Yogyakarta
Jalan Babarsari 44, Yogyakarta-55281, e-mail: biologi@mail.uajy.ac.id
I. PENDAHULUAN
A. Judul
Pengaruh Faktor Luar Terhadap Pertumbuhan Bakteri
B. Latar Belakang
Pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
dari lingkungan dimana dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor abiotik dan
faktor biotik. Faktor abiotik merupakan faktor yang berhubungan dengan hal
fisik dan kimia seperti temperatur, pH, desinfektan, dan daya oligidinamik.
Sedangkan faktor biotik merupakan hubungan antar mikroorganisme seperti
simbiose dan sinergisme.
Penelitian mengenai bakteri berkaitan dengan bagaimana
pertumbuhannya serta perubahan yang terjadi pada faktor-faktor luar dapat
mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikrobia. Maka dari
itu, alasan praktikum ini adalah untuk mengatahui pengaruh berbagai faktor
luar (suhu, daya oligodinamik, desinfektan dan antibiotik) terhadap
pertumbuhan bakteri. Praktikum ini penting dilakuakan sebab berkaitan
kecermatan terhadap faktor-faktor pengganggu atau pendukung pertumbuhan
bakteri dalam suatu uji sehingga diharapkan dapat membantu peneliti atau
praktikan dalam menjalankan suatu percobaan. Selain itu dengan mengetahui
pengaruh faktor luar, dapat juga dipakai dalam praktik pengobatan maupun
kehidupa sehari-hari dengan tujuan menhambat pertumbuhan / membunuh
mikroorganisme merugikan.
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan Escherichia
coli dan Bacilus subtilis dengan melakukan berbagai uji seperti uji pengaruh
suhu, daya oligodinamik menggunakan logam, uji pengaruh desinfektan, dan
pengaruh antibiotik. Pengaruh suhu dilakukan pada suhu 4oC, 37oC, dan 55oC
dan hasilnya diamati berdasarkan ada tidaknya pertumbuhan bakteri pada
petri. Pengaruh sifat oligodinamik dilakukan dengan memberikan HgCl2 dan
logam Cu pada medium agar di cawan petri lalu hasilnya diamati berdasarkan
ada tidaknya zona hambat di sekitar sumuran HgCl2 dan logam Cu.
Pengaruh desinfektan dilakukan dengan membuat sumuran lalu
ditambahkan dengan NaClO, HNO3, alkohol 60%, dan iod / iodin. Kemudian
hasil diamati dengan melihat ada tidaknya zona hambat pada daerah sekitar
sumuran. Pengaruh antibiotik dilakukan dengan meletakan ampisilin pada
sumuran dalam medium. Hasil pertumbuhan diamati berdasarkan ada
tidaknya zona hambat disekitar ampisilin.
C. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pertumbuhan Escherichia coli dan Bacilus subtilis
pada medium dengan suhu 4oC, 37oC, dan 55oC
2. Mengetahui pengaruh pertumbuhan Escherichia coli dan Bacilus subtilis
pada medium dengan logam Cu dan HgCl2.
3. Mengetahui pengaruh pertumbuhan Escherichia coli dan Bacilus subtilis
pada medium dengan penambahan desinfektan NaClO, HNO3, alkohol
60%, dan iod / iodin
4. Mengetahui pengaruh pertumbuhan Escherichia coli dan Bacilus subtilis
pada medium dengan antibiotik ampicillin
B. Cara Kerja
1. Pengaruh Suhu
Biakan murni Eschericia coli dan Bacilus subtilis diinokulasi dalam
cawan petri berisi medium NA dengan metode spread plate dengan
trigalski sebanyak 3 petri. Selanjutnya, diinkubasi selama 48 jam dengan
perlakuan suhu 4oC dalam freezer, 37oC dalam inkubator dan 55oC dalam
oven. Hasil yang didapat diamati dan dicatat.
2. Pengaruh Logam
Biakan murni Eschericia coli dan Bacilus subtilis diinokulasi dalam
cawan petri berisi medium NA dengan metode spread plate dengan
trigalski, lalu dibentuk satu sumuran dengan perforator dan diisi dengan
HgCl2 hingga batas permukaan. Koin Cu diletakkan di permukaan NA
dengan pinset dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Hasil yang
didapat diamati zona hambatnya dan dicatat.
3. Pengaruh Desinfektan
Biakan murni Eschericia coli dan Bacilus subtilis diinokulasi dalam
cawan petri berisi medium NA dengan metode spread plate dengan
trigalski. Selanjutnya, dibuat 4 sumuran dengan perforator dan masing-
masing sumuran diberikan larutan alkohol 60%, iod, HNO3 dan NaClO
dan diinkubasi dengan suhu 37oC selama 48 jam. Hasil yang didapat
diamati zona hambatnya dan dicatat.
4. Pengaruh Antibiotik
Biakan murni Eschericia coli dan Bacilus subtilis diinokulasi dalam
cawan petri berisi medium NA dengan metode spread plate dengan
trigalski. Selanjutnya, ampicilin disc diletakkan di permukaan agar dan
diinkubasi dengan suhu 37oC selama 48 jam. Hasil yang didapat diamati
zona hambatnya dan dicatat.
1. Pengaruh Suhu
Uji pertama adalah pengaruh suhu dimana bertujuan untuk mengetahui
pengaruh berbagai tingkatan suhu terhadap pertumbuhan mikrobia. Variasi suhu
yang digunakan yaitu suhu rendah (4oC) dengan diinkubasikan dalam kulkas,
suhu sedang (37oC) dengan diinkubasi dalam inkubator, dan suhu tinggi (55oC)
diinkubasi menggunakan oven. Prinsip uji ini adalah dengan menginkubasi bakteri
Escherichia coli dan Bacillus subtilis dengan perlakuan suhu yang berbeda selama
48 jam sehingga dapat dilihat pengaruh suhu terhadap pertumbuhannya.
Beberapa perlakuan diterapkan dalam percobaa dengan fungsi tertentu
dimana salah atunya adalah suspensi bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis
masing-masing diinokulasi ke dalam medium agar padat secara aseptis (dengan
menyemprotkan alkohol 70% ke sensi glove) untuk menghindari adanya
kontaminasi. Metode inokulasi yang digunakan adalah spread plate karena
metode ini dinilai efektif untuk memberikan penyebaran suspensi yang merata
pada medium dimana digunakan alat trigalski adalah untuk meratakan suspensi
bakteri pada medium agar. Inokulasi bakteri dilakukan di dalam LAF yang
bertujuan untuk menghindari / meminimalisir kontaminasi dari bakteri / zat alin
sedngkan medium diinkubasi selama 48 jam dengan maksud agar memberi waktu
bagi pertumbuhan bakteri tersebut sehingga koloni / bakteri dapat terlihat.
Petridish kemudian dinkubasi pada suhu berbeda yaitu 4oC, 37oC dan 55oC untuk
mengetahui pertumbuhan bakteri pada variasi suhu yang diberikan.
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan, pengaruh
suhu terhadap pertumbuhan Escherichia coli dan Bacillus subtilis dapat dilihat
pada table berukut:
Tabel 1. Hasil pengamatan faktor luar suhu
Suhu Escherichia coli Bacillus subtilis
o
4C - ++
37oC +++ +++
55oC - -
Keterangan : ++++ = sangat banyak, +++ = banyak, ++ = sedang, + = sedikit dan
- = tidak ada
Berdasarkan hasil yang ditunjukan dalam tabel 1, maka dapat dilihat
bahwa pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis pada suhu 4oC
secara berurutan adalah tidak ada (-) dan sedang (++). Pada suhu 37oC
pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis secara berurutan
adalah banyak (+++) dan banyak (+++). Sedangkan pada suhu 55 oC pertumbuhan
bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis secara berurutan adalah tidak ada (-)
dan tidak ada (-). Suhu optimum baik bagi bakteri Escherichia coli maupun
bakteri Bacillus subtilis adalah pada 37oC dimana ditandai dengan pertumbuhan
kedua jenis bakteri tersebut adalah banyak (+++) atau lebih baik banding
perlakuan suhu lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hasil percoban
adalah sesuai teori dimana menurut Richardson (2004), temperatur optimum
pertumbuhan untuk Escherichia coli adalah sekitar 37oC dan menurut Pelczar
dkk. (2010), dimana Bacillus subtilis memiliki temperatur optimum adalah antara
30-40oC. Sedangkan temperatur minimumnya adalah 8oC (yang menjelaskan
kenapa tidak ditemukan koloni pada 4oC), dan temperatur maksimum
pertumbuhannya adalah 44-45oC (yang menjelaskan tidak ada pertumbuhan pada
55oC).
Menurut Pelczar dkk. (2010), Bacillus subtilis memiliki jangkauan
temperatur pertumbuhan antara 8-53oC dengan temperatur optimum adalah antara
30-40oC. Dapat dilihat berdasarkan hasil bahwa tempertur 4 oC (dibawah
temperatur minimum / dibawah 8oC) masih terdapat pertumbuhan bakteri
berjumlah sedang (++) dimada dapat dikaitkan teori menurut Melliawati (2009),
bahwa bakteri yang dipelihara di bawah temperatur minimum atau sedikit di atas
temperatur maksimum, tidak akan segera mati melainkan berada di dalam keadaan
tidur atau dormansi. Dapat saja bakteri tersebut mengalami dormansi terlebih
dahulu sebelum akhirnya baru dapat tumbuh setelah beradaptasi terhadap suhu
rendah maka pertumbuhannya sedang. Menurut Suriani dkk. (2013) jika suhu di
lingkungan bakteri lebih besar dari suhu maksimumnya, maka aktivitas enzim
bakteri akan terhenti bahkan pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi
enzim yang mana hal ini dibuktikan dalam praktikum dimana tidak terjadi
pertumbuhan bakteri pada 55 oC.
2. Pengaruh Logam
Uji pengaruh logam dalam praktikum ini adalah untuk melihat bagaimana
pengaruh logam terhadap pertubumbuhan bakteri. Prinsip uji pengaruh logam
adalah logam akan melepaskan ion yang menyebabkan peristiwa ionisasi. Dalam
peristiwa ini, terjadi pengikatan protein sel bakteri oleh ion untuk kemudian
karena terikat maka protein akan terdenturasi. Akibat denaturasi ini maka proses
metabolisme bakteri terhambat.
Logam yang digunakan dalam praktikum adalah Cu dan HgCl2. Terdapat
beberapa perlakuan yang ditapkan dengan maksud dan tujuan tertentu yang mana
salah satunya adalah percobaan ini dilakukan di dalam LAF untuk menghindari
adanya kontaminasi. Suspensi Escherichia coli dan Bacillus subtilis diinokulasi ke
dalam petri secara aseptis (penyemprotan alkohol 70%) untuk menghindari
kontaminasi bakteri lain kemudian diratakan dengan trigalski menggunakan
metode spread plate pada agar medium karena suspensi bakteri dapat tersebar
pada medium secara merata.
Penggunaan pinset dalam peletakan logam (koin Cu) adalah agar
menghindari kontak langsung dengan tangan / sensi glove sehingga terhindar dari
bakteri selain bakteri yang diuji. Perforator digunakan pada medium agar untuk
dibuat sumuran sehingga kedalam sumuran tersebut dapat dimasukan HgCl2.
Pembuatan sumuran tidak boleh terlalu dekat dengan logam agar dapat diketahui
zona hambat yang terbentuk di sekitar sumuran.
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan, hasil dari
pengaruh faktor luar oleh logam dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Hasil pegaruh faktor luar (logam, desinfektan, dan antibiotik)
Faktor luar D1 (cm) D2 (cm) LZH (cm2)
Escherichia coli 0,5 0,4 2,54
Logam Cu
Bacillus subtilis 3,3 2,4 2,39
Escherichia coli 0,5 0,4 0,071
HgCl2
Bacillus subtilis 2,5 0,6 4,62
Escherichia coli 2,5 0,6 4,62
Ampicillin
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Escherichia coli 0,4 0,4 0
Alkohol 60%
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Escherichia coli 1 0,4 0,66
Iodin
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Escherichia coli 1,8 0,4 2,41
HNO3
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Escherichia coli 2,5 0,4 4,78
NaClO
Bacillus subtilis 0,6 0,6 0
Keterangan: D1 = diamter 1, D2 = diameter 2 dan LZH = Luas zona hambat
Berdasarkan hasil yang tertera dalam tabel 2, maka dapat dilihat bahwa
perlakuan logam Cu dan HgCl2 pada Escherichia coli memiliki luas zona hambat
secara beberurutan adalah 2,54 cm2 dan 0,071 cm2 sedangakan perlakuan logam
Cu dan HgCl2 pada Bacillus subtilis memiliki luas zona hambat secara berurutan
adalah 2,39 cm2 dan 4,62 cm2. Maka dapat disimpulkan (berdasarkan luasnya
zona hambat) bahwa bakteri Escherichia coli lebih senstif terhadap logam Cu
sebab memiliki luas zona hambat terbesar (2,54 cm2). Sedangkan bakteri Bacillus
subtilis lebih senstif terhadap HgCl2 sebab memiliki luas zona hambat terbesar
(4,62 cm2).
Menurut Prescott dkk. (2008), daya oligodinamik (akibat logam berat)
timbul karena logam dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein esensial
dalam sel yang contohnya adalah Cu. Sedangkan menurut Prescott dkk. (2008),
daya oligodinamik memiliki mekanisme logam berat yang dapat bereaksi dengan
bagian sel dengan cara mengikat sisi aktif dari enzim. Hal ini menyebabkan
metabolisme sel terhambat dan membunuh bakteri. maka kedua teori tersebut
menjelaskan kenapa baik Escherichia coli maupun Bacillus subtilis memiliki zona
hambat.
Alasan Escherichia coli mamiliki zona lebih besar pada logam Cu dapat
dikaitkan dengan teori menurut Varkey (2010), dimana bakteri gram positif
(Bacillus subtilis) memiliki dinding sel lebih tebal dari bakteri gram negatif
(Escherichia coli). Hal ini menyebabkan lebih tahan jika terpapar logam
dibanding gram negatif. Alasan kenapa Bacillus subtilis lebih sensitif terhadap
HgCl2 adalah dapat dikaitkan dengan teori menurut Salle (1961), dimana HgCl2
menghasilkan ion Hg+.
Ion Hg+ dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat karena menyebabkan
presipitasi protein. Hg2+ akan berikatan dengan enzim sulfihidril sehingga bersifat
inaktif. Akibatnya adalah proses metabolisme menjadi terganggu dan
pertumbuhan mikrobia menjadi terhambat bahkan mati (Salle, 1961). Selain itu
ada teori lain dimana menurut Atassi dkk. (1984) bakteri gram negatif
(Escherichia coli) memiliki lipopolisakarida yang berfungsi sebagai komponen
antigenik imunodominan. Hal ini menyebabkan dapat dikaitkan dengan hasil
percobaan dimana Escherichia coli lebih tidak terpengaruh HgCl2 (LZN lebih
kecil) karena memiliki semacam sistem pertahanan tertentu.
3. Pengaruh Desinfektan
Tujuan percobaan pengaruh deinfektan adalah melihat bagaiman pengaruh
desinfektan (alkohol 60%, iodine, HNO3 dan NaClO) terhadap pertumbuhan
bakteri. Prinsip uji desifektan adalah desinfektan akan berdifusi dipermukaan
medium. Bebeberapa perlakuan diterapkan dalam praktikum dengan maksud dan
tujuan tertentu dimana salah satunya adalah digunakannya perforator untuk
membuat 4 lubang sumuran pada medium agar
Empat sumuran yang diisi berbagai larutan (NaClO, HNO3, alkohol 70%,
dan Iod) bertujuan untuk melihat zona hambat (karena senyawa berdifusi di
sekitar sumuran) yang terbentuk oleh masing-masing larutan di dalam sumuran.
Sedangkan diberi jarak tertentu antar sumuran satu dengan yang lain agar
penghitunga luas zona hambat tidak bias (yang dapat disebabkan zona hambat
satu menyatu dengan zona hambat lain). Inkubasi 37oC selama 48 jam adalah
untuk memberi waktu bagi bakteri untuk tumbuh.
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat luas zona hambat yang terbentuk oleh
alkohol 60% baik pada Escherichia coli maupun pada Bacillus subtilis adalah 0
cm2 kemudian pada Iodin untuk Escherichia coli maupun pada Bacillus subtilis
memiliki luas zona hambat secara berurutan adalah 0,66 cm2 dan 0 cm2.
Sedangkan luas zona hambat HNO3 pada Escherichia coli maupun pada Bacillus
subtilis secara berurutan adalah 2,41 cm2 dan 0 cm2 seerta untuk NaClO memiliki
luas zona hambat pada Escherichia coli maupun pada Bacillus subtilis secara
berurutan adalah 4,78 cm2 dan 0 cm2. Maka dapat dilihat bahwa alkohol 60%
samasekali tidak menghambat pertumbuhan bakteri ((LZN 0 cm2), Escherichia
coli adalah bakteri yang paling sensitif dengan iodin (LZN 0,66 cm2), HNO3
(LZN 2,14 cm2) dan NaClO (LZN 4,78 cm2).
Alkohol 60% memiliki konsentrasi yang terlalu kecil sebab menurut
Desiyanto dan Djannah (2013), alkhohol akan bekerja maksimal pada konsentrasi
70-80% maka baik pada Escherichia coli dan Bacillus subtilis tidak ada zona
hambat. Menurut Cooper (2007), larutan iodin adalah antimikroba yang efektif
pada konsentrasi 0,05% dan merupakan antiseptik broad spectrum (digunakan
untuk bakteri gram positif, dan gram negatif). Namu dapat dilihat bahwa yang
terpengaruh hanya pada Escherichia coli saja sedangkan Bacillus subtilis tidak
(LZN 0 cm2). Kekurang sesuan hasil dengan teori dapat disebabkan adanya mutasi
pada bakteri Bacillus subtilis sehingga membuatnya tahan terhadap iodin
sedangakan hal ini tidak berlaku bagi Escherichia coli.
HNO3 memiliki pengaruh terhadap Escherichia coli (LZN 2,41 cm2)
namun tidak dengan Bacillus subtilis (LZN 0 cm2). Hal ini dapat dikaitkan dengan
teori dimana menurut Isyuniarto dkk. (2014), asam nitrat (HNO3) memiliki
komponen yang berperan pengoksidasi kuat (ozon / O3) dimana dapat dipakai
sebagai antimikrobia. Hal ini dikarenakan bersifat mudah memutus rantai protein
pada sel bakteri, sehingga mengganggu metabolisme bakteri yang menyebabkan
kematian terutama pada E. coli yang merupakan bakteri gram negatif. Dapat
disimpulakan bahwa hail sesuai dengan teori dan selain itu dapat juga dikatakan
bahwa Bacillus subtilis tidak terpengaruh HNO3 adalah karena temasuk gram
positif.
Pengaruh NaClO hanya pada Escherichia coli (LZN 4,78 cm2) namun
tidak bagi Bacillus subtilis. Hal ini tidak sesuai dengan teori arena menurut
Srivastava dan Srivastava (2003), desinfektan berbahan dasar klorin (seperti
NaClO) dapat digunakan untuk spektrum luas. Hal ini berarti jenis
mikroorganisme yang dapat dimatikan adalah luas yang meliputi baik bakteri
gram positif, gram negatif, dan juga spora bakteri. Ketidak sesuaian teori dengan
hasil percobaan dapat disebabkan adanya mutasi pada bakteri gram positif
(Bacillus subtilis) sehingga membuatnya menjadi tahan terhadap NaClO.
4. Pengaruh Antibiotik
Tujuan dari uji pengaruh antibiotik adalah untuk melihat pengaruh
antibiotik terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Uji pengaruh antibiotik
pengatuh dalam praktikum adalah menggunakan ampicillin dimana memiliki
prinsip antibiotik akan berdifusi dipermukaan medium. Kerja dari ampicillin
sendiri adalah dengan menghambat pembentukan ikatan silang dalam biosintesis
peptidoglikan sehingga bekteri tersebut akan mengalami lisis dan mati. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ampicillin merupakan inhibitor bagi enzim
pembentuk dinding sel bakteri.
Uji pengaruh antibiotik diberikan beberapa perlakuan engan maksud dan
tujuan tertentu dimana diantaraya adalah pengerjaan inokulasi secara aseptis,
penggunaan LAF, penggunaan metode spread plate dengan trigalski yang mana
memiliki tujuan sama dengan uji pengaruh desinfektan. Namun terdapat
perbedaan dimana menggunakan pinset untuk mengambil ampicillin agar
menghindari kontaminasi bakteri dari luar. Ampicillin diletakan pada cawan petri
yang sama dengan uji pengaruh logam dengan diberi jarak agar zona hambat yang
terbentuk dapat dilihat dengan jelas / saat menghitung luasnya tidak bias.
Kemudain inkubasi 37 oC selama 48 jam adalah untuk memberi waktu agar
mikrobia dapat tumbuh. Penggunaan antibiotik sendiri bertujuan untuk
mengetahui pengaruh antibiotik (ampicillin) terhadap pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
Berdasarkan tabel 2, hasil dapat dikatakan bahwa luas zona hamba
antibiotik untuk Escherichia coli dan Bacillus subtilis secara berurutan adalah
4,62 cm2 dan 0 cm2. Maka dapat disimpulkan bahwa yang paling sensitif terhadap
antibiotik adalah Escherichia coli. Hal ini dapat dihubungkan dengan teori.
Menurut Flanagan dan Cuppett (2017), ampicillin biasanya dikenal sebagai
penicillin broad-spectrum dimana merupakan sebuah grup semisintetik -lactams
yang dikembangakan untuk efektivitas dalam melawan baik bakteri gram negatif
maupun gram positif.
Perhitungan
- Luas Zona Hambat (LZH)
1 2
LZH = [( 2 )2 ( 2 )2]
= 2,54 cm2
2. HgCl2
0,5 0,4
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]
= 0,071 cm2
3. NaClO
2,5 0,4
LZH = 3.14 [( )2 ( )2]
2 2
= 4,78 cm2
4. HNO3
1,8 0,4
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]
= 2,41 cm2
5. Alkohol 60%
0,4 0,4
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]
= 0 cm2
6. Iodin
1 0,4
LZH = 3.14 [(2)2 ( 2 )2]
= 0,66 cm2
7. Antibiotik
2,5 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]
= 4,62 cm2
Bacilus subtilis (BS)
1. Logam CU
3,3 2,4
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]
= 2,39 cm2
2. HgCl2
2,5 0,6
LZH = 3.14 [( )2 ( )2]
2 2
2
= 4,62 cm
3. NaClO
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( )2 ( )2]
2 2
2
= 0 cm
4. HNO3
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]
= 0 cm2
5. Alkohol 60%
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]
= 0 cm2
6. Iodin
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]
= 0 cm2
7. Antibiotik
0,6 0,6
LZH = 3.14 [( 2 )2 ( 2 )2]
= 0 cm2