Timothy Kurniawan
11.2015.218
Email: Timothykurniawanbambang@yahoo.co.id
PENDAHULUAN
Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks adalah
tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal
yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 55
tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel
serviks.
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,
kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme
timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi hingga
sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara
berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama.
Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan
kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru
diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita dan
kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear. Namun,
sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara berkembang hingga
mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis
sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga
saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari
beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa simptomatis karena masih
belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang
lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.3
1. DEFINISI
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan
ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secara harfiah
berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan
normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah
berhenti.
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh
uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau
lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas.
Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis. Bagian
luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium
eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan (epitel)
dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel sel permukaan (epitel) tersebut mengalami
penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan
akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia
menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ
menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan distribusi umur, Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of
Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur
60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan
pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok
umur 60-69 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998 ditmukan
bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun, sedangkan stadium
IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa
penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu
17,4%.
Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-
negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina.
Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit
keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya.
3. KLASIFIKASI
Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi tiga, yaitu
(1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari
sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO (The
International Federation of Gynekology and Obstetrics) :
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
- CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih kurang
setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi pada dasar
ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia ringan). Ini
dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat rendah).
- CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya, dipertimbangkan
sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-
perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga dari jaringan pelapis
(dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat).
- CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi
(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel
yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk
luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma
yang parah ditempat asal.
b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks :
- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata
"squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada
permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir dari
ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti
tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).
- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-perubahan
karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.
- HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa sel-
sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.
c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :
- FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis
masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan tumor
sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat dalam
pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm sebaiknya
diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occ Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak
sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Ib Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan
invasi ke dalam stroma serviks uteri.
II Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian
atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa
Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
IIb tumor.
Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding
III panggul
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium
IIIa sampai dinding panggul.
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
IIIb parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
IV
Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
IVa rektum dan atau kandung kemih.
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
Ivb mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Telah terjadi penyebaran jauh.
E Protein Perananya
E4 Mengikat sitokeratin
L Protein Peranannya
- Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat
menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,
54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari
30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk)
sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39,
45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan
6
sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 58.
Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan
kanker serviks
b. Faktor predisposisi
- Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai
pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko
terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya
daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga
seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak
pada kelompok usia lebih tua.
- Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Pemelitian
di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah
dikontrol dengan infeksi HPV.
- Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan
kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola
hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan
serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama
dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah
kanker.
- Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi
oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan
bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal
tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit
untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan
kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual
dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan
pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih
frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan
resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.1,3
- Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi
bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.1,3
- Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara
kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga
diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen
pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi
nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan
masalah tersebut.1,3,5
- Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan
yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi
resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan
genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang
terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan factor resiko yang lain.1,3,
5. PATOFISIOLOGI
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga
membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1,
S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase
M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S
(Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53
memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses
proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal
terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan
mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak
adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan
kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6
mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk
mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen
supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein
E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53
dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada
infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari
kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan
menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum
terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari
membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka
prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi
secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas
praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen
melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices
vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage)
dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke
parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-
kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis
dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-
paru, hati , ginjal, tulang dan otak.1,3,6
(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society).
Neoplasma ganas
(Ca Cervix)
pertumbuhan sel
infiltrasi sel infiltrasi sel kanker ke
kanker tidak
kanker ke ureter jaringan sekitar
terkendali
Nyeri Perdarahan
Hidronefrosis spontan Perdarahan
Keputihan kontak
anemia
dan bau
CRF khas Peningkatan
kanker kebutuhan
metabolism
- Penurunan CO
- Perubahan terhadap e sel kanker
- Perfusi jar. tdk
pola seksual adekuat
- Gangguan konsep
diri
Nutrisi <dari
kebutuhan tubuh
- Kurang
perawatan diri
Kelemahan
- Intoleransi
aktivitas fisik
(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society)
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan waktu
sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada wanita yang
sudah berusia sekitar 40 tahun.Ada empat stadium kanker serviks yaitu Stadium satu kanker
masih terbatas pada serviks (IA dan IB), pada stadium dua kanker meluas di serviks tetapi
tidak ke dinding pinggul (IIA menjalar ke vagina/liang senggama, IIB menjalar ke vagina
dan rahim), pada stadium III kanker menjalar ke vagina, dinding pinggul dan nodus limpa
(IIIA menjalar ke vagina,IIIB menjalar ke dinding pinggul, menghambat saluran kencing,
mengganggu fungsi ginjal dan menjalar ke nodus limpa), pada stadium empat kanker
menjalar ke kandung kencing, rektum, atau organ lain (IVA: Menjalar ke kandung kencing,
rectum, nodus limpa, IVB: Menjalar ke panggul and nodus limpa panggul, perut, hati,
sistem pencernaan, atau paru-paru ).6
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Biasanya sering
ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital atau perdarahan
pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru
terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang
hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat
hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin
lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt ke
perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah bila
terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri pada
tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema pada
kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.
7. PENCEGAHAN
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker, maka
tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
a. Pencegahan Primer
- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak
berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom (untuk
mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga kebersihan,
menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan kimia (untuk
mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit kanker ini).
- Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk
ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan,
vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid
gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung dari
infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang terinfeksi
HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat
lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat melindungi terhadap
infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi humoral sangat berperan besar dan
antibodi ini adalah suatu virus neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV
dalam percobaan invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase
seroconversion dan kemudian menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang bersifat
intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya
protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV dan partikel virus tersebut
akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang
dan tidak terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel
virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di
mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan
tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap
infeksi virus HPV.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji klinis, yakni
Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
sAdalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi oleh
Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini, Protein L1 dari
HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini
diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang
sangat merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam
tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6
masing-masing 0,5 ml
2. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV ( GARDASIL yang
diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat
suatu rekombinant vektor Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung
20g protein HPV 6 L1, 40 gprotein HPV 11 L1, 20 g protein HPV18 L1. Tiap 0,5
ml mengandung 225 amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut
juga mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan
antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 80 C
Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab kanker
serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga
menyebabkan kanker.
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies yang
tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum individu
terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun. Berdasarkan
pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US),
penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan
bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak
melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada
pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi
respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka
diperlukan pemberian Booster. Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan
diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot
deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker
serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu
sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma
prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada
fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan
pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-
negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).
Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat
untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel
tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi,
radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan
tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat
digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan
spesifisitas: tinggi (95-98%)
Rekomendasi skrining
- Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.
- Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar
gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.
- Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar sebisanya
tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel, pindahkan sampel
dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.
Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil
jaringan serviks
Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap
pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi
karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi
80% rekurensi dalam 2 tahun.
\
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 32. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2012. Hal 1051.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi 7nd ed , Vol. 1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2012 : 189-1
3. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer Society.
4. Sogukopinar, N., et all. 2013, Cervical Cancer Prevention and Early Detection, Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.
5. Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : Elstar Offset. 2012; 127
140.
6. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Keempat. Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2016;380-387.
7. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 23. Vol 2.
Jakarta. EGC. 2012;1622-1625.
8. Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi ketiga.
Jakarta : Erlangga 2012; 62-63.
9. Olivera J, et all. 2013, Human Papiloma Virus, The New England Journal of Medicine.
361;19 : 1899-1901 http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMe0907480
10. Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga 2012; 94-95.