Anda di halaman 1dari 8

Praktek Manajemen Laba

Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1, informasi laba merupakan
perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Selain itu
informasi laba juga membantu pemilik atau pihak lain dalam menaksir earnings power
perusahaan di masa yang akan datang. Adanya kecenderungan lebih memperhatikan laba ini
disadari oleh manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba
tersebut, sehingga mendorong timbulnya perilaku menyimpang, yang salah satu bentuknya
adalah earnings management.
Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham
dan debtholders, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk
memaksimumkan kesejahteraan mereka sendiri. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini
seringkali menimbulkan masalah-masalah yang disebut dengan masalah keagenan (agency
problem). Manajemen laba merupakan salah satu masalah keagenan yang terjadi karena adanya
pemisahan antara pemegang saham dengan manajemen perusahan.

Parameter kinerja perusahaan yang mendapat perhatian utama dari investor dan kreditor dari
laporan keuangan adalah laba dan arus kas. Pada saat dihadapkan pada dua ukuran kinerja
akuntansi keuangan tersebut, investor dan kreditor harus yakin bahwa ukuran kinerja yang
menjadi fokus perhatian mereka adalah ukuran kinerja yang mampu menggambarkan kondisi
ekonomi perusahaan serta prospek pertumbuhan dimasa depan dengan lebih baik. Oleh karena
itu, selain kedua ukuran kinerja tersebut investor dan kreditor juga perlu mempertimbangkan
karakteristik keuangan setiap perusahaan. Karakteristik keuangan yang berbeda-beda antar
perusahaan menyebabkan relevansi angka-angka akuntansi yang tidak sama pada semua
perusahaan.

Corporate governance merupakan isu yang sedang hangat dibicarakan sebagai suatu alat yang
bisa memecahkan masalah dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban perusahaan modern.
Corporate governance adalah serangkaian mekanisme yang digunakan untuk membatasi
timbulnya masalah keagenan. Dengan informasi yang dimiliki, pengelola bisa bertindak yang
hanya menguntungkan dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pemilik. Hal ini
mungkin terjadi karena pengelola mempunyai informasi mengenai perusahaan, yang tidak
dimiliki pemilik perusahaan (assymmetric information).

Corporate governance diperlukan untuk mengendalikan perilaku pengelola perusahaan agar


bertindak tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri, tetapi juga menguntungkan pemilik
perusahaan, atau dengan kata lain untuk menyamakan kepentingan antara pemilik perusahaan
dengan pengelola perusahaan. Kepentingan utama pemilik dana adalah return yang memadai atas
dana yang ditanamkan. Pengelola akan mengutamakan kepentingan pemilik apabila aktivitas
yang dilakukan dan keputusan yang diambil ditujukan untuk meningkatkan nilai perusahaan, hal
ini berarti juga akan meningkatkan kekayaan pemilik.

Good Corporate Governance secara difinitif merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
pemegang saham. Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate
governance ini, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat
komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara
konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Prinsip good corporate
governance yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa
kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental
perusahaan.

Manajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai tujuan
khusus. Terdapat dua cara yang saling melengkapi dalam berfikir tentang manajemen laba.
Pertama, perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utulitasnya dalam
kompensasi, kontrak, dan kos politik. Kedua, perspektif kontrak efisien ketika manajemen laba
dilakukan untuk menguntungkan semua yang terlibat dalam kontrak. Earnings management
sebagai intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan memperoleh
beberapa kebutuhan pribadi. Earnings management terjadi ketika manajemen menggunakan
keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi-transaksi yang
mengubah laporan keuangan hal ini bertujuan untuk menyesatkan para stakeholder tentang
kondisi kinerja ekonomi perusahaan, serta untuk mempengaruhi penghasilan kontraktual yang
mengendalikan angka akuntansi yang dilaporkan.
Ada tiga sasaran yang dapat dicapai oleh manajer dalam melakukan manajemen laba meliputi:
minimalisasi biaya politik (political cost minimization), maksimalisasi kesejahteraan manager
(manager wealth maximization), dan minimalisasi kas pendanaan (minimization of financing
cost). Berbagai bentuk manajemen laba seperti taking a bath, perataan laba (income smoothing),
maksimalisasi atau minimalisasi pendapatan dapat dilakukan oleh pihak manajemen dengan
memanfaatkan peluang yang ada dalam standar akuntansi seperti penerapan kebijakan akuntansi
atau pemilihan metode akuntansi yang digunakan. Adanya kemungkinan manipulasi ini karena
adanya fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP dan karena sulit untuk menekankan pelaporan
keuangan yang fleksibel.

MANAJEMEN LABA
Manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang menaikkan
atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak
mempunyai hubungan dengan kenaikkan atau penurunan profitabilitas perusahaan untuk jangka
panjang. Dengan demikian, manajemen laba dapat diartikan sebagai suatu tindakan manajemen
laba yang mempengaruhi laba yang dilaporkan dan memberikan manfaat ekonomi yang keliru
kepada perusahaan, sehingga dalam jangka panjang hal tersebut akan sangat menggangu bahkan
membahayakan perusahaan.
Definisi earnings management menjadi dua, yaitu:
1. Definisi sempit. Earnings management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan
metode akuntansi. Earnings management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai
perilaku manajemen untuk bermain dengan komponen discretionary accruals dalam
menentukan besarnya earnings.
2. Definisi luas. Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung
jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka
panjang unit tersebut.
Manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan
keuangan eksternal dengan sengaja memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Manajemen laba
terjadi ketika manajer menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan penyusunan
transaksi untuk merubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholder tentang kinerja
ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang
tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba merupakan pemilihan
kebijakan akuntansi untuk mencapai tujuan khusus.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA MANAJEMEN LABA

Ada tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan munculnya praktek manajemen laba yaitu:
1. Manajemen Akrual (accruals management). Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala
aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi
merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion).
2. Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib. Faktor ini berkaitan dengan
keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib
diterapkan oleh perusahaan yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang
ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.
3. Perubahan Aktiva Secara Sukarela. Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer
untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak
metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada
(Generally Accepted Accounting Principles).

MOTIVASI MANAJEMEN LABA


Faktor-faktor yang memotivasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba adalah
sebagai berikut:
1. Alasan Bonus (bonus scheme). Adanya asimetri informasi mengenai keuangan
perusahaan menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur laba bersih untuk
memaksimalkan bonus mereka.
2. Kontrak Hutang Jangka Panjang. Semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggan hutang,
manajemen akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba
periode mendatang ke periode berjalan, yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan
perusahaan mengalami technical defauld (kegagalan dalam pelunasan hutang).
3. Motivasi Politis (political motivation). Perusahaan besar yang menguasai hajat hidup
orang banyak akan cenderung menurunkan labanya untuk mengurangi visibilitasnya,
misalnya dengan menggunakan praktik atau prosedur akuntansi, khususnya selama
periode kemakmuran tinggi.
4. Motivasi Pajak (taxation motivation). Salah satu insentif yang dapat memicu manajer
untuk melakukan rekayasa laba adalah keinginan untuk meminimalkan pajak atau total
pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Hal ini karena laba sering dijadikan landasan
untuk mengambil keputusan, menyusun kontrak maupun penilaian kinerja suatu manajer.
5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer). Banyak motivasi yng timbul disekitar waktu
penggantian CEO. Contohnya, CEO yang mendekati masa pensiun (tugas akhirnya) akan
melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya.
6. IPO (Initial Public Offering). Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan sahamnya
dipasar modal belum memiliki harga pasar, sehingga terdapat masalah bagaimana
menetapkan nilai saham yang ditawarkan. Oleh karena itu, informasi seperti laba bersih
dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan, sehingga
manajemen perusahaan yang akan go public cenderung melakukan manajemen laba
untuk memperoleh harga lebih tinggi atas sahamnya.

POLA MANAJEMEN LABA

Pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara:


1. Taking a Bath. Hal ini terjadi selama periode pada saat terjadinya reorgenerasi, termasuk
adanya pergantian CEO baru. Jika manajer merasa harus melaporkan kerugian, maka ia
akan melaporkan dalam jumlah yang besar. Dengan tindakan ini manajer berharap dapat
meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan atas kerugian perusahaan dapat
dilimpahkan kepada manajer lama.
2. Income Minimization. Cara ini mirip dengan taking a bath tetapi lebih halus. Cara ini
dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi, sehingga jika periode yang
akan datang diperkirakan laba turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode
sebelumnya.
3. Income Maximization. Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus
yang besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelaggaran perjanjian
hutang.
4. Income Smoothing. Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya
investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

KAJIAN PENELITIAN
Dengan membagi sampel penelitian kedalam dua kelompok, yaitu kelompok yang memiliki
tingkat akrual diskresioner tinggi dan kelompok yang memiliki tingkat akrual diskresioner
rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit dengan
mandat yang jelas untuk pengawasan (oversight) dan pemonitoran pelaporan keuangan, proporsi
anggota luar (yang bukan anggota manajemen perusahaan) yang tinggi, atau paling tidak
memiliki satu pakar keuangan, secara signifikan mengurangi tindakan manajemen laba pada
perusahaan tersebut. Penelitian juga menemukan bahwa komite audit yang melakukan rapat lebih
dari dua kali tiap tahun memiliki besaran manajemen laba yang rendah.

Penelitian pada 692 perusahaan besar di Amerika Serikat yang diperdagangkan secara publik dan
terdaftar dalam S&P 500 31 maret 1992 dan 1993 dengan mengadakan pertemuan tahunan
shareholder antara 1 juli 1991 dan 30 juni 1993. hasil studi ini pada akhirnya memberikan suatu
kesimpulan bahwa perilaku earnings manipulation yang dilakukan oleh manajemen perusahaan
sangat tergantung dengan karakteristik dewan direksi dan jumlah komite audit yang dimiliki oleh
perusahaan.

Penelitian mengenai pengaruh praktik-praktik corporate governance pada 34 perusahaan


terdaftar di Bursa Efek Jakarta terhadap manajemen laba yang diatur melalui akrual diskresioner.
Penelitian ini berhasil menemukan bahwa salah satu mekanisme corporate governance yaitu,
kualitas hubungan perusahaan dengan stakeholder berhubungan negatif dengan praktik
manajemen laba.
Pegaruh proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap manajemen laba,
menunjukkan bahwa (a) Proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit berpengaruh
dengan arah negatif secara signifikan dengan aktivitas manajemen laba, ini menunjukkan bahwa
proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit mampu megurangi aktivitas manajemen;
(b) Pengaruh dari kepemilikan manajerial dan institusional terhadap aktivitas manajemen laba
secara statistis dapat didukung namun dengan arah positif bukan negatif; (c) Variabel auditor
terbukti secara signifikan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba, dan (d) variabel laverage
mempunyai pengaruh dengan arah positif dan signifikan dengan aktivitas manajemen laba.

Prediksi adanya interaksi antara pangsa pasar, kepemilikan institusional dan laverage dengan
manajemen laba. Penelitian tersebut megobservasi 81 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2000. Hasil penelitian tersebut secara empiris
menunjukkan pangsa pasar saja yang berpengaruh terhadap manajemen laba.

Pengaruh reputasi auditor, jumlah karyawan direksi, leverage, dan persentase saham yang
ditawarkan kepada publik saat IPO terhadap earnings management. Hasil penelitian
menunjukkan hanya laverage yang berpengaruh signifikan terhadap earnings management.

Penelitian menguji pengaruh dari mekanisme corporate governance seperti yang disyaratkan oleh
Bapepem dalam Bursa Efek Jakarta. Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta di tahun 2002-2004 sebesar 44 perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa komite audit dan kepemilikan institusional dapat berperan sebagai mekanisme good
corporate governance dalam membatasi manajemen laba. Sedangkan untuk kepemilikan
manajerial dan komisaris independen tidak mampu menjadi mekanisme good corporate
governance. Hasil lainnya menunjukkan bahwa ukuran dewan direksi yang lebih sedikit dapat
menciptakan mekanisme good corporate governance yang lebih baik.

Penelitian pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba pada


perusahaan CEO. Hasil penelitiannya menunjukkan (1) Kepemilikan manajerial mampu menjadi
mekanisme corporate governance pada perusahaan Seasoned Equity Offering (SEO), karena
hubungan antara kepemilikan manajer dengan manajemen laba berhasil diterima yaitu bahwa
manajemen laba yang dilakukan pada periode sebelum Seasoned Equity Offering (SEO)
mempunyai hubungan negatif dengan kepemilikan manajerial. Semakin tinggi saham yang
dimiliki oleh manajemen semakin rendah tingkat manajemen laba yang mungkin dilakukan; (2)
Earnings management mempunyai hubungan negatif dengan kepemilikan institusional, bahwa
kepemilikan saham oleh intitusi dapat menjadi kendala bagi perilaku opportunistic manajer yang
memanfaatkan earnings management untuk kepentingan pribadinya.

Pengaruh manajemen laba terhadap return saham perusahaan dengan kualitas audit sebagai
variabel pemoderasi. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel aliran kas operasi, akrual
diskresioner, akrual non diskresioner dan interaksi antar variabel akrual diskresioner dengan
KAP non Big- 5 secara statistik berpengaruh terhadap return saham perusahaan. Sedangkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Sandra (2004) menemukan bahwa audit laporan
keuangan tidak untuk mendeteksi terjadinya manajemen laba, tetapi audit dilakukan untuk
meningkatkan kredibilitas laporan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai