Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Gangguan Depresi pada Tumor Otak

Oleh:
Yoda Desika Kolim
112014075

Pembimbing:
Dr. Andri, SpKJ, FAMP

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Jiwa


Periode 30 Maret 2015 2 Mei 2015

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: yodadesika@yahoo.com

1
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena pada kesempatan kali ini, penulis
bisa menyelesaikan tugas referat yang bertemakan Gangguan Psikiatrik pada Gangguan
Medis. Judul yang diambil dari tema yang diberikan adalah Gangguan Depresi pada Tumor
Otak.
Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Gangguan
Psikiatrik pada Gangguan Medis dan merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Andri SpKJ FAMP, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari dokter
pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa untuk memberikan saran dan masukan yang
berguna bagi penulis.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, penulis berharap semoga referat ini
membawa manfaat bagi kita semua.

Jakarta, April 2015

Penulis

2
Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................................3
Abstrak....................................................................................................................................4
Pendahuluan............................................................................................................................5
Tumor Otak.............................................................................................................................5
Gangguan Psikiatrik pada Tumor Otak................................................................................5-7
Lokasi Tumor..........................................................................................................................7-8
Tahapan Psikologik..................................................................................................................8
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Pasien.................................................................9
Respon Stres Akut.................................................................................................................10
Gejala-Gejala Depresi............................................................................................................11
Faktor Prediktor pada Depresi.........................................................................................11
Mekanisme Terjadinya Depresi..........................................................................................12-14
Patofisiologi......................................................................................................................14-15
Terapi Psikologis................................................................................................................15
Pengobatan.........................................................................................................................15-16
Perjalanan Penyakit dan Prognosis..........................................................................................16
Kesimpulan........................................................................................................................16-17
Daftar Pustaka..........................................................................................................................17

3
Abstract: People can develop brain tumours at any age and having a brain tumour can affect
peoples mental and physical health. Coping with an illness like a brain tumor can cause many
uncomfortable feelings. Quality of life can also be affected by some other conditions connected to the
diagnosis and treatment of brain tumours, including anxiety and depression. Deep sadness is a
normal response to the stresses and uncertainties that a diagnosis of a brain tumor brings. But when
a person is sad, discouraged, pessimistic, or despairing for several weeks or months, and when these
feelings interfere with being able to manage day-to-day affairs, he or she is likely suffering from
depression. Even though periods of sadness are normal, it is important to recognize the difference
between sadness and clinical depression. Depression is a serious clinical condition with several
different causes. Depression can make dealing with your illness and its treatments
difficult. Diagnosing depression in a patient with a brain tumor can be difficult because some of the
symptoms caused by the tumor and by the treatments are similar to the symptoms caused by
depression. Being aware of the early signs of mental health problems is important so that those
affected can get the right treatment. In addition a neuropsychologist can also help navigate changes
in personality and behavior which sometimes occur in patients.
Keywords: depression, brain tumour, mental health.

Abstrak: Manusia dapat menderita tumor otak pada usia berapa pun dan memiliki tumor otak dapat
mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang. Mengatasi penyakit seperti tumor otak bisa
menyebabkan banyak perasaan tidak nyaman. Kualitas hidup juga dipengaruhi oleh beberapa kondisi
yang berhubungan dengan diagnosis dan pengobatan dari tumor otak, termasuk di dalamnya adalah
rasa cemas dan depresi. Kesedihan yang dalam adalah respon yang normal terhadap stres yang
muncul karena diagnosis tumor otak. Namun apabila pasien merasa sedih, putus asa, pesimis,
kehilangan semangat selama beberapa minggu atau bulan dan ketika perasaan tersebut sampai
mengganggu kehidupan sehari-hari, mungkin depresi telah terjadi. Meskipun sedih adalah hal yang
normal, adalah penting untuk mengenali perbedaan antara kesedihan dan depresi. Depresi adalah
kondisi klinis yang serius dengan berbagai penyebab. Keadaan depresi juga mempengaruhi perjalanan
penyakit dan terapinya menjadi sulit. Mendiagnosis depresi pada pasien dengan tumor otak dapat
menjadi kesulitan tersendiri karena gejala yang disebabkan oleh tumor maupun pengobatannya mirip
dengan gejala-gejala yang disebabkan oleh depresi. Sangat penting untuk menyadari tanda-tanda awal
dari masalah kesehatan mental sehingga terapi yang tepat dapat diberikan. Neuropsikolog juga
mempunyai peranan penting dalam membantu berbagai perubahan kepribadian dan perilaku yang
terjadi pada pasien.
Kata Kunci: depresi, tumor otak, kesehatan mental.

4
Pendahuluan
Hampir semua penyakit serebral atau sistemik yang mempengaruhi fungsi otak dapat
menimbulkan gangguan psikiatrik. Gangguan psikiatrik bisa terjadi pada pasien yang
mengalami penyakit berat seperti tumor otak; dimana terjadinya gangguan bisa berupa
perubahan perilaku dan pemikiran pada pasien dan tingkat perubahan dapat bervariasi.
Tumor otak bisa diderita oleh siapa saja yang mempunyai faktor risiko dan penyakit
ini juga bisa mempengaruhi kesehatan mental dan fisik pasien. Kualitas hidup pasien juga
dipengaruhi oleh beberapa kondisi psikiatrik yang bisa timbul seiring dengan perkembangan
penyakit, termasuk didalamnya depresi dan ansietas. Adanya gangguan psikiatrik bisa
mempersulit penyesuaian diri dan memperberat gejala penyakit terkait.
Deteksi adanya abnormalitas sistemik atau serebral seperti tumor otak dapat mengarah
ke penentuan adanya gangguan psikiatrik; namun menegakkan diagnosis adanya gangguan
psikiatrik memerlukan pertimbangan klinis yang matang. Tanda-tanda awal masalah
kesehatan mental dan psikiatrik sangat penting untuk ditinjau supaya pasien yang terkena
dampak bisa mendapatkan pengobatan dan terapi yang tepat untuk prognosis yang lebih baik.

Tumor Otak
Tumor otak dapat dibagi menjadi dua yaitu tumor primer (berasal dari otak) dan
tumor metastasis (berasal dari bagian tubuh lainnya). Metastase bisa tunggal atau multipel.
Tumor tertentu di tempat lain dapat pula bermetastase ke otak dan manifestasi gangguan
mental dapat terlihat. Misalnya, sekitar 10% kanker paru bermanifestasi ke otak ketika onset
penyakit dan 30% pada stadium akhir. Baik tumor primer maupun tumor metastasis
mempengaruhi fungsi otak.1
Beberapa jenis tumor berespon pada pengobatan awal, tetapi juga masih ada
kecenderungan untuk kambuh. Oleh karena itu, pasien yang menderita tumor otak harus bisa
beradaptasi dengan gejala yang timbul dari penyakit tumor otak, pengobatannya dan ancaman
kekambuhan yang bisa muncul sewaktu-waktu.2

Gangguan Psikiatrik pada Tumor Otak


Tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant) pada otak dapat mempengaruhi
sindrom mental organik yang serius. Tumor ganas atau kanker otak yang bermula pada otak
disebut faktor penyebab primer. Sedangkan kanker otak yang terjadi akibat penyebaran
kanker dari bagian tubuh lainnya disebut faktor penyebab sekunder.2

5
Tumor otak dan penyakit serebrovaskular dapat menyebabkan hampir semua gejala
atau sindrom psikiatri. Oleh karena itu diperlukan pendekatan diagnosis dengan anamnesis
klinis yang menyeluruh dan pemeriksaan neurologis lengkap.3
Gejala mental dialami pada suatu waktu selama perjalanan penyakit pada kurang lebih
50 persen pasien tumor otak. Pada sekitar 80 persen pasien dengan gejala mental, tumor
terletak di regio frontal atau limbik otak dibanding di regio parietal atau temporal.3
Tumor otak dapat menyebabkan gangguan psikologik, fisik, dan sosial. Yang menjadi
ketakutan utama adalah kematian, ketergantungan, disabilitas, menjadi cacat, gangguan
dalam hubungan interpersonal, gangguan fungsi, dan kekurangan finansial.1
Konsep yang salah mengenai diagnosis tumor otak yang seringkali dihubungkan
dengan kematian memberikan dampak negatif misalnya fobia terhadap tumor otak bagi
orang-orang yang tidak menderita tumor otak; sebaliknya, terjadi mekanisme pertahanan
(defense mechanism) patologik misalnya penyangkalan bagi orang-orang yang sebenarnya
memang mempunyai gejala-gejala tumor otak.1,3
Gangguan psikitarik pada tumor otak dapat berupa defisit kognitif, perubahan
kepribadian, atau gangguan mood seperti ansietas dan depresi. Menurut penelitian, prevalensi
gejala-gejala psikitarik pada pasien dengan tumor lobus temporalis adalah 94%, lobus
frontalis 90%, dan infra tentorial 47%. Penelitian lain melaporkan pula bahwa sekitar 51%
pasien dengan tumor otak memperlihatkan gejala-gejala neuropsikiatrik. Sekitar 18% telah
memperlihatkan perubahan perilaku pada manifestasi awal tumor otak. Prevalensi depresi
pada pasien tumor otak meningkat dengan bertambah beratnya penyakit, munculnya nyeri,
dan keletihan. Sekitar 2% kematian akibat kanker disebabkan oleh tumor otak.1,3
Respon stres akut merupakan reaksi pertama terhadap diagnosis tumor otak. Respon
ini bisa sangat berat tetapi keadaan ini biasanya sementara. Respon stres akut biasanya terjadi
pada awal penyakit dan kemudian berlanjut dengan gangguan depresi. Depresi pada kanker
sering tidak terdiagnosis dan tidak diobati karena ada kepercayaan bahwa depresi merupakan
reaksi normal akibat penyakit serius. Walaupun demikian, ada bukti bahwa depresi dapat
mempercepat progresifnya kanker dan mortalitas. Penatalaksanaan yang berfungsi
mengurangi depresi dan ansietas dapat memperpanjang waktu bertahan hidup (survival time).
Oleh karena itu, gejala-gejala depresi pada pasien dengan tumor otak perlu diatasi secara
serius.1
Depresi pada orang dengan tumor otak juga terkait dengan tekanan emosional.
Tingkat depresi dapat meningkat dari waktu ke waktu, terutama jika kualitas seseorang hidup
dipengaruhi oleh gejala yang sedang berlangsung, kekambuhan, maupun efek samping

6
pengobatan. Depresi juga lebih umum terjadi pada orang yang telah mengalami depresi di
masa lalu. Depresi mempengaruhi emosional, kognitif dan keluhan fisik yang bisa
menyebabkan peningkatan kelelahan pada penderita tumor otak, konsentrasi yang menurun,
perubahan berat badan, insomnia, motivasi hidup yang menurun dan keluhan lainnya. Faktor
risiko gangguan depresi pada penderita tumor otak banyak terjadi pada usia muda, pada
perempuan, sosial-ekonomi yang rendah, penyalahgunaan alkohol, riwayat depresi dan bunuh
diri, stadium penyakit yang parah, terapi pengobatan yang kompleks dan ganggaun fungsi
tubuh.4
Masalah dalam mengidentifikasi depresi pada orang dengan tumor otak adalah bahwa
gejala yang dialami mungkin karena tumor, pengobatan atau depresi. Hal ini juga berkaitan
dengan gejala psikologis (misalnya perasaan sedih, marah atau bersalah karena menjadi tidak
sehat) dan gejala fisik (misalnya kelelahan, perubahan dalam tidur/nafsu makan).5

Lokasi Tumor1
Tumor Lobus Frontal
Pada awal perjalanan penyakit, tumor lobus frontal sering kali secara klinik tenang.
Setelah tumor membesar, perubahan perilaku seperti disinhibisi, iritabilitas, gangguan daya
nilai, tidak adanya inisiatif (abulia) dapat terlihat. Hemiparese, kejang, afasia, gangguan
berjalan (gait) dapat muncul. Refleks primitif dan gangguan tatapan mata dapat terlihat.
Pasien dengan lesi frontal kiri memperlihatkan akinesia, abulia, dan mood depresi.1

Ventrikel Tiga
Tumor sekitar ventrikel tiga dapat menimbulkan gejala-gejala akibat disfungsi
hipotalamus, disfungsi otonom, dan gangguan memori. Tumor di talamus dapat
menyebabkan perubahan kepribadian dan mood. Gejala vegetatif depresi dikaitkan dengan
disfungsi hipotalamus.1

Korpus Kalosum
Tumor pada korpus kalosum dapat menyebabkan berbagai manifestasi psikiatrik.
Depresi dan gejala-gejala kognitif dapat disebabkan oleh lesi di sepanjang anterior korpus
kalosum.1

7
Tumor Hipofisis
Tumor hipofisis dinyatakan menyebabkan berbagai simptom neuropsikiatrik seperti
depresi, apati dan paranoia. Gangguan psikiatrik ini terjadi akibat gangguan endokrin.1

Pengaruh Lateralisasi Lesi


Pasien dengan lesi pada hemisfer kiri cenderung untuk depresi. Sedangkan lesi pada
hemisfer kanan memperlihatkan eforia. Frekuensi depresi mayor dan akinesia dikaitkan
dengan lesi di korteks anterior kiri sedangkan lesi di sisi kanan dikaitkan dengan mania.1

Tahapan Psikologik
Ketika seseorang dinyatakan menderita tumor otak, terdapat tahapan-tahapan
psikologik yang terjadi yaitu:1,5
1. Penyangkalan
Terapis harus menyadari kemungkinan adanya penyangkalan pasien terhadap
diagnosis yang dinyatakan dokter. Penyangkalan yang hebat menunjukkan rapuhnya
ego. Pemberitahuan kepada pasien yang menggunakan mekanisme penyangkalan,
tentang penyakitnya, hendaklah hati-hati. Bila tidak hati-hati, pasien bisa menjadi
sangat frustrasi bahkan sampai bunuh diri. Usaha mengurangi penyangkalan perlu
dilakukan sehingga pasien bisa lebih adaptif.
2. Kemarahan
Pada fase ini, pasien sering marah pada dokter dan tim medis atau pada Tuhan.
Manifestasi kemarahan dapat berupa penolakan pasien terhadap pemeriksaan, ingin
mengganti dokter, atau minta keluar dari rumah sakit. Peran psikiater sangat
diperlukan dalam tahap ini untuk mendukung pasien. Strategi terapi kognitif untuk
mengoreksi kepercayaan yang salah terhadap kanker dapat digunakan.
3. Bargaining
Pada fase ini pasien melakukan tawar-menawar dengan Tuhan atau takdir. Pasien
berjanji akan hidup lebih baik, memperbaiki kesalahan-kesalahan, dan akan
melakukan amal kebaikan bila selamat. Pasien menjadi lebih dekat dengan dokternya
dan mereka menyadari bahwa dokter mempunyai kemampuan untuk mengatasi
masalahnya. Apabila hasil pengobatan tidak sesuai dengan harapannya, dokter akan
disalahkan dan hubungan dengan dokter menjadi buruk.

8
4. Penerimaan
Pasien siap menerima diagnosis tetapi kadang-kadang tidak siap menerima kenyataan
penyakit yang mengancam jiwanya. Beberapa pasien dapat dengan mudah melewati
fase-fase diatas sehingga ia lebih cepar menerima kenyataan bahwa dia sedang
menderita penyakit yang serius. Penerimaan ini mempermudah kelancaran terapi,
pasien bersikap kooperatif sehingga kita dapat memberikan pilihan-pilihan terapi
dengan mudah, memobilisasi dukungan-dukungan yang diperlukan, pasien dapat
mengerti proses penyakitnya, mengontrol penyakitnya, dan mengerti proses
kehidupan atau kematiannya. Pasien harus dibantu agar ia lebih cepat memasuki fase
penerimaan ini.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Pasien


Beberapa faktor dapat sangat meningkatkan tingkat stres dan kecemasan dalam diri
pasien yang menderita tumor otak dimana diagnosis tumor otak mungkin menyebabkan
emosi seperti shok, putus asa, kemarahan, kecemasan, ketidakberdayaan, khawatir akan
sekarat. Respon seperti ini pada umumnya normal dialami pasien dengan penyakit berat,
namun apabila pasien tidak bisa beradaptasi dengan baik maka respon tersebut akan berlanjut
menjadi gangguan depresi dan cemas.5
Reaksi pasien dapat berupa kecemasan, kesedihan, ketakutan, kemarahan, tanpa
emosi (emosi tumpul) atau tidak bereaksi. Secara kognitif pasien bisa menjadi sangat penuh
perhatian sehingga ia mencari informasi sebanyak-banyaknya atau menjadi bingung, tidak
bisa berkonsentrasi atau menyerah. Keluhan somatik bisa bertambah seperti tidak nafsu
makan, gangguan tidur dan gangguan aktivitas sehari-hari.2,3
Respon stres akut bisa sangat berat tetapi keadaan ini biasanya berlangsung
sementara. Diagnosis yang paling sering adalah gangguan penyesuaian dengan mood depresi,
depresi mayor atau minor, ansietas, dan campuran depresi dengan ansietas atau dapat pula
hanya gejala-gejala yang sangat ringan sehingga tidak bisa dikualifikasikan sebagai sindrom.6
Respon pasien ditentukan oleh faktor psikologik, interpersonal dan medik. Faktor
medik misalnya nyeri, muntah, perkiraan perjalanan penyakit, dan lokasi tumor. Faktor
psikologik ditentukan oleh karakter atau kepribadian pasien, kemampuan koping, kekuatan
ego, stadium perkembangan kehidupan, dan pengaruh serta arti kanker pada stadium
perkembangan kehidupan tersebut. Faktor interpersonal ditentukan oleh dukungan pasangan,
keluarga, sosial, dan tim yang merawat pasien.6

9
Respon Stres Akut
Kecemasan dalam berespons terhadap penyakit berat adalah lumrah. Ketakutan
merupakan reaksi awal terhadap tumor otak yang sering ditemui. Oleh karena itu, sumber-
sumber ketakutan terhadap tumor ini harus segera di eksplorasi. Sumber-sumber kecemasan
biasanya adalah:1
1. Kecemasan terhadap yang tidak diketahui atau disebut juga kecemasan yang
mengambang.
2. Takut terhadap kematian yaitu ketakutan yang berkaitan dengan cemas perpisahan
(takut berpisah dengan orang-orang yang dicintai).
3. Takut terhadap mutilasi yaitu kecemasan yang dikaitkan dengan ketakutan terhadap
kerusakan integritas tubuh atau fungsi tubuh atau terjadinya distorsi body image.
4. Takut terhadap ruangan tertutup yaitu kecemasan yang timbul oleh prosedur
pemeriksaan seperti magnetic resonance imaging (MRI), perawatan yang lama, harus
selalu berada di tempat tidur, atau fantasi tentang kematian serta dikubur.
5. Takut terjadinya keluhan fisik lain seperti nyeri, mual, muntah, atau akibat
khemoterapi.
Oleh karena itu, keprihatinan, fantasi-fantasi, pemikiran-pemikiran yang salah tentang
tumor yang diderita pasien harus dieskplorasi. Membangun hubungan dokter-pasien yang
bersifat empati dan memberikan dukungan serta menciptakan perasaan aman perlu dilakukan.
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya (ventilasi)
sangat membantu mengurangi kecemasan. Di bawah ini ada beberapa intervensi yang dapat
dilakukan:1,2
1. Psikoterapi individu singkat yang fokusnya untuk membantu pasien
menormalisasi perasaan takut yang hebat dan konflik yang terjadi.
2. Intervensi keluarga untuk memperkuat koping, mempererat hubungan dan
memperbaiki komunikasi.
3. Memberikan edukasi dan meurujuk pasien dan keluarga ke dalam jaringan
dukungan atau kelompok-kelompok yang memberikan dukungan guna
memaksimalkan mobilisasi pasien.
4. Intervensi farmakologik untuk kecemasan yang serius.
Respons stres akut merupakan suatu kontinuum yaitu respons stres akut pada awal
penyakit dan kemudian menjadi gangguan depresi.

10
Gejala-Gejala Depresi
Gejala depresi pada pasien kanker mungkin koinsiden atau reaksi fungsional. Adanya
perasaan sedih, murung, iritabilitas, ansietas, ikatan emosi berkurang, menarik diri dari
hubungan interpersonal dan preokupasi dengan kematian menunjukkan adanya depresi.1
Pasien sering mengkritik diri sendiri, mempunyai perasaan tak berharga, merasa bersalah,
pesimis, tak ada harapan, putus asa, bingung, konsentrasi buruk, tak pasti dan ragu-ragu,
mengalami gangguan memori, dan tanda-tanda neurovegetatif seperti lesu tidak bertenaga,
penurunan nafsu makan dan tidur.5
Depresi sering tidak terdiagnosis karena klinikus beranggapan bahwa gejala-gejala
depresi yang muncul disebabkan oleh reaksi pasien terhadap diagnosis tumor otak. Diagnosis
depresi bisa ditegakkan bila gejala-gejala tersebut berlangsung paling sedikit 2 minggu.
Perasaan tidak berharga, rasa bersalah yang berlebihan merupakan pembeda kuat antara
kesedihan normal dengan depresi mayor. Pasien depresi merasakan kebencian yang kuat
terhadap dirinya sendiri. Pikiran berulang tentang kematian paling sering pada pasien
depresi.1,5
Beberapa peneliti berusaha membedakan antara gejala inti depresi dengan gejala
neurovegetatif karena tanda-tanda neurovegetatif dapat pula disebabkan oleh tumornya
sendiri. Ada beberapa pendekatan dalam mendiagnosis depresi pada penyakit fisik.
Pendekatan inklusif memasukkan semua gejala tanpa menghiraukan penyebabnya.
Pendekatan etiologi tidak memasukkan gejala-gejala yang tidak berkaitan dengan penyakit
fisik. Pendekatan substitusi yaitu mengganti kriteria somatik dengan gejala kognitif.
Selanjutnya, pendekatan eksklusif menggunakan kriteria riset nonsomatis yang sangat ketat.1

Faktor Prediktor pada Depresi


Faktor yang mempengaruhi munculnya depresi pada pasien dengan tumor otak antara
lain adalah lokasi tumor, riwayat keluarga yang mempunyai gangguan psikiatrik dan
kesedihan serta kurangnya motivasi merupakan faktor prediktor utama yang menyebabkan
gangguan depresi pada pasien dengan tumor otak.7
Selain itu, menurut penelitan, keterbatasan fisik juga ditemukan mempunyai
hubungan yang erat dengan terjadinya gangguan depresi. Tingkat depresi pada wanita lebih
tinggi daripada pria meskipun belum ada penelitian yang signifikan mengenai hubungan
antara gangguan mood dengan jenis kelamin.4,7

11
Mekanisme Terjadinya Depresi
A. Stresor Psikososial
Ada asumsi bahwa munculnya depresi pada penderita tumor otak merupakan hal yang
dapat dimengerti, normal, atau hal yang lumrah dalam bereaksi terhadap tumor otak.
Walaupun demikian, ternyata tidak semua tumor otak menimbulkan depresi sehingga ada
dugaan bahwa tumor otak merupakan suatu faktor risiko terjadinya depresi. Tumor otak
merupakan stresor psikososial dan stresor psikososial adalah salah satu faktor predisposisi
terjadinya depresi. Oleh karena itu, meskipun ada tendensi yang menyatakan bahwa depresi
merupakan reaksi alamiah terhadap penyakit tumor otak dan terdapat tumpang tindih antara
gejala penyakit dengan depresi, adanya depresi harus dinilai secara akurat pada pasien tumor
otak.1,6
Gejala-gejala akibat tumor otak antara lain seperti muntah, insomnia, dan nyeri juga
merupakan stresor yang menjadi faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya depresi.
Pemberian obat atau antidepresan untuk mengatasi gejala-gejala tersebut dapat mencegah
terjadinya sindrom depresi lengkap. Walaupun demikian, data yang tersedia tentang
penggunaan antidepresan untuk mengatasi gejala-gejala tersebut masih sangat kurang. Oleh
karena itu pemberian antidepresan pada pasien tumor otak, yang juga telah mendapat
berbagai obat lain, perlu hati-hati karena pasien sangat sensitif terhadap efek samping yang
berkaitan dengan antidepresan.1,6

B. Perubahan Fisiologik
Saat ini diketahui bahwa perubahan fisiologik akibat adanya tumor otak dapat pula
berkontribusi dalam terjadinya depresi. Misalnya, peningkatan aktivitas inflamatori akibat
tumor otak/kanker atau pengobatannya (khemoterapi atau radiasi) dapat pula menimbulkan
depresi atau gejala-gejala terkait seperti gangguan tidur, anoreksia, penurunan berat badan,
fatig, gangguan kognitif, dan perlambatan psikomotor. Sindrom ini dinamakan sickness
syndrom (sindrom penyakit). Gejala-gejala ini serupa dengan gejala neurovegetatif pada
depresi fungsional (tidak menderita penyakit fisik).1,2,7
Terdapat kesulitan untuk membedakan antara gejala neurovegetatif depresi dengan
gejala-gejala yang terjadi akibat penyakit itu sendiri (sindrom penyakit). Akibatnya, muncul
perdebatan yaitu apakah gejala-gejala neurovegetatif harus dikeluarkan bila mendiagnosis
depresi pada pasien tumor otak. Untuk menjawab masalah ini ada dua alternatif yang
dikemukakan yaitu untuk riset, pendekatan eksklusif lebih cocok karena diagnosis depresi
lebih spesifik. Sedangkan untuk klinik atau penatalaksanaan pasien, pendekatan inklusif lebih

12
sesuai. Pendekatan inklusif memasukkan semua gejala yang sesuai untuk mendiagnosis
depresi tanpa membedakan apakah gejala itu akibat penyakit atau gangguan mood. Dengan
kata lain, memasukkan sindrom penyakit atau pendekatan inklusif untuk mendiagnosis
depresi pada pasien dengan tumor otak dan penyakit medik lainnya sangat relevan agar
gejala-gejala ini juga menjadi target terapi.1,4
Dampak negatif depresi terhadap keluaran penyakit sudah banyak diteliti. Oleh karena
itu, pendekatan inklusif untuk menegakkan diagnosis depresi pada pasien tumor otak dan
penyakit lain lebih bermanfaat untuk pasien. Selain itu, obat-obatan antidepresan generasi
baru memberikan respons terhadap simptom depresi baik simptom itu berasal dari simptom
depresi maupun simptom penyakit. Dibawah ini terlihat perbandingan antara sindrom
penyakit dengan sindrom depresi.1,5

Sindrom Penyakit Sindrom Depresi


Anhedonia Anhedonia
Isolasi Sosial Isolasi Sosial
Fatig Fatig
Anoreksia Anoreksia
Penurunan Berat Badan Penurunan Berat Badan
Gangguan Tidur Gangguan Tidur
Gangguan Kognitif Gangguan Kognitif
Penurunan Libido Penurunan Libido
Retardasi Psikomotor Retardasi Psikomotor
Hiperalgesia Rasa Nyeri Otot
Mood Depresi*
Rasa Bersalah*
Rasa Tak Berguna*
Ide-Ide Bunuh Diri*
Catatan: *Gejala-gejala yang membedakan antara sindrom penyakit dengan sindrom depresi.1

Pasien tumor otak dengan depresi mengalami peningkatan rasa nyeri dan antidepresan
terutama trisiklik, venlafaxine, dan burpropion dapat mengurangi nyeri tersebut. Begitu pula
nyeri pada pasien yang tidak menderita depresi, antidepresan dapat pula menghilangkannya.
Antidepresan, misalnya mirtazapine, dapat mengobati mual dan insomnia pada pasien tumor

13
otak. Selain itu, ada pula laporan bahwa fluoxetine, paroxetine, dan venlafaxine dapat
mengurangi rasa aliran panas pada pasien dengan kanker dan tumor otak.1
Ada anjuran untuk melihat depresi dengan konteks yang lebih luas karena banyak data
menunjukkan bahwa sub-sindrom depresi juga dikaitkan dengan morbiditas yang signifikan
pada pasien baik dengan atau tanpa berkomorbiditas dengan kondisi medik. Dengan kata lain,
meskipun simptom depresi tidak dapat dikualifikasikan sebagai sindrom depresi mayor, ia
dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas pada pasien dengan tumor otak. Oleh karena
itu, penatalaksanaannya perlu segera dilakukan.1

Patofisiologi
Data penelitian menunjukkan bahwa pelepasan sitokinin proinflamatori (tumor
necrosis factor-a, IL-1, dan IL-6) akibat kerusakan jaringan (dan akibat inflamasi) dapat
mempengaruhi perubahan perilaku. Perilaku tersebut dapat terlihat pada manusia yang
menderita sakit. Perilaku tersebut dinamakan perilaku penyakit dan gambarannya bertumpang
tindih dengan depresi. Dengan kata lain, sitokinin berkontribusi dalam tingginya angka
depresi pada pasien tumor otak. Apabila mekanisme kerja sitokinin dalam mempengaruhi
neuron sehingga terjadi perubahan perilaku diketahui dengan pasti, strategi baru untuk
mengidentifikasi dan mengobati depresi pada tumor otak, tumor lain atau kondisi medik lain
dapat dikembangkan.1
Konsentrasi plasma IL-6 lebih tinggi pada pasien tumor otak dengan depresi bila
dibandingkan dengan pasien tumor otak yang tidak depresi. Konsentrasi plasma IL-1 dan IL-
6 dikaitkan pula dengan pasien yang sedang mengalami khemoterapi atau radioterapi.1
Hubungan sitokinin dengan depresi atau perilaku sakit:1
1. Sitokinin proinflamatori (TNF-a, IL-1, IL-6) mempengaruhi metabolisme monoamin
seperti dopamin, serotonin, dan norepinefrin. Ketiga neurotransmitter ini berkaitan
dengan depresi.
2. Sitokinin merangsang aksis HPA (hypothalamic pituytary adrenal). Akibatnya terjadi
peningkatan pelepasan corticotropic-realising hormone (CRH). Pada pasien depresi
terlihat peningkatan kadar CRH di dalam cairan serebrospinal. Selain itu, terdapat
pula peningkatan messenger ribonucleic acid (mRNA) para-ventrikuler hipotalamus.
Tidak ada respons ACTH (adrenocorticotropic hormone) terhadap CRH.
3. Sitokinin dapat menginduksi resistensi saraf, endokrin dan sistem imun. Sitokinin
mempunyai efek inhibisi langsung terhadap fungsi reseptor glukokortikoid sehingga
terjadi resistensi. Pada pasien depresi juga terjadi resistensi glukokortikoid. Hal ini

14
ditandai dengan adanya peningkatan kortisol dan DST (dexamethasone suppresion
test) positif. Glukokortikoid berkontribusi dalam gangguan regulasi umpan balik CRH
dan sitokinin.
4. Sitokinin (TNF-a) dapat menurunkan konsentrasi serum L-triptofan dan menginduksi
enzim indolamine 2,3 dioxygenase (IDO) yang bekerja memecah triptofan menjadi
kinurenin. Triptofan merupakan prekursor serotonin. Rendahnya kadar triptofan
dikaitkan dengan depresi pada orang yang rentan.
5. Sitokinin dikaitkan pula dengan euthyroid sick syndrome yang ditandai dengan kadar
TSH dan T4 normal tetapi kadar T3 rendah pada stadium awal dan TSH normal
disertai T3 dan T4 rendah pada stadium akhir. Rendahnya kadar hormon tiroid
dikaitkan dengan depresi.

Terapi Psikologis
Terapi psikologis mungkin tidak hanya membantu pemulihan, tetapi juga bisa
membantu mencegah kambuhnya kecemasan dan depresi. Terapi psikologis diperlukan untuk
membangun individu dalam menghadapi kehidupan yang penuh stresor, dan ini bisa dibantu
oleh seorang psikolog, psikiater atau tenaga kesehatan profesional yang terlatih.5,7
1. Terapi Perilaku Kognitif
Merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan gangguan cemas dan depresi
dimana pasien diajarkan untuk mengevaluasi cara berpikir mereka mengenai kesulitan
yang mereka hadapi dan membantu mengubah pola pikir mereka agar bisa bereaksi
dengan baik terhadap situasi tertentu.
2. Terapi Interpersonal
Merupakan terapi yang juga efektif untuk gejala depresi dan cemas dengan cara
membantu pasien untuk bisa membangun hubungan interpersonal dengan orang-orang
disekitar merekasupaya bisa mengalami perubahan perilaku ke arah yang lebih positif.

Pengobatan
Obat anti-depresan dan terapi psikologis juga memainkan peranan yang cukup penting
dalam pengobatan depresi sedang sampai berat dan gangguan cemas. Belum ada penelitian
khusus tentang efektivitas anti-depresan pada individu yang mempunyai tumor otak tetapi
sejauh ini terbukti cukup efektif pada populasi pasien dewasa.2,5
Pemilihan anti-depresan yang terbaik untuk pasien dengan tumor otak dapat menjadi
kompleks. Keputusan perlu dikonsultasikan ke dokter spesialis setelah penilaian dan

15
pertimbangan yang hati-hati. Dokter akan membuat penilaian keseluruhan tentang kesesuaian
pengobatan berdasarkan faktor dan kondisi klinis yang mempengaruhi pasien, perawatan
yang dimiliki pasien serta efektivitas dari setiap pengobatan sebelumnya. Selain itu, dokter
juga perlu mendiskusikan perbedaan efek dan kemungkinan efek samping dari obat.
Penghentian pengobatan harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan rekomendasi dan atas
perintah dokter.5
Dokter harus menyadari presentasi dini tumor otak. Kejang, sakit kepala, mual,
muntah, perubahan sensorik, kehilangan minat terhadap aktivitas biasa, dan adanya tanda-
tanda neurologi fokal lainnya menunjukkan adanya dugaan tumor otak.1
Penyebab organik harus dipertimbangkan bila menghadapi pasien dengan gejala-
gejala psikiatrik tanpa riwayat psikiatrik sebelumnya, tidak ada riwayat keluarga dengan
gangguan psikiatrik, atau gambarannya tidak khas.1
Depresi pada pasien dengan tumor otak sering terjadi. Evaluasi untuk depresi harus
dilihat dan ditinjau sebelum, selama maupun setelah terapi pengobatan sebagai bagian dari
perawatan. Depresi bisa menimbulan dampak buruk terhadap kualitas hidup pasien dan terapi
yang sukses bisa menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.4,7

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Perjalanan penyakit dan prognosis tumor otak bergantung pada jenis histologi,
cepatnya pertumbuhan dan invasinya, serta respons terapinya. Penggunaan psikofarmaka
harus hati-hati pada tumor otak karena efek samping obat seperti sedasi yang berlebihan dan
penurunan ambang kejang dapat terjadi. Sebagian besar pasien tumor otak dengan gejala
neuropsikiatrik diobati dengan obat-obat yang sering digunakan untuk pasien-pasien dengan
gejala-gejala psikiatrik fungsional. Untuk membuktikan obat-obat yang digunakan untuk
mengobati gangguan mood juga bermanfaat untuk mengobati gangguan mood yang
disebabkan oleh tumor otak masih memerlukan penelitian.1

Kesimpulan
Gangguan psikiatrik bisa terdapat pada gangguan medis. Tumor otak dapat disertai
juga dengan gangguan psikiatrik meliputi gangguan fisiologik, fisik dan sosial. Ada beberapa
tahapan respon psikologik yang terjadi antara lain penyangkalan, kemarahan, bargaining,
depresi dan penerimaan.
Gangguan psikiatrik berupa gangguan penyesuaian dengan mood depresi dapat terjadi
karena stresor psikososial. Tumor otak merupakan penyakit yang juga menjadi sumber

16
stresor. Selain itu, perubahan fisiologik seperti faktor inflamatori, lokasi tumor berperan pula
dalam mencetuskan depresi.

Daftar Pustaka
1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Ed 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2013.h.132-41.
2. Pangilinan PH, Kelly BM, Pangilinan JM. Depression in the patient with brain cancer.
Community Oncology 4(9); 2007.h.533-7.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. Ed 2. Jakarta: EGC; 2010.h.75-6.
4. Wellisch DK, Kaleita TA, Freeman D, Cloughesy T, Goldman J. Predicting major
depression in brain tumor patients. Psycho-oncology 2002;11:h.23035.
5. Armstrong C, Goldstein B, Cohen B. Clinical predictors of depression with low-grade
brain tumours: consideration of a neuroligic versus psychogenic model. J clin Psych
in Med Settings 9(2): 2002.h.97107.
6. Nierenberg AA, Alpert JE, Pava J. Course and treatment of atypical depression. J Clin
Pysch 59(18).h.5-9.
7. Pelletier G, Verhoef MJ, Khatri N, Hagen N. Quality of life in brain tumor patients:
the relative contributions of depression, fatigue, emotional distress, and existential
issues. J Neuro-oncology 2002;57:h.416.

17

Anda mungkin juga menyukai