Abstrak
Sungai Citarum merupakan sungai terbesar di Jawa Barat dari hulunya yang terletak di Gunung Wayang
(Kabupaten Bandung) berperan penting berperan penting bagi kehidupan sosial eknomi khususnya di Jawa
Barat dan DKI Jakarta. Selain sebagai sumber air untuk minum, irigasi pertanian, perikanan, pembangkit tenaga
listrik, Citarum juga berperan sebagai pemasok utama kegiatan industri. Kondisi kualitas air Sungai Citarum
semakin menurun karena masifnya kegiatan industri dan perluasan permukiman. Sehingga menimbulkan
pencemaran. Penentuan status pencemaran ditentukan dengan membandingkan nilai kualitas air dengan nilai
baku mutu air yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Kriteria untuk menentukan tingkat kualitas air
berdasarkan standar kualitas air dari Metode Storet. Untuk mengetahui kelas peruntukan air dengan
menyesuaiakan dengan PP Nomor 82 Tahun 2001. Parameter-parameter yang dihitung adalah parameter TSS,
kebutuhan oksigen biologis (biological oxygen demand, BOD), koli tinja, dan deterjen di 10 Ruas Sungai
Citarum.
Bab I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air menerangkan bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang
memiliki fungsi sangat penting bagi segala aspek kehidupan manusia dan sebagai modal dasar utama
pembangunan. Keberadaan air tentu sangat vital dalam kehidupan manusia. Layak atau tidaknya air yang
dikonsumsi atau digunakan untuk suatu keperluan, maka yang harus diketahui adalah pengetahuan tentang
kualitas air. Kemudian hal selanjutnya adalah mengetahui bagaimana upaya untuk menjaga atau mencapai
kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan berkala.
Pengelolaan kualitas air ini dimaksudkan untuk memelihara kualitas air untuk tujuan melestarikan
fungsi air, dengan melestarikan (conservation) atau mengendalikan (control). Pelestarian kualitas air
dimaksudkan untuk memelihara kondisi kualitas air sebagaimana kondisi alamiahnya sesuai peruntukannya
dan memenuhi baku mutu air yang ada.
Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada
atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Status mutu air
adalah tingkat . kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air
dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan
Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial water uses), juga
didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukkan perlu disesuaikan
dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air). Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4
(empat) kelas berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001, yaitu :
Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku dan atau peruntukan lain yang
mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
Kelas Dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana kegiatan rekreasi air,
pembudidayakan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas Tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
Kelas Empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
*) Tugas Mata Kuliah Evaluasi dan Konservasi Sumberdaya Air
**) Mahasiswa Departemen Geografi FMIPA UI Angkatan 2014
Sungai Citarum merupakan sungai terbesar di Jawa Barat dari hulunya yang terletak di Gunung
Wayang (Kabupaten Bandung), Citarum mengalir sepanjang 350 km hingga berakhir di hilir di daerah Tanjung
(Kabupaten Karawang). Sungai Citarum berperan penting bagi kehidupan sosial eknomi khususnya di Jawa
Barat dan DKI Jakarta. Selain sebagai sumber air untuk minum, irigasi pertanian, perikanan, pembangkit
tenaga listrik, Citarum juga berperan sebagai pemasok utama kegiatan industri. Sejak 20 tahun terakhir,
kondisi kualitas air sungainya semakin memburuk..
Jumlah penduduk, permukiman, kegiatan industri, dan kegiatan lainnya di sepanjang daerah aliran
sungai bertambah dengan sangat signifikan. Kondisi ini tentu akan dapat menyebabkan pencemaran sungai
Peta Zonasi Sungai Citarum (sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Citarum)
Dengan masifnya kegiatan industri yang semakin berkembang dan perluasan laju pemukiman
penduduk di sekitar sungai dari hulu hingga ke hilir dapat menyebabkan air sungai menjadi tercemar sehingga
berdampak pada penurunan kualitas air sungai. Sehingga perlu adanya pengendalian pencemaran air untuk
menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air. Oleh karena itu, perlunya memperhatikan baku mutu
air adalah untuk menunjukkan kondisi tercemar atau tidaknya, sehingga dapat dilaksanakan pemulihan
kualitas air.
Selain itu, didapatkan hasil bahwa kelas air Sungai Citarum sesuai dengan peruntukannya sebagai
berikut
Tabel 2. Data Eksisting kelas peruntukan air pada ruas-ruas Sungai Citarum
Ruas Sungai Kelas Peruntukan
Citarum air
Wangisagara III
Majalaya IV
Sapan Tidak berkelas
Cijeruk Tidak berkelas
Dayeuhkolot Tidak berkelas
Burujul Tidak berkelas
Nanjung Tidak berkelas
Inlet Saguling Tidak berkelas
Inlet Cirata IV
Inlet Jatiluhur IV
Bendung Curug IV
Bendung Walahar III
Tanjungpura IV
Tunggak Jati Tidak berkelas
Rengas Dengklok Tidak berkelas
Muara Gembong Tidak berkelas
Sumber: Soekarno, Indratmo dkk, 2006
Pembahasan
Pada tabel 1 menunjukan bahwa baku mutu air Sungai Citarum memiliki konsentrasi parameter TSS,
kebutuhan oksigen biologis (biological oxygen demand, BOD), koli tinja, dan deterjen yang melebihi baku mutu
berdasarkan dari klasifikasi baku mutu air menurut metode storet. Berdasarkan klasifikasi tersebut, baku mutu
airnya termasuk dalam kategori tercemar berat. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi gangguan pada kualitas air
Sungai Citarum disebabkan terutama oleh limbah domestik dari aktivitas rumah tangga dan kegiatan industri,
fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi yang tinggi sepanjang ruas Sungai Citarum.
Sumber: Soekarno, Indratmo dkk, 2006
Berdasarkan grafik tersebut, tingkat pencemaran air sungai berdasarkan kelas peruntukannya dari metode
Storet sebagai berikut.
Kelas 1 menempatkan ruas Wangisagara sebagai ruas sungai citarum yang memiliki nilai
pencemaran air yang paling kecil sedangkan ruas Nanjung memiliki angka pencemaran air yang
paling tinggi
Kelas 2 menempatkan ruas Wangisagara dan Bendung Walahar sebagai ruas sungai citarum yang
memiliki nilai pencemaran air yang paling kecil sedangkan ruas Nanjung memiliki angka pencemaran
air yang paling tinggi
Kelas 3 menempatkan ruas Wangisagara sebagai ruas sungai citarum yang memiliki nilai
pencemaran air yang paling kecil sedangkan ruas Nanjung memiliki angka pencemaran air yang
paling tinggi
Kelas 4 menempatkan ruas Bendung Curug sebagai ruas sungai citarum yang memiliki nilai
pencemaran air yang paling kecil sedangkan ruas Sapan memiliki angka pencemaran air yang paling
tinggi
Tingkat pencemaran tersebut berkaitan dengan aktivitas rumah tangga dan kegiatan industri yang intensif
tentu akan menimbulkan adanya pencemaran terutama di daerah hulu sampai pada akhirnya sampai ke
daerah hilir. Mengingat aktivitas di daerah hulu akan berpengaruh pada kawasan di daerah tengah dan daerah
hilir. Dari aktivitas-aktivitas tersebut akan menimbulkan sedimentasi yang tinggi. Seperti adanya material-
material sampah yang bersifat kimiawi atau biologis. Secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas air
dari air Sungai Citarum.
Pada Tabel 2 menunjukan klasifikasi air sesuai dengan peruntukannya. Hasilnya adalah sebagian besar ruas
sungai citarum yang memenuhi klasifikasi air sesuai dengan peruntukannya adalah Ruas Wangisagara dan
Bendung Walahar (kelas III) dan Ruas Majalaya, Tanjungpura, Inlet Saguling, Inlet Cirata, dan Inlet Jatiluhur
termasuk kelas IV. Kelas III digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas IV digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Ruas yang lain tidak termasuk dalam klasifikasi air sesuai dengan
peruntukkannya.
Keterpaduan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ini dilakukan melalui upaya
koordinasi antar pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosistem air dan atau satu kesatuan
pengelolaan sumber daya air antara lain daerah aliran sungai (DAS) dan daerah pengaliran sungai (DPS).
Kerja sama ini tentu harus melibatkan semua Stakeholder. Dalam koordinasi dan kerja sama tersebut
termasuk dengan instansi terkait dan masyarakat, baik menyangkut rencana pemanfaatan air, pemantauan
kualitas air, penetapan baku mutu air, penetapan daya tampung, penetapan mekanisme perizinan
pembuangan air limbah, pembinaan dan pengawasan penaatan.
Daftar Pustaka
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000 Tentang peruntukan Air dan Baku Mutu Air Pada Sungai
Citarum dan Anak-anak Sungainya di Jawa Barat Gubernur Jawa Barat.
Ningsih, A. 2011. Pemanfaatan Tanah Timbul di Pesisir Mundu Kabupaten Cirebon. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Soekarno, Indratmo dkk. 2006. Infrastruktur Pengelolaan Kualitas Air Sungai Citarum dan Sungai Citanduy
-------. 2010. Roadmap untuk Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Wilayah Sungai Citarum. Balai Besar
Wilayah Sungai Citarum
Auldry F Walukow. 2010. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet di Danau Sentani Jaya Pura,
Provinsi Papua. Journal Berita Biologi 10(3) - Desember 2010.