati angka 37,5 C.

Kompres dengan lap hangat (yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan
si kecil). Jangan kompres dengan air dingin, karena dapat menyebabkan
korsleting/benturan kuat di otak antara suhu panas tubuh si kecil dengan
kompres dingin tadi.

Agar si kecil tidak cedera, pindahkan benda-benda keras atau tajam yang berada
dekat anak. Tak perlu menahan mulut si kecil agar tetap terbuka dengan
mengganjal/menggigitkan sesuatu di antara giginya. Miringkan posisi tubuh si
kecil agar penderita tidak menelan cairan muntahnya sendiri yang bisa
mengganggu pernapasannya.

Jangan memberi minuman/makanan segera setelah berhenti kejang karena hanya


akan berpeluang membuat anak tersedak.

KEJANG TANPA DEMAM

Penyebabnya bermacam-macam. Yang penting, jangan sampai berulang dan


berlangsung lama karena dapat merusak sel-sel otak. Menurut dr. Merry C.
Siboro, Sp.A, dari RS Metro Medical Centre, Jakarta, kejang adalah kontraksi otot
yang berlebihan di luar kehendak. Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila
suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam.
Kejang yang disertai demam disebut kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya
disebabkan adanya suatu penyakit dalam tubuh si kecil. Misal, demam tinggi
akibat infeksi saluran pernapasan, radang telinga, infeksi saluran cerna, dan
infeksi saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah kejang yang tak
disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.

BISA DIALAMI SEMUA ANAK

Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan bola mata
berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet).
Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir.
Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi otak sehingga
dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat trauma lahir,
adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah
sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau
kecil, tutur Merry.

Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami
kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah
dilahirkan). Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita diabetes,
sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah, Red.).
Dengan demikian, enggak demam pun, dia bisa kejang. Selanjutnya, si bayi
dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini akan rentan terhadap
kejang. Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung kejang. Uniknya,
tambah Merry, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang.
Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya
sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang
belum sempurna.

JANGAN SAMPAI TERULANG

Penting diperhatikan, bila anak pernah kejang, ada kemungkinan dia bisa kejang
lagi. Padahal, kejang tak boleh dibiarkan berulang selain juga tak boleh
berlangsung lama atau lebih dari 5 menit. Bila terjadi dapat membahayakan anak.
Masalahnya, setiap kali kejang anak mengalami asfiksi atau kekurangan oksigen
dalam darah. Setiap menit, kejang bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel pada
otak, karena terhambatnya aliran oksigen ke otak. Bayangkan apa yang terjadi bila
anak bolak-balik kejang, berapa ribu sel yang bakal rusak? Tak adanya aliran
oksigen ke otak ini bisa menyebakan sebagian sel-sel otak mengalami kerusakan.

Kerusakan di otak ini dapat menyebabkan epilepsi, kelumpuhan, bahkan


retardasi mental. Oleh karenanya, pada anak yang pernah kejang atau berbakat
kejang, hendaknya orang tua terus memantau agar jangan terjadi kejang
berulang.

DIMONITOR TIGA TAHUN

Risiko berulangnya kejang pada anak-anak, umumnya tergantung pada jenis


kejang serta ada atau tidaknya kelainan neurologis berdasarkan hasil EEG
(elektroensefalografi). Di antara bayi yang mengalami kejang neonatal (tanpa
demam), akan terjadi bangkitan tanpa demam dalam 7 tahun pertama pada 25%
kasus. Tujuh puluh lima persen di antara bayi yang mengalami bangkitan kejang
tersebut akan menjadi epilepsi.Harus diusahakan, dalam tiga tahun sesudah
kejang pertama, jangan ada kejang berikut, bilang Merry. Dokter akan
mengawasi selama tiga tahun sesudahnya, setelah kejang pertama datang. Bila
dalam tiga tahun itu tak ada kejang lagi, meski cuma dalam beberapa detik, maka
untuk selanjutnya anak tersebut mempunyai prognosis baik. Artinya, tak terjadi
kelainan neurologis dan mental.

Tapi, bagaimana jika setelah diobati, ternyata di tahun kedua terjadi kejang lagi?
Hitungannya harus dimulai lagi dari tahun pertama. Pokoknya, jangka waktu
yang dianggap aman untuk monitoring adalah selama tiga tahun setelah kejang.
Jadi, selama tiga tahun setelah kejang pertama itu, si anak harus bebas kejang.
Anak-anak yang bebas kejang selama tiga tahun itu dan sesudahnya, umumnya
akan baik dan sembuh. Kecuali pada anak-anak yang memang sejak lahir sudah
memiliki kelainan bawaan, semisal kepala kecil (mikrosefali) atau kepala besar
(makrosefali), serta jika ada tumor di otak.

RAGAM PENYEBAB

Kejang tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak,
atau faktor keturunan, kata Merry yang lalu menjabarkannya satu per satu di
bawah ini. * Kelainan neurologis Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu
fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang. Contoh, akibat trauma lahir,
trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan
oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).* Bukan neurologis Bisa disebabkan
gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat sakit
yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi,
gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/zat kimia,
alergi dan cacat bawaan.
Faktor keturunan Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari
keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah
mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko
tinggi mengalami kejang yang sama.

WASPADAI DI BAWAH 6 BULAN

Orang tua harus waspada bila anak sering kejang tanpa demam, terutama di
bawah usia 6 bulan, Karena kemungkinannya untuk menderita epilepsi besar,
kata Merry. Masalahnya, kejang pada anak di bawah 6 bulan, terutama pada
masa neonatal itu bersifat khas. Bukan hanya seperti toniklonik yang selama ini
kita kenal, tapi juga dalam bentuk gerakan-gerakan lain. Misal, matanya juling ke
atas lalu bergerak-gerak, bibirnya kedutan atau tangannya seperti tremor. Dokter
biasanya waspada, tapi kalau kejangnya terjadi di rumah, biasanya jarang ibu yang
ngeh. Itulah sebabnya, orang tua harus memperhatikan betul kondisi bayinya.

MENOLONG ANAK KEJANG

Jangan panik, segera longgarkan pakaiannya dan lepas atau buang semua yang
menghambat saluran pernapasannya. Jadi kalau sedang makan tiba-tiba anak
kejang, atau ada sesuatu di mulutnya saat kejang, segera keluarkan, tutur Merry.

Miringkan tubuh anak karena umumnya anak yang sedang kejang mengeluarkan
cairan-cairan dari mulutnya. Ini sebetulnya air liur yang banyak jumlahnya karena
saraf yang mengatur kelenjar air liur tak terkontrol lagi. Kalau sedang kejang, kan,
saraf pusatnya terganggu. Bukan cuma air liur, air mata pun bisa keluar. Guna
memiringkan tubuh adalah supaya cairan-cairan ini langsung keluar, tidak
menetap di mulut yang malah berisiko menyumbat saluran napas dan
memperparah keadaan.

Jangan mudah percaya bahwa meminumkan kopi pada anak yang sedang kejang
bisa langsung menghentikan kejang tersebut.

Secara medis, kopi tak berguna untuk mengatasi kejang. Kopi justru dapat
menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan saat anak mengalami
kejang, yang malah bisa menyebabkan kematian.

Segera bawa anak ke rumah sakit terdekat, jangan sampai otak kelamaan tak
mendapat oksigen. Usahakan lama kejang tak lebih dari tiga menit. Siapkan obat
antikejang yang disarankan dokter bila anak memang pernah kejang atau punya
riwayat kejang.

Summary / Ringkasan

Demam merupakan salah satu indikasi adanya penyakit dan mekanisme


pertahanan tubuh untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Demam yang terjadi pada anak dengan suhu yang tinggi perlu diwaspadai karena
dapat menyebabkan kejang yang berakibat kerusakan pada sistem saraf.

Demam non spesifik pada anak bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan karena
demam dapat diketahui dini dan diatasi dengan langkah-langkah sbb :

1. Periksa suhu bayi atau anak


Pemeriksaan suhu bayi atau anak dapat dilakukan dengan menggunakan
termometer atau menggunakan pita indikator. Suhu anak harus tetap dijaga
agar tidak melebihi 38,3 oC.
2. Penurunan suhu tubuh pada saat demam
Untuk menurunkan suhu tubuh anak dapat dilakukan beberapa cara
a. Terapi Non Farmakologis
Terapi ini dapat dilakukan dengan mengompres anak pada bagian kepala,
selangkangan, llipatan ketiak dengan menggunakan air dingin atau es.
Usahakan anak mengenakan pakaian yang tipis dan longgar serta ditempatkan
pada ruang dengan sirkulasi udara yang baik. Selain itu, perlu diberikan air
minum untuk mencegah dehidrasi.
b. Terapi Farmakologis
Terapi ini dapat dilakukan bila anak atau bayi telah berusia di atas 3 bulan.
Terapi ini dilakukan dengan memberikan obat-obat penurun demam /
antipiretik seperti paracetamol dan asetosal dengan dosis tertentu.
Terapi ini dapat juga ditambahkan dengan antikejang seperti diazepam bila
demam yang diderita anak telah mencapai suhu yang sangat tinggi melebihi
38 oC dan menimbulkan kejang pada anak. Namun bila demam yang terjadi
merupakan gejala penyakit akibat infeksi dari mikroba
patogen perlu diwaspadai dan diperhatikan karena bila terlambat
penanganannya dapat menyebabkan cacat tubuh bahkan kematian.

Di bawah ini, terdapat penyakit-penyakit yang berbahaya dengan gejala awal


ditandai dengan demam, antara lain :
- Campak
Gejala-gejala penyakit ini ditandai dengan demam tinggi sekitar 38,5 oC
selama beberapa hari, demam yang disertai batuk, hidung berlendir, dan mata
merah, sertai bintik merah.
- Campak Jerman
Seperti halnya campak, campak Jerman (rubella) ditandai dengan demam
tinggi selama beberapa hari. Biasanya diikuti dengan pembengkakan kelenjar
di bagian leher. Juga timbul bercak berwarna merah muda. Bercak ini dimulai
dari wajah menyebar ke seluruh
tubuh.
- Cacar Air
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Munculnya ditandai
dengan demam disertai dengan bintik merah yang gatal muncul di wajah dan
tubuh, lalu berkembang menjadi lepuh dan pecah.
- Demam Berdarah
Gejala demam berdarah sepintas sangat mirip dengan gejala flu, radang
tenggorokan, atau campak. Suhu tubuh penderita meningkat secara tiba-tiba
dengan disertai sakit kepala,timbul rasa nyeri otot dan tulang, mual, muntah,
dan disertai batuk serta ada pembengkakan pada daerah di sekitar mata.
- Tuberkolosis
Gejala tuberkolosis (TBC) yang paling dini ditandai dengan suhu tubuh yang
meninggi dan kehilangan nafsu makan. Kemudian muncul batuk-batuk, juga
sering keluar keringat di malam hari. TBC ini diakibatkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkolosis, yang tumbuh dan berkembang amat lambat
sehingga TBC termasuk penyakit kronik. Dalam hal ini diperlukan bantuan
dokter dalam menegakan diagnosa penyakit-penyakit di atas dan memberikan
pengobatan yang sesuai dengan penyakit yang diderita anak.
Sekedar tambahan dari yang saya tahu

Kejang itu merupakan suatu mekanisme yang terjadi di mana lepasnya banyak
muatan listrik yang terjadi sangat cepat akibat dari perubahan keseimbangan ion2
tubuh seperti K+ dan Na+. Biasanya terjadi dengan bantuan neurotransmitter dan
terjadi pada saat suhu tubuh sedang sangat tinggi.

Dari kata kunci yang saya bold kan yaitu neurotransmitter, maka kejang ini
berkaitan juga dengan sistem saraf otonom. Maka untuk mengatasi kejang ini
yang diakibatkan oleh gangguan pada sistem saraf otonom, kita dapat juga
menggunakan senyawa2 adrenergik, seperti caffein. Maka dengan itu, jika tidak
ada stok luminal, diazepam, segeralah buat kopi kental diminumkan kepada anak
sebelum kejang

Dan saran saya yang lain, u/ para orang tua harus menyimpan sediaan cair, dan
juga sediaan rektal penurun panas dan antikejang.

Tips untuk anak yang sudah kejang

1. Periksa apakah ada luka


2. Periksa apakah ada sesuatu di mulut anak yang dapat mengganggu jalur
pernafasan, dan jika ada liur, segera baringkan anak dengan posisi kepala
miring agar liur mengalir keluar
3. Jangan mencoba memasukkan obat ke dalam mulut anak. ITU SANGAT
BERBAHAYA
4. Telp dokter anak Anda. DAN TANYAKAN : bolehkah Anda menggunakan
supositoria diazepam <= ini gunanya mengapa saya meminta para ortu
menstok supositoria. (dan jika ortu yang lebih cerdik, tentu hal ini sudah
dilakukan jauhari sebelumnya, dengan misal iseng2 bertanya kepada dokter
anak, dok.. kalau anak saya demam, dan misal kejang. boleh donk telp
dokter, dan sebelum bawa ke dokter, boleh gak saya kasih dulu supositoria
diazepam)

Mengapa pemberian lewat mulut saya larang sedangkan lewat dubur tidak
?
1. Ketika anak sedang kejang, berarti anak dalam keadaan tidak sadar, kita
tidak akan tahu obat yang diberikan masuk ke mana, sangat berbahaya jika
masuk ke tenggorokan
2. walau pun obat masuk ke kerongkongan, obat membutuhkan waktu
untuk terserap dan masuk ke dalam sistem sirkulasi sistemik
3. sedangkan lewat dubur, karena hanya 1 saluran, maka tidak ada istilah
masuk ke tenggorokan dan untungnya di dubur sangat banyak sekali
pembuluh2 darah kapiler yang sangat halus. Itu akan mempercepat proses
absorbsi / penetrasi obat ke dalam tubuh.

idealnya karena individu itu berbeda2 ketahanan tubuhnya, maka demam itu
akan berbeda2 pula tingkat ketinggian suhunya karena pada dasarnya demam itu
adalah proses mekanisme membunuh bakteri secara alami oleh tubuh dengan
menaikkan suhu. Akan tetapi itu juga merusak sel2 tubuh itu sendiri. Jadi idealnya
jika ada demam walau tinggi / rendah, harus langsung diupayakan untuk turun
dengan farmakologis atau pun non farmakologis.

Sekedar tips, jika anak demam, ada baiknya ditemani tidur. Ada gunanya ditemani
tidur.
1. Berguna untuk mengontrol anak apakah demamnya menurun / tidak
2. Memberi rasa nyaman pada anak, karena dijagain..

Kejang yang berbahaya bagi perkembangan otak anak jika telah bersifat merusak.
Saya bisa menggaransi ketikan ini.. karena saya juga mengalaminya, makanya saya
masih mengalami speech disorder sampai saat ini akibat pernah demam tinggi
pada saat kecil, dan orang tua kurang mengetahui pengetahuan medis mengenai
ini. Dan ketika kemarin saya menjalani tes pemeriksaan MRI, keliatan di bagian
otak tengah ada yang putih2 menandakan bahwa sudah terjadi lesi (ada
kerusakan dan kematian pada sel otak di area sana)

Untuk pemeriksaan EEG, dll. saya rasa bawakan ke dokter dulu. Biar dokter yang
mendiagnosa, apakah perlu / tidak. Karena sudah terjadi kejang, jangan merasa
bersalah lagi namun lebih fokus ke pengobatan tahap selanjutnya. Itu yang lebih
penting

Sebagai bahan mengingatkan, anak adalah makhluk yang paling rentan. Dan juga
mengapa saya sering mencereweti para ortu yang pernah saya kenal kalau anak
demam masih belum diapa2in. Karena saya sudah mengalami. Terlepas dari
hukum karma ya.. Akibat demam kejang yang saya alami di waktu kecil. Saya
harus menanggung malu, diledek, dihina dalam lingkungan sosial saya karena
mengalami speech disorder. Itu pun sudah sangat menyakitkan..

Yang saya alami masih belum seberapa, masih untung hanya speech disorder.
Namun ada yang mengalami kelumpuhan, gangguan fokus penglihatan (saya
pernah temui ini juga di teman, di mana anaknya setelah step bola matanya gak
bisa fokus, muter2 terus ke mana2 ), dll. Intinya jangan sampai karena demam
dan kejang terus merusak masa depan anak. itu sangat disayangkan..

Untuk resiko kejang apakah hilang saat besar, itu saya juga kurang tahu, yang
pasti saat ini resiko saya belum hilang. Namun lebih baik dari sebelum2nya.
Karena di kala kecil, saya membutuhkan waktu 5 menit lebih untuk berbicara
sepotong kalimat. Dan sangat sulit berbicara untuk awal pengucapan, apalagi
ditambahi awal pengucapan itu memiliki huruf yang tidak manusiawi menurut gw
seperti st (stiker) contohnya. itu sangaaaaaaaaaat susah , tapi lama2 seh
seiiring dengan bertambah umur, bisa menerima diri. lebih PD, lama2 juga
menjadi lebih baik.. cuma masih muncul kalau lagi cemas..

Intinya kalau sudah kena.. ya mau diapain lagi.. yang perlu adalah latihan. Saya
sewaktu kuliah aja cerewet lho.. sulit bicara seh sulit.. tapi dosen kan dah
dibayar.. jadi idealnya kalau gw ngomong juga didengerin mumpung bisa
latihan ngomong..

sebaiknya tetap memperhatikan aturan pakai.. karena bagaimana pun juga


paracetamol memiliki efek hepatotoksik (keracunan pada hati), jadi
penggunaannya harus hati2. Namun untuk itu bukan berarti ortu pasrah. Kan
masih ada terapi non farmakologis, yaitu dengan menggunakan kompres.
Demam kan biasanya kenaikan suhu tubuh pada bagian atas tubuh, namun bagian
bawah tubuh akan dingin. Makanya pada kasus demam, anak2 hendaknya
dipakaikan kaos kaki agar suhu tubuh di bawah akan hangat, dan u/ bagian tubuh
atas dikompres dengan es terutama di bagian lipatan ketiak. Dengan adanya
upaya penetralan suhu maka suhu akan kembali seimbang..

Mungkin ada kesalahpahaman, maksud saya resiko kejang itu adalah efek
samping yang dihasilkan akibat kejang demam, yaitu kerusakan2, bukan kejang2
terus menerus. Kalau kejang2 terus menerus itu perlu diperiksa apakah menderita
epilepsi / bukan.. dan bukan termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam, bagaimana mengobatinya?

dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K)

Sekitar Kejang demam atau stuip dapat terjadi pada 4% di antara anak berumur
antara 6 bulan sampai 4 tahun, kadang masih bisa kejang sampai 6 tahun. Diduga
bahwa pada umur tersebut jaringan otak belum sempurna, sehingga mudah
mengalami kejang. Kejang biasanya terjadi segera setelah demam yang naik
tinggi. Kalau sudah beberapa hari demam baru terjadi kejang, mungkin ada sebab
lain.

Kejangnya ada 2 macam. Yang pertama adalah kejang kaku, mata mendelik atau
terbalik ke atas, lalu tangan kaki menjadi kaku. Pada jenis yang kedua, terjadi
gerak kelojotan di tangan dan kaki. Biasanya kejang demam hanya berlangsung
beberapa detik sampai beberapa menit, lalu berhenti dan anak sadar kembali.

Pemeriksaan saraf pada anak dengan kejang demam seringkali normal saja.
Keluarga dekat sering ada yang mengalami kejang demam juga.

Apakah kejang demam memerlukan CT scan atau MRI? Tidak. Kecuali bila anak
menunjukkan kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan, atau kepala
kecil.
Apakah kejang demam memerlukan EEG? Tidak, kecuali pada beberapa keadaan
yang khusus misalnya kejang demam sangat sering.
Pemeriksaan cairan dari punggung. Kadang sulit membedakan antara kejang
demam dan meningitis (radang selaput otak) pada anak berumur kurang dari 18
bulan. Pada anak-anak ini sering harus dilakukan pengambilan cairan dari
punggung untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis.

Anak sudah mengalami kejang demam. Apakah ia harus makan obat terus
menerus selama beberapa tahun agar tidak kejang kembali? Saat ini, makan obat
terus menerus selama 1-2 tahun hanya diberikan untuk kasus-kasus:

1. Kejang demam berlangsung lama lebih dari 15 menit.


2. Kejang demam hanya satu sisi tubuh, misalnya hanya kejang sebelah kiri.
3. Anak juga mengalami kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan.
4. Indikasi yang tidak mutlak misalnya:
a. Bila kejang demam pertama terjadi pada umur kurang dari 1 tahun.
b. Bila kejang demam berulang, lebih dari satu kali dalam satu hari.

Kalau tidak makan obat terus menerus, bagaimana kita mencegah berulangnya
kejang demam? Paling baik memang apabila anak mengalami demam, lalu diberi
obat untuk mencegah berulangnya kejang demam. Sayangnya tidak ada obat yang
100% dapat mencegah kejang demam bila diberikan saat anak mulai mengalami
demam. Obat yang dapat digunakan adalah diazepam, yang dimakan selama
demam, diberikan 3 kali sehari. Cara ini berhasil mengurangi risiko kejang demam
sebanyak 20-44%.

Cara lain adalah memberikan diazepam melalui anus, saat anak mulai demam.
Dosis diazepam adalah 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg. Cara ini mungkin lebih
efektif dibandingkan memberi diazepam yang dimakan.

Apa yang harus dilakukan bila anak ternyata kejang kembali? Jangan panik.
Jangan masukkan sendok atau jari ke mulut. Jangan memberi obat melalui mulut
saat anak masih kejang atau masih belum sadar. Letakkan anak dalam posisi
miring, buka celananya kemudian berikan diazepam melalui anus dengan dosis
yang Sama. Bila masih kejang, diazepam dapat diulang lagi setelah 5 menit, sambil
membawa anak ke rumah sakit. Bila anak demam tinggi, lakukan kompres hangat,
lalu berikan penurun demam bila ia sudah sadar.
Apakah anak mengalami gangguan otak atau menjadi bodoh karena mengalami
kejang demam? Tidak. Otak tidak akan rusak kecuali kejang berlangsung sangat
lama, lebih dari 15-30 menit.
Apakah anak akan mengalami kejang demam kembali? Kira-kira 30% anak akan
mengalami kejang demam kembali, terutama setahun kemudian.
Apakah anak akan mengalami epilepsi atau kejang tanpa demam di kemudian
hari? Risikonya sangat kecil, hanya sekitar 2-12%.
Apakah mungkin terjadi kematian? Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.

Referensi

American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Long-term Treatment of the


Child With Simple Febrile Seizures. Pediatrics 1999;103:1307-9

Moyer VA. Evidence based management of seizures associated with fever. BMJ
2001;323:11114

Demam dan trombosit turun = demam berdarah?


Dr. Alan R. Tumbelaka, SpA(K)
Divisi Infeksi dan Penyakit Tropik
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

Artikel Majalah Anakku Januari 2006


" Dok, anak saya gak kena demam berdarah kan?" tanya Mira saat berkonsultasi dengan dokter
anaknya sore itu. Anaknya sudah demam tinggi sejak kemarin malam dan Mira khawatir ini
bukan demam biasa. Ibunya tadi malam sudah mewanti-wanti. "Buruan di bawa ke dokter,
takut demam berdarah," temannya pun menasehatkan." Periksa saja trombositnya, jangan-
jangan demam berdarah, sekarang lagi musim lho." Mira bertambah panik, apalagi setelah
melihat siaran televisi bahwa banyak korban meninggal karena demam berdarah.

Mira kurang puas ketika dokter menjelaskan bahwa anaknya baru mengalami demam selama
satu hari, jadi belum bisa dipastikan apakah anaknya demam berdarah atau tidak. "Dok, tidak
apa-apa deh anak saya diperiksa darahnya, yang penting bisa ketahuan demam berdarah atau
bukan."

Episode ini pasti sering terdengar di balik bilik konsultasi. Benarkah demam tinggi mendadak
berarti demam berdarah? Mengapa ada kasus yang begitu berat hingga pasien meninggal
dunia, tetapi mengapa pula ada yang ringan saja? Apakah trombosit turun sudah jaminan
bahwa anak terkena demam berdarah?Demam berdarah disebabkan virus dengue sehingga
disebut sebagai demam berdarah dengue (DBD). Virus dengue terdiri dari empat jenis atau
strain yaitu dengue tipe 1, 2, 3, dan 4. Virus ini dapat menginfeksi manusia lewat nyamuk Aedes
Aegipty atau Aedes Albopictus. Nyamuk ini kakinya belang-belang putih-hitam dan mengigitnya
justru di siang hari. Tidak semua orang yang terkena virus dengue akan mengalami demam
dengan gejala berat, sebagian lagi hanya sakit ringan.

Mengenal lebih dalam demam berdarah


Sudah banyak teori yang coba menjelaskan mengapa pada anak yang satu bisa mengalami
demam berdarah yang berat sedangkan pada anak lain tidak. Salah satu teori mengatakan, bila
kita terinfeksi virus dengue 2 kali dengan strain yang berbeda, penyakit yang muncul akan lebih
parah. Teori yang lain menyebutkan si virus dengue punya "sifat ganas" yang berbeda-beda. Ini
menjelaskan mengapa pada bayi yang baru terkena virus dengue satu kali saja langsung
menjadi demam berdarah yang fatal.

Di Indonesia dengan iklim tropis dan curah hujan tinggi, DBD sudah menjadi "langganan" setiap
tahun. Angka kejadiannya paling tinggi pada musim penghujan yaitu sekitar bulan Februari,
Maret, dan April. Di pedesaan, peningkatan kasus sudah mulai terjadi di bulan Desember,
sedangkan untuk perkotaan, puncak terjadi pada bulan Mei-Juni.

Gejala
Bisa dimengerti mengapa Mira tidak puas mendengar jawaban dokter. Bila demam baru satu
hari, demam berdarah memang sulit dibedakan dengan demam yang disebabkan penyakit lain
seperti influenza, sakit tenggorokan, atau tipes karena gejalanya amat mirip.

WHO pada tahun 1997 telah membuat pedoman yang bisa membuat kita curiga adanya demam
berdarah:

1. Demam mendadak tinggi 2-7 hari


2. Adanya gejala perdarahan, misalnya bintik-bintik merah di kulit yang tidak hilang meski
kulit diregangkan, gusi berdarah, mimisan, dan tinja berdarah. Bintik-bintik merah di
kulit bisa muncul sendiri atau dibuat muncul dengan uji bendung. Biasanya uji bendung
dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tekanan darah yang digembungkan di
seputar lengan hingga pembuluh darah tertekan. Bila positif, akan muncul bintik-bintik
merah.
3. Ada pembesaran hati.
4. Terjadi syok: denyut nadi lemah dan cepat, tekanan darah turun, anak gelisah, tangan
dan kaki dingin.
5. Pemeriksaan laboratorium: trombosit turun dan terjadi kenaikan kekentalan darah.
Ditandai dengan trombosit kurang dari 100.000/l dan hematokrit meningkat 20% lebih
tinggi dari normal.

Trombosit turun belum pasti demam berdarah


Pemeriksaan Trombosit dan hematokrit merupakan tes awal sederhana yang bisa membuat kita
curiga adanya demam berdarah. Trombosit adalah sejenis sel darah yang diperlukan untuk
pembekuan darah. Jika nilainya turun, maka tubuh menjadi mudah berdarah seperti mimisan,
gusi berdarah, dan sebagainya. Jumlah trombosit yang normal adalah sekitar 150-200.000/ l.
Ingatlah bahwa trombosit yang turun bisa pula terjadi pada penyakit lain seperti campak,
demam chikungunya, infeksi bakteri seperti tipes, dan lain-lain. Pada demam berdarah,
trombosit baru turun setelah 2-4 hari. Bila demam baru satu hari sedangkan trombosit sudah
turun, patut dicurigai apakah laboratoriumnya yang salah, orang tua salah menghitung hari
demam, atau penyakit itu bukan DBD.

Hematokrit menunjukkan kadar sel darah merah dibandingkan jumlah cairan darah. Untuk anak
Indonesia, nila Hematokrit yang normal adalah sekitar 37-43%. Pada DBD, hematokrit
meningkat. Lha kita kan tidak tahu nilai hematokrit anak sebelum sakit? Untuk mudahnya,
ambil saja patokan bahwa nilai hematokrit lebih dari 40% dianggap sebagai meningkat. Apalagi
kalau lebih dari 43%. Mengapa hematokrit meningkat? Karena terjadi perembesan cairan ke
luar dari pembuluh darah sehingga darah menjadi lebih kental. Hematokrit yang meningkat
merupakan hal penting karena dapat membedakan DBD dengan infeksi virus yang lain.

Untuk lebih pastinya, demam berdarah memerlukan pemeriksaan yang lebih khusus seperti
menemukan virus dengue, atau uji reaksi antibodi dan antigen.

Pemeriksaan darah terlalu dini tidak banyak gunanya


Pemeriksaan darah yang dilakukan terlalu dini (misalnya demam baru satu hari) belum bisa
memperkirakan apakah benar anak terkena DBD, karena trombosit dan hematokrit masih
normal. Bila demam telah berlangsung sekitar 3-4 hari, barulah hematokrit meningkat dan
trombosit mulai menurun. Terkadang, pemeriksaan ditambah pula dengan tes Widal untuk
menyingkirkan tipes (seperti yang ditawarkan berbagai paket laboratorium), padahal ini belum
diperlukan sebelum 7 hari.

Masa kritis
Prinsipnya, orang tua harus benar-benar menghitung hari, sejak kapan anaknya demam. Satu
hari berarti satu hari penuh atau 24 jam setelah mulainya demam. Karena dengan begitu, bisa
ditentukan kapan anak masuk dalam fase kritis yang merupakan momok mengerikan pada DBD.
Pada DBD, demam biasanya akan turun setelah berlangsung 3-4 hari. Namun, justru pada saat
demam turun anak dapat masuk ke masa kritis, atau sebaliknya sembuh tanpa komplikasi
apapun.

Orang tua justru harus waspada pada saat demamnya turun. Pada anak yang masuk masa kritis,
pada saat demam turun, ujung-ujung jari teraba dingin, denyut nadi kecil dan cepat serta
tekanan darah menurun dan anak tampak lemas. Semua ini terjadi akibat cairan merembes ke
luar dari pembuluh darah. Anak seolah-olah kekurangan cairan darah dan sirkulasi tubuh
menjadi gagal berfungsi. Akhirnya anak mengalami syok. Tandanya, kulit teraba dingin
terutama ujung jari dan kaki, biru di sekitar mulut, anak gelisah sekali dan lemas, nadinya lemah
dan cepat bahkan bisa tidak teraba denyutnya.

Selain syok, dapat pula terjadi perdarahan. Yang paling sering adalah perdarahan saluran cerna,
ditandai dengan buang air besar berdarah, akibat trombosit yang rendah ataupun karena syok
yang berkelanjutan. Kedua keadaan ini memerlukan penanganan sangat serius dan intensif
karena merupakan keadaan sangat gawat.

Namun, untungnya tidak semua anak yang terkena DBD akan mengalami hal yang seram
tersebut. Sebagian besar anak akan cepat kembali normal dan sembuh seperti sedia kala
setelah fase kritis ini lewat.

Apakah harus dirawat?


Penyebab demam kan belum tentu DBD? Jadi anak yang baru demam biasa selama 1 hari tidak
perlu dirawat di rumah sakit. Tapi ada catatannya: Orang tua harus dapat memantau
perkembangan penyakit anak di rumah dan kembali kontrol ke dokter. Di rumah, anak harus
dipastikan minum banyak cairan dan dipantau suhunya setiap hari. Dokter seharusnya meminta
orang tua untuk datang kembali kontrol setelah demam berlangsung 3 hari, dan melakukan
pemeriksaan Hemoglobin, trombosit dan hematokrit setiap hari berikutnya. Bila hasil
laboratorium menunjukkan ada tanda-tanda penurunan trombosit (kurang atau sama dengan
100.000/l) atau peningkatan hematokrit (lebih dari 40%), barulah anak harus masuk rumah
sakit.

Apalagi kalau setelah 3 hari demam tidak turun juga atau muncul gejala demam berdarah
seperti mimisan, gusi berdarah, muntah, lemah, anak gelisah, jangan tawar lagi. Segera masuk
rumah sakit.

Kapan anakku boleh pulang dari rumah sakit?


Perawatan demam berdarah tidak memerlukan waktu yang lama. Asalkan fase kritis sudah
lewat, orang tua boleh lega. Umumnya, dokter memperbolehkan pulang bila anak sudah tak
demam satu hari tanpa pertolongan obat, nafsu makannya membaik, anak tampak makin
sehat, hematokrit membaik, trombosit lebih dari 50.000//l. Dan bila anak mengalami syok,
dokter akan memulangkannya tiga hari setelah masa syok lewat.

MITOS DAN FAKTA DBD


Demam plus perdarahan sama dengan DBD (salah)
Diagnosis DBD perlu memperhatikan kriteria WHO yaitu: ada demam tinggi, ada
perdarahan, ada pembesaran hati, dan perembesan cairan darah.
Bila uji bendung positif sudah pasti DBD (salah)
Uji bendung bisa juga positif pada penyakit lain, bahkan pada anak yang tidak sakit
sekalipun.
DBD merupakan penyakit yang hanya menyerang anak-anak (salah)
Semua umur (bayi hingga orang tua) dapat terkena DBD
DBD hanya menyerang orang yang tinggal di perumahan kumuh atau sosial ekonomi
rendah (salah)
Semua orang dari kalangan mana pun bisa terkena DBD

Anda mungkin juga menyukai