Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II. 1. Tinjauan Umum Mengenai Angin


II. 1. 1. Pengertian Angin

Angin adalah gerakan udara di atas permukaan bumi, yang bertiup dari
daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah udara
bertekanan tinggi terbentuk jika suatu massa udara mengalami pendinginan di atas
permukaan tanah atau laut. Pendinginan ini menyebabkan lapisan udara menyusut
dan menjadi lebih tipis. Kemudian, penyusutan ini menyebabkan udara sekeliling
pada troposfir sebelah atas akan mengisi ruang ekstra akibat penyusutan tadi.
Penambahan berat akibat udara ekstra ini menyebabkan tekanan yang lebih tinggi
pada permukaan. Udara bertekanan lebih tinggi pada permukaan ini bertiup menuju
ke daerah bertekanan lebih rendah, tetapi karena perputaran bumi, maka angin
menjadi berbelok.[1]

II. 1. 2. Karakteristik Angin

Letak geografis Indonesia sebagai negara tropis yang berada di garis


khatulistiwa menyebabkan karakteristik angin di Indonesia sangat berbeda dengan
karakteristik angin di negara-negara maju yang sudah banyak memanfaatkan tenaga
angin sebagai pemasok energi listrik alternatifnya. Beberapa karakteristik angin di
Indonesia, antara lain :

1. Arah angin yang sering berubah-ubah.


2. Sering terjadi turbulensi.
3. Kecepatan rata-rata angin yang relatif rendah.
4. Kecepatan bertambah terhadap ketinggian (energi sebanding dengan
pangkat tiga kecepatan).
5. Potensi aktual ditentukan oleh distribusi kecepatan angin (topografi) lokasi.

II-1
II-2

II. 1. 3. Potensi Angin di Kota Bandung

Gambar II-1 Perkiraan Angin di Indonesia


(Sumber : bmkg.go.id)

Berdasarkan sumber BMKG bahwa angin bergerak dari arah timur menuju
arah barat daya di wilayah Bandung memiliki kecepatan angin 15 knot atau setara
dengan 7,72 m/s untuk kondisi maksimum.

II. 2. Turbin Angin Sumbu Horizontal

Turbin angin sumbu horizontal ialah jenis turbin angin yang paling banyak
digunakan. Turbin ini terdiri dari sebuah menara yang di puncaknya terdapat rangka
dan sudu yang berfungsi sebagai rotor yang menghadap atau membelakangi arah
angin.

Dilihat dari jumlah sudu, turbin angin sumbu horizontal terbagi menjadi:

1. Turbin angin satu sudu (single blade)


2. Turbin angin dua sudu (double blade)
3. Turbin angin tiga sudu (three blade)
4. Turbin angin banyak sudu (multi blade)
II-3

1 2 3 4

Gambar II-2 Jenis turbin angin berdasarkan jumlah sudu


(Sumber: Sathyajith Mathew , hal 17)

Turbin angin sumbu horizontal dibedakan juga terhadap datangnya arah


angin terhadap rotor turbin, yaitu :

1. Upwind, apabila turbin angin diletakan mengahadap arah angin


(upwind memiliki rotor yang menghadap arah datangnya angin.
2. Downwind, apabila turbin angin diposisikan membelakangi arah
angin

Gambar II-3 TASH Upwind dan Downwind


(Sumber : Eric Hau, 2006)

II. 3. Teori Momentum Elementer Beltz

Turbin angin yang di asumsikan oleh Beltz adalah turbin angin yang ideal
yaitu turbin angin yang tidak mempunyai poros dan mempunyai jumlah sudu yang
tak terbatas tapi tidak menimbulkan gaya hambat (Drag Force) pada angin yang
melaluinya. Beltz mengasumsikan kecepatan udara yang melewati rotor dianggap
bergerak secara aksial.
II-4

Energi mekanik yang dihasilkan turbin angin besarnya akan sama dengan
energi kinetik angin sebelum melewati turbin angin dikurangi dengan energi kinetik
angin sesudah melewati turbiin angin. Jika angin yang melewati turbin angin
dianggap inkompresible, maka menurut hukum kontinuitas dapat ditulis:

1 1 = 2 2 ............................................................... (2.1)

Gambar II-4 Kondisi aliran udara akibat ekstraksi energi mekanik dari aliran
udara bebas sesuai dengan teori Betlz.
(Sumber : Eric Hau, 2006)

Energi kinetik dari massa udara sebesar m yang bergerak pada kecepatan
v dinyatakan sebagai :

1
= 2 ............................................................................... (2.2)
2

Dengan menganggap udara melalui luas penampang A pada waktu


tertentu, maka laju aliran udara tersebut menjadi

= . .....................................................................................(2.3)

Dan bila kerapatan udara adalah , maka laju aliran massa udara adalah

= . . ..................................................................................(2.4)

Dari persamaan-persamaan di atas didapat ekspresi daya angin seperti


berikut :

1
= . . 3 . ......................................................................... (2.5)
2
II-5

Energi mekanik yang dapat diekstraksi oleh konverter piringan dari


aliran udara merupakan selisih daya aliran udara sebelum dan sesudah melewati
konverter, yaitu :

1 1
= . 1 . 1 3 2 . 2 . 2 3 .................................................. (2.6)
2

Persamaan kontinuitas mensyaratkan :

. 1 . 1 = . 2 . 2 .................................................................. (2.7)

sehingga, daya yang dapat diekstraksi menjadi

1
= . 1 . 1 . (1 2 2 2 ) ..................................................... (2.8)
2

Pengolahan lebih lanjut terhadap persamaan-persamaan sebelumnya akan


menghasilkan ekspresi daya yang dapat diekstraksi menjadi

1
= . . (1 2 )(1 + 2 ) ................................................ (2.9)
4

sedangkan daya angin sebelum mencapai rotor adalah (persamaan 2.5)

1
= . . 3 .
2

Rasio antara daya mekanik yang dapat diekstraksi dan daya angin sebelum
mencapai rotor disebut koefisien daya (power coefficient) Cp, yaitu :

1
(1 2 2 2 )+(1 2 +2 2 )
= = 4 1 ........................................... (2.10)
2
2

atau dapat dinyatakan dalam bentuk :

1 2 2
= = 2 |1 (2 ) | |1 + (2 ) | ..................................... (2.11)
1 1
II-6

Gambar II-5 Hubungan koefisien daya dengan rasio v1/v2


(Sumber : Eric Hau)

Dari persamaan 11 dan kurva di atas, maka Cp maksimum atau


koefisien daya ideal terjadi pada saat v2/v1 = 1/3 dan besarnya adalah

16
= 27 = 0,593

II. 4. Profil Airfoil untuk Turbin Angin

Profil airfoil memberikan nilai koefisien drag yang kecil jika


dibandingkan dengan lift yang diberikan. Bentuk airfoil pada turbin umumnya
melengkung pada bagian atas dan lebih datar pada bagian bawah, ujung tumpul
pada bagian depan dan lancip pada bagian belakang. Bentuk airfoil yang demikian
menyebabkan kecepatan udara dibagian atas akan lebih kecil daripada kecepatan
udara di bagian bawah. (Mulyadi, 2010).
II-7

Gambar II-6 Bagian-bagian pada airfoil


(sumber : http://vignette2.wikia.nocookie.net)

II. 5. Konsep Gaya Lift dan Drag

Ketika suatu benda apapun bergerak melalui sebuah fluida , suatu interaksi
antara benda dengan fluida melalui tekanan dan tegangan geser dimana gaya
resultan dalam arah yang sama dengan kecepatan hulu disebut sebagai drag (gaya
seret), dan juga apabila gaya resultan yang tegak lurus terhadap arah kecepatan hulu
disebut sebagai lift (gaya angkat).

Penggunaan lift aerodinamik membuat koefisien daya meningkat tajam


sehingga mampu mempengaruhi koefisiensi turbin angin,

Gambar II-7 Lift pada airfoil bilah rotor


(Sumber : Desain teknologi turbin angin, PT. Entec)
II-8

Penampang airfoil dibuat sedemikian rupa agar dapat memiliki perbedaan


tekanan pada bagian atas dan bawah sayap yang dikarenakan adanya perbedaan
kecepatan. Perbedaan kecepatan ini dikarenakan angin yang berada pada bagian
bawah sayap memiliki luasan sayap yang lebih pendek dari pada bagian atas sayap
sehingga angin atau udara yang ada di atas sayap akan memiliki kecepatan yang
lebih cepat agar nantinya akan bertemu dengan udara yang di bawah sayap saat di
ujung sayap. Hal ini membuat tekanan yang ada di atas sayap akan lebih kecil
daripada yang ada di bawah sayap. Sehingga pesawat akan terdorong ke atas atau
terangkat

Semua jenis rotor turbin angin modern didesain dengan memanfaatkan lift
ini dan turbin angin sumbu horizontal merupakan yang paling cocok.

II. 6. Persamaan yang Digunakan

Persamaan yang digunakan untuk menjadi acuan dalam proses


perancangan dan perhitungan sehingga didapatkan data yang digunakan untuk
analisa. Adapun persamaan persamaan yang digunakan yaitu :

II. 6. 1. Pemilihan Diameter Sudu

Diameter sudu yang dipilih berkaitan dengan besar luaran daya yang
diperlukan. Pemilihan diameter sudu ini, berdasarkan daya yang dibutuhkan dengan
pedoman nilai Cp = 0,3 -0,4 untuk turbin modern yang mempunyai sudu sebanyak
3 buah. (Piggott Hugh, 2005).


= 3 .........................................................................(2.12)
. . .
2 4

Dimana :

P = daya poros yang diinginkan (Watt)

Cp = koefisien daya

= massa jenis udara (/3 )


II-9

= kecepatan udara (m/s)

Selain luaran daya, kecepatan angin mula juga menjadi pertimbangan


pemilihan diameter sudu. Semakin besar diameter sudu, maka kecepatan angin
minimal yang diperlukan untuk memutar rotor menjadi lebih kecil.

Pemilihan jumlah sudu berkaitan dengan rasio kecepatan ujung (tip speed
ratio) yang diinginkan dan juga aspek keindahan. Jumlah sudu yang banyak akan
menghasilkan tip speed ratio yang kecil. Sedangkan jumlah sudu yang lebih sedikit
akan menghasilkan tip speed ratio yang besar.

II. 6. 2. Tip Speed Ratio

Tip speed ratio (rasio kecepatan ujung) adalah rasio kecepatan ujung rotor
terhadap kecepatan angin bebas. Hal yang perlu diperhatikan dalam merancang
turbin angin adalah berapa daya yang ingin dihasilkan dan berapa kecepatan angin
yang bisa didapatkan. Hal pertama yang harus diperhitungkan adalah tip speed ratio
atau perbandingan kecepatan ujung dan kecepatan angin yang didapat oleh kincir.
Tip speed ratio dapat dihitung sebagai berikut :

2

= = 60
= ............................................................(2.13)
60

Dimana :

= kecepatan angular (rps)

D = diameter sudu turbin angin (m)

v = kecepatan Angin (m/s)

n = putaran (rpm)

II. 6. 3. Penentuan Geometri Sudu

Bentuk sudu adalah fungsi dari tip speed ratio, diameter rotor dan jumlah
sudu. Elemen penting yang dipilih dalam merancang sudu adalah bentuk planform
sudu, lebar sudu (chord), jari-jari pangkal (root radius), tebal sudu dan sudut pitch.
II-10


16( )
=
........................................................................(2.14)
92

Dimana:

C = lebar sudu chord (m)

R = jari-jari rotor (m)

B = jumlah sudu

= tip speed ratio

r = jarak dari pusat rotasi (m)

II. 6. 4. Penentuan Kecepatan Putaran

Kecepatan putaran dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai


berikut:

60
= (.) ......................................................................(2.15)

Dimana :

n = putaran (rpm)

= tip speed ratio dan

D = diameter rotor (m)

II. 6. 5. Penentuan Torsi

Besarnya torsi dapat dihitung sebagai berikut :

= ..................................................................................(2.16)

= ......................................................................... (2.17)

Dimana :

F = gaya (N)
II-11

m = massa (kg)

g = gravitasi (/ 2 )

T = torsi (Nm)

II. 6. 6. Penentuan Daya Poros

Besarnya daya poros dapat dihitung sebagai berikut :

= ............................................................................... (2.18)

2
=
60

Dimana :

P = daya Poros (Watt)

= kecepatan sudut (rad/s)

T = torsi (Nm)

Anda mungkin juga menyukai