Anda di halaman 1dari 10

RIBA DALAM AL-QUR'AN

(STUDI KOMPARATIF TAFSIR AL-MISHBAH


DAN TAFSIR ATH-THABARI)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama sosial yang memperhatikan kebutuhan manusia


dan kemaslahatan dasarnya, dalam batasan kebenaran, keutamaan dan keilmuan.
Dengan ajarannya yang luas, Islam mampu menciptakan masyarakat di atas nilai-
nilai yang tinggi. Islam mencukupi kebutuhan manusia, baik ruhaniah maupun
badaniah secara seimbang.1 Ajaran Islam senantiasa layak bagi setiap ruang dan
waktu, dalam setiap hukumnya, baik yang kulliyah maupun juziyyah, terdapat
jaminan terbentuknya masyarakat yang dipenuhi oleh semangat kebenaran, cinta
kasih, dan solidaritas.2

Islam adalah agama sempurna yang menitikberatkan pada masalah akidah


dan syariah. Sebagaimana ia menjelaskan hubungan antara hamba dan Tuhan,
hubungan antara Tuhan dan hamba serta adab-adabnya, ia juga menjelaskan
berbagai aturan hidup, termasuk di dalamnya muamalah dan sistem
perekonomian,3 khususnya masalah riba yang semakin berkembang.

Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa terlepas dari
perilaku manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi orang Islam,
Alquran merupakan suatu pedoman sekaligus sebagai petunjuk dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya serta kebenarannya mutlak. Terdapat beberapa ayat Alquran
dan hadis yang telah mendorong manusia untuk rajin bekerja dan berusaha
1 Ahmad Abdul Raheem al Sayih, Keutamaan Islam (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), 19.
2 Ibid., 20.
3 Ahmad bin Abdurrazzaq ad-Duwaisy, Fatwa-Fatwa Jual Beli (Bogor: Pustaka Imam
asy-Syafii, 2005), 1.

1
(termasuk kegiatan ekonomi) serta mencela orang yang pemalas. Akan tetapi,
tidak semua ekonomi dibenarkan oleh Alquran. Apalagi jika kegiatan tersebut
dapat merugikan orang banyak, seperti monopoli, percaloan, perjudian dan riba.4
Riba merupakan persoalan yang selalu dibahas dan diperdebatkan oleh
kalangan ulama, dan dalam pembahasannya terdapat pro dan kontra. Pengertian
umum yang berkembang dalam dunia Islam masalah pelarangan riba adalah
kelebihan atas tambahan modal, baik penambahan itu sedikit atau banyak, 5 hal ini
seperti yang ditulis Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fikih Sunnah. Definisi tersebut
kemudian berkembang luas sesuai dengan kemajuan pemikiran dalam dunia
Islam.6

Dalam Alquran ditemukan kata riba sebanyak tujuh kali dalam empat
surat, tiga di antaranya turun setelah Nabi hijrah dan satu ayat lagi ketika beliau
masih di Mekah. Adapun salah satu ayat yang membicarakan tentang riba adalah
sebagai berikut :

Artinya:

dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan (menurut kamus, ridha ditulis rida, yang
mana yang benar, atau rida) Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-
orang yang melipat gandakan (pahalanya).7 (QS. al-Rum: 39)

Ayat yang turun di Mekah walaupun menggunakan kata riba (QS. al-Rum:
39) ulama sepakat bahwa riba yang dimaksud disana bukan riba yang haram
karena ia diartikan sebagai pemberian hadiah, yang bermotif memperoleh imbalan
banyak dalam kesempatan yang lain.8

4 Muhammad Zuhri, Riba dalam al-Quran dan Masalah Perbankan Sebuah Tinjauan
Antisipatif, Cet. Ke-1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 1.
5 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Bandung: PT al Maarif, 2002 ), 334.
6 Ibid., 335.
7 Departemen Agama R.I, al-Quran dan Terjemahnya (Semarang: PT Kumudasmoro
Grafindo Semarang, 1994), 647.

2
al-Qurtubi dan Ibnu al-Arabi menamakan riba yang dibicarakan ayat
tersebut sebagai riba halal. Sedangkan Ibnu Kathir menamainya riba mubah.
Mereka semua merujuk kepada sahabat Nabi, terutama Ibnu Abbas dan beberapa
tabiin yang menafsirkan riba dalam ayat tersebut sebagai hadiah yang dilakukan
oleh orang-orang yang mengharapkan imbalan berlebih.

Riba sebagai sesuatu yang diharamkan berdasarkan pada surat Ali Imran
ayat 130:

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. 9
(QS. Ali Imran: 130)

Ath-Thabari meriwayatkan dari mujahid, dia berkata, dulu orang-orang


yang melakukan jual beli dengan memberikan tenggang waktu pembayaran
hingga waktu tertentu. Ketika tiba waktu pembayaran namun si pembeli belum
juga sanggup membayar, si penjual menambahkan harganya dan menambahkan
tenggang waktunya.10 Di dalam ayat tersebut terdapat kata ad afan muda afat
yang berarti berlipat ganda. Disamping itu, penulis melakukan penelusuran
didalam Alquran terdapat ayat-ayat yang berkenaan dengan riba, antara lain: QS. 2
ayat 275, 276, 278, 279, QS. 3 ayat 130, QS. 4 ayat 161 dan QS. 30 ayat 39.

Riba adalah sebuah bencana besar serta malapetaka yang menghancurkan


masyarakat. Riba ibarat penyakit kronis dan bakteri yang mematikan. Sehingga
seseorang yang mengambil riba, dengan seketika ia akan menjadi miskin, terjerat
dalam kesusahan, dan tergolek dalam kehinaan.11

8 Quraish Shihab, Wawasan al-Quran : Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat.
(Bandung: Mizan, 2001 ), 545.
9 Departemen Agama R.I, al-Quran dan Terjemahnya., 97.
10 Jalaluddin as-Suyuthi, Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Ayat al-Quran, Terj. Tim Abdul
Hayyie (Jakarta: Gema Insani, 2008), 135.
11 Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi, Indahnya Syariat Islam, Terj. Faisal Saleh (Jakarta: Gema
Insani, 2006), 439.

3
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya, Membumikan Alquran
berpendapat bahwa riba adalah kelebihan yang dipungut bersama jumlah utang
yang mengandung unsur penganiayaan dan penindasan, bukan sekedar kelebihan
atau penambahan jumlah hutang.12
Sehubungan dengan masalah ini, penulis berkeinginan untuk mengangkat
ke permukaan pandangan Imam al-Tabari dan Muhammad Quraish Shihab
tentang kedudukan riba, oleh karena itu kajian ini penulis beri judul Riba dalam
Alquran (Studi Komparatif tafsir al-Tabari dan tafsir al-Mishbah.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas ada beberapa permasalahan yang


kiranya perlu diangkat sebagai rumusan masalah diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana kedudukan riba dalam Islam?
2. Bagaimana penafsiran ayat tentang riba dalam tafsir al-Tabari dan tafsir al-
Mishbah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian pada umumnya memiliki tujuan untuk menambah wawasan
pemikiran terhadap objek yang dikaji juga penelitian yang akan peneliti bahas
melalui kajian ini.
Adapun mengenai tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kedudukan riba dalam Islam.
2. Untuk mengetahui pandangan Imam al-Tabari dan Muhammad Quraish
Shihab mengenai ayat riba dalam tafsir al-Tabari dan tafsir al-Mishbah.
Sedangkan manfaat penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan para peminat studi
Alquran tentang persoalan riba, terutama menurut pemikiran Imam al-
Tabari dan Muhammad Quraish Shihab.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pembahasan tentang
riba dalam pandangan Imam al-Tabari dan Muhammad Quraish Shihab

D. Tinjauan Pustaka

12 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 2004), 267.

4
Sebuah karya merupakan kesinambungan pemikiran dari generasi
sebelumnya dan kemudian dilakukan perubahan yang signifikan, penulisan skripsi
ini merupakan mata rantai dari karya-karya ilmiah yang telah lahir sebelumnya,
sehingga untuk menghindari kesan pengulangan dalam skripsi ini, maka penulis
perlu menjelaskan adanya topik skripsi yang akan diajukan, dimana adanya
beberapa penulisan yang berkaitan dengan riba maupun kajian pemikiran tentang
Imam al-Tabari dan Muhammad Quraish Shihab merupakan suatu data yang
penting.
Kajian tentang riba banyak ditemukan dalam skripsi yang ditulis oleh
mahasiswa IAIN, diantaranya skripsi yang ditulis oleh Saefudin Azhar yang
berjudul Studi Analisis Terhadap Pendapat Syafruddin Prawiranegara Tentang
Bunga Bank Tidak Termasuk Riba dalam kesimpulannya, penyusun skripsi ini
mengungkapkan, jika ditinjau dari sistem ekonomi Islam khususnya di Indonesia,
bahwa pemikiran Syafaruddin Prawiranegara sangat berdampak negatif dalam
memacu pertumbuhan ekonomi lemah akan makin terpuruk karena terlilit oleh
bunga. Karena itu pendapat Syafaruddin hanya menguntungkan kaum yang kuat
modal tapi mematikan pengusaha kecil. Dilihat dari aspek ekonomi pun praktek
bunga berimplikasi secara negatif kepada perkembangan ekonomi itu sendiri.
Dalam praktek bunga ada pihak kreditur yang mengambil keuntungan tanpa
memikul resiko. Ini berakibat bahwa si peminjam tidak memperoleh keuntungan
yang seimbang dengan tingkat bunga, sehingga menimbulkan krisis.
Tulisan Siti Saifiyatun Nasikhah dalam skripsinya yang berjudul Studi
Analisis Pemikiran Umer Chapra Tentang Riba pada intinya, penyusun skripsi ini
mengungkapkan bahwa konsep riba Umer Chapra ini lebih ditekankan pada apa
yang sesungguhnya dituntut dibalik pelarangan riba, yaitu untuk menegakkan
sebuah sistem ekonomi dimana semua bentuk eksploitasi dan ketidakadilan
dihapuskan. Dengan kata lain, eksploitasi dan ketidakadilan merupakan esensi
utama riba.
Tulisan Amien Paryono yang berjudul Riba Dalam Perspektif Muhammad
Syafii Antonio (Studi Atas Pemikirannya Dalam Buku Bank Syariah Dari Teori
Ke Praktek) penulis skripsi tersebut dalam temuannya mengungkapkan bahwa

5
diantara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh
bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari
penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi
juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah
bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya
biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari
ketergantungannya.
Setelah peneliti melakukan penelaahan terhadap pustaka, peneliti belum
menemukan penelitian, kajian atau buku yang didalamnya berusaha menganalisa
pandangan Imam al-Tabari dan Muhammad Quraish Shihab tentang riba. Penulis
menganggap kedua tafsir ini cukup mewakili ulama yang berpendapat dalam hal
ini. Maka dari itu menurut peneliti perlu adanya kajian ataupun pembahasan yang
berusaha meninjau sekaligus menganalisis pandangan Imam al-Tabari dan
Muhammad Quraish Shihab tentang riba dalam Alquran.

E. Kerangka Teori

Riba ditinjau dari bahasa Arab, riba bermaknakan: tambahan, tumbuh, dan

menjadi tinggi. Adapun dalam pemahaman syariah, maka para ulama berbeda

beda dalam ungkapannya dalam mendefinisikannya tetapi maksud dan maknanya

tidak jauh berbeda, diantara definisi yang cukup mewakili, menurut Asy-Sarbani

yang dikutip oleh Arifin Badri adalah suatu akad / transaksi atas barang tertentu

yang ketika akad berlangsung, tidak mengetahui kesamaannya menurut ukuran

syariah atau dengan menunda penyerahan keduanya barang yang akan menjadi

objek akad atau salah satunya.13

13 1Arifin Badri, 2012, Riba dan Tinjuan kritis Perbankan Syariah (Bogor: Darul Ilmi Publising),

hal. 2.

6
Ada juga yang mendefinisikannya dengan penambahan pada komoditas /

barang dagang tertentu.14 Para ulama menyebutkan bahwa riba secara umum

dibagi menjadi (2) macam:

a. Riba Nasiah / Penundaaan ( Riba Jahiliyyah)

Yaitu penambahan yang terjadi akibat pembaran yang tertunda pada akad

tukar menukar dua barang yang tergolong ke dalam riba, baik satu jenis maupun

berlainan jenis dengan menunda penyerahan salah satu barang yang ditukarkan

atau kedua-duanya.

b. Riba Fadl (Riba Penambahan)/Riba Perniagaan

Riba jenis ini dapat terjadi pada akad perniagaan, sebagaimana yang dapat

terjadi pada akad utang - piutang. Dari Ubadah bin Shamit Radhiya Allah anhu

meriwayatkan Nabi Shallahu Alahi Wa Sallam bersabda:

Aku mendengar dari Rasullah Shallahu Alahi Wa Sallam melarang jual beli
emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut
dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam kecuali jika dengan
takaran yang sama dan tunai, barang siapa melebihkan, maka dia telah melakukan
praktek riba."(HR Muslim, No: 2969)
Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditas tersebut dalam

hadits di atas komoditas riba, riba atau berlaku pada hukum riba perniagaan (Riba

Fadhl). Sehingga tidak boleh diperjual belikan dengan cara barter melainkan

ketentuan ketentuan pada hadits di atas.15

F. Metode Penelitian

14 Ibid.
15 Ibid.. Hal. 48

7
Metode suatu penelitian akan sangat bergantung pada pokok permasalahan
dan sifat penelitian tersebut. Sedangkan untuk mendapatkan data yang objektif
bagi suatu penelitian, maka setiap penelitian ilmiah harus menggunakan suatu
metode penelitian tertentu.
Dalam penelitian ini, digunakan langkah pendekatan penelitian tafsir yaitu
meneliti melalui pendekatan historis dan pendekatan sosiologis. Sehingga
didapatkan data yang sesuai.
Guna memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Maka
dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
dalam penelitian ini akan mengumpulkan data dari berbagai literatur, baik
itu buku, serta karya-karya lain yang berhubungan dengan pokok pembahasan,
yaitu yang berkenaan dengan riba.

2. Sumber Data
Adapun sumber data yang diambil dalam penelitian ini terbagi menjadi
dua yaitu:
a. Data Primer
Yang dimaksud dengan data primer adalah suatu data yang diperoleh
secara langsung dari sumber aslinya.16 Dalam hal ini penulis menggunakan kitab
aslinya sebagai data primer. Adapun sumber primer dalam penelitian ini adalah
tafsir al-Tabari dan tafsir al-Mishbah.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak berkaitan secara langsung dengan
sumber aslinya.17 Adapun data-data sekunder yang dapat diambil adalah dari karya
ilmiah, jurnal, buku literatur yang menyoroti pendapat Imam al-Tabari dan
Muhammad Quraish Shihab yang berkaitan dengan pembahasan yaitu yang
membahas tentang riba.
3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini


menggunakan pendekatan ilmu tafsir dengan metode mawdui (tematik) yaitu
menafsirkan Alquran dengan menghimpun ayat-ayat Alquran, serta sama-sama

16 Khalid Narbuko, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 43.


17 Ibid.

8
membicarakan dalam satu topik masalah yang akan dibahas dan dilengkapi
dengan hadis yang relevan dengan masalah yang diteliti. 18 Selain itu, penulis juga
menggunakan metode komparatif, yaitu metode ini dipergunakan untuk
membandingkan pendapat Imam al-Tabari dan Muhammad Quraish Shihab untuk
menemukan titik persamaan dan perbedaan dalam memahami ayat tentang riba
yang terdapat dalam Alquran.

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik dokumentasi,


yaitu dengan melacak data dari sumber primer dan sekunder. Data primer dalam
penelitian ini adalah diambil dari karya Imam al-Tabari tafsir al-Tabari dan
Muhammad Quraish Shihab tafsir al-Mishbah. Adapun data-data sekunder yang
dapat diambil adalah dari karya ilmiah, jurnal, buku literatur yang menyoroti
pendapat Imam al-Tabari dan Muhammad Quraish Shihab yang berkaitan dengan
pembahasan yaitu yang membahas tentang riba.

4. Analisa Data
Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya diperlukan
tahapan analisis terhadap data-data tersebut. Dalam menganalisa data peneliti
menggunakan metode:
a. Analisa Tematik dan Komparatif
Metode ini dipergunakan untuk membandingkan pendapat mufassir yaitu
Imam al-Tabari dan Muhammad Quraish Shihab dalam kedua karya tafsirnya.
Selain menggunakan analisis komparatif, penulis juga menggunakan analisis
tematik, yaitu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang membicarakan tentang riba,
kemudian menganalisanya.
b. Penarikan Kesimpulan
Selanjutnya dalam mengambil kesimpulan ini, peneliti menggunakan
metode deduktif.
G. Sistematika Pembahasan

Untuk menghasilkan sebuah karya yang sistematis, peneliti memaparkan


penelitian ini dengan bagian-bagian bab secara rinci dan mendetail. Secara umum
sistematika pembahasan tersebut, sebagai berikut:

18 Nasiruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),


72.

9
Bab pertama, pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua, menguraikan biografi Imam al-Tabari dan Muhammad
Quraish Shihab. Bab ini mengulas potret perjalanan hidup dan pengembaraan
intelektual mufassir, karya-karya mereka, dan metode penafsiran yang mereka
gunakan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap setting
historis yang membentuk pemikiran mufassir, metode serta corak penafsirannya
terhadap Alquran, dan akhirnya menjadi acuan dalam menganalisis pandangannya
mengenai riba.

Bab ketiga, sedangkan pada bab ini peneliti memaparkan data-data yang
diperoleh dari hasil pencarian dari berbagai referensi, dalam hal ini adalah data-
data atau informasi tentang pandangan Imam al-Tabari dan Muhammad Quraish
Shihab terhadap riba dalam Alquran.

Bab keempat, pada bagian ini berisi penutup yang memuat kesimpulan
hasil telaah penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut atau acuan penelitian.

10

Anda mungkin juga menyukai