Anda di halaman 1dari 17

PSIKOLOGI - EMOSI DAN STRESS ADAPTASI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir

dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di

bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.


Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-

ubah. Manusia sebagaimana dia ada pada suatu ruang dan waktu, merupakan hasil interaksi

antara jasmani, rohani, dan lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan

yang lain. Dalam segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu

keseluruhan (holistik) sehingga manusia disebut makhluk somato-psiko-sosial.


Setiap individu memiliki intensitas atau derajat perasaan yang berbeda walaupun

menghadapi stimulus yang sama. Perasaan dan emosi biasanya disifatkan sebagai keadaan dari

diri individu pada suatu saat, misalnya orang merasa terharu melihat banyaknya warga

masyarakat yang tertimpa musibah kebanjiran.(Drs.Sunaryo, M.Kes , 2004 : 149)


Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress. Penyesuaian yang

berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang berorientasi pada pembelaan ego disebut

mekanisme pertahanan diri.


Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun

pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan dengan kehidupan

modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu

diperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada

kondisi tubuh individu yang turut menampilkan gangguan jiwa.


Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena merupakan

bagian dari kehidupan.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apakah yang disebut emosi ?
2. Apakah yang dimaksud stress ?
3. Apakah yang dimaksud adaptasi ?

C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka dalam makalah ini kami hanya

membatasi seputar masalah emosi, stress, dan adaptasi.

D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penulisan makalah ini

adalah :
1. Mengetahui pengertian emosi, komponen emosi, afek dan emosi, serta sakit mental karena

gangguan emosi.
2. Mengetahui pengertian stress, penggolongan stress, kemampuan individu menahan stress,

sumber stress psikologis, tahapan stress, reaksi-reaksi terhadap stress, dan cara mengendalikan

stress.
3. Mengetahui pengertian adaptasi dan dimensi adaptasi.

E. Manfaat Penulisan
1. Sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah Psikologi Keperawatan.
2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dan pihak-pihak lain yang akan melakukan penyusunan

makalah dengan topik yang sama.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Emosi
Emosi adalah Manifestasi perasaan atau afek keluar dan disertai banyak komponen

fisiologik, dan biasanya berlangsung tidak lama(Maramis, 1990). Sedangkan menurut Bimo
Walgito, 1989 emosi adalah suatu keadaan perasaan yang telah melampaui batas sehingga untuk

mengadakan hubungan dengan sekitarnya mungkin terganggu. Bisa perasaan marah, takut, sedih,

senang, benci cinta, antusias, bosan dan lain-lain sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi pada

kita.
Jadi, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan

biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi sebagai gejala

kejiwaan berhubungan dengan gejala kejasmanian. Apabila individu mengalami emosi, dalam

diri individu itu akan terdapat perubahan-perubahan dalam kejasmanian, misalnya ketakutan

pada gejala kejasmanian yang tampak adalah muka pucat dan jantung berdebar-debar.
1. Komponen Emosi
Menurut Atkinson R.L., dkk, komponen emosi terdiri dari :
a. Respon atau reaksi tubuh internal, terutama yang melibatkan sistem otomatik, misalnya bila

marah suara menjadi tinggi dan gemetar.


b. Keyakinan atau penilaian kognitif bahwa telah terjadi keadaan positif atau negatif, misalnya

kegembiraan saat diterima disalah satu Perguruan Tinggi ternama.


c. Ekspresi wajah, apabila merasa benci pada seseorang, mungkin akan mengerutkan dahi atau

kelopak mata menutup sedikit.


d. Reaksi terhadap emosi, misalnya marah-marah menjadi agresi atau gembira hinggah meneteskan

air mata

2. Afek dan Emosi

Afek adalah perasaan yang menguasai segenap hidup jiwa dan tidak bisa dikontrol serta

dikuasai oleh pikiran. Biasanya afek disertai reaksi jasmaniah, yaitu peredaran darah, denyut

jantung, dan pernapasan bisa cepat atu menjadi lemah. Dan emosi merupakan gejala kejiwaan

yang berhubungan dengan gejala kejasmanian itu. Contohnya, orang yang sedang marah akan

mengambil, melempar, dan membanting benda dari sekitarnya, disertai dengan muka merah,

tekanan darah meningkat, dan tubuhnya gemetar.


Afek dan emosi biasanya dipakai secara bergantian, dengan aspek-aspek yang lain pada

manusia (proses berpikir, psikomotor, persepsi, ingatan) saling memengaruhi dan menentukan

tingkat fungsi manusia itu pada suatu waktu.

Jenis gangguan afek dan emosi yaitu :

a. Defresi atau melankolis


Ciri-ciri psikologik misalnya, sedih, susah, murung, rasa tak berguna, kehilangan, gagal, putus

asa, dan penyesalan yang patologis.


Ciri-ciri somatik, misalnya anoreksia, konstipasi, dan kulit menjadi lembab atau dingin.
b. Kecemasan (ansietas)
Ciri-ciri psikologik, misalnya khawatir, gugup, tegang, cemas, rasa tidak aman, takut, dan lekas

terkejut.
Ciri-ciri somatik, misalnya debaran jantung yang cepat atau keras (palpitasi), keringat dingin

pada telapak tangan, tekanan darah meninggi, dan peristaltik bertambah.

3. Sakit mental karena gangguan emosi


Biasanya sakit mental karena gangguan emosi terkait dengan neurosis, yaitu kesalahan

penyesuaian diri secara emosional karena tidak dapat diselesaikannya suatu konflik tak sadar.

Sakit mental karena gangguan emosi antara lain :


a. Neurosis cemas, yaitu kecemasan akan memobilisasi daya pertahanan individu yang tidak ada

kaitannya dengan keadaan atau benda, tetapi mengambang bebas.


Gejalanya :
Faktor somatik, misalnya nepas sesak, linu, lekas capek, dada tertekan, keringat dingin, dan

palpitasi.
Faktor psikologik, misalnya perasaan was-was, khawatir, dan bicara cepat terputus-putus.
b. Neurosis histerik, yaitu fungsi mental dan jasmani hilang tanpa dikehendaki. Gejalanya : kejang

kejang, anestesia, analgesia, tuli, buta, dan stupor.


c. Neurosis fobik, yaitu adanya perasaan takut yang berlebihan terhadap benda dan keadaan, yang

oleh individu disadari bukan sebagai ancaman.


d. Neurosis depresi, yaitu gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat semakin berkurang, rasa

harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan. Biasanya hal ini berakar

pada rasa salah yang tidak disadari.

B. Stress
Dewasa ini perubahan tata nilai kehidupan (perubahan psikososial) berjalan begitu cepat

karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi, industrialisasi, serta ilmu pengetahuan dan

teknologi. Hal tersebut berpengaruh terhadap pola hidup, moral, dan etika. Beberapa contoh

perubahan pola hidup, misalnya pola hidup sosial religius berubah individualistis, materialistis,

dan sekuler, pola hidup produktif ke pola hidup konsumtif dan mewah serta ambisi karier yang

menganut asas moral dan etika hukum.


Perubahan psikososial dapat merupakan tekanan mental (stressor psikososial) sehingga

bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan dan berusaha

beradaptasi untuk menanggulanginya


1. Pengertian stress
Menurut Hans Selye, Stress adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap

tuntutan kebuthan yang ada dalam dirinya (Pusdiknakes, Dep.Kes.RI, 1989)


Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu

ketegangan daqlam diri seseorang (Soeharto Heerdjan. 1987)


Stress adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri , dan karena itu, sesuatu yang

mengganggu keseimbangan kita (Maramis, 1999)


Stress adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental atau beban

kehidupan) (Dadang Hawari, 2001)


Jadi, secara umum yang dimaksud stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang

menimbulkan tekanan, perubahan, dan ketegangan emosi.


2. Penggolongan stress
Menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), apabila ditinjau dari penyebabnya stress

dapat digolongkan sebagai berikut :


a. Stress fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat

bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.


b. Stress kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon, atau gas.
c. Stress mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.
d. Stress fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik

sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.


e. Stress proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan

perkembangan pada masa bayi hingga trua.


f. Stress psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hububgan interpersonal, sosial, budaya, atau

keagamaan.
Adapun menurut Brench Grand (2000), stress ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan

menjadi 2 macam, yaitu :


1. Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian,

perceraian, pensiun, luka batin, dan kebangkrutan.


2. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti pertengkaran rumah

tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri.

Stress dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor psikoedukatif/sosio kultural. Faktor

frisiologis berupa herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik, neurofsilogik, dan neurohormonal.

Sedangkan faktor psikoedukatif/sosio kultural berupa perkembangan kepribadian, dan kondisi

lain yang memengaruhinya.

3. Kemampuan individu menahan stress


Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan stress. Hal

tersebut sangat bergantung pada sifat dan hakikat stress yaitu intensitas, lokal, lamanya, dan

umum. Selain itu juga pada sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dadang Hawari (2001) bahwa stress apabila ditinjau

dari tipe kepribadian individu dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :


a. Tipe yang rentan (vulnerable)
Individu dengan tipe ini memiliki resiko yang tinggi mengalami stress dengan ciri-ciri

kepribadian sebagai berikut :

Cita-citanya tinggi (ambisius)


Agresif
Suka bersaing yang kurang sehat
Banyak jabatan rangkap
Emosional, yang ditandai dengan mudah marah, mudah tersinggung, mudah mengalami

ketegangan, dan kurang sabar


Terlalu percaya diri (over confident)
Self kontrol kuat
Terlalu waspada
Tindakan dan cara bicaranya cepat serta tidak dapat diam (hiperaktif)
Cakap dalam berorganisasi (organisatoris)
Cakap dalam memimpim (leader)
Tipe kepemimpinan otoriter
Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic)
Bila menghadapi tantangan senang bekerja sendiri
Disiplin waktu yang ketat
Kurang rileks dan serba terburu-buru
Kurang atau bahkan tidak ramah
Tidak mudah bergaul
Mudah empati, namun juga mudah bersikap bermusuhan
Sulit dipengaruhi
Sifatnya kaku (tidak fleksibel)
Pikiran tercurah kepekerjaan walaupun sedang libur
Berusaha keras agar segala sesuatunya terkendali

b. Tipe yang kebal (immune)


Individu dengan tipe ini kebal terhadap stress, yang ciri-ciri kepribadiannya sebagai berikut

:
Cita-cita atau ambisinya wajar
Berkompetensi secara sehat
Tidak agresif
Tidak memaksakan diri
Emosi terkendali, yang ditandai dengan tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung, penyabar,

dan tenang
Kewaspadaan wajar
Self control wajar
Self confident wajar
Cara bicara tenang
Cara bertindak tenang dan dilakukan pada saat yang tepat
Ada keseimbangan waktu bekerja dan istirahat
Sikap dalam memimpin maupun berorganisasi akomodatif dan manusiawi
Mudah bekerja sama (kooperatif)
Tidak memaksakan diri dalam menghadapi tantangan
Bersikap ramah
Mudah bergaul
Dapat menimbulkan empati untuk mencapai kebersamaan (mutual benefit)
Bersikap fleksibel, akomodatif, dan tidak merasa dirinya paling benar
Dapat melepaskan masalah pekerjaan ataupun kehidupan disaat libur
Mampu menahan dan mengendalikan diri

4. Sumber stress psikologis


Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stress psikologis, sebagai

berikut :
a. Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang. Frustasi ada yang

bersifat instrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam,

kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, perselingkuhan, pengangguran, dan lain-

lain).
b. Konflik
Hal ini ditimbulkan karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam keinginan,

kebutuhan, atau tujuan.


c. Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri

individu maupun dari luar diri individu.


d. Krisis
Krisis adalah keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress pada individu. Keadaan

stress dapat terjadi oleh beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi, konflik dan tekanan.

5. Tahapan stress
Menurut Dr.Robert J. Van Amberg (1979), sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dadang

Hawari (2001) bahwa tahapan stress ada 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :
a. Stress tahap pertama (paling ringan), yaitu stress yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar

dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki,

dan penglihatan menjadi tajam.


b. Stress tahap kedua, yaitu stress yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih,

lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung

atau perut tidak nyaman, jantung berdebar, dan punggung tegang. Hal ini karena cadangan

tenaga tidak memadai.


c. Stress tahap ketiga, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti defekasi yang tidak teratur, otot

semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali, koordinasi tubuh

terganggu, dan mau jatuh pingsan.


d. Stress tahap keempat, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja

sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, kegiatan rutin terganggu,

gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul

ketakutan dan kecemasan.


e. Stress tahap kelima, yaitu tahapan stress yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental,

ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan

berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.


f. Stress tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stress dengan tanda-tanda seperti jantung

berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta

pingsan atau collaps.


6. Reaksi-reaksi terhadap stress
Stress dapat menimbulkan berbagai macam reaksi, baik reaksi terhadap tubuh maupun

terhadap psikologis. Adapun reaksi tubuh terhadap stress sebagai berikut.


a. Rambut
Rambut semula yang berwarna hitam pekat, lambat laun akan mengalami perubahan warna.

Ubanan terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.


b. Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata

mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.


c. Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).

d. Daya pikir
Kemampuan mengingat, berpikir, dan konsentrasi menurun. Seringkali menjadi pelupa dan

mengeluh sakit kepala pusing.


e. Ekspresi wajah
Orang yang stress wajahnya nampak tegang, dahi berkerut, mimik wajah nampak serius, tidak

santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa dan kulit muka kedutan.
f. Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain itu, pada tenggorokan

seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar untuk menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot

lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa tercekik.


g. Kulit
Reaksi kulit bermacam-macam, pada kulit dari sebagian tubuh terasa panas atau dingin dan

bahkan keringat berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih

kering. Selain itu, bisa terkena penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran),

gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan, juga sering dijumpai

kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat.


h. Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya nafas terasa

berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung,

tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot

rongga dada (otot-otot antar tulang iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis

sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres

juga dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan karena otot-otot

pada saluran nafas dan paru-paru mengalami spasme.


i. Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah dapat terganggu faalnya karena stres. Misalnya, jantung

berdebar-debar, pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga

yang bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama

di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan.
Selain daripada itu sebagian atau seluruh tubuh terasa panas (subfebril) atau sebaliknya terasa

dingin.
j. Sistem Pencernaan
Seringkali seseorang yang stress mengalami gangguan pada sistem pencernaannya. Misalnya,

pada lambung terasa kembung, mual dan pedihd. Hal ini disebabkan karena asam lambung yang

berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam

dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga

dapat terjadi pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air

besar atau sebaliknya sering diare.


k. Sistem Perkemihan.
Orang yang sedang menderita stress faal perkemihan (air seni) dapat juga terganggu.

Frekuensi untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing

manis (diabetes mellitus).


l. Sistem Otot dan tulang
Orang yang menderita stress seringkali juga mengalami gangguan pada otot dan tulang

(musculoskeletal). Otot terasa sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain itu, keluhan-

keluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila

menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan

pegal-linu.
m. Sistem Endokrin
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami stress adalah kadar

gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan

menderita penyakit kencing manis (diabetes mellitus). Gangguan hormonal lain misalnya pada

wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).
Sedangkan reaksi psikologis terhadap stress antara lain :
a. Kecemasan
Kecemasan merupakan respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan

diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan. Jantung berdebar, keluar

keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.
b. Kemarahan dan agresi
Merupakan perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebuah

ancaman. Reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi.

Agresi adalah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan

jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindakan sadis dan usaha

membunuh orang.
c. Depresi
Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih

yang berkepanjangan.
7. Cara mengendalikan stress
Adapun cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan stress yaitu :
a. Bersyukur
Bersyukur merupakan cara yang paling ampuh dalam mengatasi stress, bagaimana tidak.

karena pada umumnya orang mengalami stress karena tidak kuat dengan apa yang telah terjadi

atau keadaan yang menimpanya. Dengan bersyukur kita akan senantiasa ingat bahwa segala

sesuatu yang kita peroleh merupakan pemberian dari Tuhan.


b. Kenali penyebab stress
Meskipun terdengar mudah, namun tidak segampang itu untuk mengenali sumber stress.

Apabila stress baru saja terjadi, mungkin bisa segera dikenali penyebabnya. Namun pada stress

jangka panjang, penyebabnya mungkin sudah dilupakan atau bertumpuk-tumpuk dengan

penyebab stress baru. Apabila sudah benar-benar mengenali penyabab stress, berkonsentrasilah

pada masalah tersebut. Apabila belum bisa dipecahkan dengan segera, cobalah untuk setidaknya

memperkecil dampaknya.
c. Buatlah perencanaan yang baik
Stres terjadi karena perubahan. Jika sudah direncanakan semua hal dengan baik, stres tidak

akan berakibat buruk. Perubahan seharusnya bisa dilakukan dengan menyenangkan. Namun,

tanpa perencanaan yang matang, perubahan bisa menjadi malapetaka. Buatlah perencanaan yang

baik untuk segala hal misalnya menikmati saat istirahat di rumah, hingga merencanakan

keuangan dengan benar.


d. Jagalah kesehatan
Tubuh yang sehat akan lebih mudah mengatasi stres. Makan dan berolahraga yang teratur

serta istirahat dengan cukup.


e. Jagalah perasaan anda
Berhentilah selalu menjaga perasaan orang lain. Jika perasaan sendiri tidak dijaga, dampaknya

juga akan buruk untuk orang-orang di sekitar kita. Tidak ada salahnya menolak hal-hal yang tida

disukai. Untungnya, perempuan seringkali lebih mudah menunjukkan perasaan ketimbang

seorang lelaki.
f. Mintalah bantuan
Jika tingkat stres sudah terlalu tinggi dan merusak kesehatan, berkonsultasilah pada orang-orang

terdekat atau pada konsultan ahli. Jangan biarkan diri menderita stres terlalu lama.
g. Ingatlah bahwa sedikit stress justru baik karena dengan adanya stres, maka akan memiliki

rangsangan untuk melakukan sesuatu dan bisa menjadikan stres sebagai alat pendorong untuk

lebih berkembang dan maju. Hal inilah yang disebut dengan stres yang positif.
h. Terima kenyataan bahwa stres adalah bagian dari hidup. Selama hidup, stres tidak akan pernah

bisa hindari 100%. Terimalah bahwa dalam hidup selalu akan muncul yang namanya stres.

Karena jika menerima stres sebagai bagian hidup. Secara mental dan fisik akan lebih siap

menghadapi stres.
i. Persiapkan diri untuk menghadapi berbagai berntuk stres setiap hari. Persiapan yang baik adalah

selalu mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan segala situasi.


j. Hidupkan pengharapan dalam hati. Harapan dapat mengurangi dampak stres yang muncul.

Dimana dengan harapan akan merasa adanya jalan keluar dari stres. Harapan akan muncul ketika

kita sudah melakukan tindakan positif.


k. Lakukan aktifitas baru. Sesuatu yang baru dan menarik akan terasa lebih menyenangkan.
l. Meditasi sangat bagus tidak hanya untuk menghilangkan stres, tetapi juga untuk relaksasi otot.

Penelitian telah menunjukkan bahwa meditasi dapat membantu dalam menurunkan tekanan

darah. Cobalah mulai sekarang renungkan untuk memanggil energi positif. Caranya mudah,

cukup hanya mengambil nafas panjang dan mengosongkan pikiran Anda. Lakukan meditasi10

menit.
m. Optimisme dapat menangkal dampak negatif stres, ketegangan dan kecemasan telah di sistem

kekebalan tubuh. Sangat penting untuk mengelilingi diri dengan orang-orang positif.
n. Tertawa, membantu sel-sel kekebalan tubuh berfungsi lebih baik. Temukan humor dalam hal-hal

dan terlibat dalam aktivitas yang membuat tertawa untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh

dan ketahanan terhadap penyakit.


o. Olahraga teratur dan aktivitas fisik tidak hanya memperkuat sistem kekebalan tubuh, sistem

kardiovaskular, jantung, otot dan tulang, tetapi juga membantu dalam manajemen stres dengan

menyediakan gangguan dari situasi stres dan meningkatkan endorfin (merasa-baik tubuh kimia).

C. Adaptasi

Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri, antara lain :

a. Menurut Soeharto Heerdjan (1987),Penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya

mengatasi kesulitan dan hambatan.


b. Penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah

lingkungan sesuai keadaan (keinginan diri)(W.A.Gerungan , 1996).


Jadi, adaptasi adalah suatu perubahan yang menyertai individu dalam merespons terhadap

perubahan yang ada di lingkungan dan dapat memengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis

maupun psikologis yang akan menghasilkan perilaku adaptif.


1. Dimensi adaptasi
Adaptasi terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :
a. Adaptasi fisiologis
Indikator adaptasi ini bisa terjadi secara lokal atau umum. Lebih mudah diidentifikasi dan

secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indikator ini tidak selalu teramati

sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indikator tersebut bervariasi

menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan

tidak mampu untuk beristirahat serta berkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap

stress.
Contoh :
Seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang berat dan tidak merasa

mengalami gangguan apa-apa pada organ tubuh.


Seseorang yang mampu mengatasi stress, wajahnya tidak pucat, tangannya tidak berkeringat dan

tidak gemetar.

b. Adaptasi psikologis
Adaptasi psikologis bisa terjadi secara :
Sadar, individu mencoba memecahkan atau menyesuaikan diri dengan masalah
Tidak sadar , menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism)
Menggunakan gejala fisik atau psikofisiologik/psikosomatik.
Apabila seseorang mempunyai kesulitan atau hambatan dalam beradaptasi, baik berupa

tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi dapat menimbulkan stress.


c. Adaptasi Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas

perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas

perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress

yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap

perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat

mengarah pada krisis pendewasaan.


d. Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama

klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga

dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan

(Reis & Heppner, 1993).


Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress atau

mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai

mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional

(Murata, 1994).
e. Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi

stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan

kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor

seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup

seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami

gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan

klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Emosi adalah suatu perasaan dengan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan

psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi sebagai gejala kejiwaan

berhubungan dengan gejala kejasmanian. Apabila individu mengalami emosi, dalam diri individu

itu akan terdapat perubahan-perubahan dalam kejasmanian.


Sedangkan stress yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada masalah

yang dihadapi dan kemampuan menyelesaikan masalah tersebut. Jika masalah tersebut dapat

diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang, sedangkan jika masalah tersebut

tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan individu tersebut marah-marah, frustasi

hingga depresi.
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespon

terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan sering
difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas terhadap stress. Ada banyak bentuk

adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin

terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya. Suatu proses adaptif

terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyimpangan

keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan

fungsi yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Sunaryo, M.Kes (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC


Suliswati, Yenni Sianturi, dkk (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :

EGC

Anda mungkin juga menyukai