Anda di halaman 1dari 8

MENGIDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN IBU DAN

MERUMUSKAN UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN


IBU (MATERNAL MORTALITY RATE) PADA MASYARAKAT
NELAYAN

Latar Belakang
Setidaknya ada 6 (enam) pertimbangan mengapa penelitian tentang kasus kematian ibu yang
terjadi pada masyarakat desa nelayan ini perlu dilakukan. Pertama, fenomena angka kematian ibu
(maternal mortality rate) di Jawa Timur memperlihatkan angka relatif masih tinggi. Kedua,
upaya penanganan kesehatan terhadap masyarakat nelayan perlu mendapatkan perhatian serius
atau prioritas karena berdasarkan berbagai kajian dan pengamatan disadari bahwa dibandingkan
daerah lain, imbas situasi krisis yang terjadi di daerah pantai secara umum lebih terasakan.
Seperti dikatakan oleh Menteri Pertanian RI (10 Juli 1999), bahwa di daerah pantai sebagian
besar masyarakatnya hidup di lingkungan dengan kondisi perumahan, prasarana dan fasilitas
lingkungan yang kurang memadai.
Di samping itu pendapatan masyarakat nelayan umumnya sangat rendah, sehingga banyak
diantara mereka yang terkategorisasi pada kelompok miskin. Ketiga, dengan tanpa
mengesampingkan variabel medis ketika disadari bahwa kajian aspek non medis penting digali
maka pemahaman komprehensif tentang penyebab kematian ibu perlu dilakukan. Bagaimanapun
juga pemahaman komprehensif tentang perilaku sosial amat diperlukan agar program kesehatan
yang dicanangkan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Keempat, dalam upaya meningkatkan
kualitas kesehatan ibu dan anak diperlukan data yang bersifat menyeluruh, tidak hanya bersifat
kuantitatif namun juga kualitatif. Oleh sebab itu kegiatan ini dilakukan dengan maksud mengisi
kekosongan data --khususnya kualitatif-- dengan cara menggali dan menyajikan data secara
mendalam tentang berbagai hal yang berkaitan dengan praktek medis, sarana dan prasarana
kesehatan yang tersedia, nilai dan norma social-budaya serta perilaku sosial berkaitan dengan
kesehatan ibu. Kelima, di masa yang akan datang mutlak dibutuhkan adanya upaya untuk
mengembangkan program operasional guna menggerakkan komunitas dalam mengambil inisiatif
dalam menyelamatkan dan meningkatkan kehidupan serta kesehatan wanita di wilayah mereka
masing-masing. Keenam penanganan terhadap fenomena kematian ibu akibat kehamilan dan
melahirkan sesegera mungkin harus dilakukan. Oleh sebab itu identifikasi secara menyeluruh
terhadap berbagai faktor penyebab kematian ibu serta penyusunan model penanganan yang tepat
perlu segera dirumuskan. Selanjutnya penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama melakukan
identifikasi terhadap pengetahuan dan perilaku kesehatan di kalangan keluarga-keluarga dengan
kasus kematian ibu saat kehamilan dan atau melahirkan/persalinan serta pada masa sesudah
persalinan. Di samping itu penelitian ini dilakukan untuk memperoleh penjelasan tentang
berbagai penyebab terjadinya kasus kematian ibu (maternal death) saat kehamilan, persalinan
maupun pasca persalinan. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan selanjutnya dirumuskan
berbagai upaya praktis yang relevan guna menurunkan atau mencegah terjadinya kasus kematian
ibu khususnya pada masyarakat nelayan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Latar Belakang Demografis dan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kasus Kematian Ibu
Penelitian ini menemukan bahwa usia suami maupun isteri keluarga dengan kasus kematian ibu
umumnya relatif muda dan masih berada pada usia produktif yakni 40 tahun kebawah. Bahkan
seorang informan (Suherman) menyebutkan bahwa usianya masih sangat muda yakni berusia 34
tahun dan isterinya (Latifah) saat meninggal juga pada usia yang sama. Meski usianya masih
relatif muda tetapi umumnya mereka telah cukup lama berkeluarga dan seluruh keluarga telah
memiliki anak. Bahkan ada keluarga (Suherman) walaupun isterinya masih berusia 34 tahun
tetapi telah memiliki 5 orang anak Pada umumnya mereka berpendidikan rendah yakni Sekolah
Dasar bahkan tidak sekolah seperti yang dialami oleh Pak Muslah. Dengan jujur Pak Muslah
menceritakan bahwa dirinya tidak berpendidikan dan buta huruf. Sehingga untuk mengikuti
perkembangan kesehatan ibu dan anak cukup sulit. Kondisi pendidikan keluarga Pak Muslah ini
tidak berbeda jauh dengan keluarga Pak Kaspirin dan isterinya. Seperti anak desa lainnya
iasanya mereka lebih memilih bersekolah di sekolah agama yakni Madrasah yang ada di sekitar
tempat tinggal mereka. Hal ini berbeda dengan keluarga Pak Suherman. Keluarga ini baik suami
maupun isteri berpendidikan SMTP. Sehingga untuk mengikuti perkembangan pengetahuan
tentang kesehatan ibu dan anak tidak banyak kesulitan. Tetapi karena pengaruh kultur atau
budaya komunitas mereka yang kental menyebabkan mereka tidak terlampau menghiraukan soal
kesehatan ibu dan anak. Dalam hal persalinan misalnya mereka cenderung memilih dukun
ketimbang bidan.
Aspek lain yang cukup menonjol pada komunitas nelayan yang menjadi sasaran penelitian ini
adalah adanya kepercayaan terhadap hal-hal magis yang cukup tinggi. Tidak sedikit warga
masyarakat yang masih memegang kepercayaan kuat bahwa dukun bayi memiliki kekuatan
tersendiri yang mampu menyelamatkan kelahiran sang jabang bayi. Dengan mantera-mantera
tertentu sang dukun dipercayai mampu untuk membawa keselamatan ibu dan anak serta
keluarganya. Pada komunitas ini juga masih kuat adanya budaya slametan dan budaya lain
yang secara turun temurun senantiasa diikuti sampai saat ini. Masih melekat kuatnya tradisi
cultural nampaknya juga memberikan konsekwensi pada perilaku kesehatan masyarakat
yang lebih cenderung memanfaatkan traditional healers (Caldwel, 1981).

a. Pengetahuan dan perilaku kesehatan keluarga dengan kasus kematian ibu


Secara tradisional dan turun temurun melalui generasi sebelumnya pengetahuan reproduktif
tentang gejala kehamilan cukup dipahami oleh masyarakat luas. Gejala haid tidak datang atau
terlambat datang bulan, mual-mual dan muntah-muntah serta berperilaku yang aneh-aneh,
adanya gerakan di perut dan makin membesarnya perut, seringkali diidentifikasikan sebagai
gejala seorang wanita tengah menghadapi masa kehamilan. Tetapi untuk memahami gejala-
gejala yang sangat detail seperti fenomena ketidaknormalan dalam kehamilan dan resiko
kehamilan tidaklah terlalu mudah dipahami. Untungnya pada komunitas mereka banyak tersebar
kader kesehatan yang turut membantu memberikan informasi perihal itu. Dalam hal pemberian
makanan tambahan bagi ibu hamil atau makanan yang bergizi untuk kesehatan janin meski
dalam beberapa hal tahu tetapi nampaknya tidak terlalu dipahami dengan baik. Apalagi bagi
mereka yang memiliki kondisi sosial ekonomi terbatas. Karena kondisi sosial ekonomi yang
terbatas ibu hamil biasanya hanya mengkonsumsi makanan seadanya saja sesuai dengan
kemampuan mereka. Meski demikian dalam hal pemeriksaan antenatal care nampaknya
sebagian masyarakat cukup sering melakukannya. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan
janin, pengukuran tekanan darah ibu, pemberian tablet besi, pemberian suntikan TT, pemberian
vitamin dari Puskesmas melalui kegiatan Posyandu bahkan tidak jarang bagi ibu untuk
melakukan pemijatan ketika badan terasa agak lelah. Bahkan menurut informasi bidan para ibu
yang tengah hamil di wilayah nelayan tersebut selalu mendapatkan perhatian dari bidan serta
dianjurkan untuk selalu memeriksakan kehamilannya. Selanjutnya dalam melakukan
pemeriksaan kehamilan inisiatif ibu lebih banyak dibandingkan dengan suami. Bahkan tidak
jarang sang suami tidak mengetahui jika isterinya telah memeriksakan kandungannya. Kepergian
isteri ke tempat pelayanan kesehatan biasanya bersama saudara, tetangga atau kerabat yang
bertempat tinggal tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal mereka.
Tingkat pendidikan baik suami maupun isteri pada gilirannya menyebabkan pemahaman mereka
akan arti kesehatan reproduksi tidaklah terlalu maksimal. Untungnya pihak tenaga paramedis
baik bidan maupun kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut senantiasa melakukan upaya
jemput bola dan langkah ini nampaknya cukup efektif dilakukan pada komunitas.

b. Penyebab terjadinya kasus kematian ibu


Kematian yang melanda kaum ibu (maternal death) dapat terjadi dengan latar belakang sebab
yang sangat beragam. Dalam banyak studi ditemukan bahwa kematian ibu dapat terjadi tidak
hanya bersumber pada aspek medis semata, melainkan juga aspek non medis. Faktor non medis
yang sering disebut meliputi aspek sosial ekonomi, lingkungan atau sanitasi, faktor psikologis,
faktor cultural serta kondisi geografis dan transportasi yang tidak memungkinkan dilakukan
penanganan secara cepat. Kematian ibu yang terjadi dapat juga merupakan resultan dari kondisi
tertentu yang berakibat sangat memprihatinkan. Kekurangan gizi sewaktu mengalami kehamilan
misalnya dapat terjadi karena keluarga yang menghadapi kehamilan tersebut tidak mampu
mengkonsumsi atau membeli bahan-bahan makanan bergizi sebagai akibat dari terbatasnya
kondisi sosial ekonomi mereka (Sri Kardjati, 1985). Berbagai sebab juga dapat menjadi pemicu
secara akumulatif. Tidak hanya berdimensi sosial ekonomi saja tetapi juga psikologis dan
kultural bergabung menjadi satu dan memberikan akibat yang sangat menyedihkan yakni
kematian bagi ibu yang tengah menghadapi kehamilan, kelahiran maupun pasca kelahiran Meski
terdapat berbagai kemungkinan penyebab kematian ibu (maternal mortality) baik yang
berdimensi non medis maupun medis tetapi dalam penelitian ini ditemukan bahwa penyebab
kematian ibu ternyata diawali dengan kondisi non-medis dan berakibat pada situasi medis yang
akhirnya mengakibatkan kematian ibu. Pertama, adanya kesalahan tempat dalam melakukan
petolongan persalinan. Hal ini juga tidak terlepas dari pertimbangan ekonomi yang rasional
bahwa meminta pertolongan persalinan ke dukun biayanya relatif lebih rendah dibandingkan ke
bidan atau rumah sakit. Kedua, adanya keyakinan atau kepercayaan yang kuat terhadap figur
dukun bersalin menyebabkan tidak sedikit warga masyarakat jika menghadapi persalinan
meminta tolong pada dukun bersalin. Ketiga, adanya kenyataan bahwa keluarga penderita
seringkali sulit untuk dimotivasi sehingga menyebabkan keterlambatan dalam melakukan
rujukan. Hal ini juga tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terbatas. Tidak
jarang saat ditawarkan untuk dirujuk ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan yang lebih
lengkap peralatannya masih memerlukan waktu untuk mempertimbangkan aspek finansialnya.
Keempat, secara medis fakta yang sering dijumpai adalah adanya kasus pendarahan yang
berkepanjangan dengan penanganan yang relatif terlambat. Di samping itu adanya komplikasi
penyakit yang dialami pasien seperti jantung dan jenis penyakit lain terkadang makin
memperparah kondisi penderita, sehingga mengakibatkan kematian. Kelima, terdapat fenomena
yang cukup menarik di mana variabel psikologis ternyata juga menjadi penyebab kematian ibu
hamil. Karena kehilangan perahu mengakibatkan sang ibu mengalami strees berat dalam waktu
yang berkepanjangan. Sang ibu yang tengah hamil itu selalu diliputi suasana kesedihan sampai
tidak bersedia mengkonsumsi bahan makanan yang seharusnya dilakukan mengingat si ibu
tengah mengandung. Akibatnya sang ibu jatuh sakit dan tidak tertolong lagi hingga mengalami
drama kematian yang memprihatinkan karena memikirkan mesin perahu yang hilang. Keenam,
pengetahuan ibu yang rendah akan perawatan pasca persalinan nampaknya juga turut
memperparah kondisi ibu yang tengah mengalami pendarahan hebat saat melahirkan. Mobilitas
yang terlalu awal menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir sehingga menyebabkan infeksi.
Meski telah diingatkan untuk tidak melakukan mobilisasi sebelum waktu yang aman oleh bidan
tetapi tidak jarang pasien mengabaikan larangan tersebut.
Pengetahuan yang rendah juga dinampakkan pada warga masyarakat yang meminta bantuan
pada dukun padahal sebelumnya pasien memiliki latar belakang kelahiran yang kurang aman.
Kedelapan, perawatan kehamilan yang kurang maksimal dengan mengkonsumsi makanan yang
kurang bergizi nampaknya masih sering dilakukan oleh warga masyarakat. Sehingga tidak jarang
ibu hamil yang memiliki berat badan dibawah standar medis demikian juga dengan bayi yang
dilahirkan. Hal ini bisa terjadi karena kondisi sosial ekonomi yang relatif terbatas.

c. Akses terhadap fasilitas kesehatan


Mencermati berbagai persoalan tersebut di wilayah penelitian ditemukan bahwa Dalam
pemeriksaan kehamilan umumnya keluarga yang mengalami kematian ibu melakukannya secara
rutin. Meski pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi relatif kurang namun akibat
peran dari tenaga paramedis dan kader yang dengan rajin melakukan posyandu dan pendekatan
pada masyarakat secara intensif akhirnya warga masyarakat bersedia juga mengikuti anjuran
bidan. Meskidemikian tidak jarang anggota masyarakat yang masih melakukan persalinan pada
dukun dan tidak melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Pada komunitas nelayan yang
menjadi wilayah penelitian ini terlihat bahwa peran bidan dan kader kesehatan cukup dominan
sehingga terlihat akrab dengan masyarakat. Hal ini dilakukan semata-mata karena para tenaga
paramedis ini memiliki keinginan yang besar untuk mensosialisasikan pengetahuan medis yang
rasional pada masyarakat termasuk perihal kesehatan reproduksi khususnya masalah kehamilan
dan persalinan serta masa setelah persalinan. Meski banyak direspon secara positif oleh
masyarakat tetapi tidak jarang reaksi yang diperlihatkan oleh warga masyarakat masih belum
kompromistis. Ada satu contoh menarik yang disampaikan oleh seorang bidan di Tambakboyo,
saat masyarakat mengunjungi dokter dan oleh dokter diberikan obat berupa pil atau kapsul. Saat
itu juga pil dibuang di depan rumah dokter. Ketika ditelusur alasannya terungkap bahwa di
kalangan masyarakat ternyata walaupun diberi obat tetapi kalau belum diberi suntikan secara
psikologis mereka masih merasa kurang puas. Apalagi jika obat yang diberikan tidak terlalu
manjur maka ketidakpuasan tidak jarang dilontarkan secara vulgar seperti membuang obat di
depan tempat praktek sang dokter.
Selanjutnya apabila menyimak intensitas kunjungan atau akses terhadap pelayanan kesehatan
menurut sumber yang ada (bidan) cukup bagus. Ketika posyandu dilakukan tidak sedikit anggota
masyarakat yang datang untuk memeriksakan kandungannya. Tetapi tidak sedikit yang bermalas-
malasan dan menunggu untuk diajak atau ditegur serta ditemani jika mengunjungi tempat
pelayanan kesehatan. Dengan demikian peran significant others pada keluarga nelayan
nampaknya masih cukup besar. Selain itu perilaku kesehatan yang cukup menarik juga
Ditunjukkan oleh masyarakat nelayan. Menurut sumber dari bidan disebutkan
bahwa jika hasil tangkapan ikan sedang ramai artinya penghasilan mereka cukup besar mereka
pergi ke dokter, tetapi jika tidak ada hasil mereka akan berobat seadanya bahkan tidak jarang
yang mengandalkan posyandu dan JPS bidang kesehatan.
Memperhatikan persoalan intensitas kunjungan ibu hamil ke tempat pelayanan
kesehatan diperoleh informasi bahwa selama kehamilan sebelum meninggal nampaknya ibu
hamil secara rutin memeriksakan kandungannya. Menurut pengakuan bidan yang menangani
hampir tiap bulan para ibu yang meninggal tersebut memeriksakan kandungannya. Tetapi
informasi dari suami nampak bahwa mereka tidak tahu menahu. Bahkan seorang informan
menyebut bahwa mereka tidak tahu sama sekali jika isterinya harus secara rutin memeriksakan
kandungannya. Tampaknya para suami tidak terlalu memperhatikan soal perawatan kehamilan
isterinya. Mereka lebih mempercayakan pada kerabatnya bahkan oranglain baik itu tetangga,
dukun bersalin maupun tenaga paramedis yang ada. Menurut pengakuan para suami karena
mereka bertugas untuk mencari nafkah dan berkonsentrasi untuk memperoleh penghasilan
sementara itu soal kehamilan adalah tanggung jawab dan permasalahan yang harus ditangani
oleh wanita sebagai ibu rumah tangga.
Jurnal Penelitian Dinmika Sosial Vol. 2 No. 1 April 2001: 8 - 10
8
Namun demikian yang agak mengherankan ketika para isteri menghadapi masa
persalinan pihak suami ada yang menganjurkan untuk lebih memilih ke dukun
bersalin daripada ke bidan. Alasannya karena sejak dulu meminta pertolongan
dukun dan biayanya relatif murah. Mereka tidak pernah memperhatikan riwayat
persalinan yang pernah dialami di mana anak mereka pernah meninggal karena
mengalami infeksi saat setelah persalinan. Disamping itu ada juga suami yang tidak
tahu menahu soal persalinan sampai-sampai masalah persalinannya ditentukan oleh
pihak bidan dan sang isteri dan saudaranya. Hal ini pernah terjadi pada keluarga
Pak Muslah. Karena secara ekonomik kemampuannya terbatas, sementara biaya
pengobatan dan persalinan cukup mahal maka ia menyerahkan segala urusannya
pada saudara yang lebih mampu beserta bidan. Hal ini agak berbeda dengan Pak
Kaspirin yang menyerahkan dan mempercayakan seluruh proses persalinan melalui
tenaga paramedis yang ada di wilayah tersebut. Waktu anak pertama dulu memang
ditangani oleh dukun karena waktu itu jumlah bidan hanya satu dan jaraknya
terlalu jauh sehingga Pak Kaspirin memutuskan untuk meminta pertolongan pada
dukun bersalin.
Selanjutnya mencermati perihal tempat persalinan hampir seluruh informan
mengemukakan bahwa umumnya isteri mereka ketika melahirkan atau melakukan
persalinan dilakukannya di rumah dengan memanggil dukun atau bidan di rumah.
Jarang dan hampir tidak pernah mereka melakukan persalinan di rumah sakit atau
instansi kesehatan yang tersedia. Tampaknya pola ini juga banyak dilakukan oleh
warga masyarakat yang tinggal di komunitas nelayan. Menurut mereka dengan
melakukan persalinan di rumah akan lebih praktis karena tidak perlu menyiapkan
pakaian dan segala peralatan untuk melakukan persalinan. Tetapi yang cukup
memprihatinkan adalah ketika dukun bersalin sudah tidak mampu menangani
(pasien dalam keadaan kritis) baru kemudian diserahkan pada bidan. Tragisnya saat
dibawa ke rumah sakit kemudian pasien meninggal dunia di tengah perjalanan.
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menemukan bahwa faktor penyebab kematian ibu antara lain karena
faktor psikologis yakni perasaan stress yang dialami ibu hamil, keterlambatan
rujukan, keterlambatan pengambilan keputusan, kondisi sosial ekonomi yang
terbatas, rendahnya pendidikan dan pengetahuan akan arti penting kesehatan
reproduksi, kurangnya pemahaman tentang ideologi jender, masih kentalnya
kepercayaan kultural khususnya terhadap dukun bersalin, kesalahan pemilihan
tempat bersalin, adanya pendarahan yang berkepanjangan, adanya komplikasi
dengan jenis penyakit lain, mobilisasi yang terlalu awal, serta diabaikannya
mengkonsumsi makanan yang bergizi. Di samping itu adanya pemikiran bahwa
persoalan kehamilan dan persalinan adalah urusan wanita juga turut memperparah
kondisi penderitaan ibu hamil dan melakukan persalinan.
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang ada nampaknya belum
terlalu maksimal. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran akan arti penting
kesehatan reproduksi, rendahnya pendidikan serta kondisi sosial ekonomi yang
terbatas. Meski diakui bahwa fasilitas kesehatan yang ada dirasakan cukup
Mengidentifikasi Penyebab Kematian Ibu dan Merumuskan Upaya Menurunkan Angka
Kematian Ibu
(Maternal Mortality Rate) pada Masyarakat Nelayan (Septi Ariadi, Tuti Budi Rahayu,
Sudarso)
9
memadai tetapi peningkatan pelayanan dan sarana serta prasarana yang ada dengan
disertai biaya perawatan atau pengobatan tidak terlalu tinggi dan mudah dijangkau
sangat diharapkan.
Memperhatikan berbagai temuan tersebut beberapa saran dapat dikemukakan
antara lain; Pertama, perlunya upaya meningkatkan pemahaman atau pengetahuan
dan perilaku kesehatan reproduksi baik pada ibu hamil dan menyusui maupun bagi
remaja wanita dan pria, suami, tokoh masyarakat serta masyarakat luas melalui
berbagai forum seperti, sosialisasi atau penyuluhan serta pelatihan baik dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai media baik cetak maupun
non cetak. Kedua, upaya peningkatan taraf sosial ekonomi keluarga misalnya
dengan melakukan diversifikasi usaha dan memberikan bekal ketrampilan bagi
keluarga-keluarga di luar sektor perikanan atau nelayan. Pemberian kesempatan
untuk memperoleh bantuan modal barangkali merupakan instrumen yang dapat
membantu kelancaran upaya ini. Ketiga, mengingat rasio antara masyarakat dengan
tenaga medis dan paramedis yang ada masih terkesan tidak proporsional maka
penambahan jumlah tenaga medis dan paramedis perlu diupayakan. Keempat,
sangat diharapkan adanya langkah karikatif berupa bantuan kesehatan misalnya
dengan bantuan biaya perawatan kesehatan dan pengobatan yang dapat dijangkau
oleh masyarakat strata sosial ekonomi bawah. Kelima, perlunya sosialisasi
pemahaman tentang ideologi jender dan kesetaraan dalam bertanggung jawab atas
perilaku reproduktif kaum wanita. Artinya pihak wanita diharapan juga mampu
secara mandiri memutuskan aktivitas reproduktif mereka disamping adanya
kesetaraan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Dalam hal ini juga
diharapkan hilang kesan bahwa persoalan kesehatan reproduksi merupakan
tanggung jawab kaum wanita semata. Gerakan Suami Siaga misalnya merupakan
contoh kepedulian kaum pria terhadap aktivitas reproduksi kaum perempuan atau
para isteri mereka. Keenam, untuk mengantisipasi kondisi yang sangat darurat perlu
didirikan kelompok-kelompok kesehatan dalam skala kecil misalnya setingkat RT
dan kelompok ini tidak hanya bertugas menyebarluaskan informasi tentang
kesehatan reproduksi tetapi juga turut memikirkan jalan keluar jika ada warga
masyarakat yang merasa kesulitan dana untuk memperoleh perawatan kesehatan
khususnya dalam hal persalinan. Ketujuh, perlunya ada kerjasama dengan seluruh
elemen masyarakat baik tokoh formal maupun informal guna menyebarluaskan
informasi dan memberikan motivasi kepada masyarakat luas. Dengan demikian
pihak ini berposisi sebagai opinion leader. Pemberian bekal para kader kesehatan
secara terarah pada safe mother hood juga perlu segera direalisasikan. Kedelapan,
perlunya ada kerjasama yang harmonis antara tenaga peramedis khususnya bidan
dengan dukun bayi. Kemitraan ini perlu dikembangkan agar resiko kematian ibu
karena kehamilan dan persalinan dapat direduksi atau dieliminasi. Kesembilan,
keberadaan bidan desa di seluruh pelosok desa nampaknya sangat mendesak untuk
dilaksanakan.Hal ini penting karena tidak semua desa dalam suatu kecamatan ada
bidan desanya. Kesepuluh, agar tugas-tugas yang dibebankan pada bidan dapat
dijalankan secara maksimal diharapkan jarak tempat tinggal bidan dengan
pemukiman tidak terlalu jauh. Jika letak pemukiman terpencar atau jumlah
penduduk cukup padat maka rasio bidan dan jumlah penduduk perlu
diperhitungkan. Kesebelas, seperti banyak terjadi bahwa usia bidan umumnya
masih relatif muda dan banyak diantara mereka belum menikah dan belum pernah
Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Vol. 2 No. 1 April 2001: 10 - 10
10
melahirkan anak. Hal ini terkadang memunculkan image bahwa bidan yang
dianggap kurang pengalaman dan terlampau teoritis. Sehingga tidak jarang
masyarakat desa lebih memilih ke dukun yang telah berpengalaman dibandingkan
ke bidan saat melakukan persalinan. Untuk itu berbagai langkah sosialisasi,
penyuluhan serta pendekatan terhadap masyarakat perlu senantiasa dilakukan oleh
kalangan medis dan paramedis guna mengeliminasi image tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ariadi, Septi. 1998. Studi Analisis Situasi Tentang Profil Kesehatan di Propinsi Jawa Timur,
Surabaya: Kerjasama FISIP Unair dengan Bappeda Tingkat I Jawa Timur
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi Jawa Timur. 1997. Laporan dan
Analisis
Pendataan Keluarga Tahun 1997 di Jawa Timur, Surabaya: BKKBN
Iskandar, Meiwita B. 1998. Dampak Krisis Moneter dan Bencana Alam Terhadap Kesehatan
dan Gizi
Wanita dalam Dampak Krisis Moneter dan Bencana El Nino Terhadap Masyarakat,
Keluarga, Ibu dan Anak di Indonesia, Jakarta: PPT-LIPI dan Unicef
Kardjati, Sri. 1985. Aspek Kesehatan dan Gizi Pada Anak Balita, Jakarta: Yayasan Obor
Lingga, Dameria dan Djumiati. 1985. Peranan Bidan Dalam Pelayanan KIA/KB di Dalam
Maupun di
Luar Rumah Sakit, Makalah Disampaikan pada Kongres Nasional Ikatan Bidan
Indonesia IX, Medan
Muzaman, Fauzi. 1995. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, Jakarta: Universitas Indonesia
Rochjati, Poedji. 1999. Pengumpulan KSPR, Kematian Ibu dan Kematian Perinatal Di
Kabupaten di
Wilayah Jawa Timur Tahun 1997 dan 1998, Surabaya: RSUD Dr. Soetomo
Sanie, Susy Yr dan Surjadi, Charles. 1987. Pelacakan Dini Kehamilan Beresiko Tinggi: Laporan
Penelitian, Jakarta: kelompok Studi Masalah Kesehatan, Pusat Penelitian Universitas
Atma Jaya
Scortino Rosalia. 1999. Menuju Kesehatan Madani, Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Singarimbun, Masri. 1988. Kelangsungan Hidup Anak, Yogjakarta: Gajah Mada Press
Surjadi, Charles dan Susilo, Paulus. 1985. Identifikasi Kehamilan Resiko Tinggi Dalam Upaya
Menurunkan Kematian Ibu dan Perinatal: Suatu Tinjauan Kepustakaan, Jakarta: Universitas
Katolik Atma Jaya
Susanti, Emmy dkk. 1997. Kajian Kebutuhan Cepat Dalam Upaya Menurunkan Angka
Kematian Ibu,
Surabaya: Universitas Airlangga
Weiss, Gregory L and Lonnquist, Lynne E. 1997. The Sociology of Health, Healing, and Ilness,
New
Jersey: Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai