Saat duduk di depan lobi sebuah rumah sakit negeri di Denpasar, saya melihat
seorang bapak dengan tergopoh gopoh menggendong anaknya menuju ke ruang
UGD. Penasaran, saya beranikan diri menanyakan ke bapak itu apa yang terjadi
dengan anaknya, dengan suara yang masih terengah engah bapak itu menceritakan
bahwa anaknya terkena step.
Step atau Kejang Demam masih sangat umum terjadi pada anak anak. Menurut IDAI,
kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.
Kejang merupakan hal yang menakutkan tetapi biasanya tidak membahayakan.
Orang tua akan panik begitu mendapatkan anaknya menderita kejang demam.
Apa yang dimaksud dengan Kejang Demam?, Kejang demam merupakan kejang yang
terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem
saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat
aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak
tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak
lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang
biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama
lebih dari 15 menit.
Secara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
- Simple febrile seizures (Kejang Demam Sederhana) : kejang menyeluruh yang
berlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
- Complex febrile seizures / complex partial seizures (Kejang Demam Kompleks) :
kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit,
dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
Lalu apa yang membedakan kejang demam ini dengan epilepsi? Walaupun gejalanya
sama yaitu kejang dan berulang, namun pada anak yang menderita epilepsi, episode
kejang tidak disertai dengan demam.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara
lain:
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif
normal
- Riwayat demam yang sering
- Kejang pertama adalah complex febrile seizure
Jika kejang terjadi segera setelah demam atau jika suhu tubuh relatif rendah, maka
besar kemungkinannya akan terjadi kembali kejang demam. Risiko berulangnya
kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50%
dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan = 3 faktor risiko.
MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah
imunisasi.
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih
besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi
kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang
demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.
Sebenarnya, apa sih yang terjadi dalam tubuh saat anak mengalami kejang demam?
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi
difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, sehingga terjadi
lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel/membran sel
di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang. Kejang
tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis (peradangan pada amandel), infeksi pada telinga, dan infeksi saluran
pernafasan lainnya.
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung
singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.
Melihat paparan kejadian dalam tubuh diatas, saya tarik benang merah gejala yang
bisa anda lihat saat anak mengalami Kejang Demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-
tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-
5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan
berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi
atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja
diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya
kebiruan.
Saat anak mengalami Kejang Demam, hal hal penting yang harus kita lakukan antara
lain :
- Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak untuk mencegah luka.
- Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda yang keras
atau tajam
- Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah dapat
mengalir keluar dari mulut
- Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan lidahnya
sendiri.
- Hubungi dokter anak anda
Akhirnya timbul pertanyaan bagaimana cara mencegah agar anak tidak mengalami
Kejang Demam, seperti yang saya tulis diatas kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik
atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga
atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai tindakan
pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam, tetapi hal ini
sekarang sudah jarang dilakukan.
Pada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat mereka
menderita demam bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun
melalui rektal).
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan
tidak menimbulkan kematian.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu
rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar
rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa
demam dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam
harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.
Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah. Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami
satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak mengalami recurensi 3 kali
atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperature yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran
cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai
pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam
sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan
pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang
dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau
kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang
secepat mungkin
Anak yang menderita kejang demam mungkin berkembang menjadi penderita
epilepsi. Penelitian yang dilakukan oleh The American National Collaborative
Perinatal Project mengidentifikasi 3 faktor resiko, yaitu :
Mereka yang memiliki salah satu faktor resiko diatas kemungkinan menjadi epilepsi
adalah 2%. Bila terdapat 2 atau lebih kemungkinan menjadi epilepsi adalah 10% .
Bila tanpa faktor resiko diatas kemungkinannya adalah 1,6%.
Kejang demam (KD) didefinisikan sebagai suatu serangan atau bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh anak (di atas 38 C suhu rectal), biasa terjadi pada
bayi atau anak mulai usia 6 bulan sampai 5 tahun dimana penyebab demamnya
adalah proses ekstra kranial (diluar penyakit atau infeksi pada otak) dan terbukti
tidak ada penyebab tertentu. Kejang demam harus di bedakan dengan epilepsi yang
kejangnya tanpa demam atau kejang pada anak yang menderita infeksi intrakranial
seperti radang otak (ensefalitis) atau radang selaput otak (meningitis). Pada keadaan
yang terakhir anak demam kemudian kejang dan pasca kejang anak mengalami
penurunan kesadaran. Pada kejang demam ; anak setelah kejang kembali sadar
seperti sedia kala, seperti halnya Adi yang sempat menangis dan meminta minum
kepada ibunya atau kalau bayi kembali menetek ibunya.
Apa yang dimaksud dengan kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks?
Secara klinis kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana : kejang berlangsung kurang
dari 15 menit, kejangnya umum dan tunggal (dalam 24 jam demam hanya satu kali
kejang). Sedangkan kejang demam kompleks : kejang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang fokal dan atau multiple (terjadi 2 kali atau lebih kejang dalam 24
jam demam).
Apakah seorang anak yang pernah kejang demam bisa kembali berulang?
Diketahui ada sekitar 33 % anak yang dapat mengalami kejang berulang 1 kali atau
lebih. Makin muda usia anak mendapat kejang demam pertama kali, makin besar
kemungkinan kambuh. Selain itu faktor cepatnya si anak kejang setelah demam,
temperatur yang rendah (<38 C)
Apakah diperlukan obat pencegah kejang yang rutin atau cukup sewaktu anak
demam saja?
Pengobatan pencegahan (profilaksis) dengan anti konvulsan bertujuan mencegah
kambuhnya kejang, bisa diberikan intermitten (sewaktu demam saja) atau yang
diberikan rutin terus menerus. Profilaksis intermitten bisa diberikan lewat racikan
obat panas dan anti konvulsan (diazepam) atau dengan anti konsulvan supp yang
dimasukkan lewat anus. Bila berat badan anak kurang dari 10 kg memakai diazepam
supp 5 mg tapi bila sudah dia tas 10 kg memakai diazepam supp 10 mg. Kebanyakan
kasus kejang demam hanya butuh profilaksis intermitten atau sewaktu demam saja.
Profilaksis terus menerus selama 1 tahun (sejak dari kejang terakhir) diberikan
secara individual dan pada kasus tertentu saja. Obat yang sering adalah fenobarbital
(luminal) atau yang makin sering dipakai sekarang karena efek sampingnya minimal
adalah asam valproat (depakene). IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia) melalui UKK
Neurologi Anak memberikan rekomendasi profilaksis terus menerus pada keadaan
sebagai berikut : sebelum kejang pertama sudah ada kelainan neurologik yang nyata
(cerebral palsy, mikrosefal atau retardasi mental), riwayat kejang demam yang lama,
kejang demam fokal dan dipertimbangkan pada anak yang mendapat kejang
pertama pada usia kurang 12 bulan atau terjadi kejang multiple (2 kali kejang atau
lebih) dalam satu episode demam atau kejang demam lebih dari 4 kali dalam
setahun.
Yg disebut kejang demam adalah kalau anak kejang setelah sebelumnya mengalami
demam. Paling sering kejadian di anak umur 6bln-5thn.
Nah, di umur segini, kalau anak demam, sel2 syaraf di otaknya cenderung "bekerja
berlebihan" (bhs sederhananya ), shg mencetuskan kejang.
Tapiii...kejang demam ini bukan termasuk penyakit kejang yg berbahaya. Sebagian
besar akan sembuh sendiri. Kalau penanganan kejangnya tepat, ga akan ada gejala
sisa/bekasnya kok.
Oiya, Fyi moms, untuk anak yg pernah kejang demam, ibunya wajib sedia obat
penurun panas & obat anti kejang yg dimasukkin lwt anus, di rumah.
Dosisnya jgn salah,ya..
Untuk obat anti kejang lwt anus:
BB < 5kg : pake diazepam rectal yg dosis 5mg
BB > 5kg : pake yg 10mg
Stesolid rectal atau obat kejang yg dimasukkin ke anus, memang nggak boleh dikasih
kalau anak udah berhenti kejangnya,ya.. Coz, obat ini nama aslinya adalah
Diazepam, efek kerjanya sebagai penenang. Anak sesudah kejang biasanya tertidur
lama krn kecapean, kalau ditambah obat ini, sadarnya jadi lebih lama krn efek
penenang itu tadi.
Oiya, Ysee kalau awalnya si dsa dah ngeresepin untuk 10mg sih, berarti dosisnya
udah dihitung ama dsa-nya. Cuma untuk moms yg belum pernah ngasih, usahain
dosisnya bener, krn hal penting yg perlu dicatet, efek samping si Stesolid ini adalah
menurunnya pernafasan. Ini yg bahaya kalau ngasihnya berlebihan.
Mengenai kopi pahit & relevansi dg kejang di dunia medis sih belum ada
penelitiannya, tapi kopi sebaiknya nggak dikasih terutama untuk anak <1thn, krn
kafein di dalam kopi punya efek mengecilkan pembuluh darah & meningkatkan
denyut jantung, jadi jantung anak bisa berdebar2 berlebihan kalau dikasih kopi,
kasian nanti jadi gelisah.
Oiya, tambahan lagi, kalau anak kejang, DO NOT sekali lagi DO NOT masukkin apa2 ke mulut
anak, terutama benda yg keras kaya sendok atau gagang es krim,dll, karena resikonya
adalah gigi anak bisa patah krn gigit benda keras tadi. Kalau patahannya masuk tenggorokan
atau paru2, bahayaaa...bgt.
BAB 1
PENDAHULUAN
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
2.1 Batasan/Pengertian
Batasan/pengetahuan dari karya tulis dengan judul Asuhan
Keperawatan pada Anak A dengan Kejang Demam meliputi :
2.1.1 Asuhan adalah bantuan yang dilakukan bidan kepada individu, pasien atau
kliennya (Santoso. NI, 1989 : 3)
2.1.2 Keperawatan adalah suatu pelayanan kesehatan profesional berdasarkan
ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial spiritual
yang komprehensip yang ditujukkan kepada individu, keluarga dan
masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat (Santosa. NI, 1989 : 1)
2.1.3 Asuhan keperawatan adalah metode pemberian pelayanan keperawatan
kepada pasien / klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) yang
logis, sistematis, dinamis dan teratur (Santosa. NI, 1989 : 151)
2.1.4 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu
meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso,
1994: 148).
2.2.1 Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).
2.2.2 Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll
2.2.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
2.2.3.1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2.2.3.2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
2.2.3.3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
2.2.4 Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik
dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah
menderita kejang demam tergantung faktor :
2.2.4.1 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2.2.4.2 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang
2.2.4.3 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di
kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %,
dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut,
serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (Consensus Statement on
Febrile Seizures 1981).
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien
tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan
sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data
akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan
yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber
data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan
pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data
melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi),
wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang
diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun
yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan
surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Rambut
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah
tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus
cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Tenggorokan
Leher
Thorax
Jantung
Abdomen
Kulit
Ekstremitas
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi ?
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
Elektrolit : K, Na
2.3.4 Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan
dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan
kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada
kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
2.3.4.1 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan
hipertermi
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan
hiperthermi
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2. Suhu 36,5 37,5 C (bayi), 36 37,5 C (anak)
3. Nadi 110 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4. Respirasi 30 40 x/menit (bayi)
24 28 x/menit (anak)
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan
tidak menyerap keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang
akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan
meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai
propilaksis
2.3.4.2 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan
kurangnya koordinasi otot
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur
yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas
ketika kontrol otot volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
2.3.4.3 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan hiperthermi.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 37,5 C, N ; 100 110 x/menit,
RR : 24 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak
rewel.
Rencana Tindakan :
1. Kaji faktor faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena
penambahan pakaian/selimut dapat menghambat
penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu
lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas
atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan
perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal
dan tidak dapat menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh
meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan
panas.
2.3.5 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu
diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
2.3.6 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan
data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan
pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah
evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah
selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
Tabel 2.2 Evaluasi Pada Kasus Kejang Demam
N Diagnosa/Masalah Evaluasi
O
.
1 Potensial kejang berulang Klien tidak mengalami kejang
. berhu-bungan dengan selama 2x24 jam.
hiperthermi. Kriteria :
- Tidak terjadi serangan ulang
- Suhu : 36 37,5 C
- N : 100 110 kali/menit
- Kesadaran : composmentis
Tidak terjadi trauma fisik selama
2 Potensial terjadi trauma fisik perawatan.
berhubungan kurangnya Kriteria :
koordina-si otot. - Tidak terjadi traumas fisik
selama kejang.
- Mempertahankan tindakan
yang mengontrol aktivitas
kejang.
- Mengidentifikasi tindakan yang
harus diberikan ketika terjadi
kejang.
3 Gangguan rasa nyaman Rasa nyaman terpenuhi
. berhu-bungan dengan Kriteria :
hiperthermi. - Tanda vital :
Suhu : 36 37,5C
N : 100 110 kali/ menit
RR : 24 28 kali/menit
- Kesadaran : composmentis
- Anak tidak rewel
Pengetahuan keluarga
4 Kurangnya pengetahuan bertambah tentang penyakit
. keluarga berhubungan anaknya.
dengan keterbatasan Kriteria :
informasi. - Keluarga tidak sering bertanya
tentang penyakit anaknya.
- Keluarga mampu diikutserta-
kan dalam proses perawatan.
- Keluarga mentaati setiap
proses perawatan.
.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta.
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC,
Jakarta.
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta.
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada
Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.
Kejang Demam (STUIP/STEP) dan Penanganannya.
Kejang, baik yang disertai demam atau tidak, bisa berdampak fatal. Itulah
sebabnya, setelah memberi pertolongan pertama, bawa segera si kecil ke rumah
sakit. Tutty, bukan nama sebenarnya, panik bukan main demi mendapati buah
hatinya demam disertai kejang. Seluruh badannya menggigil namun kaku seperti
kayu, tangannya mengepal erat dan matanya mendelik ke atas. Sebagai ibu, Tutty
amat mengkhawatirkan anaknya akan mengalami gangguan otak. Untunglah
Tutty sigap dengan segera membawanya ke dokter anak terdekat. Kini, setelah
sekian waktu berlalu, si kecil sudah aktif bermain kembali. Memang, ibu mana
yang sih yang tak panik melihat anaknya yang masih berusia balita mengalami
kejang-demam. Rasanya serbasalah sekaligus bingung, enggak tahu harus
berbuat apa, celoteh seorang ibu lainnya.
Sebenarnya wajar saja orang tua bingung, tapi tak perlu kelewat panik. Sebab
kejang demam memang kerap menimpa anak-anak balita, umumnya anak usia 6
bulan hingga 5 tahun, jelas dr. Adi Tagor, Sp.A, DPH. Menurut Adi, kejang sendiri
terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa
bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya
suhu badan anak. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai
kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step. Masalahnya, toleransi masing-
masing anak terhadap demam sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya
rendah, maka demam pada suhu tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang.
Sementara pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang baru dialami jika
suhu badan sudah mencapai 39 C atau lebih.
Selain karena demam, ada pula kejang yang mucul tanpa disertai demam. Salah
satu penyebab kejang semacam ini adalah adanya gangguan pada fungsi otak.
Bisa akibat alergi, cacat bawaan, trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang
otak, perdarahan di otak, hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan),
gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah ataupun karena keracunan.
Jangan salah, diare dan muntah pun bisa menyebabkan kejang pada anak.
Penyebabnya adalah gangguan keseimbangan elektrolit darah akibat muntah dan
diare tadi yang menyebabkan banyak cairan tubuh terbuang. Penyebab lainnya
yaitu sakit dalam jangka waktu lama yang menyebabkan kadar gula darah rendah,
asupan makan yang kurang, atau yang bersangkutan sudah lama menderita
kejang akibat gangguan epilepsi. Kejang akibat epilepsi biasanya mudah dideteksi
dengan melihat riwayat kejang demam pada keluarga. Sebab itu, orang tua yang
pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya
berisiko tinggi mengalami kejang serupa.
Kejang semacam ini umumnya berlangsung lebih dari 15 menit. Setelah
mengalami kejang, biasanya anak akan terlihat lemas, mengantuk lalu tertidur
pulas. Saat terbangun, bila kejang tadi tidak berdampak pada fungsi otak, anak
bisa pulih kembali. Sementara jika sempat mengenai otak, biasanya anak akan
mengalami gangguan perilaku. Bisa juga si kecil jadi sering terkena mengalami
kejang.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, Adi menyarankan agar orang tua
sesegera mungkin memberi pertolongan pertama begitu tahu si kecil mengalami
kejang demam. Setelah itu, jangan tunggu waktu lagi bawa segera si kecil ke
dokter atau klinik terdekat. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang, entah
cuma beberapa detik atau sekian menit. Dengan begitu, si kecil akan mendapat
penanganan lebih lanjut yang tepat dari para ahli. Biasanya dokter juga akan
memberikan obat penurun panas, sekaligus membekali obat untuk mengatasi
kejang dan antikejang. Sebagai pertolongan pertama, tak usah membawanya
langsung ke rumah sakit lengkap yang letaknya relatif lebih jauh karena bisa-bisa
si kecil mendapat risiko yang lebih berbahaya akibat lambat mendapat
pertolongan pertama, tukas Adi pula.
Selain itu, jika kejang demam tidak segera mendapat penanganan semestinya, si
kecil pun terancam bakal terkena retardasi mental. Pasalnya, kejang demam bisa
menyebabkan rusaknya sel-sel otak anak. Jadi, kalau kejang itu berlangsung
dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan sel-sel yang rusak pun akan
semakin banyak. Bukan tidak mungkin tingkat kecerdasan anak akan menurun
drastis dan tidak bisa lagi berkembang secara optimal. Bahkan beberapa kasus
kejang demam bisa menyebabkan epilepsi pada anak. Yang tak kalah penting,
begitu anaknya terkena kejang demam, orang tua pun mesti ekstrahati-hati.
Soalnya, dalam setahun pertama setelah kejadian, kejang serupa atau malah yang
lebih hebat berpeluang terulang kembali. Untuk mengantisipasinya, sediakanlah
obat penurun panas dan obat antikejang yang telah diresep-kan dokter anak.
Meski begitu, orang tua jangan kelewat khawatir. Karena dengan penanganan
yang tepat dan segera, kejang demam yang berlangsung beberapa saat umumnya
tak menimbulkan gangguan fungsi otak.
CIRI-CIRI KEJANG
Tentu saja dalam hal ini orang tua harus bisa membaca ciri-ciri seorang anak yang
terkena kejang demam. Di antaranya:
- kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan
kejang-kejang selama 5 menit .
- bola mata berbalik ke atas
- gigi terkatup
- muntah
- tak jarang si anak berhenti napas sejenak.
- pada beberapa kasus tidak bisa mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil.
- pada kasus berat, si kecil kerap tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu
kejang juga sangat bervariasi, dari beberapa detik sampai puluhan menit.
Berikut beberapa penjelasan dari Adi tentang kejang dan demam pada anak: .
Suhu tubuh normal anak berkisar antara 36-37 C. Si kecil dinyatakan demam bila
temperatur tubuhnya yang diukur melalui mulut/telinga menunjukkan angka 37,8
C; melalui rektum 38 C, dan 37,2 C melalui ketiak. Sebelum semakin tinggi, segera
beri obat penurun panas. . Orang tua jangan begitu gampang mengatakan
seorang anak demam atau tidak hanya dengan menempelkan punggung
tangannya di dahi anak. Cara ini jelas tidak akurat karena amat dipengaruhi oleh
kepekaan dan suhu badan orang tua sendiri. . Termometer air raksa diyakini
merupakan cara yang paling tepat untuk mengukur suhu tubuh. Pengukuran suhu
tubuh akan lebih akurat bila termometer tersebut ditempatkan di rongga mulut
atau rektum/anus dibanding ketiak. Saat menghadapi si kecil yang sedang kejang
demam, sedapat mungkin cobalah bersikap tenang. Sikap panik hanya akan
membuat kita tak tahu harus berbuat apa yang mungkin saja akan membuat
penderitaan anak tambah parah.
Jangan gunakan alkohol atau air dingin untuk menurunkan suhu tubuh anak yang
sedang demam. Penggunaan alkohol amat berpeluang menyebabkan iritasi pada
mata dan intoksikasi/keracunan. Lebih aman gunakan kompres air biasa yang
diletakkan di dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres ini bertujuan menurunkan
suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu ini diharapkan terjadi karena panas
tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Penurunan suhu
yang drastis justru tidak disarankan. Jangan coba-coba memberikan aspirin atau
jenis obat lainnya yang mengandung salisilat karena diduga dapat memicu
sindroma Reye, sejenis penyakit yang tergolong langka dan mempengaruhi kerja
lever, darah, dan otak.
Setelah anak benar-benar sadar, bujuklah ia untuk banyak minum dan makan
makanan berkuah atau buah-buahan yang banyak mengandung air. Bisa berupa
jus, susu, teh, dan minuman lainnya. Dengan demikian, cairan tubuh yang
menguap akibat suhu tinggi bisa cepat tergantikan. . Jangan selimuti si kecil
dengan selimut tebal. Selimut dan pakaian tebal dan tertutup justru akan
meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan. Pakaian ketat atau yang
mengikat terlalu kencang sebaiknya ditanggalkan saja.
Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melewati angka 37,5 C.
Kompres dengan lap hangat (yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan
si kecil). Jangan kompres dengan air dingin, karena dapat menyebabkan
korsleting/benturan kuat di otak antara suhu panas tubuh si kecil dengan
kompres dingin tadi.
Agar si kecil tidak cedera, pindahkan benda-benda keras atau tajam yang berada
dekat anak. Tak perlu menahan mulut si kecil agar tetap terbuka dengan
mengganjal/menggigitkan sesuatu di antara giginya. Miringkan posisi tubuh si
kecil agar penderita tidak menelan cairan muntahnya sendiri yang bisa
mengganggu pernapasannya.
Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan bola mata
berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet).
Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir.
Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi otak sehingga
dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat trauma lahir,
adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah
sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau
kecil, tutur Merry.
Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami
kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah
dilahirkan). Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita diabetes,
sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah, Red.).
Dengan demikian, enggak demam pun, dia bisa kejang. Selanjutnya, si bayi
dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini akan rentan terhadap
kejang. Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung kejang. Uniknya,
tambah Merry, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang.
Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya
sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang
belum sempurna.
Penting diperhatikan, bila anak pernah kejang, ada kemungkinan dia bisa kejang
lagi. Padahal, kejang tak boleh dibiarkan berulang selain juga tak boleh
berlangsung lama atau lebih dari 5 menit. Bila terjadi dapat membahayakan anak.
Masalahnya, setiap kali kejang anak mengalami asfiksi atau kekurangan oksigen
dalam darah. Setiap menit, kejang bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel pada
otak, karena terhambatnya aliran oksigen ke otak. Bayangkan apa yang terjadi bila
anak bolak-balik kejang, berapa ribu sel yang bakal rusak? Tak adanya aliran
oksigen ke otak ini bisa menyebakan sebagian sel-sel otak mengalami kerusakan.
Tapi, bagaimana jika setelah diobati, ternyata di tahun kedua terjadi kejang lagi?
Hitungannya harus dimulai lagi dari tahun pertama. Pokoknya, jangka waktu
yang dianggap aman untuk monitoring adalah selama tiga tahun setelah kejang.
Jadi, selama tiga tahun setelah kejang pertama itu, si anak harus bebas kejang.
Anak-anak yang bebas kejang selama tiga tahun itu dan sesudahnya, umumnya
akan baik dan sembuh. Kecuali pada anak-anak yang memang sejak lahir sudah
memiliki kelainan bawaan, semisal kepala kecil (mikrosefali) atau kepala besar
(makrosefali), serta jika ada tumor di otak.
RAGAM PENYEBAB
Kejang tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak,
atau faktor keturunan, kata Merry yang lalu menjabarkannya satu per satu di
bawah ini. * Kelainan neurologis Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu
fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang. Contoh, akibat trauma lahir,
trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan
oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).* Bukan neurologis Bisa disebabkan
gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat sakit
yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi,
gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/zat kimia,
alergi dan cacat bawaan.
Faktor keturunan Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari
keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah
mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko
tinggi mengalami kejang yang sama.
Orang tua harus waspada bila anak sering kejang tanpa demam, terutama di
bawah usia 6 bulan, Karena kemungkinannya untuk menderita epilepsi besar,
kata Merry. Masalahnya, kejang pada anak di bawah 6 bulan, terutama pada
masa neonatal itu bersifat khas. Bukan hanya seperti toniklonik yang selama ini
kita kenal, tapi juga dalam bentuk gerakan-gerakan lain. Misal, matanya juling ke
atas lalu bergerak-gerak, bibirnya kedutan atau tangannya seperti tremor. Dokter
biasanya waspada, tapi kalau kejangnya terjadi di rumah, biasanya jarang ibu yang
ngeh. Itulah sebabnya, orang tua harus memperhatikan betul kondisi bayinya.
Jangan panik, segera longgarkan pakaiannya dan lepas atau buang semua yang
menghambat saluran pernapasannya. Jadi kalau sedang makan tiba-tiba anak
kejang, atau ada sesuatu di mulutnya saat kejang, segera keluarkan, tutur Merry.
Miringkan tubuh anak karena umumnya anak yang sedang kejang mengeluarkan
cairan-cairan dari mulutnya. Ini sebetulnya air liur yang banyak jumlahnya karena
saraf yang mengatur kelenjar air liur tak terkontrol lagi. Kalau sedang kejang, kan,
saraf pusatnya terganggu. Bukan cuma air liur, air mata pun bisa keluar. Guna
memiringkan tubuh adalah supaya cairan-cairan ini langsung keluar, tidak
menetap di mulut yang malah berisiko menyumbat saluran napas dan
memperparah keadaan.
Jangan mudah percaya bahwa meminumkan kopi pada anak yang sedang kejang
bisa langsung menghentikan kejang tersebut.
Secara medis, kopi tak berguna untuk mengatasi kejang. Kopi justru dapat
menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan saat anak mengalami
kejang, yang malah bisa menyebabkan kematian.
Segera bawa anak ke rumah sakit terdekat, jangan sampai otak kelamaan tak
mendapat oksigen. Usahakan lama kejang tak lebih dari tiga menit. Siapkan obat
antikejang yang disarankan dokter bila anak memang pernah kejang atau punya
riwayat kejang.
Summary / Ringkasan
Demam non spesifik pada anak bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan karena
demam dapat diketahui dini dan diatasi dengan langkah-langkah sbb :
Kejang itu merupakan suatu mekanisme yang terjadi di mana lepasnya banyak
muatan listrik yang terjadi sangat cepat akibat dari perubahan keseimbangan ion2
tubuh seperti K+ dan Na+. Biasanya terjadi dengan bantuan neurotransmitter dan
terjadi pada saat suhu tubuh sedang sangat tinggi.
Dari kata kunci yang saya bold kan yaitu neurotransmitter, maka kejang ini
berkaitan juga dengan sistem saraf otonom. Maka untuk mengatasi kejang ini
yang diakibatkan oleh gangguan pada sistem saraf otonom, kita dapat juga
menggunakan senyawa2 adrenergik, seperti caffein. Maka dengan itu, jika tidak
ada stok luminal, diazepam, segeralah buat kopi kental diminumkan kepada anak
sebelum kejang
Dan saran saya yang lain, u/ para orang tua harus menyimpan sediaan cair, dan
juga sediaan rektal penurun panas dan antikejang.
Mengapa pemberian lewat mulut saya larang sedangkan lewat dubur tidak
?
1. Ketika anak sedang kejang, berarti anak dalam keadaan tidak sadar, kita
tidak akan tahu obat yang diberikan masuk ke mana, sangat berbahaya jika
masuk ke tenggorokan
2. walau pun obat masuk ke kerongkongan, obat membutuhkan waktu
untuk terserap dan masuk ke dalam sistem sirkulasi sistemik
3. sedangkan lewat dubur, karena hanya 1 saluran, maka tidak ada istilah
masuk ke tenggorokan dan untungnya di dubur sangat banyak sekali
pembuluh2 darah kapiler yang sangat halus. Itu akan mempercepat proses
absorbsi / penetrasi obat ke dalam tubuh.
idealnya karena individu itu berbeda2 ketahanan tubuhnya, maka demam itu
akan berbeda2 pula tingkat ketinggian suhunya karena pada dasarnya demam itu
adalah proses mekanisme membunuh bakteri secara alami oleh tubuh dengan
menaikkan suhu. Akan tetapi itu juga merusak sel2 tubuh itu sendiri. Jadi idealnya
jika ada demam walau tinggi / rendah, harus langsung diupayakan untuk turun
dengan farmakologis atau pun non farmakologis.
Sekedar tips, jika anak demam, ada baiknya ditemani tidur. Ada gunanya ditemani
tidur.
1. Berguna untuk mengontrol anak apakah demamnya menurun / tidak
2. Memberi rasa nyaman pada anak, karena dijagain..
Kejang yang berbahaya bagi perkembangan otak anak jika telah bersifat merusak.
Saya bisa menggaransi ketikan ini.. karena saya juga mengalaminya, makanya saya
masih mengalami speech disorder sampai saat ini akibat pernah demam tinggi
pada saat kecil, dan orang tua kurang mengetahui pengetahuan medis mengenai
ini. Dan ketika kemarin saya menjalani tes pemeriksaan MRI, keliatan di bagian
otak tengah ada yang putih2 menandakan bahwa sudah terjadi lesi (ada
kerusakan dan kematian pada sel otak di area sana)
Untuk pemeriksaan EEG, dll. saya rasa bawakan ke dokter dulu. Biar dokter yang
mendiagnosa, apakah perlu / tidak. Karena sudah terjadi kejang, jangan merasa
bersalah lagi namun lebih fokus ke pengobatan tahap selanjutnya. Itu yang lebih
penting
Sebagai bahan mengingatkan, anak adalah makhluk yang paling rentan. Dan juga
mengapa saya sering mencereweti para ortu yang pernah saya kenal kalau anak
demam masih belum diapa2in. Karena saya sudah mengalami. Terlepas dari
hukum karma ya.. Akibat demam kejang yang saya alami di waktu kecil. Saya
harus menanggung malu, diledek, dihina dalam lingkungan sosial saya karena
mengalami speech disorder. Itu pun sudah sangat menyakitkan..
Yang saya alami masih belum seberapa, masih untung hanya speech disorder.
Namun ada yang mengalami kelumpuhan, gangguan fokus penglihatan (saya
pernah temui ini juga di teman, di mana anaknya setelah step bola matanya gak
bisa fokus, muter2 terus ke mana2 ), dll. Intinya jangan sampai karena demam
dan kejang terus merusak masa depan anak. itu sangat disayangkan..
Untuk resiko kejang apakah hilang saat besar, itu saya juga kurang tahu, yang
pasti saat ini resiko saya belum hilang. Namun lebih baik dari sebelum2nya.
Karena di kala kecil, saya membutuhkan waktu 5 menit lebih untuk berbicara
sepotong kalimat. Dan sangat sulit berbicara untuk awal pengucapan, apalagi
ditambahi awal pengucapan itu memiliki huruf yang tidak manusiawi menurut gw
seperti st (stiker) contohnya. itu sangaaaaaaaaaat susah , tapi lama2 seh
seiiring dengan bertambah umur, bisa menerima diri. lebih PD, lama2 juga
menjadi lebih baik.. cuma masih muncul kalau lagi cemas..
Intinya kalau sudah kena.. ya mau diapain lagi.. yang perlu adalah latihan. Saya
sewaktu kuliah aja cerewet lho.. sulit bicara seh sulit.. tapi dosen kan dah
dibayar.. jadi idealnya kalau gw ngomong juga didengerin mumpung bisa
latihan ngomong..
Mungkin ada kesalahpahaman, maksud saya resiko kejang itu adalah efek
samping yang dihasilkan akibat kejang demam, yaitu kerusakan2, bukan kejang2
terus menerus. Kalau kejang2 terus menerus itu perlu diperiksa apakah menderita
epilepsi / bukan.. dan bukan termasuk dalam kejang demam.
Sekitar Kejang demam atau stuip dapat terjadi pada 4% di antara anak berumur
antara 6 bulan sampai 4 tahun, kadang masih bisa kejang sampai 6 tahun. Diduga
bahwa pada umur tersebut jaringan otak belum sempurna, sehingga mudah
mengalami kejang. Kejang biasanya terjadi segera setelah demam yang naik
tinggi. Kalau sudah beberapa hari demam baru terjadi kejang, mungkin ada sebab
lain.
Kejangnya ada 2 macam. Yang pertama adalah kejang kaku, mata mendelik atau
terbalik ke atas, lalu tangan kaki menjadi kaku. Pada jenis yang kedua, terjadi
gerak kelojotan di tangan dan kaki. Biasanya kejang demam hanya berlangsung
beberapa detik sampai beberapa menit, lalu berhenti dan anak sadar kembali.
Pemeriksaan saraf pada anak dengan kejang demam seringkali normal saja.
Keluarga dekat sering ada yang mengalami kejang demam juga.
Apakah kejang demam memerlukan CT scan atau MRI? Tidak. Kecuali bila anak
menunjukkan kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan, atau kepala
kecil.
Apakah kejang demam memerlukan EEG? Tidak, kecuali pada beberapa keadaan
yang khusus misalnya kejang demam sangat sering.
Pemeriksaan cairan dari punggung. Kadang sulit membedakan antara kejang
demam dan meningitis (radang selaput otak) pada anak berumur kurang dari 18
bulan. Pada anak-anak ini sering harus dilakukan pengambilan cairan dari
punggung untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Anak sudah mengalami kejang demam. Apakah ia harus makan obat terus
menerus selama beberapa tahun agar tidak kejang kembali? Saat ini, makan obat
terus menerus selama 1-2 tahun hanya diberikan untuk kasus-kasus:
Kalau tidak makan obat terus menerus, bagaimana kita mencegah berulangnya
kejang demam? Paling baik memang apabila anak mengalami demam, lalu diberi
obat untuk mencegah berulangnya kejang demam. Sayangnya tidak ada obat yang
100% dapat mencegah kejang demam bila diberikan saat anak mulai mengalami
demam. Obat yang dapat digunakan adalah diazepam, yang dimakan selama
demam, diberikan 3 kali sehari. Cara ini berhasil mengurangi risiko kejang demam
sebanyak 20-44%.
Cara lain adalah memberikan diazepam melalui anus, saat anak mulai demam.
Dosis diazepam adalah 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg. Cara ini mungkin lebih
efektif dibandingkan memberi diazepam yang dimakan.
Apa yang harus dilakukan bila anak ternyata kejang kembali? Jangan panik.
Jangan masukkan sendok atau jari ke mulut. Jangan memberi obat melalui mulut
saat anak masih kejang atau masih belum sadar. Letakkan anak dalam posisi
miring, buka celananya kemudian berikan diazepam melalui anus dengan dosis
yang Sama. Bila masih kejang, diazepam dapat diulang lagi setelah 5 menit, sambil
membawa anak ke rumah sakit. Bila anak demam tinggi, lakukan kompres hangat,
lalu berikan penurun demam bila ia sudah sadar.
Apakah anak mengalami gangguan otak atau menjadi bodoh karena mengalami
kejang demam? Tidak. Otak tidak akan rusak kecuali kejang berlangsung sangat
lama, lebih dari 15-30 menit.
Apakah anak akan mengalami kejang demam kembali? Kira-kira 30% anak akan
mengalami kejang demam kembali, terutama setahun kemudian.
Apakah anak akan mengalami epilepsi atau kejang tanpa demam di kemudian
hari? Risikonya sangat kecil, hanya sekitar 2-12%.
Apakah mungkin terjadi kematian? Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.
Referensi
Moyer VA. Evidence based management of seizures associated with fever. BMJ
2001;323:11114
Mira kurang puas ketika dokter menjelaskan bahwa anaknya baru mengalami demam selama
satu hari, jadi belum bisa dipastikan apakah anaknya demam berdarah atau tidak. "Dok, tidak
apa-apa deh anak saya diperiksa darahnya, yang penting bisa ketahuan demam berdarah atau
bukan."
Episode ini pasti sering terdengar di balik bilik konsultasi. Benarkah demam tinggi mendadak
berarti demam berdarah? Mengapa ada kasus yang begitu berat hingga pasien meninggal
dunia, tetapi mengapa pula ada yang ringan saja? Apakah trombosit turun sudah jaminan
bahwa anak terkena demam berdarah?Demam berdarah disebabkan virus dengue sehingga
disebut sebagai demam berdarah dengue (DBD). Virus dengue terdiri dari empat jenis atau
strain yaitu dengue tipe 1, 2, 3, dan 4. Virus ini dapat menginfeksi manusia lewat nyamuk Aedes
Aegipty atau Aedes Albopictus. Nyamuk ini kakinya belang-belang putih-hitam dan mengigitnya
justru di siang hari. Tidak semua orang yang terkena virus dengue akan mengalami demam
dengan gejala berat, sebagian lagi hanya sakit ringan.
Di Indonesia dengan iklim tropis dan curah hujan tinggi, DBD sudah menjadi "langganan" setiap
tahun. Angka kejadiannya paling tinggi pada musim penghujan yaitu sekitar bulan Februari,
Maret, dan April. Di pedesaan, peningkatan kasus sudah mulai terjadi di bulan Desember,
sedangkan untuk perkotaan, puncak terjadi pada bulan Mei-Juni.
Gejala
Bisa dimengerti mengapa Mira tidak puas mendengar jawaban dokter. Bila demam baru satu
hari, demam berdarah memang sulit dibedakan dengan demam yang disebabkan penyakit lain
seperti influenza, sakit tenggorokan, atau tipes karena gejalanya amat mirip.
WHO pada tahun 1997 telah membuat pedoman yang bisa membuat kita curiga adanya demam
berdarah:
Hematokrit menunjukkan kadar sel darah merah dibandingkan jumlah cairan darah. Untuk anak
Indonesia, nila Hematokrit yang normal adalah sekitar 37-43%. Pada DBD, hematokrit
meningkat. Lha kita kan tidak tahu nilai hematokrit anak sebelum sakit? Untuk mudahnya,
ambil saja patokan bahwa nilai hematokrit lebih dari 40% dianggap sebagai meningkat. Apalagi
kalau lebih dari 43%. Mengapa hematokrit meningkat? Karena terjadi perembesan cairan ke
luar dari pembuluh darah sehingga darah menjadi lebih kental. Hematokrit yang meningkat
merupakan hal penting karena dapat membedakan DBD dengan infeksi virus yang lain.
Untuk lebih pastinya, demam berdarah memerlukan pemeriksaan yang lebih khusus seperti
menemukan virus dengue, atau uji reaksi antibodi dan antigen.
Masa kritis
Prinsipnya, orang tua harus benar-benar menghitung hari, sejak kapan anaknya demam. Satu
hari berarti satu hari penuh atau 24 jam setelah mulainya demam. Karena dengan begitu, bisa
ditentukan kapan anak masuk dalam fase kritis yang merupakan momok mengerikan pada DBD.
Pada DBD, demam biasanya akan turun setelah berlangsung 3-4 hari. Namun, justru pada saat
demam turun anak dapat masuk ke masa kritis, atau sebaliknya sembuh tanpa komplikasi
apapun.
Orang tua justru harus waspada pada saat demamnya turun. Pada anak yang masuk masa kritis,
pada saat demam turun, ujung-ujung jari teraba dingin, denyut nadi kecil dan cepat serta
tekanan darah menurun dan anak tampak lemas. Semua ini terjadi akibat cairan merembes ke
luar dari pembuluh darah. Anak seolah-olah kekurangan cairan darah dan sirkulasi tubuh
menjadi gagal berfungsi. Akhirnya anak mengalami syok. Tandanya, kulit teraba dingin
terutama ujung jari dan kaki, biru di sekitar mulut, anak gelisah sekali dan lemas, nadinya lemah
dan cepat bahkan bisa tidak teraba denyutnya.
Selain syok, dapat pula terjadi perdarahan. Yang paling sering adalah perdarahan saluran cerna,
ditandai dengan buang air besar berdarah, akibat trombosit yang rendah ataupun karena syok
yang berkelanjutan. Kedua keadaan ini memerlukan penanganan sangat serius dan intensif
karena merupakan keadaan sangat gawat.
Namun, untungnya tidak semua anak yang terkena DBD akan mengalami hal yang seram
tersebut. Sebagian besar anak akan cepat kembali normal dan sembuh seperti sedia kala
setelah fase kritis ini lewat.
Apalagi kalau setelah 3 hari demam tidak turun juga atau muncul gejala demam berdarah
seperti mimisan, gusi berdarah, muntah, lemah, anak gelisah, jangan tawar lagi. Segera masuk
rumah sakit.