Anda di halaman 1dari 36

CA SERVIKS

Timothy Kurniawan

11.2015.218

Pembimbing : Dr. Afra Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Stase Obgyn RS Bakti Yudha

Email: Timothykurniawanbambang@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks adalah
tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal
yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 55
tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel
serviks.
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,
kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme
timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi hingga
sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara
berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama.
Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan
kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru
diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita dan
kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear. Namun,
sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara berkembang hingga
mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis
sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga
saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari
beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa simptomatis karena masih
belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang
lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.3

1. DEFINISI
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan
ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secara harfiah
berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan
normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah
berhenti.
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh
uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau
lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas.
Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis. Bagian
luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium
eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan (epitel)
dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel sel permukaan (epitel) tersebut mengalami
penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan
akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia
menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ
menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan distribusi umur, Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of
Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur
60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan
pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok
umur 60-69 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998 ditmukan
bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun, sedangkan stadium
IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa
penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu
17,4%.
Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-
negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina.
Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit
keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya.
3. KLASIFIKASI
Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi tiga, yaitu
(1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari
sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO (The
International Federation of Gynekology and Obstetrics) :
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
- CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih kurang
setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi pada dasar
ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia ringan). Ini
dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat rendah).
- CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya, dipertimbangkan
sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-
perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga dari jaringan pelapis
(dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat).
- CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi
(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel
yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk
luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma
yang parah ditempat asal.
b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks :
- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata
"squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada
permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir dari
ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti
tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).
- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-perubahan
karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.
- HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa sel-
sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.
c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :
- FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis
masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan tumor
sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat dalam
pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm sebaiknya
diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occ Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak
sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Ib Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan
invasi ke dalam stroma serviks uteri.
II Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian
atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa
Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
IIb tumor.
Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding
III panggul
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium
IIIa sampai dinding panggul.
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
IIIb parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
IV
Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
IVa rektum dan atau kandung kemih.
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
Ivb mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Telah terjadi penyebaran jauh.

- Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:


Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai
1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul
(tidak ada celah bebas)
T4
Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas
T4a sampai diluar panggul
Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
T4b histologik
Nx Ca telah meluas sampai di luar panggul
Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
N0 pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N1 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
N2 limfografi)
Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
M0 celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M1 Tidak ada metastasis berjarak jauh
Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio
arrteri iliaka komunis.

4. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


a. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma
(HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat
menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak
yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor
ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik
HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan
proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat berkembang
menjadi kanker
- Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae.
HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid
ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8
open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E
mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam
proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu
L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat
epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan
karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.

E Protein Perananya

E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal

E2 E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi

E4 Mengikat sitokeratin

E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet derivat


growth factor, p123)

E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi

E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130

L Protein Peranannya

L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein

L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

- Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat
menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,
54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari
30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk)
sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39,
45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan
6
sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 58.
Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan
kanker serviks
b. Faktor predisposisi
- Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai
pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko
terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya
daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga
seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak
pada kelompok usia lebih tua.
- Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Pemelitian
di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah
dikontrol dengan infeksi HPV.
- Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan
kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola
hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan
serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama
dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah
kanker.
- Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi
oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan
bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal
tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit
untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan
kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual
dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan
pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih
frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan
resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.1,3
- Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi
bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.1,3
- Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara
kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga
diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen
pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi
nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan
masalah tersebut.1,3,5
- Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan
yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi
resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan
genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang
terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan factor resiko yang lain.1,3,
5. PATOFISIOLOGI
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga
membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1,
S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase
M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S
(Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53
memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses
proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal
terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan
mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak
adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan
kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6
mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk
mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen
supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein
E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53
dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada
infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari
kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan
menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum
terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari
membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka
prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi
secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas
praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen
melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices
vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage)
dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke
parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-
kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis
dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-
paru, hati , ginjal, tulang dan otak.1,3,6
(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society).
Neoplasma ganas

(Ca Cervix)
pertumbuhan sel
infiltrasi sel infiltrasi sel kanker ke
kanker tidak
kanker ke ureter jaringan sekitar
terkendali

Obstruksi total Menekan Infeksi Sifat sel kanker yang


serabut dan mudah berdarah
saraf nekrosis
Retrograde jaringan (eksofilik)
coitus

Nyeri Perdarahan
Hidronefrosis spontan Perdarahan
Keputihan kontak
anemia
dan bau
CRF khas Peningkatan
kanker kebutuhan
metabolism
- Penurunan CO
- Perubahan terhadap e sel kanker
- Perfusi jar. tdk
pola seksual adekuat
- Gangguan konsep
diri
Nutrisi <dari
kebutuhan tubuh

- Kurang
perawatan diri
Kelemahan
- Intoleransi
aktivitas fisik

(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society)
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan waktu
sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada wanita yang
sudah berusia sekitar 40 tahun.Ada empat stadium kanker serviks yaitu Stadium satu kanker
masih terbatas pada serviks (IA dan IB), pada stadium dua kanker meluas di serviks tetapi
tidak ke dinding pinggul (IIA menjalar ke vagina/liang senggama, IIB menjalar ke vagina
dan rahim), pada stadium III kanker menjalar ke vagina, dinding pinggul dan nodus limpa
(IIIA menjalar ke vagina,IIIB menjalar ke dinding pinggul, menghambat saluran kencing,
mengganggu fungsi ginjal dan menjalar ke nodus limpa), pada stadium empat kanker
menjalar ke kandung kencing, rektum, atau organ lain (IVA: Menjalar ke kandung kencing,
rectum, nodus limpa, IVB: Menjalar ke panggul and nodus limpa panggul, perut, hati,
sistem pencernaan, atau paru-paru ).6

Gambar. Perjalanan penyakit dan staging


(Sumber : http://www.cirikankerserviks.com/)

6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Biasanya sering
ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital atau perdarahan
pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru
terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang
hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat
hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin
lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt ke
perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah bila
terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri pada
tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema pada
kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.
7. PENCEGAHAN
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker, maka
tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
a. Pencegahan Primer
- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak
berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom (untuk
mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga kebersihan,
menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan kimia (untuk
mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit kanker ini).
- Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk
ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan,
vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid
gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung dari
infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang terinfeksi
HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat
lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat melindungi terhadap
infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi humoral sangat berperan besar dan
antibodi ini adalah suatu virus neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV
dalam percobaan invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase
seroconversion dan kemudian menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang bersifat
intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya
protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV dan partikel virus tersebut
akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang
dan tidak terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel
virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di
mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan
tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap
infeksi virus HPV.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji klinis, yakni
Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
sAdalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi oleh
Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini, Protein L1 dari
HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini
diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang
sangat merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam
tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6
masing-masing 0,5 ml
2. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV ( GARDASIL yang
diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat
suatu rekombinant vektor Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung
20g protein HPV 6 L1, 40 gprotein HPV 11 L1, 20 g protein HPV18 L1. Tiap 0,5
ml mengandung 225 amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut
juga mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan
antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 80 C

Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab kanker
serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga
menyebabkan kanker.
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies yang
tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum individu
terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun. Berdasarkan
pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US),
penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan
bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak
melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada
pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi
respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka
diperlukan pemberian Booster. Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan
diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot
deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker
serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu
sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma
prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada
fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan
pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-
negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).
Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat
untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel
tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi,
radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan
tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat
digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan
spesifisitas: tinggi (95-98%)
Rekomendasi skrining

Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear


Syarat:
- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20 setelah hari
pertama menstruasi.
- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon, spermisida foam,
krim atau jelly atau obat-obatan pervagina
- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan tes Pap
smear
Indikasi:
- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi umur 21 tahun.
- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan peralatan liquid-
based.
- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.
- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual yang
banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang terganggu seperti
infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama kortikosteroid dan
riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.
Alat-alat dan Bahan:
- spekulum cocor bebek
- spatula ayre
- cytobrush
- kaca objek
- alcohol 95%
Metode pengambilan Pap smear:
- Beri label nama pada ujung kaca objek

- Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.


- Lihat adanya abnormalitas serviks
- Identifikasi zone transformasi
- Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona transformasi.
- Putar spatula 360 disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kontak dengan
permukaan epithelial.
- Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil yang
terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika instrument
dikeluarkan.
- Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang spatula antara
jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara sample dari cytobrush
dikumpulkan.
- Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan seluruh
permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
- Cytobrush hanya perlu diputar putaran searah jarum jam.

- Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.
- Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar
gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.
- Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar sebisanya
tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel, pindahkan sampel
dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.

- Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena pengeringan


dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang berisi larutan ethanol
95% selama 20 menit.
- Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.
- Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.
Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou.
- Kelas I : sel-sel normal
- Kelas II : sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan kelainan
ringan biasanya disebabkan oleh infeksi
- Kelas III : mencurigakan kearah keganasan
- Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan
- Kelas V : pasti ganas
Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi
- Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi. Jika
reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi diatasi
dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat dievaluasi, harus
dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV), selanjutnya
dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis definitif.
- Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang pemeriksaan
Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya 2-3 tahun sekali
sampai usia 65 tahun.
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam
asetat 35% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang
terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada
serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau
abnormal.
Program Skrining Oleh WHO :
- Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
- Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun (Nugroho
Taufan, dr. 2010:66)
- Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60
tahun.
- Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki
dampak yang cukup signifikan.
- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun
dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
Syarat:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan,
salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip
serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang
menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena
temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-
berat atau kanker serviks in situ).
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker
serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).
Pelaksanaan IVA
- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang
telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak
muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika
leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan
positif lesi atau kelainan pra kanker.
- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati
dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2
ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan
metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi
prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan
tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari adanya
perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perubahan
sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau
dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker
yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan
merusak organ tubuh yang lain.
HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes
Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa
atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan
tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara mendeteksi
keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV
atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA
HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array
System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV Genotyping Test.
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa
mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan HPV
dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya.
Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe
HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21 genotipe HPV.
Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe
HPV.
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the
American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for
Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force
menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 1
-
Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan
seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak
kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks
berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV
onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun
setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19
tahun.
-
Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan
Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar
mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif
mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29
tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering
pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring
dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada
wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker
serviks.
-
Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan
Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
-
Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan pemeriksaan
DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
-
Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
8. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik
dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan
rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi) (Wiknjosastro, 1997).
Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks saat
didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks antara
lain:
a. Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong NIS (Neoplasia
Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa, terapi
destruksi dan terapi eksisi.
Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1 yang
termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis dengan
destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks derajat
tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan
antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi
tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.
Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya
2. Terapi NIS dengan destruksi lokal
Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang mengandung
epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan bagian
yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu sekurang-kurangnya 250Csel-sel
jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-
sel tersebut, terjadi perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami
dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal
dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum sistem mikrovaskular. Pada
saat ini hampir semua alat menggunakan N20.
Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2-3mm.
Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya dapat
disembuhkan dengan efektif.
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas (sampai
kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan dengan
anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas
pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.
CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium, nitrogen dan gas
CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan patologis
dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.
3. Terapi NIS dengan eksisi
Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan
kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun
pengobatan pra-kanker serviks

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil
jaringan serviks

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang


dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks
Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil leher rahim,
bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk
wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat


uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur,
tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya
c. Terapi Kanker Serviks Invasif
1. Pembedahan
2. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker. Terapi
radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium
II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif
ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar
seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis
kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker
sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
1. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
2. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu
penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama
1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
a. Iritasi rektum dan vagina
b. Kerusakan kandung kemih dan rektum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan
seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur,
sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk
mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan
bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus,
tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel
kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung
pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan
kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah
kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam
periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas
dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan
kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit
metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks
antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble
Bleomycin) dan lain lain. Cara pemberian kemoterapi dapat bsecara ditelan,
disuntikkan dan diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi
radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah cisplatin, flurouracil. Sedangkan
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB /
recurrent adalah : mitomycin. pacitaxel, ifosamide.topotecan telah disetujui untuk
digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat
digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil;
kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan
mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan
memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
1. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat,
kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual
sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai
dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur.
Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.
4. Sariawan
5. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah
kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala.
Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
6. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan
dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang
yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah
menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan
sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum
kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal.
Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan:
a. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah
yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi
yang menyebabkan peningkatkan leukosit.
b. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila
jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak
merah pada kulit.
c. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb
(Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel
darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.
1. Kulit menjadi kering dan berubah warna
2. Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
3. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang
4. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan kualitas
hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi, pengontrol sakit
(pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri
kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS
(Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti
morfin dan fentanil
9. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :
a. Umur penderita
b. Keadaan umum
c. Tingkat klinik keganasan
d. Sitopatologi sel tumor
e. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya
f. Sarana pengobatan yang ada
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas 60
ke dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih 7
atau rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya

Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap
pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi
karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi
80% rekurensi dalam 2 tahun.

\
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 32. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2012. Hal 1051.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi 7nd ed , Vol. 1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2012 : 189-1
3. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer Society.
4. Sogukopinar, N., et all. 2013, Cervical Cancer Prevention and Early Detection, Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.
5. Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : Elstar Offset. 2012; 127
140.
6. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Keempat. Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2016;380-387.
7. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 23. Vol 2.
Jakarta. EGC. 2012;1622-1625.
8. Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi ketiga.
Jakarta : Erlangga 2012; 62-63.
9. Olivera J, et all. 2013, Human Papiloma Virus, The New England Journal of Medicine.
361;19 : 1899-1901 http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMe0907480
10. Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga 2012; 94-95.

Anda mungkin juga menyukai