Anda di halaman 1dari 24

Laboratorium Teknobio-Industri, Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya

Yogyakarta
Jalan Babarsari 44, Yogyakarta-55281, e-mail: biologi@mail.uajy.ac.id

LEMBAR KERJA LAPORAN PRAKTIKUM

ACARA VI : Metode Perhitungan Mikroorganisme Nilai


NAMA MHS / NPM : Yulius Wahyu Pratomo / 150801648 Laporan
NAMA ASISTEN : ....................................... ..
Paraf Asistsen : / Tanggal: ..........2017 Nilai Revisi
..

I. PENDAHULUAN

A. Judul
Pengaruh Faktor Luar Terhadap Pertumbuhan Bakteri

B. Latar Belakang
Pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
dari lingkungan dimana dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor abiotik dan
faktor biotik. Faktor abiotik merupakan faktor yang berhubungan dengan hal
fisik dan kimia seperti temperatur, pH, desinfektan, dan daya oligidinamik.
Sedangkan faktor biotik merupakan hubungan antar mikroorganisme seperti
simbiose dan sinergisme.
Penelitian mengenai bakteri berkaitan dengan bagaimana
pertumbuhannya serta perubahan yang terjadi pada faktor-faktor luar dapat
mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikrobia. Maka dari
itu, alasan praktikum ini adalah untuk mengatahui pengaruh berbagai faktor
luar (suhu, daya oligodinamik, desinfektan dan antibiotik) terhadap
pertumbuhan bakteri. Praktikum ini penting dilakuakan sebab berkaitan
kecermatan terhadap faktor-faktor pengganggu atau pendukung pertumbuhan
bakteri dalam suatu uji sehingga diharapkan dapat membantu peneliti atau
praktikan dalam menjalankan suatu percobaan. Selain itu dengan mengetahui
pengaruh faktor luar, dapat juga dipakai dalam praktik pengobatan maupun
kehidupa sehari-hari dengan tujuan menhambat pertumbuhan / membunuh
mikroorganisme merugikan.
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan Escherichia
coli dan Bacilus subtilis dengan melakukan berbagai uji seperti uji pengaruh
suhu, daya oligodinamik menggunakan logam, uji pengaruh desinfektan, dan
pengaruh antibiotik. Pengaruh suhu dilakukan pada suhu 4oC, 37oC, dan 55oC
dan hasilnya diamati berdasarkan ada tidaknya pertumbuhan bakteri pada
petri. Pengaruh sifat oligodinamik dilakukan dengan memberikan HgCl2 dan
logam Cu pada medium agar di cawan petri lalu hasilnya diamati berdasarkan
ada tidaknya zona hambat di sekitar sumuran HgCl2 dan logam Cu.
Pengaruh desinfektan dilakukan dengan membuat sumuran lalu
ditambahkan dengan NaClO, HNO3, alkohol 60%, dan iod / iodin. Kemudian
hasil diamati dengan melihat ada tidaknya zona hambat pada daerah sekitar
sumuran. Pengaruh antibiotik dilakukan dengan meletakan ampisilin pada
sumuran dalam medium. Hasil pertumbuhan diamati berdasarkan ada
tidaknya zona hambat disekitar ampisilin.

C. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pertumbuhan Escherichia coli dan Bacilus subtilis
pada medium dengan suhu 4oC, 37oC, dan 55oC
2. Mengetahui pengaruh pertumbuhan Escherichia coli dan Bacilus subtilis
pada medium dengan logam Cu dan HgCl2.
3. Mengetahui pengaruh pertumbuhan Escherichia coli dan Bacilus subtilis
pada medium dengan penambahan desinfektan NaClO, HNO3, alkohol
60%, dan iod / iodin
4. Mengetahui pengaruh pertumbuhan Escherichia coli dan Bacilus subtilis
pada medium dengan antibiotik ampicillin

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan bakteri adalah hasil interaksi langsung antara kemampuan


bakteri untuk melekat dan tumbuh dan lingkungan dimana ia ditempatkan dimana
fluktuasi faktor-faktor lingkungan akan memberikan efek pada pertumbuhan
bakteri (Srivastava dan Srivastava, 2003). Faktor luar dapat dibagi menjadi abiotik
seperti pH, tekanan osmotik, oksigen, suhu sinar gelombang pendek, tegangan
permukaan, dan daya oligodinamik logam berat. Sedangkan faktor biotik
(interaksi dengan populasi mikrobia lain) salah satunya adalah commensalism
yang dimana satu populasi mendapat keuntungan, sedangkan yang lain tidak
mendapatkan efek apapun. Adapun synergism yang terjadi pada dua populasi yang
metabolismenya memberikan keuntungan bagi keduanya contohnya seperti dalam
degradasi cyclohexane oleh Nocardia dan Pseudomonas (Cloete dan Muyima,
1997).
Menurut Duncan dan Sussman (1992), contoh peengaruh faktor luar
adalah pada bakteri tanah dimana beberapa faktor akan mempengaruhi
penempatan dan populasi pada bakteri yang dibagi menjadi biotik dan abiotik.
Contoh faktor biotik adalah anatogism, antibiosis, kompetisi dan predasi atau
parasitisme dimana berada pada adanya komunitas campuran ditanah. Faktor
abiotik yang penting ditanah seperti kelembaban tanah, suplai nutien, tipe tekstur
tanah, pH dan temperatur. Namun faktor abiotik terpenting yang mendominasi
kehidupan bakteri di tanah adalah keberadaan air/ aktivitas air tanah.
Kemampuan pada beberapa logam tertentu untuk mendesak kematian pada
bakteria dapat disebut daya oligodinamik (oligodynamic effect). Efek logam dapat
berupa stimulan maupun sebagai inhibitor pada mikroorganisme seperti besi (Fe)
yang adalah esesial bagi pertumbuhan bakteri sedangkan beberapa ion (raksa
(mercury) dan perak) memiliki sifat toksik dalam konsentrasi rendah dan tembaga
bersifat inhibitor pada konsentrasi moderat. Gradien konsentrasi ion logam akan
diproduksi ketika sebuah logam diletakan dalam medium agar, contohnya
konsentrasi maksimum ion akan segera mengelilingi logam dimana akan terdapat
sebuah kemunduran (decline) secara gradual pada konsentrasi ion yang melintasi
agar seiring dengan pertambahan jarak dari logam (Aneja, 2003). Menurut
Prescott dkk. (2008), daya ini timbul karena logam dapat mempresipitasikan
enzim-enzim atau protein esensial dalam sel yang contohnya adalah Hg, Ag, As,
Zn, dan Cu. Menurut Dwidjoseputro (1987), logam berat berfungsi sebagai
antimikrobia oleh karena dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein
esensial dalam sel.
Mekanisme daya oligodinamik logam pada mikrobia adalah logam
memiliki afinitas tinggi dengan protein seluler dimana bakteri akan mati karena
efek kumulatif logam berat yang ada didalam sel (Dubey dan Maheshwari, 2006).
Menurut Sontea dan Tiginyanu (2015), logam berat akan mengikat pada protein
molekuler yang spesifik untuk kemudian menginaktifkannya. Daya ologodinamik
tidak memiliki efek pada virus namun berefek pada bakteri sehingga dapat
dikatakan mekanisme biosida adalah bertentangan dengan metabolisme sel,
mengingat bahwa virus tidak memiliki proses metabolisme yang merupakan
tipikal sel hidup. Sebenarnya mekanisme oligodinamik tidak diketahui
sepenuhnya karena bergantung pada sifat kimia masing-masing logam.
Menurut Prescott dkk. (2008), daya oligodinamik memiliki mekanisme
logam berat yang dapat bereaksi dengan bagian-bagian sel yaitu dengan cara
mengikat sisi aktif dari enzim yang terdapat dalam sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan membunuh bakteri. Terdapat penjelasan lain terkain jalannya daya
oligodinamik. Menurut Nolte (1982), efek antimikrobial ditunjukan oleh logam
berat dengan cara mengkoagulasi protein dan berekasi dengan gugus SH (sebagai
enzim) dan menginaktivasinya.
HgCl2 terionisasi dalam air menghasilkan Hg+ dimana ion ini mempunyai
sifat racun, iritasi pada jaringan, korosi pada logam sehingga dapat menyebabkan
pertumbuhan terhambat karena menyebabkan presipitasi protein. Hal ini
disebabkan karena Hg2+ akan berikatan dengan enzim sulfihidril. Saat berikatan
dengan Hg2+, enzim ini akan bersifat inaktif sedangkan enzim ini berperan dalam
proses metabolisme mikrobia. Proses metabolisme menjadi terganggu dan
pertumbuhan mikrobia menjadi terhambat bahkan mati (Salle, 1961).
Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi dengan membunuh jasad renik (bakterisid), terutama pada
benda mati dimana dalam prosesnya, dapat menghilangkan 60% - 90% jasad renik
(Shaffer, 1965). Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat
untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas,
aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan
kelembaban. Selain itu kriteria lain adalah tidak toksik pada hewan dan manusia,
tidak korosif, biodegradable, tidak meninggalkan noda, stabil, mudah digunakan,
dan ekonomis (Siswandono, 1995).
Menurut Volk dan Wheeler (1993) mekanisme kerja desinfektan mungkin
beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. Akibatnya dari penggunaan
desinfektan mengakibatkan kerusakan pada membran sel atau pada protein sel
atau pada gen yang khas yang berakibat kematian atau mutasi. Bahan desinfektan
yang banyak digunakan dan mempunyai efektifitas desinfeksi pada
mikroorganisme patogen adalah sodium hipoklorit, klorheksidin dan hidrogen
peroksida (Sari dkk., 2013).
Alkhohol adalah salah satu antiseptic yang sering digunakan dan akan
bekerja maksimal pada konsentrasi 70-80%. Alkohol bekerja pada mikrobia
dengan mendenaturasi protein dan menghancurkan membran sitoplasma bakteri.
Contohnya adalah pada E.coli yang mempunyai peptidoglikan tipis pada dinding
sel nya dan dua lapis posfolipid pada membran sitoplasmanya. Dalam hal ini,
alkohol akan mendenaturasi protein pada membran sitoplasma (Desiyanto dan
Djannah, 2013).
Turunan halogen yang umum digunakan sebagai desinfektan adalah
berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, dan povidon iodium. Aksi
bakteriosidal golongan halogen (termasuk iodium/ iodin) adalah dengan
menginaktivasi protein melalui oksidasi gugus sulfhidril protein (tersusun atas
asam amino yang mengandung ikatan sulfur) sehingga merubah konformasi dan
aktivitas protein (Mahardhika dkk., 2012). Larutan iodin adalah antimikroba yang
efektif pada konsentrasi 0,05% dan merupakan antiseptik broad spectrum
(digunakan untuk bakteri Gram positif, dan Gram negatif). Mekanisme kerja
iodine, yaitu mengikat protein yang menyebabkan denaturasi dalam beberapa cara
seperti oksidasi dari ikatan S-H pada asam amino, mencegah pengikatan hydrogen
sehingga menyebabkan perubahan struktur dan fungsi enzim (menyebabkan
disfungsi pada metabolisme mikrobia) (Cooper, 2007).
Asam nitrat (HNO3), memiliki sifat asam dan pengoksidasinya yang
sangat kuat dimana umumnya digunakan pada proses pembuatan banyak bahan-
bahan kimia, seperti obat-obatan dan bahan pewarna. Komponen yang berperan
pengoksidasi kuat adalah ozon (O3) dimana dapat berperan sebagai antimikrobia.
Hal ini dikarenakan bersifat mudah memutus rantai protein-protein pada sel-sel
bakteri, sehingga menggagu metabolisme bakteri yang menyebabkan kematian
terutama pada E. coli yang merupakan bakteri gram negatif (Isyuniarto dkk.,
2014).
Desinfektan berbahan dasar klorin dapat digunakan untuk spektrum luas
dan jenis mikroorganisme yang dapat dimatikan luas meliputi bakteri Gram
positif, Gram negatif, dan juga spora bakteri. Natrium hipoklorit (NaOCl) dalam
air akan terhidrolis membentuk asam hipoklorit (HOCl). HOCl merupakan
senyawa klorin paling aktif yang dapat menghambat oksidasi glukosa dalam sel
mikroorganisme dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam
metabolisme karbohidrat (Srivastava dan Srivastava, 2003).
Antibiotika (L. Anti = lawan, bios = hidup) adalah zat-zat kimia yang
dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau
menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya terhadap manusia
relatif kecil. Sedangkan antibiotik adalah obat untuk membasmi mikroba,
penyebab infeksi pada manusia, serta obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik
untuk mikroba (Yuliana, 2015). Antibiotik bekerja menghambat sistesis protein
dengan berinteraksi dengen ribosom, adapaun antibiotic spesifik yang
menghambat transkripsi dengan mencegah sintesis RNA (Willey dkk., 2009).
Menurut Ganda (2013), antibiotik dapat dibedakan berdasarkan
jangakauan efektivitasnya (spektrumnya) yaitu:
Narrow-spectrum antibiotic: Aktif dalam menyerang beberapa grup
mikrobia dan memiliki toksisitas rendah pada inangnya. Aktivitas
spektrumnya sebagian besar adalah pada mikrobia gram-positif dan sedikit
gram-negatif (jika ada). Kelebihan dari spektrum ini adalah berdampak
pada superinfeksi dan resistensi bakteri yang lebih sedikit. Contoh
antibiotik spektrum ini adalah penicillin, azithromycin dan vancomycin.
Broad-spectrum antibiotic: Spektrum yang sukses dalam menangani
jangkauan yang lebih luas dimana terdiri dari gram-positif dan gram
negatif baik itu patogen systemic, enteric dan urinary. Spektrum ini
memiliki daya toksisitas yang ebih tinggi pada inangnya dan dapat
digunakan pada penanganan beberapa variasi infeksi bakteri. Kelebihan
spektrum ini adalah kurang perlunya pengidentifikasian patogen infeksi
sebelum memulai penanganan. Contoh broad spectrum-adalah
aminoglycoside, amoxicillin dan streptomycin.
Extended-spectrum: Amoxicillin dan streptomycin terkadang juga
dipertimbangkan masuk dalam spektrum ini karena kemampuannya
menangkal hampir semua bakteri gram-posistif dan beberapa gram-
negatif. Jangkauan mereka lebih pendek jika dibanding dengan broad-
sectrum namun lebih luas/panjang jika dibandingkan dengan narrow-
spectrum.
Ampicillin adalah turunan dari penicillin yang diklasifikasikan (termasuk
golongan) sebagai aminopenicillin dan biasanya dikenal sebagai penicillin broad-
spectrum dimana merupakan sebuah grup semisintetik -lactams yang
dikembangakan untuk efektivitas dalam melawan baik bakteri gram negatif
maupun gram positif (Flanagan dan Cuppett, 2017). Mekanisme ampicilin adalah
dengan mendesak aktivitas bakteri via inhibisi pada sintesis dinding sel bakteri
dengan pengikatan satu dari beberapa protein pengikat penicillin (PBPs).
Mendesak efek autolytic (pencernaan diri sendiri oleh bakteri dengan
menggunakan enzim bakteri itu sendiri) bakteri dengan aktivitas inhibisi pada
PBP tertentu yang berhubungan / terkait dengan aktivasi proses autolytic bakteri
(Ekle., 2009). Ampisilin sangat efektif melawan bakteri gram negatif, sedangkan
bakteri gram positif kurang sensitif terhadap ampisilin (Satoskar dkk., 2015).
Metode sumuran atau difusi agar prosesnya didasarkan pada kemampuan
senyawa antibakteri untuk mengahasilkan jari-jari zona hambat di sekitar sumur
uji terhadap bakteri yang digunakan. Metode ini menggunakan media agar yang
berbentuk padat dan reservoir, silinder atau cekungan yang akan dibuat pada
media padat. Nantinya larutan yang diuji akan berdifusi dari pencadang ke
permukaan media agar padat yang sebelumnya telah diinokulasi dengan bakteri
(Nurainy dkk., 2008). Kelebihan metode sumuran yaitu murah dan lebih mudah
mengukur luas zona hambat yang terbentuk karena isolat beraktivitas tidak hanya
di permukaan atas nutrien agar tetapi juga sampai ke bawah sedangkan
kekurangan metode sumuran adalah metode ini jarang digunakan karena sulitnya
proses perlakuan (dalma melubangi, agar tidak boleh sobek/pecah) (Srivastava
dan Srivastava, 2003).
Metode paper disk atau metode agar difusi adalah yang paling sering
dalam penyaringan anti jamur (antifungal screening). Prosesnya adalah sebuah
paper disk, setelah dicelupkan kedalam larutan sampel dan dikeringkan, diletakan
diatas permukaan medium agar uang telah ditaburi benih sel-sell jamur (fungal
cells) kemudian medium agar diinkubasi suhu 25-40oC dalam 2-4 hari. Kelebihan
dari metode ini adalah besarnya jumlah sampel yang dapat diuji meski dalam
ruang yang kecil dan juga pelarut organik ang digunakan untuk melarutkan
substansi tes dapat dievaporasi. Selain itu juga tidak terjadi kerobekan agar dan
metodenya mudah namun kekurangannya adlah mahal dan dapat menghambat
komponen antimikrobia (Omura, 1992).
Zona hambat merupakan daerah dimana bakteri terhambat
pertumbuhannya akibat efek atau perlakuan suatu antibakteri / antimikroba yang
biasanya terjadi pada medium agar (Pelczar dan Chan, 1986). Menurut Preedy
(2013), zona hambat bakteri diukur sebagai zona lisis bakteri. Bakteri yang mati
namun utuh (tidak lisis) berada pada sudut / di pinggiran zona lisis ini namun
tidak di evaluasi / perhatikan. Maka dari itu zona kematian dapat saja lebih besar
dari yang terliht / dilaporkan.
Menurut menurut Rostinawati (2009), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi zona hambat dimana diantaranya:
Ketebalan medium agar: Berpengaruh terhadap diameter zona
hambat dimana semakin tebal medium, semakin kecil diameter zona
hambat yang terbentuk. Faktor ketebalan medium menjadi penting
sebab berpengaruh pada perolehan sensitivitas optimal.
Pengaruh pH: Hal ini menentukan jumlah molekul zat uji yang
mengion dan berpengaruh pada pertumbuhan bakteri.
Suhu inkubasi: Rata-rata bakteri akan tumbuh baik pada suhu sekitar
37oC.
Waktu inkubasi: Luas zona hambat yang terbentuk bergantung pada
lama inkubasi. Zona hambat dapat segera diamati setelah ada
pertumbuhan bakteri.
Kerapatan inokulum: Jumlah inokulum yang sedikit akan membuat
zat uji dapat berdifusi lebih jauh sehingga zona hambat yang terbentuk
memiliki diameter yang lebih besar.
Escherichia coli merupakan organisme prokariotik dan merupakan
kelompok bakteri gram negatif yang hidup didalam perut manusia (Yuwono,
2005). Menurut Berg (2004), bentuk selnya adalah rod dengan panjang 2.5 m
dan ber diameter 0,8 m. Menurut Desiyanto dan Djannah (2013), E.coli terdapat
struktur berupa dua lapis posfolipid pada membran sitoplasmanya, sehingga
alkohol bisa bekerja pada E.coli dengan mendenaturasi protein pada membran
sitoplasma. Menurut Richardson (2004), temperatur pertumbuhan minimum untuk
Escherichia coli adalah 8oC, temperatur optimum sekitar 37oC, dan temperatur
maksimum pertumbuhannya adalah 44-45oC. Menurut Atassi dkk. (1984) bakteri
gram negatif memiliki lipopolisakarida yang berfungsi sebagai komponen
antigenik imunodominan.
Bacillus subtilis merupakan bakteri bersifat aerobic dan gram positif
dengan bentuk sel elips hingga silinder serta memiliki panjang sel 1-3 m. Bentuk
koloninya lingkaran atau tidak berbentuk (Whitman, 2009). Bakteri gram positif
dinding selnya memiliki banyak peptidoglikan, sedangkan pada bakteri gram
negatif peptidoglikannya lebih sedikit, yang letaknya pada gel periplasmik
diantara membran plasma dan membran bagian luar (Campbell dkk., 2004).
Menurut Pelczar dkk. (2010), Bacillus subtilis memiliki jangkauan temperatur
pertumbuhan antara 8-53oC dengan temperatur optimum adalah antara 30-40oC.
Menurut Melliawati (2009), bakteri yang dipelihara di bawah temperatur
minimum atau sedikit di atas temperatur maksimum, tidak akan segera mati
melainkan berada di dalam keadaan tidur atau dormansi.
Setiap spesies bakteri memiliki karakteristik temperatur pertumbuhan yang
terdiri dari temperatur minimum dimana metabolisme dari sel menjadi tidak aktif.
Adapun temperatur maksimum dimana sel tidak dapat bertumbuh atau menjadi
tidak hidup. Terdapat pula temperatur dimana pertumbuhan bakteri mencapai laju
pertumbuhan yang tinggi, yaitu pada temperatur optimum (Srivastava dan
Srivastava, 2003). Jika suhu lingkungan lebih kecil dari suhu minimum atau lebih
besar dari suhu maksimum pertumbuhannya maka aktivitas enzim akan terhenti
bahkan pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim (Suriani dkk.,
2013). Menurut Varkey (2010), bakteri gram positif memiliki dinding sel lebih
tebal dibanding bakteri gram negatif sehingga lebih tahan jika terpapar logam
dibanding gram negatif.

III. METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah rak mikropipet, mikropipet, mikrotip, kertas
payung, koin Cu, cawan petri, lampu spiritus, korek api, gelas beker, trigalski,
jarum enten, perforator, LAF, inkubator, oven, freezer, pinset, kalkulator,
tissue, erlenmayer, kulkas dan kompor.
Bahan yang digunakan adalah biakan murni Bacillus subtilis, biakan
murni Escherichia coli, medium NA, label, masker, kapas, sarung tangan,
karet, alkohol 70%, alkohol 60%, Iod 10%, NaClO, HNO3, ampicilin, HgCl2,
logam Cu dan ampicillin disc.

B. Cara Kerja
1. Pengaruh Suhu
Biakan murni Eschericia coli dan Bacilus subtilis diinokulasi dalam
cawan petri berisi medium NA dengan metode spread plate dengan
trigalski sebanyak 3 petri. Selanjutnya, diinkubasi selama 48 jam dengan
perlakuan suhu 4oC dalam freezer, 37oC dalam inkubator dan 55oC dalam
oven. Hasil yang didapat diamati dan dicatat.
2. Pengaruh Logam
Biakan murni Eschericia coli dan Bacilus subtilis diinokulasi dalam
cawan petri berisi medium NA dengan metode spread plate dengan
trigalski, lalu dibentuk satu sumuran dengan perforator dan diisi dengan
HgCl2 hingga batas permukaan. Koin Cu diletakkan di permukaan NA
dengan pinset dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Hasil yang
didapat diamati zona hambatnya dan dicatat.
3. Pengaruh Desinfektan
Biakan murni Eschericia coli dan Bacilus subtilis diinokulasi dalam
cawan petri berisi medium NA dengan metode spread plate dengan
trigalski. Selanjutnya, dibuat 4 sumuran dengan perforator dan masing-
masing sumuran diberikan larutan alkohol 60%, iod, HNO3 dan NaClO
dan diinkubasi dengan suhu 37oC selama 48 jam. Hasil yang didapat
diamati zona hambatnya dan dicatat.
4. Pengaruh Antibiotik
Biakan murni Eschericia coli dan Bacilus subtilis diinokulasi dalam
cawan petri berisi medium NA dengan metode spread plate dengan
trigalski. Selanjutnya, ampicilin disc diletakkan di permukaan agar dan
diinkubasi dengan suhu 37oC selama 48 jam. Hasil yang didapat diamati
zona hambatnya dan dicatat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Suhu
Uji pertama adalah pengaruh suhu dimana bertujuan untuk mengetahui
pengaruh berbagai tingkatan suhu terhadap pertumbuhan mikrobia. Variasi suhu
yang digunakan yaitu suhu rendah (4oC) dengan diinkubasikan dalam kulkas,
suhu sedang (37oC) dengan diinkubasi dalam inkubator, dan suhu tinggi (55oC)
diinkubasi menggunakan oven. Prinsip uji ini adalah dengan menginkubasi bakteri
Escherichia coli dan Bacillus subtilis dengan perlakuan suhu yang berbeda selama
48 jam sehingga dapat dilihat pengaruh suhu terhadap pertumbuhannya.
Beberapa perlakuan diterapkan dalam percobaa dengan fungsi tertentu
dimana salah atunya adalah suspensi bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis
masing-masing diinokulasi ke dalam medium agar padat secara aseptis (dengan
menyemprotkan alkohol 70% ke sensi glove) untuk menghindari adanya
kontaminasi. Metode inokulasi yang digunakan adalah spread plate karena
metode ini dinilai efektif untuk memberikan penyebaran suspensi yang merata
pada medium dimana digunakan alat trigalski adalah untuk meratakan suspensi
bakteri pada medium agar. Inokulasi bakteri dilakukan di dalam LAF yang
bertujuan untuk menghindari / meminimalisir kontaminasi dari bakteri / zat alin
sedngkan medium diinkubasi selama 48 jam dengan maksud agar memberi waktu
bagi pertumbuhan bakteri tersebut sehingga koloni / bakteri dapat terlihat.
Petridish kemudian dinkubasi pada suhu berbeda yaitu 4oC, 37oC dan 55oC untuk
mengetahui pertumbuhan bakteri pada variasi suhu yang diberikan.
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan, pengaruh
suhu terhadap pertumbuhan Escherichia coli dan Bacillus subtilis dapat dilihat
pada table berukut:
Tabel 1. Hasil pengamatan faktor luar suhu
Suhu Escherichia coli Bacillus subtilis
o
4C - ++
37oC +++ +++
55oC - -
Keterangan : ++++ = sangat banyak, +++ = banyak, ++ = sedang, + = sedikit dan
- = tidak ada
Berdasarkan hasil yang ditunjukan dalam tabel 1, maka dapat dilihat
bahwa pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis pada suhu 4oC
secara berurutan adalah tidak ada (-) dan sedang (++). Pada suhu 37oC
pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis secara berurutan
adalah banyak (+++) dan banyak (+++). Sedangkan pada suhu 55 oC pertumbuhan
bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis secara berurutan adalah tidak ada (-)
dan tidak ada (-). Suhu optimum baik bagi bakteri Escherichia coli maupun
bakteri Bacillus subtilis adalah pada 37oC dimana ditandai dengan pertumbuhan
kedua jenis bakteri tersebut adalah banyak (+++) atau lebih baik banding
perlakuan suhu lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hasil percoban
adalah sesuai teori dimana menurut Richardson (2004), temperatur optimum
pertumbuhan untuk Escherichia coli adalah sekitar 37oC dan menurut Pelczar
dkk. (2010), dimana Bacillus subtilis memiliki temperatur optimum adalah antara
30-40oC. Sedangkan temperatur minimumnya adalah 8oC (yang menjelaskan
kenapa tidak ditemukan koloni pada 4oC), dan temperatur maksimum
pertumbuhannya adalah 44-45oC (yang menjelaskan tidak ada pertumbuhan pada
55oC).
Menurut Pelczar dkk. (2010), Bacillus subtilis memiliki jangkauan
temperatur pertumbuhan antara 8-53oC dengan temperatur optimum adalah antara
30-40oC. Dapat dilihat berdasarkan hasil bahwa tempertur 4 oC (dibawah
temperatur minimum / dibawah 8oC) masih terdapat pertumbuhan bakteri
berjumlah sedang (++) dimada dapat dikaitkan teori menurut Melliawati (2009),
bahwa bakteri yang dipelihara di bawah temperatur minimum atau sedikit di atas
temperatur maksimum, tidak akan segera mati melainkan berada di dalam keadaan
tidur atau dormansi. Dapat saja bakteri tersebut mengalami dormansi terlebih
dahulu sebelum akhirnya baru dapat tumbuh setelah beradaptasi terhadap suhu
rendah maka pertumbuhannya sedang. Menurut Suriani dkk. (2013) jika suhu di
lingkungan bakteri lebih besar dari suhu maksimumnya, maka aktivitas enzim
bakteri akan terhenti bahkan pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi
enzim yang mana hal ini dibuktikan dalam praktikum dimana tidak terjadi
pertumbuhan bakteri pada 55 oC.

2. Pengaruh Logam
Uji pengaruh logam dalam praktikum ini adalah untuk melihat bagaimana
pengaruh logam terhadap pertubumbuhan bakteri. Prinsip uji pengaruh logam
adalah logam akan melepaskan ion yang menyebabkan peristiwa ionisasi. Dalam
peristiwa ini, terjadi pengikatan protein sel bakteri oleh ion untuk kemudian
karena terikat maka protein akan terdenturasi. Akibat denaturasi ini maka proses
metabolisme bakteri terhambat.
Logam yang digunakan dalam praktikum adalah Cu dan HgCl2. Terdapat
beberapa perlakuan yang ditapkan dengan maksud dan tujuan tertentu yang mana
salah satunya adalah percobaan ini dilakukan di dalam LAF untuk menghindari
adanya kontaminasi. Suspensi Escherichia coli dan Bacillus subtilis diinokulasi ke
dalam petri secara aseptis (penyemprotan alkohol 70%) untuk menghindari
kontaminasi bakteri lain kemudian diratakan dengan trigalski menggunakan
metode spread plate pada agar medium karena suspensi bakteri dapat tersebar
pada medium secara merata.
Penggunaan pinset dalam peletakan logam (koin Cu) adalah agar
menghindari kontak langsung dengan tangan / sensi glove sehingga terhindar dari
bakteri selain bakteri yang diuji. Perforator digunakan pada medium agar untuk
dibuat sumuran sehingga kedalam sumuran tersebut dapat dimasukan HgCl2.
Pembuatan sumuran tidak boleh terlalu dekat dengan logam agar dapat diketahui
zona hambat yang terbentuk di sekitar sumuran.
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan, hasil dari
pengaruh faktor luar oleh logam dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Hasil pegaruh faktor luar (logam, desinfektan, dan antibiotik)
Faktor luar D1 (cm) D2 (cm) LZH (cm2)
Escherichia coli 0,5 0,4 2,54
Logam Cu
Bacillus subtilis 3,3 2,4 2,39
Escherichia coli 0,5 0,4 0,071
HgCl2
Bacillus subtilis 2,5 0,6 4,62
Escherichia coli 2,5 0,6 4,62
Ampicillin
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Escherichia coli 0,4 0,4 0
Alkohol 60%
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Escherichia coli 1 0,4 0,66
Iodin
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Escherichia coli 1,8 0,4 2,41
HNO3
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Escherichia coli 2,5 0,4 4,78
NaClO
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Keterangan: D1 = diamter 1, D2 = diameter 2 dan LZH = Luas zona hambat
Berdasarkan hasil yang tertera dalam tabel 2, maka dapat dilihat bahwa
perlakuan logam Cu dan HgCl2 pada Escherichia coli memiliki luas zona hambat
secara beberurutan adalah 2,54 cm2 dan 0,071 cm2 sedangakan perlakuan logam
Cu dan HgCl2 pada Bacillus subtilis memiliki luas zona hambat secara berurutan
adalah 2,39 cm2 dan 4,62 cm2. Maka dapat disimpulkan (berdasarkan luasnya
zona hambat) bahwa bakteri Escherichia coli lebih senstif terhadap logam Cu
sebab memiliki luas zona hambat terbesar (2,54 cm2). Sedangkan bakteri Bacillus
subtilis lebih senstif terhadap HgCl2 sebab memiliki luas zona hambat terbesar
(4,62 cm2).
Menurut Prescott dkk. (2008), daya oligodinamik (akibat logam berat)
timbul karena logam dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein esensial
dalam sel yang contohnya adalah Cu. Sedangkan menurut Prescott dkk. (2008),
daya oligodinamik memiliki mekanisme logam berat yang dapat bereaksi dengan
bagian sel dengan cara mengikat sisi aktif dari enzim. Hal ini menyebabkan
metabolisme sel terhambat dan membunuh bakteri. maka kedua teori tersebut
menjelaskan kenapa baik Escherichia coli maupun Bacillus subtilis memiliki zona
hambat.
Alasan Escherichia coli mamiliki zona lebih besar pada logam Cu dapat
dikaitkan dengan teori menurut Varkey (2010), dimana bakteri gram positif
(Bacillus subtilis) memiliki dinding sel lebih tebal dari bakteri gram negatif
(Escherichia coli). Hal ini menyebabkan lebih tahan jika terpapar logam
dibanding gram negatif. Alasan kenapa Bacillus subtilis lebih sensitif terhadap
HgCl2 adalah dapat dikaitkan dengan teori menurut Salle (1961), dimana HgCl2
menghasilkan ion Hg+.
Ion Hg+ dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat karena menyebabkan
presipitasi protein. Hg2+ akan berikatan dengan enzim sulfihidril sehingga bersifat
inaktif. Akibatnya adalah proses metabolisme menjadi terganggu dan
pertumbuhan mikrobia menjadi terhambat bahkan mati (Salle, 1961). Selain itu
ada teori lain dimana menurut Atassi dkk. (1984) bakteri gram negatif
(Escherichia coli) memiliki lipopolisakarida yang berfungsi sebagai komponen
antigenik imunodominan. Hal ini menyebabkan dapat dikaitkan dengan hasil
percobaan dimana Escherichia coli lebih tidak terpengaruh HgCl2 (LZN lebih
kecil) karena memiliki semacam sistem pertahanan tertentu.

3. Pengaruh Desinfektan
Tujuan percobaan pengaruh deinfektan adalah melihat bagaiman pengaruh
desinfektan (alkohol 60%, iodine, HNO3 dan NaClO) terhadap pertumbuhan
bakteri. Prinsip uji desifektan adalah desinfektan akan berdifusi dipermukaan
medium. Bebeberapa perlakuan diterapkan dalam praktikum dengan maksud dan
tujuan tertentu dimana salah satunya adalah digunakannya perforator untuk
membuat 4 lubang sumuran pada medium agar
Empat sumuran yang diisi berbagai larutan (NaClO, HNO3, alkohol 70%,
dan Iod) bertujuan untuk melihat zona hambat (karena senyawa berdifusi di
sekitar sumuran) yang terbentuk oleh masing-masing larutan di dalam sumuran.
Sedangkan diberi jarak tertentu antar sumuran satu dengan yang lain agar
penghitunga luas zona hambat tidak bias (yang dapat disebabkan zona hambat
satu menyatu dengan zona hambat lain). Inkubasi 37oC selama 48 jam adalah
untuk memberi waktu bagi bakteri untuk tumbuh.
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat luas zona hambat yang terbentuk oleh
alkohol 60% baik pada Escherichia coli maupun pada Bacillus subtilis adalah 0
cm2 kemudian pada Iodin untuk Escherichia coli maupun pada Bacillus subtilis
memiliki luas zona hambat secara berurutan adalah 0,66 cm2 dan 0 cm2.
Sedangkan luas zona hambat HNO3 pada Escherichia coli maupun pada Bacillus
subtilis secara berurutan adalah 2,41 cm2 dan 0 cm2 seerta untuk NaClO memiliki
luas zona hambat pada Escherichia coli maupun pada Bacillus subtilis secara
berurutan adalah 4,78 cm2 dan 0 cm2. Maka dapat dilihat bahwa alkohol 60%
samasekali tidak menghambat pertumbuhan bakteri ((LZN 0 cm2), Escherichia
coli adalah bakteri yang paling sensitif dengan iodin (LZN 0,66 cm2), HNO3
(LZN 2,14 cm2) dan NaClO (LZN 4,78 cm2).
Alkohol 60% memiliki konsentrasi yang terlalu kecil sebab menurut
Desiyanto dan Djannah (2013), alkhohol akan bekerja maksimal pada konsentrasi
70-80% maka baik pada Escherichia coli dan Bacillus subtilis tidak ada zona
hambat. Menurut Cooper (2007), larutan iodin adalah antimikroba yang efektif
pada konsentrasi 0,05% dan merupakan antiseptik broad spectrum (digunakan
untuk bakteri gram positif, dan gram negatif). Namu dapat dilihat bahwa yang
terpengaruh hanya pada Escherichia coli saja sedangkan Bacillus subtilis tidak
(LZN 0 cm2). Kekurang sesuan hasil dengan teori dapat disebabkan adanya mutasi
pada bakteri Bacillus subtilis sehingga membuatnya tahan terhadap iodin
sedangakan hal ini tidak berlaku bagi Escherichia coli.
HNO3 memiliki pengaruh terhadap Escherichia coli (LZN 2,41 cm2)
namun tidak dengan Bacillus subtilis (LZN 0 cm2). Hal ini dapat dikaitkan dengan
teori dimana menurut Isyuniarto dkk. (2014), asam nitrat (HNO3) memiliki
komponen yang berperan pengoksidasi kuat (ozon / O3) dimana dapat dipakai
sebagai antimikrobia. Hal ini dikarenakan bersifat mudah memutus rantai protein
pada sel bakteri, sehingga mengganggu metabolisme bakteri yang menyebabkan
kematian terutama pada E. coli yang merupakan bakteri gram negatif. Dapat
disimpulakan bahwa hail sesuai dengan teori dan selain itu dapat juga dikatakan
bahwa Bacillus subtilis tidak terpengaruh HNO3 adalah karena temasuk gram
positif.
Pengaruh NaClO hanya pada Escherichia coli (LZN 4,78 cm2) namun
tidak bagi Bacillus subtilis. Hal ini tidak sesuai dengan teori arena menurut
Srivastava dan Srivastava (2003), desinfektan berbahan dasar klorin (seperti
NaClO) dapat digunakan untuk spektrum luas. Hal ini berarti jenis
mikroorganisme yang dapat dimatikan adalah luas yang meliputi baik bakteri
gram positif, gram negatif, dan juga spora bakteri. Ketidak sesuaian teori dengan
hasil percobaan dapat disebabkan adanya mutasi pada bakteri gram positif
(Bacillus subtilis) sehingga membuatnya menjadi tahan terhadap NaClO.

4. Pengaruh Antibiotik
Tujuan dari uji pengaruh antibiotik adalah untuk melihat pengaruh
antibiotik terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Uji pengaruh antibiotik
pengatuh dalam praktikum adalah menggunakan ampicillin dimana memiliki
prinsip antibiotik akan berdifusi dipermukaan medium. Kerja dari ampicillin
sendiri adalah dengan menghambat pembentukan ikatan silang dalam biosintesis
peptidoglikan sehingga bekteri tersebut akan mengalami lisis dan mati. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ampicillin merupakan inhibitor bagi enzim
pembentuk dinding sel bakteri.
Uji pengaruh antibiotik diberikan beberapa perlakuan engan maksud dan
tujuan tertentu dimana diantaraya adalah pengerjaan inokulasi secara aseptis,
penggunaan LAF, penggunaan metode spread plate dengan trigalski yang mana
memiliki tujuan sama dengan uji pengaruh desinfektan. Namun terdapat
perbedaan dimana menggunakan pinset untuk mengambil ampicillin agar
menghindari kontaminasi bakteri dari luar. Ampicillin diletakan pada cawan petri
yang sama dengan uji pengaruh logam dengan diberi jarak agar zona hambat yang
terbentuk dapat dilihat dengan jelas / saat menghitung luasnya tidak bias.
Kemudain inkubasi 37 oC selama 48 jam adalah untuk memberi waktu agar
mikrobia dapat tumbuh. Penggunaan antibiotik sendiri bertujuan untuk
mengetahui pengaruh antibiotik (ampicillin) terhadap pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
Berdasarkan tabel 2, hasil dapat dikatakan bahwa luas zona hamba
antibiotik untuk Escherichia coli dan Bacillus subtilis secara berurutan adalah
4,62 cm2 dan 0 cm2. Maka dapat disimpulkan bahwa yang paling sensitif terhadap
antibiotik adalah Escherichia coli. Hal ini dapat dihubungkan dengan teori.
Menurut Flanagan dan Cuppett (2017), ampicillin biasanya dikenal sebagai
penicillin broad-spectrum dimana merupakan sebuah grup semisintetik -lactams
yang dikembangakan untuk efektivitas dalam melawan baik bakteri gram negatif
maupun gram positif.

Menurut Satoskar dkk. (2015), ampisilin sangat efektif melawan bakteri


gram negative. Sedangkan bakteri gram positif kurang sensitif terhadap ampisilin.
Maka dapat disimpulakan bahwa meski ampicillin termasuk antibiotik broad-
spectrum namun hanya bekerja efektif pada bakteri gram negatif (Escherichia
coli) sedangkan pada gram positif (Bacillus subtilis) tidak begitu berpengaruh /
kurang sensitif sehingga hasil adalah cocok dengan teori.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan percoban dalam praktikum yang telah dilakuakn maka dapat


ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertumbuhan Escherichia coli pada suhu 4oC, 37 oC dan 55 oC secara
berurutan adalah tidak ada, banyak dan tidak ada. Sedangkan pertumbuhan
Bacillus subtilis pada suhu 4oC, 37 oC dan 55 oC secara berurutan adalah sedang,
banyak dan tidak ada.
Pertumbuhan Escherichia coli pada medium dengan logam Cu dan HgCl2
memiliki luas zona hambat secara berurutan adalah 2,54 cm2 dan 0,071 cm2.
Sedangkan pertumbuhan Bacilus subtilis pada medium dengan logam Cu dan
HgCl2 memiliki luas zona hambat secara berurutan adalah 2,39 cm2 dan 4,62 cm2.
Pertumbuhan Escherichia coli pada medium dengan penambahan
desinfektan NaClO, HNO3, alkohol 60%, dan iod / iodin secara berurutan
memiliki luas zona hambat sebesar 4,78 cm2, 2,41 cm2, 0 cm2dan 0,66 cm2.
Sedangkan pertumbuhan Bacilus subtilis pada medium dengan penambahan
desinfektan NaClO, HNO3, alkohol 60%, dan iod / iodin secara berurutan
memiliki luas zona hambat sebesar 0 cm2, 0 cm2, 0 cm2dan 0 cm2.
Pengaruh pertumbuhan Escherichia coli dan Bacilus subtilis pada medium
dengan antibiotik ampicillin ecara berurutan adalah memiliki luas zona hambat
4,62 cm2 dan 0 cm2.
DAFTAR PUSTAKA

Aneja, K. R. 2003. Experiments in Microbiology Plant Pathology and


Biotechnology Fouth Edition. New Age International Ltd, New Delhi.
Atassi, M. Z., Oss, C. J. V., dan Absolom, D. R. 1984. Molecular Immunology.
Marcel Dekker, Inc., New York.
Berg, H.C. 2004. E.coli in Motion. Springer-Verlag, New York.
Campbell, N. A., Reece, J. B., dan Mitchell, L. G. 2004. Biologi. Erlangga,
Jakarta.
Cloete, T. E., dan Muyima, N. Y. O. 1997. Microbial Community Analysis: The
Key to the Design of Biological Wastewater Treatment Systems.
International Association on Water Quality, New Caledonia.
Cooper, R. A. 2007. Iodine revisited. International Wound Journal. 1 (1): 1-4.
Desiyanto, F. A., dan Djannah, S. N. 2013. Efektivitas mencuci tangan
menggunakan cairan pembersih tangan antiseptik (hand sanitizer) terhadap
jumlah angka kuman. Jurnal Kesmas 7 (2): 75 - 82.
Dubey, R. C dan Maheshwari, D. K. 2006. Practical Microbiology Revised
Edition. S. Chand and Company Ltd, New Delhi.
Duncan, E. S dan Sussman, M. 1992. The Release of Genetically Modified
Microorganisms. Plenum Press , New York.
Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambaran, Jakarta.
Ekle, E., Sibley., dan Donelly, P. 2009. Nurses Drug Handbook Eight Edition.
Jones and Bartlett Publisher, Sudbury.
Flanagan, K. W dan Cuppett, M. 2017. Medical Conditions in the Athlete. Human
Kinetics Inc, Champaign.
Ganda, K. 2013. Dentists Guide to Medical Conditions, Medications and
Complications Second Edition. Wiley-Blackwell, Ames.
Isyuniarto, Usada, W., Suryadi, Purwadi, A., Mintolo, dan Rusmanto, T. 2014.
Identifikasi ozon dan aplikasinya sebagai desinfektan. Jurnal Genendra 1
(1): 15 - 22.
Mahardhika, O., Sudjatmogo dan Suprayogi, T. H. 2012. Tampilan total bakteri
dan pH susu kambing perah akibat dipping desinfektan yang berbeda.
Animal Agriculture Journal 1 (1): 819 828.
Melliawati, R. 2009. Escherichia coli dalam kehidupan manusia. Journal of
BioTrends. 4 (1): 10 - 14.
Nolte, W.A. 1982. Oral Microbiology. The CV Mosby Co., St.Louis.
Nurainy, F., Rizal, S., dan Yudiantoro. 2008. Pengaruh konsentrasi kitosan
terhadap aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar (sumur). Jurnal
Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 13 (2): 117 - 125.
Omura, S. 1992. The Search for Bioactive Compounds from Microorganisms.
Springer-Verlag, Tokyo.
Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., dan Krieg, N.R. 2010. Microbiology: An Application
Based Approach. Tata McGraw Hill Education Private Limited, New
Delhi.
Preedy, V. R. 2013. Tea in Health and Disease Prevention. Elsvier, London.
Prescott, L. M., Harley, J. P. dan Klein, D. A. 2008. Microbiology. 7th Edition.
McGraw-Hill Book Company Inc, USA.
Richardson, P. 2004. Improving the Thermal Processing of Foods. Woodhead
Publishing Limited, Cambridge, London.
Rostinawati, T. 2009. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, dan
Staphylococcus aureus dengan metode difusi agar. Naskah Penelitian
Mandiri. Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Jatinagor.
Salle, A. J. 1961. Fundamental Principles of Backteriology Fifth Edition.
McGraw Hill Book Company. New York.
Sari, D. F., Parnaadji, R., dan Sumono, A. 2013. Pengaruh teknik desinfeksi
dengan berbagai macam larutan desinfektan pada hasil cetakan alginat
terhadap stabilitas dimensional. Jurnal Pustaka Kesehatan 1 (1): 29 34.
Satoskar, R. S., Rege, N. N., dan Bhandarkar, S. D. 2015. Pharmacology and
Pharmacotherapeutics. Elsevier, New Delhi.
Shaffer, J. G. 1965. The Role of Laboratory in Infection Control in the Hospital.
University of Michigan Press, Ann Arbor.
Siswandono. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Surabaya.
Sontea, V dan Tiginyanu. 2015. 3rd International Conference on
Nanotechnologies and Biomedical Engineering. Springer, Chisinau.
Srivastava, S. dan Srivastava, P.S. 2003. Understanding Bacteria. Springer-
Science+Business Media, India.
Suriani, S., Soemarno, dan Suharjono. 2013. Pengaruh suhu dan pH terhadap laju
pertumbuhan lima isolat bakteri anggota genus Pseudomonas yang
diisolasi dari ekosistem sungai tercemar deterjen di sekitar Kampus
Universitas Brawijaya. Jurnal Lingkungan 3 (2): 58 - 62.
Varkey, A. J. 2010. Antibacterial properties of some metals and alloys in
combating coliforms in contaminated water. Scientific Research and
Journal 5 (24): 3834-3839.
Volk, A. W. dan Wheeler, M. F. 1993. Mikrobiologi Dasar Jilid Pertama.
Erlangga, Jakarta.
Whitman, W.B. 2009. Bergey's Manual of Systematic Bacteriology. Springer,
New York.
Willey, J. M., Sherwood, L. M., dan Woolverton, C. J. 2009. Prescotts Principles
of Microbiology. McGraw-Hill. New York.
Yuliana, A. 2015. Uji sensitivitas antibiotik levofloxacin yang ada di pasaran
terhadap bakteri Salmonella thyphosa ATCC 2401. Jurnal Kesehatan
Bakti Tunas Husada 1 (14): 12 18.
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler. Erlangga, Jakarta.
LAMPIRAN

Perhitungan
- Luas Zona Hambat (LZH)
1 2
LZH = [( 2 )2 ( 2 )2]

Escherichia coli (EC)


1. Logam CU
3 2,4
LZH = 3.14 [(2)2 ( 2 )2]

= 2,54 cm2
2. HgCl2
0,5 0,4
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]

= 0,071 cm2
3. NaClO
2,5 0,4
LZH = 3.14 [( )2 ( )2]
2 2

= 4,78 cm2
4. HNO3
1,8 0,4
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]

= 2,41 cm2
5. Alkohol 60%
0,4 0,4
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]

= 0 cm2
6. Iodin
1 0,4
LZH = 3.14 [(2)2 ( 2 )2]

= 0,66 cm2
7. Antibiotik
2,5 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]

= 4,62 cm2
Bacilus subtilis (BS)
1. Logam CU
3,3 2,4
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]

= 2,39 cm2
2. HgCl2
2,5 0,6
LZH = 3.14 [( )2 ( )2]
2 2
2
= 4,62 cm
3. NaClO
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( )2 ( )2]
2 2
2
= 0 cm
4. HNO3
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]

= 0 cm2
5. Alkohol 60%
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]

= 0 cm2
6. Iodin
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]

= 0 cm2
7. Antibiotik
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]

= 0 cm2

Anda mungkin juga menyukai