Anda di halaman 1dari 55

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi

insulin absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism

karbohidrat, protein, lemak (Billota,2014). Sedangkan menurut Arisman dan

soegondo (2010) Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul

pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat

kekurangan insulin baik absolute maupun relative. Diabetes mellitus dibagi

menjadi 2 tipe yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent

Diabetes Melitus) jika insulin tidak aktif ,glukosa masuk ke dalam sel dengan

akibat glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar

glukosa dalam darah meningkat. Sedangkan diabetes mellitus tipe 2 atau NIDDM

(Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ) jumlah insulin cukup,mungkin malah

lebih banyak tetapi reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang

kurang sensitif. Reseptor insulin ini diibaratkan sebagai lubang-lubang kunci pintu

masuk ke dalam sel. Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang

hingga 50-60 % dari normal dan jumlah sel alfa meningkat baik pada diabetes

melitus tipe 1 maupun diabetes mellitus tipe 2 kadar glukosa darah jelas

meningkat dan bila kdar itu melewati batas ambang ginjal, glukosa tersebut akan

keluar melalui urin. Pada penderita diabetes mellitus biasanya akan mengalami

penurunan dengan cepat, biasanya akan mengalami penurunan nutrisi kurang dari

tubuhnya. (Sujano & Sukarmin, 2010).


Kenaikan jumlah penderita DM memiliki pengaruh besar pada

peningkatan komplikasi pada pasien diabetes Salah satu komplikasi yang

menimbulkan permasalahan yang besar pada penderita diabetes adalahmunculnya

permasalahan pada kaki. Permasalahan yang timbul di kaki dapat mengakibatkan

amputasi hingga kematian jika tidak dilakukan pencegahansejak penderita

terdiagnosa diabetes mellitus. Prevalensi luka kaki diabetik di Amerika (1,0%-

4,1%), Kenya (4,6%), Nigeria (19,1%), dan Iran (20%) (Desalu et al, 2011)

Penyebab munculnya luka dikarenakan sebagai akibatdari polineuropati simetris

yang bermanifestasi klinis dengan munculnya penurunan sensasi tekanan pada

kulit, getaran, dan hilangnya reflex lutut pada lutut penderita, hal ini merupakan

penyebab utama munculnya luka denganprevalensi 75%-90% pada penderita DM.

Munculnya luka pada kaki seringmenyebabkan amputasi sebagai akibat dari

penyakit makrovaskuler denganprevalensi 30%-40%, sedangkan angka kematian

3 tahun pada penderita DMyang mengalami amputasi adalah 50% (Stephen and

William, 2011). Banyakpenelitian yang menyatakan bahwa sekitar 4-10% akan

mengalami masalahpada kaki diabetisi dan sebagian besar diantaranya (40-70%)

harus menjalani amputasi pada organ kaki yang memiliki luka diabetik

(Hardiman, Sutedjo, dan Salim ,2013).

Munculnya luka pada kaki diabetik ditandai dengan adanya luka

terbuka pada permukaan kulit sehingga mengakibatkan infeksi sebagai akibatdari

masuknya kuman atau bakteri pada permukaan luka. Banyak faktor yang

mempengaruhi timbulnya luka kaki diabetik yang meliputi, riwayat DM 10

tahun, laki-laki perokok aktif, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol,

gangguan penglihatan yang dapat berpengaruh pada kemampuan


melakukanperawatan kaki, polineuropati, trauma kaki (lecet), kekurangan latihan

fisik,pengetahuan tentang penyakit DM yang kurang, tidak maksimalnya

kepatuhandalam pencegahan luka, kadar kolesterol 200mg/dl, kadar HDL

45mg/dl,ketidakpatuhan diit rendah gula, perawatan kaki yang tidak

teratur,penggunaan alas kaki yang tidak tepat, hal-hal tersebut dapat menjadi

faktor pemicu timbunya luka sebesar 99,9% dari kasus yang ditimbulkan

(Hartini,2010).

1.2 Tujuan

a. Tujuan umum :

Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik mampu menerapkan

asuhan keperawatan pada keluarga yang mempunyai masalah kesehatan sesuai

tugas dan perkembangan keluarga.

b. Tujuan khusus :

Setelah menyelesaikan belajar klinik mampu :

1. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah kesehatan keluarga

2. Merumuskan diagnosa keperawatan keluarga sesuai dengan masalah

kesehatan keluarga

3. Merencanakan tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan

4. Melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah ditentukan

5. Mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan

6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP KELUARGA

2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,

kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan

budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial

dari tiap anggota keluarga , (Depkes, 1988).

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah

tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling

berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan

menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Bailon dan Maglaya ( 1978 )

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat

di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Departemen Kesehatan

RI ( 1988 )

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah :

1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,

perkawinan atau adopsi

2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap

memperhatikan satu sama lain

3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing

mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik


4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya,

meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

2.2 Struktur Keluarga

1. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah

2. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis

ibu

3. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

ibu

4. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami

5. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.3 Ciri-Ciri Struktur Keluarga

1. Terorganisasi :saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota

keluarga

2. Ada keterbatasan :setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga

mempunyai keterbatasan dalam mejalankan fungsi dan tugasnya masing-

masing
3. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai

peranan dan fungsinya masing-masing.

2.4 Macam-Macam Struktur / Tipe / Bentuk Keluarga

2. Non-Tradisional

a. The unmarried teenage mother

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari

hubungan tanpa nikah

b. The stepparent family

Keluarga dengan orangtua tiri

c. Commune family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan

saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,

pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok /

membesarkan anak bersama

d. The nonmarital heterosexual cohabiting family

Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui

pernikahan

e. Gay and lesbian families

Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana

pasangan suami-istri (marital partners)

f. Cohabitating couple

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa

alasan tertentu

g. Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama,

yang merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu,

termasuk sexual dan membesarkan anaknya

h. Group network family

Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu

sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,

pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya

i. Foster family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam

waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan

untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya

j. Homeless family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang

permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan

atau problem kesehatan mental

k. Gang

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang

mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi

berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

2.5 Tahap-Tahap Kehidupan / Perkembangan Keluarga

Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik,

namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama:


1. Pasangan baru (keluarga baru)

Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan

perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan

(psikologis) keluarga masing-masing :

a. Membina hubungan intim yang memuaskan

b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok social

c. Mendiskusikan rencana memiliki anak

2. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)

Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi

kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30 bulan :

a. Persiapan menjadi orang tua

b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan

sexual dan kegiatan keluarga

c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan

3. Keluarga dengan anak pra-sekolah

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat

anak berusia 5 tahun :

a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal,

privasi dan rasa aman

b. Membantu anak untuk bersosialisasi

c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain

juga harus terpenuhi

d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga

(keluarga lain dan lingkungan sekitar)


e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang paling repot)

f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga

g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak

4. Keluarga dengan anak sekolah

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan

berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota

keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk :

a. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan

b. Mempertahankan keintiman pasangan

c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,

termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga

5. Keluarga dengan anak remaja

Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir

sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah

orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi

tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri

menjadi lebih dewasa :

a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat

remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya

b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga

c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindari

perdebatan, kecurigaan dan permusuhan

d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga

6. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)


Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir

pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung dari

jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga dan tetap

tinggal bersama orang tua :

a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar

b. Mempertahankan keintiman pasangan

c. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua

d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat

e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga

7. Keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan

berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :

a. Mempertahankan kesehatan

b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan

anak-anak

c. Meningkatkan keakraban pasangan

8. Keluarga usia lanjut

Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu

pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal damapi keduanya

meninggal :

a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

b. Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik

dan pendapatan

c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat


d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat

e. Melakukan life review (merenungkan hidupnya).

B. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS

2.1 Definisi Diabetes Melitus

A. DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau

mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis

atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan

volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah

penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau

penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus

merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan

kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)

B. KLASIFIKASI

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Associations

Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,

menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus

tergantung insulin (DMTI)


Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel

beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses

autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.

Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus

tak tergantung insulin (DMTTI)

Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.

Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten

insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama

adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap,

suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika

preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada

mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.

3. DM tipe lain

Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,

infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik

gangguan endokrin.

4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap

diabetes.

C. ETIOLOGI

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi

suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.

Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen

HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini

merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh

dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah

sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai

contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat

memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola

familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin

maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel

sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada

reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler

yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien

dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif

insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara

komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal

dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi

insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai

untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes

Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)

atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu

kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai

pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya

adalah:

a.Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Kelompok etnik

D. PATOFISIOLOGI

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses

autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur

oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

posprandial (sesudah makan).


Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa

tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di

ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai

akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak

yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan

selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya

mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin

mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan

glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan

substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi

tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan

produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan

keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila

jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan

tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas

berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,

koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai

kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan

mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai


pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang

penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian

reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa

dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada

penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin

yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal

atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin

yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan

jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan

keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada

diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat

menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik

hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Pathway Diabetes Melitus


E. MANIFESTASI KLINIS

1. Diabetes Tipe I

hiperglikemia berpuasa

glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

keletihan dan kelemahan


ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas

bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2. Diabetes Tipe II

lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,

polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan

kabur

komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F. DATA PENUNJANG

1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl,

2 jam setelah pemberian glukosa.

2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I

5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau

peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.

6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3

7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi

merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi

(Tipe II)

10. Urine: gula dan aseton positif


11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan

infeksi luka.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes

Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari

glukosa darah

A. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang

normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk

dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau

koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu

hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma

hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula

disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.

B. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK

(HHNC/ HONK).

HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya

ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak

terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak

terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN

banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 150
mEq per liter kalium bervariasi. Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam

pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 8 liter per 12 jam.

Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive

dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi.

Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati hati yang diberikan adalah

insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 5 unit per jam

dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan

tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari

ekstraseluler keintraseluler.

2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,

vaskular perifer dan vaskular serebral.

2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)

dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau

menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.

3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta

menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

4. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih

5. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

H. PENATALAKSANAAN

1. Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan

kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler


serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar

glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola

aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :

1) Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :

a. Memperbaiki kesehatan umum penderita

b. Mengarahkan pada berat badan normal

c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita

e. Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

a. Jumlah sesuai kebutuhan

b. Jadwal diet ketat

c. Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J

yaitu:

jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya

jenis makanan yang manis harus dihindari


DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Indriastuti, Na. 2009. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi

Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito

Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT

Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta: Prima Medika

Dinkes Klaten. Profil kesehatan tahun 2013 dinas kesehatan kabupaten Klaten.

2013 [Diakses tanggal 5 Febuari 2015]. Didapat dari:

http://klatenkab.go.id/id/

Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar 2013. 2013 [Diakses tanggal 5 Febuari 2017]

Didapat dari http://www.litbang.depkes.go.id


Askep Keluarga pada klien dengan Diabetes
Mellitus

A. Konsep Dasar Diabetes Melitus

1. Pengertian

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang

disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik

absolute maupun relative (Waspadji dan sukardji, 2004 : 2).

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer dan Bare, 2008 :

1220).

American Diabetes Association (ADA) 2010, mendefinisikan Diabetes Melitus sebagai

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Ernawati, 2013 :10)

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana)

didalam darah cukup tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan

insulin secara cukup (Fauzi, 2014 : 70)

Berdasarkan keempat definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Diabetes mellitus

adalah suatu penyakit yang timbul pada seseorang yang ditandai oleh kenaikan kadar

glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Klasifikasi Diabetes Melitus

Ada 3 jenis diabetes yang umum terjadi dan diderita banyak orang, yaitu :

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Diabetes tipe 1

Diabets tipe 1 ini sering disebut Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau

diabetes mellitus yang bergantung pada insulin. Penderita penyakit diabetes tipe 1

sebagian besar terjadi pada orang dibawah usia 30 tahun. Oleh karena itu, penyakit ini
sering dijuluki diabetes anak-anak karena penderitanya lebih banyak terjadi pada anak-

anak dan remaja (Fauzi, 2014 : 73).

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Diabetes Tipe 2

Penyakit diabetes tipe 2 sering juga disebut Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM) atau diabetes mellitus tanpa bergantung pada insulin. Penyakit diabetes tipe 2

ini sering disebut sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula.

Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang sebagian besaar diderita. Sekitar 90

% hingga 95 % penderita diabetes menderita diabetes tipe 2. Jenis diabetes ini paling

sering diderita oleh orang dewasa berusia lebih dari 30 tahun dan cenderung semakin

parah secara bertahap (Fauzi, 2014 : 75).

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Diabetes jenis lain

Diabetes terkait Malnutrisi (DMTM) dan diabetes pada kehamilan (gestasional diabetes),

yang timbul hanya pada saat hamil (Waspadji dan sukardji, 2004 : 4)

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Etiologi

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Pada Diabetes Tipe 1 (IDDM)

Berkaitan dengan ketidaksanggupan, kerusakan, atau gangguan fungsi pankreas

untuk memproduksi insulin sehingga tidak dapat menghasilkan cukup insulin. Beberapa

penyebab pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin pada penderita diabetes tipe

1 ini adalah sebagai berikut (Fauzi, 2014 : 73-74) :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Keturunan atau genetik

Jika salah satu atau kedua orangtua dari seorang anak menderita diabetes, maka anak

tersebut akan beresiko terkena diabetes.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Autoimunitas

Autoimunitas adalah tubuh mengalami alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis

selnya sendiri. Dalam kasus ini alergi yang ada dalam pankreas. Oleh sebab itu, tubuh

kehilangan kemampuan untuk membentuk insulin karena sistem kekebalan tubuh

menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Virus atau zat kimia


Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada pulau sel atau kelompok sel

dalam pankreas tempat insulin dibuat. Semakin banyak peulau sel yang rusak, semakin

besar kemungkinan seseorang menderita diabetes.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Pada Diabetes Tipe 2 (NIDDM)

Diabetes tipe 2 disebabkan karena pankreas tidak bisa memproduksi insulin yang

cukup. Kebanyakan dari insulin yang diproduksi pankreas dihisap oleh sel-sel lemak

akibat gaya hidup dan pola makan yang tidak baik. Karena pankreas tidak dapat

membuat cukup insulin untuk mengatasi kekurangan insulin sehingga kadar gula dalam

darah akan naik. Beberapa penyebab utama diabetes tipe 2 sebagai berikut (Fauzi, 2014

: 75-76).

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Faktor keturunan

Apabila orangtua atau saudara sekandung yang mengalami penyakit ini, maka resiko

diabetes tipe 2 lebih tinggi.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Pola makan dan gaya hidup

Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama pankreas tidak

dapat memproduksi insulinsecara maksimal. Mengkonsumsi makanan cepat saji atau

fast food yang menyajikan makanan berlemak dan tidak sehat merupkan penyebab

utama. Kurang olahraga dan istirahat yang tidak mencukupi juga berpengaruh terhadap

munculnya penyakit ini.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Kadar kolesterol tinggi

Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi akan menyerap insulin yang diproduksi oleh

pankreas. Pada akhirnya, tubuh tidak dapat menyerap insulin ini untuk merubahnya

menjadi energi.

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Obesitas

Obesitas atau kelebihan berat badan disebabkan oleh timbunan lemak yang tidak positif

bagi tubuh. Seperti kolesterol, lemakjuga akan menyerap produksi insulin pankreas

secara habis-habisan sehingga tubuh tidak kebagian insulin untuk diproduksi sebagai

energi.

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Pada diabetes jenis lain


Misalnya disebabkan oleh karena kerusakan pankreas akibat kurang gizi, obat, hormon

atau hanya timbul pada saat hamil (Waspadji dan sukardji, 2004 : 4).

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Patofisiologi

Pada diabetes tipe 1 terdapat kemampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel

beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi

akibat produksi glukosa ysng tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal

dari makanan tidak dapt disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan

menimbulkan hiperglikemia prospandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa yang tersaring. Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urine

(glukosauria). Ketika glukosa yang berlebihan dieskresikan kedalam urine, ekskresi ini

akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan

dieresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia), keadaan itu

menyebabkan kehilangan elektrolit dalam sel dan pasien mengalami dehidrasi sehingga

dapat menyebabkan syok.

Defisiensi insulin juga dapat menyebabkan kehilangan kalori, menganggu metabolism

protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

peningkatan selera makan (poifagia) akibatnya terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Selain itu

dengan kurangnya sel untuk mettabolisme dapat menyebabkan katabolisme lemak yang

membuat meningkatnya asam lemak, serta pemecahan protein yang membuat keton dan

ureum meningkat. Keadaan dimana asam lemak dan keton meningkat dapat

mengakibatkan ketoasidosis. (Nurarif, 2013)

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Tanda dan gejala

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Menurut Fauzi ( 2014) pada permulaan gejala

Diabetes Melitus yang ditunjukan meliputi:


<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Polidipsia (banyak minum)

Rasa haus dan ingin minum terus. Kadang hal ini sering ditafsirkan karena udara yang

panas dan banyak kerja berat, padahal tanda-tanda ini muncul sebagai awal gejala

penyakit DM

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Polifagia (banyak makan)

Penderita sering makan (banyak makan) ini terjadi akibat kadar gula yang tinggi namun

tidak dapat masuk kedalam seluntuk digunakan dalam proses metabolisme. Ketika kadar

gula darah tidak dapat masuk kedalam sel, tubuh berpikir belum mendapatkan asupan

makanan sehingga mengirim sinyal lapar untuk mendapatkan glukosa lebih banyak agar

sel-sel dapat berfungsi

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Poliuria (banyak kencing)

Gejala yang sering dirasakan penderita adalah sering kencing dengan volume urine yang

banyak kencing yang sering pada malam hari terkadang sangat mengganggu penderita.

Pada kondisi ini ginjal bekerja sangat aktif untuk menyingkirkan kelebihan glukosa

didalam darah.

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah

Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat, merupakan gejala awal yang sering

dijumpai, selain itu rasa lemah dan cepat capek kerap di rasakan.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Gejala kronik yang sering timbul adalah :

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Kesemutan

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Kulit terasa panas seperti tertusuk jarum, gatal dan

kering

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Rasa tebal di kulit


<!--[if !supportLists]-->d. <!--[endif]-->Kram

<!--[if !supportLists]-->e. <!--[endif]-->Mudah lelah dan marah

<!--[if !supportLists]-->f. <!--[endif]-->Mudah ngantuk

<!--[if !supportLists]-->g. <!--[endif]-->Mata kabur

<!--[if !supportLists]-->h. <!--[endif]-->Gatal di sekitar kemaluan (keputihan)

<!--[if !supportLists]-->i. <!--[endif]-->Seksual menurun

<!--[if !supportLists]-->j. <!--[endif]-->Pada ibu hamil mengalami keguguran atau kematian

janin dalam kandungan atau dengan bayi BB lahir lebih dari 4 kg.

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Pemeriksaan Diagnostik

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tes kadar gula darah

Ukuran kadar gula didalam darah harus disesuaikan. Berikut ini kadar gula dalam darah

setelah puasa.

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Kadar gula darah normal adalah kurang dari 100

mg/dl.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Kadar gula darah pradiabetes adalah antara 100

sampai 126 mg/dl.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Kadar gula darah orang yang menderita diabetes

adalah lebih dari 126 mg/dl.

Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan (postpranndial) juga dapat mengindikasikan

orang terkena diabetes atau tidak. Berikut ini ukuran kadar gula dalam darah setelah

makan 2 jam.
<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Kadar gula darah normal adalah kurang dari 140

mg/dl.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Kadar gula darah pradiabetes adalah antara 140

sampai 200 mg/dl

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Kadar gula darah bagi penderita diabetes adalah

lebih dari 200 mg/dl (Fauzi, 2014 : 77-78).

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Tes toleransi glukosa (TTG)

Menunjang (lebih besar dari 200mg/21), biasanya tes ini dianjurkan utuk pasien yang

menunjang kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Tes Glukosa Urine

Adanya glukosa dalam urine dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi), yang

tidak khas untuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes,

Persiapan Pasien: Sama dengan persiapan pasien pada tes glukosa darah puasa.

Glukosa Negatif: bukan DM bila hasil tes urin berwarna biru.

Tabel 2.1
Hasil pemeriksaan Warna Tes Glukosa Urin

Warna Interpretasi: (1+) s/d ( 4+)


mungkin/diduga DM
Hijau kekuningan dan keruh Positif + (1+): sesuai dengan 0,5
1% glukosa
Kuning keruh Positif ++ (2+): sesuai dengan 1
1,5 % glukosa
Jingga / warna lumpur keruh Positif +++ (3+): sesuai dengan 2
3,5 % glukosa
Merah keruh Positif ++++(4+): sesuai dengan >
3,5 % glukosa

<!--[if !supportLists]-->d. <!--[endif]-->Tes HbA1C atau tes A1C

Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C) merupakan salah satu pemeriksaan

darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah. Hasil pemeriksaan
A1C memberikan gambaran rata-rata gula darah selama priode waktu 6-12 minggu dan

hasil ini dipergunakan bersama dengan hasil pemeriksaan gula darah mandiri sebagai

dasar untuk melakuakan penyesuaian terhadap pengobatan diabetes yang dijalani.

Hemoglobin adalah salah satu substansi sel darah merah yang berfungsi untuk

mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika gula darah tidak terkontrol (yang berarti

kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berkaitan dengan hemoglobin (terglikasi).

Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur

kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi dalam satu beberapa minggu, maka kadar

HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan

hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usia sel darah merah). Kadar HbA1C akan

mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum

pemeriksaan. sebaliknya (Ernawati 2013 : 85-86).

Tabel 2.2
Kolerasi antara Kadar HbA1C dan Rata-Rata Kadar Gula Darah

HbA1C (%) Rata-rata Gula Darah (mg/dl)

6 135
7 170
8 205
9 240
10 275
11 310
12 345

Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang diabetes antara 4% sampai dengan

6%. Beberapa studi menunjukan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan

mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penyandang diabetes kadar

HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %. Semakin tinggi kadar HBa1C maka akan semakin
tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya (Ernawati 2013 : 85-

86).

<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Komplikasi

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Komplikasi Akut

Gangguan keseimbangan kadar gula darah dalam jangka waktu pendek meliputi

hipoglikemia, ketoasidosis diabetic dan syndrome HHNK (Koma Hiperglikemik

Hiperosmolar Nonketokik) atau Hiperosmolar Nonketokik (HONK). (Ernawati, 2013 : 87-

106).

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Hipoglikemia

Komplikasi hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada

perjalanan penyakit DM. Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar gula darah

abnormal yang rendah yaitu dibawah 50 hingga 60 mg/d. lGlukosa merupakan bahan

bakar utama untuk melakukan metabolisme di otak. Sehingga kadar glukosa darah harus

selalu dipertahankan diatas kadar kritis, yang merpakan salah satu fungsi penting system

pengatur glukosa darah. Bila glukosa darah turun terlalu rendah dalam batas 20-50

mg/100ml lebih dari beberapa menit, timbul gejala syok hipopolemik, ditandai oleh

iritabilitas progresif yang menyebabkan pingsan, kejang dan koma.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosi Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolic

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh

defisensi insulin absolute atau relative. Keadaan komplikasi akut ini memerlukan

penanganan yang tepat karena merupakan ancaman kematian bagi diabetes.


<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Synrome Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketokik

(HHNK)

Perjalanan keadaan HHNK berlangsung dalam waktu beberapa hari hingga beberapa

minggu pada pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami absolute defisiensi insulin namun

relative defisiensi insulin. HHNK sering terjadi pada pasien lansia yang tidak menyadari

mengalami DM atau mengalami DM dan disertai dengan penyakit penyerta yang

mengakibatkan menurunnya intake makanan salah satunya seperti infeksi (pneumonia,

sepsis, infeksi gigi).

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Komplikasi Kronis

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Komplikasi makrovaskuler

<!--[if !supportLists]-->a) <!--[endif]-->Penyakit Arteri Koroner

Penyakit arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung koroner merupakan salah

satu komplikas makrovaskuler yang sering terjadi pada penderita DM tipe 1 maupun DM

tipe 2. Proses terjadinya penyakit jantung koroner pada penderita DM disebabkan oleh

control glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama yang disertai dengan

hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemia, hiperamilinemia, disliedemia, gangguan

system koagulasi dan hiperhomosisteinimia.

<!--[if !supportLists]-->b) <!--[endif]-->Penyakit serebrovaskuler

Penyakit serebrovaskuler pasin DM memiliki kesamaan dengan pasien non DM, namun

pasien DM memilki kemungkinan dua kali lipat mengalami penyakit

kardiovaskuler. Pasien yang mengalami perubahan aterosklerotik dalam pembuluh

serebral atau pembentukan emboli ditempat lain dalam system pembuluh darah sering

terbawa aliran darah dan terkadang terjepit dalam pembuluh darah serebral. Keadaan
diatas dapat mengakibatkaan iskemi sesaat. Gejalanya pusing, vertigo, gangguan

penglihatan, bicara pelo dan kelemahan.

<!--[if !supportLists]-->c) <!--[endif]-->Penyakit vaskuler perifer

Pasien DM beresiko mengalami penyakit oklusif arteri perifer dua hingga tiga kali lipat

dibandingkan pasien non-DM. Hal ini disebabkan pasien DM cenderung mengalami

perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstermitas bawah. Pasien

dengan gangguan pada vaskuler perifer akan mengalami berkurangnya denyut nadi

perifer dan kaludikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan). Penyakit

oklusif arteri yang parah pada ekstermitas bawah merupakan penyebab utama terjadinya

ganggren yang berakibat amputasi pada pasien DM.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Komplikasi mikrovaskuler

<!--[if !supportLists]-->a) <!--[endif]-->Retinopati diabetik

Hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan factor resiko utama terjadinya

retinopati diabetik.

<!--[if !supportLists]-->b) <!--[endif]-->Nefropati diabetik

Nefropati diabetik merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai dengan

albuminuria menetap (<33 mg/24 jam) pada minimal 2 kali pemeriksaan dalam waktu tiga

hingga enam bulan. Penyandang DM tipe 1 sering memperlihatkan tanda-tanda penyakit

renal setelah 15 hingga 20 tahun kemudian, sedangkan penderita DM tipe 2 dapat

menderita penyakit renal setelah menderita 10 tahun kemudian.

<!--[if !supportLists]-->c) <!--[endif]-->Neuropati Diabetik

Menunjukan adanya gangguan klinis maupun subklinis yang terjadi pada penderita DM

tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. (Ernawati, 2013 :106-120)


<!--[if !supportLists]-->8. <!--[endif]-->Penatalaksanaan

Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala, mengusahakan keadaan gizi

dimana berat badan ideal dan mencegah terjadinya komplikasi. Dalam pengelolaan

diabetes dikenal 4 pilar utama, yaitu : Penyuluhan (edukasi), perencanaan makanan,

latihan jasmani dan obat hipoglikemik. Tujuan pengelolaan diabetes dapat dibagi atas

tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. (Waspadji dan sukardji, 2004 : 5)

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbaga

keluhan/ gejala diabetes sehingga pasien dapat menikmati kehidupan yang sehat dan

nyaman.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai

komplikasi baik pada pembuluh darah (mikroangiopatidan makroangiopati) maupun pada

susunan saraf (neurofati) sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortilitas.

Tujuan pengelolaan diabetes tersebut dapat dicapai dengan senantiasa

mempertahankan control metabolic yang bai seperti dicerminkan oleh normalnya kadar

glukosa dan lemak darah. Secara praktis, criteria pengendalian diabetes adalah sebagai

berikut :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Kadar glukosa darah puasa : 80-110 mg/dl

Kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan : 110-160 mg/dl

dan HbA1c : 4 -6,5.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Kadar kolesterol total dibawah 200 mg/dl

Kolesterol HDL diatas 45 mg/dl

dan trigliserida dibawah 200 mg/dl.


<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Penyuluhan (edukasi)

Edukasi merupakan bagian integral asuhan keperawatan diabetes. Edukasi diabetes

adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam

pengelolaan diabetes yang diberikan pada setiap pasien diabetes. Diasamping kepada

pasien diabetes, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok

masyrakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan.

Diantara materi edukasi, yang perludiberikan pada pasien diabetes paling tidak adalah

sebagai berikut :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Apakah diabetes itu?

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Factor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya

diabetes dan upaya-upaya menekannya.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Pengelolaan diabetes secara umum.

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Perencanaan makan dan latihan jasmani

<!--[if !supportLists]-->5) <!--[endif]-->Obat-obat hipoglikemik

<!--[if !supportLists]-->6) <!--[endif]-->Komplikasi diabetes

<!--[if !supportLists]-->7) <!--[endif]-->Pencegahan dan pengenalan komplikasi akut/kronik

<!--[if !supportLists]-->8) <!--[endif]-->Pemeliharaan kaki.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Perencanaan makan DM

Tujuan perencanaan makan dalam pengelolaan diabetes adalah sebagai berikut

(Waspadji dan sukardji, 2004 : 6) :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam

batas-batas normal.
<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan

anak dan remaja, ibu hamil dan janinnya.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.

Untuk penentuan status gizi, secara praktis dipakai rumus Brocca yaitu :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Berat badan idaman : (tinggi badan - 100) - 10%

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Berat badan kurang : < 90 %BB idaman

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Berat badan normal : 90 110 % BB idaman

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Berat badan lebih : 110- 120 % BB idaman

<!--[if !supportLists]-->5) <!--[endif]-->Gemuk : >120 %

Cara menghitung pengukuran keseimbangan energi dengan cara mengukur IMT

(Indeks Masa Tubuh)

IMT = Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (m)

<!--[if !supportLists]-->a) <!--[endif]-->IMT yang dihubungkan dengan resiko paling rendah

terhadap kesehatan adalah 22-25

<!--[if !supportLists]-->b) <!--[endif]-->Berat badan lebih bila IMT antara 25-30

<!--[if !supportLists]-->c) <!--[endif]-->Obesitas bila IMT lebih dari 30

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Menghitung Kebutuhan Kalori

Sebelum menghitung kebutuhan kalori yang dibutuhkan seorang pasien diabetes,

terlebih dahulu harus diketahui berapa berat badan ideal (idaman) seseorang. Yang

paling mudah dengan rumus Brocca :

<!--[endif]--><!--[if !mso]--><!--[endif]-->
Berat badan idaman = 90% X (tinggi badan dalam cm 100
) X 1kg
<!--[if!mso]--><!--[endif]--><!--[if !mso & !vml]--> <!--[endif]--><!--[if !vml]-->

<!--[if !vml]--> <!--[endif]-->

(Waspadji dan sukardji, 2004 : 7).

Catatan : pada laki-laki dengan tinggi badan <160 cm atau

Perempuan < 150 cm, Berlaku rumus :

<!--[endif]--><!--[if !mso]--><!--[endif]-->
Beratbadan idaman : (tinggi badan dalam cm 100 ) X 1 kg
<!--[if!mso]--><!--[endif]--><!--[if !mso & !vml]-->
<!--[endif]-->

Tabel 2.3
Tingkat Kegiatan Sehari-hari untuk Perhitungan Kalori

Ringan Sedang Berat


Mengendarai mobil Kerja rumah tangga Aerobik
Memancing Bersepeda Bersepeda
Kerja Lab Bowling Memanjat
Kerja sekertaris Jalan cepat Menari
Mengajar Berkebun Lari

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang pasien

diabetes :

<!--[if !supportLists]-->1. Menghitung kebutuhan basal dahulu dengan cara mengalikan

berat badan idaman dengan sejumlah kalori :

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Berat badan idaman dalam kg X 30 KKal untuk laki-

laki

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Berat badan idaman dalam kg X 25 KKal untuk

perempuan
Kemudian ditambah dengan jumlah kalori yang diperlukan untuk kegiatan sehari-hari

(lihat table 2.3). tampak pada table itu ada tiga jenis kegiatan, dari yang ringan sampai

yang berat.

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Kerja ringan : tambah 10% dari kalori basal

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Kerja sedang : tambah 20 % dari kalori basal

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Kerja berat : tambah 40-100 dari kalori basal

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Tambahkan kalori sekitar 20-30 % pada keadaan

sebagai berikut :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Pasien kurus

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Pasien masih tumbuh kembang

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Ada stress misalnya infeksi, hamil atau menyusui

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Kurangi kalori bila gemuk sekitar 20-30% tergantung

pada tingkat kegemukannya.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Cara lain seperti tertera pada table 2.3 yang

tampaknya lebih mudah. Tampak pada table itu bahwa seseorang dengan beerat badan

normal yang bekerja santai memerlukan 30 KKal/kg BB idaman. Yang kurus dan bekerja

berat memerlukan 40-50 KKal/kg BB idaman. Dengan cara ini perlu ditambah-tambahkan

lagi.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Untuk gampangnya, secara kasar dapat dibuat suatu

pegangan sbb:

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pasien kurus : 2300-2500 Kkal

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pasien berat normal : 1700-2100 Kkal

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pasien gemuk : 1300-1500 Kkal

Tabel 2.4
Kebutuhan Kalori pada Pasien Diabetes

Dewasa kerja santai Kerja sedang Kerja berat


Gemuk 20-25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
(Waspadji dan sukardji, 2004 : 5-12)

Tabel 2.5
Cara Menentukan Kebutuhan Kalori

Nama :..
DATA
TB :..cm BB ideal = 90% (TB 100) kg =..kg ..(a)
(Wanita <150 cm, Pria <160 cm, BB ideal = TB 100 kg)
BB aktual = ..kg Gemuk/Kurus
Jenis kelamin = laki-laki/wanita
Kalori basal = .kalori (laki-laki : 30 kal/kg, wanita : 25 kal/kg (b)
Aktivitas : ringan/ sedang
Umur : ..Thn
PERHITUNGAN KALORI
Kalori basal :a x b =x =..kalori (c)
Koreksi :
Umur . 40 thn -5% x c = -5% x = -...kalori
Aktivitas : ringan : + 20% x c= +20% x... = +..kalori
Sedang : +30% x c= +30% x . = + .kalori
Berat badan : gemuk -20% x c = -20% x .= .kalori
<!--[if !vml]--> <!--[endif]--
> Kurus +20% x c = +20% x=...kalori
Total kebutuhan =kalori
DIET : DM kalori
(Waspadji dan sukardji, Jakarta 2004 : 30)

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Komponen gizi pada diabetes

Menurut Waspadji dan sukardji, 2004, diantaranya

Karbohidrat

Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks (khususnya yang

berserat tinggi) seperti roti, gandum utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta / mie yang

berasal dari gandum yang masih mengandung bekatul.


Karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan dan

lebih baik jika dicampur ke dalam sayuran atau makanan lain daripada dikonsumsi

secara terpisah

Lemak

Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan hingga < 300 mg / hr untuk

membantu mengurangi faktor resiko, seperti kenaikan kadar kolesterol serum yang

berhubungan dengan proses terjadinya penyakit koroner yang menyebabkan kematian

pada penderita diabetes

Protein

Makanan sumber protein nabati (misal : kacang-kacangan dan biji-bijian yang utuh) dapat

membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh.

Serat

Terdapat pda tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan dan secara fisis dapat

dijumpai dalam dua bentuk yaitu yang larut dan ada yang tidak larut.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Pemanis pada diabetes

Selama ini zat yang ada dipasaran adalh sukrosa, fruktosa, sorbitol, manitol, xylitol,s

akarin, siklamat dan aspartam. Yang mengandung kalori hanyalah sukrosa dan fruktosa.

Oleh karena itu penggunaannya harus dibatasi atau malah dihindari. Yang lain tidak ada

atau sangat sedikit kalorinya. Karena ada petunjuk karsinogenik pada binatang,

penggunaan sakarin dan siklamat sekarang sangat terbatas. Sebenarnya gula masih

dapat digunakan dalam jumlah terbatas, tidak melebihi 5% dari kalori, misalnya gula

dapat digunakan dalam bumbu masakan (Waspadji dan sukardji, 2004 : 13-14).

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Latihan jasmani


Menurut Waspadji dan sukardji (2004) , dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani

yang teratur memegang peran penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat latihan jasmani

yang teratur pada diabetes antara lain adalah

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Memperbaiki metabolisme

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Meningkatkan kerja insulin

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Membantu menurunkan BB

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya

diri

<!--[if !supportLists]-->5) <!--[endif]-->Mengurangi penyakit kardioaskule.

Prinsip latihan jasmani bagi penderita diabetes meliputi :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Continuous

Misalnya jogging selama 30 menit, maka penderita DM melakukan jogging tanpa istirahat

selama 30 menit.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Rytmical

Misalnya jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda, mendayung, main golf, tenis

atau badminton tidak memenuhi syarat karena boleh berhenti.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Interval

Misalnya jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan.

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan hingga

sedang.

<!--[if !supportLists]-->5) <!--[endif]-->Endurence

Seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda (Ernawati, 2013 :52)


<!--[if !supportLists]-->d. <!--[endif]-->Obat Hipoglikemik

Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur; namun

pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat hipoglikemik

baik oral maupun insulin. Obat hipoglikemk oral (OHO) tidak dianjurkan pada DM dengan

gangguan hati dan ginjal, dapat dijumpai dalam bentuk golongan :

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Golongan sulfonilurea

Diberikan pada DM tipe 2 yang tidak gemuk, mempunyai efek utama meningkatkan

sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Oleh sebab itu sulfonilurea merupakan pilihan

utama pada pasien dengan BB normal atau kurang. Untuk mengurangi resiko

hipoglikemik yang berkepanjangan, pada pasien diabetes usia lanjut, obat golonga

sulfonilurea yang waktu kerjanya panjang (klorpropamid, glibenklamid) sebaiknya

dihindari.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Golongan biguanid (Metformin)

Diberikan pada DM gemuk, mempunyai efek utama menurunkan puncak glikemik

sesudah makan. Oleh karena itu prinsip kerja obat ini disamping memperbaiki ambilan

glukosa perifer, juga menghambat secara kompetitif absorpsi glukosa di usus maka

dianjurkan pemberiannya pada setiap mulai makan.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Inhibitor glukosidase alfa (acarbose)

Pada diabetes dengan kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan yang tinggi. Efektif

untuk menurunkan absorpsi glukosa.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Insulin

Dberikan pada DM tipe 21, ketoasidosis/ koma hiperosmolar, stress berat berat badan

menurun cepat, DM hami, gagal/ kontraindikasi dengan OHO. Cara kerja utama insulin
yaitu menurunkan produk glukosa hati dan menaikan pemakaian glukosa agar BB naik

dan terjadi penurunan kadar glukosa didalam darah (Waspadji dan sukardji, Jakarta

2004 : 7-8)

<!--[if !supportLists]-->B. <!--[endif]-->Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes

Melitus

Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam praktek

keperawatan yang diberikan pada klien sebagai anggota keluarga pada tatanan

komunitas dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada standar

keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Mc Closkey

& Grace, dalam Gusti 2013 : 51).

Asuhan Keperawatan Keluarga adalah suatu rangkaian yang diberikan melalui

praktik keperawatan dengan sasaran keluarga. Asuhan ini bertujuan untuk

menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami keluarga dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan, yaitu sebagai berikut (Suprajitno, 2004):

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah wal pelaksanaan asuhan keperawatan, agar diperoleh

data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga. Data yang diperoleh

dari pengkajian

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Berkaitan dengan keluarga

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Data demografi dan sosiokultural

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Data lingkungan

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Struktur dan fungsi keluarga

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Stress dan koping keluarga yang digunakan keluarga

<!--[if !supportLists]-->5) <!--[endif]-->Perkembangan keluarga


<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Berkaitan dengan individu sebagai anggota keluarga

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Fisik

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Mental

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Emosi

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Sosio

<!--[if !supportLists]-->5) <!--[endif]-->Spiritual

Adapun tujuan pengkajian menurut Suprjitno (2004) yang berkaitan dengan tugas

keluarga dibidang kesehatan, yaitu :

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Mengetahui Kemampuan keluarga untuk mengenal

masalah kesehatan. Hal ini yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga mengetahui

fakta dari masalah kesehatan, meliputi pengertian, tanda dan gejala, factor penyebab

dan factor yang mempengaruhi serta persepsi keluarga terhadap masalah kesehatan

terutama yang dialami anggota keluarga.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil

keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, perlu dikaji tentang :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Kemampuan keluarga memahami sifat dan luasnya

masalah.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga?

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah

yang dialami?

<!--[if !supportLists]-->4) Apakah keluarga merasa takut terhadap akibat dari masalah

kesehatan yang dialami anggota keluarga?

<!--[if !supportLists]-->5) Apakah keluarga mempunyai sikap yang tidak mendukung

(negative) terhadap upaya kesehatan yang dapat dilakukan pada anggota keluarga?

<!--[if !supportLists]-->6) <!--[endif]-->Apakah kelarga mempunyai kemampuan untuk

menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan?

<!--[if !supportLists]-->7) <!--[endif]-->Apakah keluarga mempunyai kepercayaan terhadap

tenaga keshatan?
<!--[if !supportLists]-->8) Apakah keluarga telah memperoleh informasi tentang kesehatan

yang tepat untuk melakukan tindakan dalam rangka mengatasi masalah kesehatan?

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga

kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, perlu dikaji tentang :

<!--[if !supportLists]-->1) Pengetahuan keluarga tentang penyakit yang dialami anggota

keluarga (sifat, penyebaran, komplikasi, kemungkinan setelahtindakan, dan cara

perawatannya)

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Pemahaman keluarga tentang perawatan yang perlu

dilakuakan anggota keluarga

<!--[if !supportLists]-->3) Pengetahuan keluarga tentang peralatan, cara, dan fasilitas untuk

merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan.

<!--[if !supportLists]-->4) Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki keluarga

(anggota keluarga yang mampu dan dapat bertanggung jawab, sumber

keuangan/financial, fasilitas fisik, dukungan psikososial).

<!--[if !supportLists]-->5) Bagaimana sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit

atau membutuhkan bantuan kesehatan.

<!--[if !supportLists]-->d. Untuk mengetahui kemampuan keluarga memelihara/memodifikasi

lingkungan rumah sehat yang seha, perlu dikaji tentang :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki

oleh keluarga disekitar lingkungan rumah.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Kemampuan keluarga melihat keuntungan dan

manfaat pemeliharaan lingkungan.

<!--[if !supportLists]-->3) Pengetahuan keluarga tentang pentingnya dan sikap keluarga

terhadap sanitasi lingkungan yang higenis sesuai syarat kesehatan

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Pengetahuan keluarga tentang upaya pencegahan

penyakit yang dapat dilakukan keluarga

<!--[if !supportLists]-->5) Kebersamaan anggota keluarga untuk meningkatkan dan

memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan keluarga.


<!--[if !supportLists]-->e. <!--[endif]-->Untuk mengetahui kemampuan keluarga

menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyaraka, perlu dikaji tentang:

<!--[if !supportLists]-->1) Pengetahuan keluarga tentang keberadaan fasilitas pelayanan

keshatan yang dapat dijangkau keluarga.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Pemahaman keluarga tentang keuntungan yang dapat

diperoleh dari fasilitas kesehatan.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Tingkat kepercayaan keluarga terhadap fasilitas dan

petugas keshatan melayani.

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang

kurang menyenangkan tentang fasilitas dan petugas kesehatan yang melayani?

<!--[if !supportLists]-->5) <!--[endif]-->Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas

kesehatan dan bila tidak dapat apakah penyebabnya?

Dari pengkajian Asuhan Keperawatan Keluarga di atas maka diagnosa keperawatan

keluarga yang mungkin muncul pada kasus Diabetes Mellitus adalah (Mubarak, 2012) :

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah DM yang terjadi pada keluarga

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang arti, tanda atau

gejala penyakit Diabetes Mellitus.

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi

penyakit Diabetes Mellitus berhubungan dengan keluarga tidak memahami

mengenai sifat, berat dan luasnya masalah Diabetes Melitus.

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan Diabetes Mellitus

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara

pencegahan dan perawatan Diabetes Mellitus.

d. Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara atau memodifikasi lingkungan

yang dapat mempengaruhi penyakit Diabetes Mellitus berhubungan dengan

kurangnya pemahaman keluarga tentang pengaruh lingkungan terhadap faktor

pencetus Diabetes Melitus.


e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan guna

perawatan dan pengobatan DM berhubungan dengan sikap keluarga yang

kurang tepat terhadap pelayanan atau petugas kesehatan atau kurangnya

pengetahuan keluarga tentang pentingnya segera datang ke tempat pelayanan

kesehatan untuk pengobatan penyakit Diabetes Mellitus.

2. Menentukan Diagnosa Keperawatan

Sebelum menentukan diagnoasa keperawatan tentu harus menyusun prioritas

masalah dengan menggunakan proses skoring seperti pada tabel 2.5 berikut.

Tabel 2.6
Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Balion dan
Maglaya, 1978.

No Kriteria Nilai Bobot


1. Sifat masalah :
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-- 3
>Tidak/kurang sehat 2 1
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Ancaman 1
kesehatan
2 !supportLists]-->
<!--[if <!--[endif]-->Krisis
2

Kemungkinan masalah dapat diubah 1 2

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Dengan 0


3 mudah
3
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Hanya
2 1
sebagian
1
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Tidak
4
dapat
2
Potensi masalah untuk diubah
1 1
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Tinggi
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Cukup
0
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Rendah
Menonjolnya masalah
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Masalah
berat harus ditangani
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]--
>Masalah yang tidak perlu segera
ditangani
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Masalah
tidak dirasakan

Skoring

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Tentukan skor untuk setiap kriteria

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan

dengan bobot

<!--[if !vml]--><!--[endif]-->

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Jumlahkan skor untuk semua kriteria

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Skor tertinggi adalah 5 dan sama untuk seluruh bobot

3. Membuat Perencanaan

Menurut Suprajitno (2004) perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan

khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan criteria dan standar yang

mengacu pada penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang

berorientasi pada criteria dan standar.

Perencanaan yang dapat dilakukan pada Asuhan keperawatan keluarga dengan

Diabetes Melitus ini adalah sebagai berikut (Mubarak, 2012):


<!--[if !supportLists]-->a. Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah Diabetes

Melitus yang terjadi pada keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

keluarga tentang penyakit Diabetes Melitus.

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat mengenal dan mengerti tentang penyakit

Diabetes Melitus.

Tujuan : Keluarga mengenal masalah penyakit Diabetes Melitus setelah dua kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang penyakit Diabetes Melitus

Standar : Keluarga dapat menjelaskan pengertian, penyebab, tanda dan gejala penyakit DM, serta

pencegahan dan pengobatan penyakit Diabetes Melitus secara lisan.

Intervensi :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Jelaskan arti penyakit Diabetse Melitus.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Diskusikan tanda-tanda dan penyebab penyakit

Diabetes Melitus.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Tanyakan kembali apa yang telah didiskusikan.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan

yang tepat untuk mengatasi penyakit Diabetes Melitus berhubungan dengan keluarga

tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah Diabetes Melitus.

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat mengetahui akibat lebih lanjut dari Penyakit

Diabetes Melitus.

Tujuan : Keluarga dapat mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan Diabetes

Melitus setelah tiga kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan dan dapat mengambil tindakan yang tepat dalam

merawat anggota keluarga yang sakit.

Standar : Keluarga dapat menjelaskan dengan benar bagaimana akibat DM dan dapat mengambil

keputusan yang tepat.

Intervensi:

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Diskusikan tentang akibat penyakit Diabetes Melitus.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Tanyakan bagaimana keputusan keluarga untuk

merawat anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus .


<!--[if !supportLists]-->c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan

Diabetes Melitus berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara

pencegahan dan perawatan Diabetes Melitus.

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat anggota keluarga yang

menderita penyakit Diabetes Melitus.

Tujuan : Keluarga dapat melakukan perawatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang

menderita Diabetes Melitus setelah tiga kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan cara pencegahan dan perawatan penyakit

Diabetes Melitus.

Standar : Keluarga dapat melakukan perawatan anggota keluarga yang menderita penyakit

Diabetes Melitus secara tepat.

Intervensi:

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Jelaskan pada keluarga cara-cara pencegahan

penyakit Diabetes Melitus.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Jelaskan pada keluarga tentang manfaat istirahat, diet

yang tepat dan olah raga khususnya untuk anggota keluarga yang menderita Diabetes

Melitus.

<!--[if !supportLists]-->d. Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara atau memodifikasi

lingkungan yang dapat mempengaruhi penyakit Diabetes Melitus berhubungan dengan

kurangnya pemahaman keluarga tentang pengaruh lingkungan terhadap faktor pencetus

Diabetes Melitus .

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang pengaruh lingkungan terhadap

penyakit DM.

Tujuan : Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat menunjang penyembuhan dan

pencegahan setelah tiga kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang pengaruh lingkungan terhadap proses

penyakit Diabetes Melitus.

Standar : Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat mempengaruhi penyakit Diabetes

Melitus .
Intervensi :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Ajarkan cara memodifikasi lingkungan untuk

mencegah dan mengatasi penyakit Diabetes Melitus misalnya :

<!--[if !supportLists]-->a) <!--[endif]-->Jaga lingkungan rumah agar bebas dari resiko

kecelakaan misalnya benda yang tajam.

<!--[if !supportLists]-->b) <!--[endif]-->Gunakan alat pelindung bila bekerja Misalnya sarung

tangan.

<!--[if !supportLists]-->c) <!--[endif]-->Gunakan bahan yang lembut untuk pakaian untuk

mengurangi terjadinya iritasi.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Motivasi keluarga untuk melakukan apa yang telah

dijelaskan.

<!--[if !supportLists]-->e. <!--[endif]-->Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan guna perawatan dan pengobatan DM berhubungan dengan sikap

keluarga yang kurang tepat terhadap pelayanan atau petugas kesehatan atau kurangnya

pengetahuan keluarga tentang pentingnya segera datang ke tempat pelayanan

kesehatan untuk pengobatan penyakit Diabetes Melitus.

Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan sesuai kebutuhan.

Tujuan : Keluarga dapat menggunakan tempat pelayanan kesehatan yang tepat untuk mengatasi

penyakit Diabetes Melitus setelah dua kali kunjungan rumah.

Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan ke mana mereka harus meminta pertolongan

untuk perawatan dan pengobatan penyakit Diabetes Melitus.

Standar : Keluarga dapat menggunakan fasilitas pelayanan secara tepat.

Intervensi : Jelaskan pada keluarga ke mana mereka dapat meminta pertolongan untuk perawatan

dan pengobatan Diabetes Melitus.

4. Pelaksanaan Rencana Keperawatan / Implementasi


Menurut Mubarak (2012), tahapan dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk

membangkitkan minat keluarga dalam mengadakan perbaikan kearah perilaku hidup

sehat.

Implementasi yang dilakukan pada asuhan keperawatan keluarga dengan Diabetes

Mellitus, yaitu :

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah DM yang terjadi pada keluarga

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit

Diabetes Mellitus

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Menjelaskan arti penyakit Diabetes Mellitus.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Mendiskusikan tanda-tanda dan penyebab penyakit

Diabetes Mellitus.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Menanyakan kembali apa yang telah didiskusikan.

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi

penyakit Diabetes Mellitus berhubungan dengan keluarga tidak memahami

mengenai sifat, berat dan luasnya masalah Diabetes Mellitus, yaitu :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Mendiskusikan tentang akibat penyakit Diabetes

Mellitus.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Menanyakan bagaimana keputusan keluarga untuk

merawat anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan Diabetes Mellitus

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara

pencegahan dan perawatan Diabetes Mellitus, yaitu :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Menjelaskan pada keluarga cara-cara pencegahan

penyakit Diabetes Mellitus.


<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Menjelaskan pada keluarga tentang manfaat istirahat,

diet yang tepat dan olah raga khususnya untuk anggota keluarga yang menderita

Diabetes Mellitus.

d. Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara atau memodifikasi lingkungan

yang dapat mempengaruhi penyakit Diabetes Mellitus berhubungan dengan

kurangnya pemahaman keluarga tentang pengaruh lingkungan terhadap faktor

pencetus Diabetes Mellitus, yaitu :

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Menjaga lingkungan rumah agar bebas dari resiko

kecelakaan misalnya benda yang tajam.

<!--[if !supportLists]-->2) <!--[endif]-->Menggunakan alat pelindung bila bekerja Misalnya

sarung tangan.

<!--[if !supportLists]-->3) <!--[endif]-->Menggunakan bahan yang lembut untuk pakaian

untuk mengurangi terjadinya iritasi.

<!--[if !supportLists]-->4) <!--[endif]-->Memotivasi keluarga untuk melakukan apa yang telah

dijelaskan.

e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan guna

perawatan dan pengobatan DM berhubungan dengan sikap keluarga yang

kurang tepat terhadap pelayanan atau petugas kesehatan atau kurangnya

pengetahuan keluarga tentang pentingnya segera datang ke tempat pelayanan

kesehatan untuk pengobatan penyakit Diabetes Mellitus.

<!--[if !supportLists]-->1) <!--[endif]-->Menjelaskan pada keluarga ke mana mereka dapat

meminta pertolongan untuk perawatan dan pengobatan Diabetes Mellitus.

5. Melaksanakan Evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang diberikan, tahap penilaian dilakukan untuk

melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil maka perlu disusun rencana baru

yang sesuai (Mubarak, 2012).

Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan keluarga dengan Diabetes

Mellitus adalah:

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang

penyakit Diabetes Mellitus.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Keluarga dapat mengambil keputusan untuk merawat

anggota keluarga dengan Diabetes Mellitus.

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Keluarga dapat melakukan perawatan yang tepat

terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.

<!--[if !supportLists]-->d. <!--[endif]-->Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat

menunjang penyembuhan dan pencegahan.

<!--[if !supportLists]-->e. <!--[endif]-->Keluarga dapat menggunakan tempat pelayanan

kesehatan yang tepat untuk mengatasi penyakit Diabetes Melitus

DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu, Mitra Wacana Media,
Jakarta.
Fauzi, Isma, 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, dan Pengobatan Asam Urat, Diabetes Melitus
dan Hipertensi, ARASKA, Jakarta.
Gusti ADP, Salvari, 2013. Asuhan Keperawatan Keluarga, TIM, Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul, 2011, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Mubarak, Wahid iqbal, dkk, 2011. Ilmu Pengantar Komunitas Pengantar dan Teori Buku 1,
Salemba Medika, Jakarta.
Mubarak, Wahid iqbal dkk, 2012. Ilmu Pengantar Komunitas Pengantar dan Teori Buku 2,
Salemba Medika, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta, Jakarta.
Nurarif, amin huda dkk, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Media Action, Jakarta.
Profil Puskesmas Periuk Jaya, 2013 dan 2014
Suprajitno, 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga, EGC, Jakarta.
Waspadji dan sukardji, 2004. Pedoman Diet Diabetes Melitus, FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai