PENDAHULUAN
dalam praktek dokter sehari-sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab
(common cold) yang merupakan infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena
ialah sinus maksila dan etmoid, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus
Keluhan utama rhinosinusitis ialah hidung tersumbat dengan nyeri atau rasa
tekanan pada muka dengan secret purulen yang seringkali turun ke tenggorokan
1
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN THT-KL
I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jatiseeng Kidul
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Tgl. Pemeriksaan : 06 April 2017
Ruangan : Bougenville Perempuan Kamar E
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Hidung tersumbat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli THT-KL RSUD Waled dengan keluhan
hidung kanan tersumbat sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu.
Keluhan dirasa terus menerus, dan semakin berat saat aktifitas.
Keluhan disertai dengan adanya keluar cairan dalam hidung, berwarna
jernih, disertai hilangnya fungsi indra penciuman, nyeri pada hidung
sebelah kanan dan nyeri pada bagian daerah pipi sebelah kanan, pasien
juga merasa suaranya menjadi sengau, dan disertai dengan demam.
Jika pasien mengorek hidungnya terasa seperti ada yang mengganjal di
dalam hidung dan keluar darah beserta serpihan seperti daging kecil.
Keluhan tidak disertai adanya cairan yang mengalir dari belakang
tenggorokan, sakit gigi disangkal. Pasien sudah pernah berobat ke
puskesmas namun keluhan dirasakan tidak berkurang, pasien tidak
ingat obat yang diberikan dari puskesmas.
Awalnya pasien sudah mengeluhkan hidung tersumbat sejak 3
tahun yang lalu, namun keluhan dirasa hilang timbul dan tidak separah
seperti sekarang. Pasien sering bersin-bersin dan mata berair saat cuaca
2
dingin dan terkena debu. Pasien juga sering mengeluhkan adanya
batuk dan pilek dan badanya seperti meriang, namun nyeri
tenggorokan disangkal.
a) Mata :
- Conjungtiva Hiperemis : - /-
- Pupil : Isokor kanan dan kiri
- Reflek Cahaya : +/+
b) Thoraks :
- Inspeksi
Bentuk dada : datar
Warna : sawo matang
Jejas : tidak ditemukan
3
Simetrisitas : simetris kanan dan kiri
Retraksi : tidak ditemukan
- Palpasi :
Vremitus taktil : simetris kanan dan kiri
Nyeri tekan : tidak ditemukan
Ictus kordis : teraba di ICS V
- Perkusi :
Pulmo : sonor pada kedua lapang paru
Kor : B.J Kanan : dalam batas normal
B.J Kiri : dalam batas normal
B apeks Jantung : dalam batas normal
- Ausklutasi :
Pulmo : VBS : + / +, Rhonki : - / -, Wheezing : - / -
Kor : Katup Aorta : S1< S2
Murmur : - ;Gallop : -
Katup Pulmonal : S1 < S2
Murmur : - ; Gallop : -
Katup Trikuspid : S1 > S2
Murmur : - ; Gallop : -
Katup Mitral: S1>S2
Murmur : - ; Gallop : -
c) Abdomen
- Inspeksi :
Bentuk permukaan : datar
Gerak peristaltik : tidak tampak
Masa abdomen : tidak tampak
Jejas : tidak tampak
- Auskultasi :
Bising Usus : (+)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : timpani pada seluruh lapang abdomen
4
Nyeri tekan : tidak ditemukan
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Nyeri Ketok ginjal CVA : - / -
d) Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT : < 2 detik
- Pitting edema : -/-
b. Status Lokalis
1. Telinga
Bagian Kelainan Dextra Sinistra
Auricula Edema - -
Kemerahan - -
Fistula - -
Nyeri tekan - -
Retroaurikula Edema - -
Nyeri tekan - -
Teraba hangat - -
CAE Sekret - -
Serumen - -
Edema - -
Massa - -
Membran Timpani Warna Putih keabuan Putih keabuan
Intak Intak
Bentuk (+) arah jam 5 (+) arah jam 7
Refleks Cahaya
5
2. Hidung
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Keadaan Bentuk Normal Normal
Luar Massa - -
Rhinoskopi Mukosa Nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Anterior Livid (+) Livid (+)
terutama pada
bagian kanan
Sekret (+) (-)
serousa
Septum Nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Konka Inferior Sulit dinilai Eutrofi
Konka Media Sulit dinilai Eutrofi
Polip (+) (-)
Pasase udara Hambatan (+) Hambatan (-)
Rhinoskopi Mukosa
Posterior Koana
Sekret
Fossa Tidak Tidak
Rossenmuller dilakukan dilakukan
Muara Tuba
Eustachius
Tonus Tubarius
Maksillofacial
Inspeksi :
o Edema pada wajah (-)
o Parese N.I XII (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) a/r maksilaris dextra
6
Sinus Paranasal
Sinus Frontalis :
Nyeri tekan -/-
Transiluminasi -/-
Sinus Maksilaris
Nyeri tekan +/-
Transiluminasi redup +/-
3. Mulut dan Orofaring
Bagian Kelainan Keterangan
Mulut Mukosa Mulut merah muda
Lidah Agak kotor, basah
Palatum Molle Simetris,hiperemis (-)
Gigi Geligi Lengkap, karies tidak
ada
Uvula Letak ditengah
Halitosis (-)
Tonsil Mukosa Sama dengan
sekitarnya
Ukuran T1/T1
Kripta Tidak melebar
Detritus -/-
Perlengketan -/-
Faring Mukosa dinding Hiperemis (-)
faring
Granula -/-
Post nasal drip -/-
Laring Epiglotis
Kartilago aritenoid
Plika aryepiglotis
Ventrikular band
Plika vokalis Tidak dilakukan
7
Rima glottis pemeriksaan
Cincin glottis
4. Leher
Pemeriksaan kelenjar getah bening regional : pembesaran (-)
Massa : (-)
IV. DIAGNOSIS BANDING
- Rhinosinusitis kronik maksilaris dekstra + polip nasi at causa
rhinitis alergika
- Rhinosinusitis kronik maksilaris dekstra + polip nasi at causa ISPA
V. DIAGNOSIS KERJA
- Rhinosinusitis kronik maksilaris dekstra + polip nasi at causa
rhinitis alergika
VII. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa
Terapi
- ceftriaxone 2x1
- ranitidine 3x1
- ketorolac 3x1
- metil prednisolone 3x125 mg (thapering off)
Terapi Operatif
polipektomi dengan FESS
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
9
Gambar 2. Bagian-bagian sinus
Berdasarkan ukuran sinus paranasal dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris,
sinus frontalis, sinus ethmoidalis dan sphenoidalis:1
Sinus Maksilaris
Sinus maksilaris adalah sinus paranasalis yang paling besar Sinus maksilaris
disebut juga antrum Highmore. Sinus maksilaris mengisi corpus maxillae dan
berhubungan dengan meatus nasi medius.14
10
Sinus Frontalis
Sinus frontalis terdapat di dalam os frontale, dan dipisahkan satu dengan yang
lain oleh septum tulang, yang sering menyimpang dari bidang median. Setiap
sinus berbentuk segitiga, meluas ke atas, di atas ujung medial alis mata dan ke
belakang ke bagian medial atap orbita. Masing-masing sinus frontalis bermuara ke
dalam meatus nasi medius melalui infundibulum. Membrana mucosa dipersarafi
oleh n.supraorbitalis.14
Sinus Ethmoidalis
Sinus ethmoidalis adalah invaginasi kecil selaput lendir pada meatus meatus
nasi medius dan superior ke dalam os ethmoidale di antara cavitas nasi dan orbita.
sinus ethmoidal biasanya tidak dapat dilihat pada foto polos sebelum usia 2 tahun,
tetapi dapat dikenali pada CT scan. Sinus ethmoidalis anterior secara langsung
atau tidak langsung bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui infundibulum
ethmoidale. Sel-sel ethmoidal media bermuara secara langsung ke dalam meatus
medius dan kadang-kadang disebut sel-sel bulat, karena membentuk bulla
ethmoidalis, suatu pembengkakan pada batas superior hiatus semilunaris sel-sel
ethmoidal posterior bermuara secara langsung ke dalam meatus superior . sel-sel
ethmoidal dipersarafi oleh ramus ethnoidalis anterior dan posterior
N.nasociliaris.14
Sinus Sphenoidalis
Sinus-sinus spheoidalis terletak pada corpus ossis sphenoidalis, sinus
tersebut terbagi secara tidak sama dan dipisahkan oleh septum bertulang. Akibat
pembentukan sel-sel udara atau sinus-sinus ini, corpus ossis sphenoidalis menjadi
rapuh. Hanya lempeng tulang tulang tipis yang memisahkan sinus-sinus tersebut
dari beberapa struktur penting; nervus opticus dan chiasma opticum, glandula
pituitari, arteria carotis interna, dan sinus cavernosus. Sinus-sinus sphenoidalis
berasal dari sinus ethmoidal posterior yang mulai menginvasi os sphenoidale pada
sekitar usia 2 tahun. Arteria-arteria ethmoidale posterior dan nervus ethmoidalis
posterior menyuplai sinus-sinus sphenoidalis.14
11
3.1 Definisi Rinosinusitis
Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, post nasal drip,
gangguan penghidu, Sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri
telinga, batuk, demam, halitosis.
Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis
maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai
Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
12
kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskinesia silia seperti pada sindrom kartagener, dan penyakit fibrosis kistik.8
1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain.
Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema
mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak menyebabkan
infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan,
dan siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis
adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri
penyebab adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza,
Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis
dan lain-lain.
perluasan infeksi dari hidung. Walaupun gejala klinis yang dominan merupakan
manifestasi gejala infeksi dari sinus frontal dan maksila, tetapi kelainan dasarnya
tidak pada sinus-sinus itu sendiri melainkan pada dinding lateral rongga hidung.
merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan
penting dalam terjadinya sinusitis. Bila terdapat gangguan didaerah KOM. Seperti
peradangan, udema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase
13
Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa
atau hipertrofi konka media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit
Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM,
berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat
lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih.
sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan
terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal. Karena
gangguan ventilasi, maka akan terjadi penurunan pH dalam sinus, silia menjadi
kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga merupakan
dan lain-lain.9
14
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium
sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi
silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang
kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang
baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan
bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia
tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di
dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya
sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
antibiotik. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini
berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas
sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem
fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1
1. Pemeriksaan fisik
posterior.14
2. Transluminasi
untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan
15
3. Pemeriksaan radiologi
Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi
jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa.
alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi
Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya
batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak .14
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada
penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-
Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.
16
CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan
sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk
digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan.
Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid,
Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 :
4. Nasoendoskopi
meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau
tumor.15
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi Sinusitis
Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi:
1. Akut
< 12 minggu
Resolusi komplit gejala
17
2. Kronik
> 12 minggu
Tanpa resolusi gejala komplit
Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut
Klasifikasi komplikasi orbita menurut Chandler terdiri dari :
1. Selulitis periorbita : peradangan pada kelopak mata yang ditandai dengan
edemapada kelopak mata.
2. Selulitis orbita : peradangan dan edema sudah meluas ke orbita, ditandai
dengan adanya proptosis, kemosis, dan gangguan pergerakan bola mata. Biasanya
bisa meluas menjadi abses orbita dan kebutaan.
3. Abses periorbita (abses subperiosteal) : pembentukan dan pengumpulan pus
antara
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskenesia silia seperti pada sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit
fibrosis kistik. Faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang
timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat
sinus.1,2
18
3.7 Manifestasi Klinis
3.8 Diagonsis
19
medius.Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of
Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis
yang disebut Task Force on Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan
atas gejala klinis yang dibagi atas kategori gejala mayor dan minor untuk
diagnosis rhinosinusitis.3
Kriteria diagnosis:
Dua gejala mayor atau kombinasi satu gejala mayor dan dua gejala minor
(sangat mendukung riwayat rinosinusitis)
Adanya nyeri wajah saja tapi tidak disertai gejala mayor hidung atau lainnya
(tidak mendukung riwayat rinosinusitis)
Adanya demam saja tapi tidak disertai gejala mayor hidung atau lainnya (tidak
mendukung riwayat rinosinusitis).
Berdasarkan kriteria Task Force on Rinosinusitis, gejala mayor skor diberi
skor 2 dan gejala minor skor 1, sehingga didapatkan skor gejala klinik sebagai
berikut; Gejala Mayor: Nyeri sinus = skor 2, Hidung buntu = skor 2, Ingus
purulen = skor 2, Postnasal drip = skor 2, Gangguan penghidu = skor 2,
Sedangkan Gejala Minor: Nyeri kepala = skor 1, Nyeri geraham = skor 1, Nyeri
telinga = skor 1, Batuk = skor 1, Demam = skor 1, Halitosis = skor 1 dan skor
total gejala klinik = 16 Pengukuran skor total gejala klinikdikelompokkan menjadi
20
dua, yaitu; sedang-berat (skor 8), dan ringan (skor <8) dengan Skor total gejala
klinik: skala nominal.3
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan.
Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi
sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan,air-fluid level , atau penebalan mukosa. Rontgen sinus dapat
menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat akibat pembengkakan
mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan apabila sinus mengandung pus. 3
21
pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka
kultur dianjurkan. 3,4
3.9 Pencegahan
22
d. Suntikan alergi, juga disebut "imunoterapi", mungkin efektif dalam
mengurangi atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan
dikelola oleh ahli alergi secara teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi
sering terjadi pengurangan remisi penuh gejala alergi selama bertahun-
tahun.
7. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:
a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan
supaya sekresi hidung tipis.
b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu
menjaga saluran hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen
infeksius. Menghirup uap dari semangkuk air mendidih atau mandian
panas beruap juga dapat membantu.
c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan
semprotan dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga
bagian sinus agar terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray
selama penerbangan.
8. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis
harus menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi
seperti asap rokok dan menyelam di kolam diklorinasi.9
3.10 Prognosis
23
Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan
tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar
sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis
terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat
mengurangi infeksi sinus.
30. 12 Epidemiologi
Polip hidung biasanya diderita oleh orang dewasa usia 30-60 tahun. Faktor
genetik dianggap berperan dalam etiologi polip hidup, etnis dan geografis
memiliki peranan dalam patofisiologi polip. Pada populasi Caucasian dominan
polip eosinofilik sementara di Asia dominan neutrofilik.12
Sampai sekarang etilogi polip masih belum diketahui dengan pasti tapi ada
3 faktor yang penting dalam terjadinya polip, yaitu:
24
mengakibatkan edema mukosa dan menyebabkan polip. Fenomena ini
menjelaskan mengapa polip banyak berasal dari area yang sempit infundibulum
etmoid, hiatus semilunaris dan area lain di meatus medius.
3.14 Patogenesis
Stadium 1 : Polip terbatas di meatus media, tidak keluar dari rongga hidung.
25
Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus media dan tampak di rongga
hidung tetapi tidak memenuhi/menutupi rongga hidung.
Gejala primer adalah hidung tersumbat, terasa ada massa dalam hidung,
sukar mengeluarkan ingus, hiposmia atau anosmia. Gejala sekunder termasuk
ingus turun kearah tenggorok (post nasal drip), rinore, nyeri wajah, sakit kepala,
telinga rasa penuh, mengorok, gangguan tidur, dan penurunan prestasi kerja. Polip
yang sangat besar dapat mendesak dinding rongga hidung sehingga menyebabkan
deformitas wajah (hidung mekar). Polip kecil yang berada di celah meatus
medius sering tidak terdeteksi pada rinoskopi anterior dan baru terlihat pada
nasoendoskopi.
Polip nasi dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian
menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan rinosinusitis, tetapi dapat juga
timbul setelah rinosinusitis kronik. Pada patofisiologi sinusitis, permukaan
mukosa ditempat yang sempit di komplek osteomeatal sangat berdekatan dan jika
mengalami edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dilairkan. Maka terjadi gangguan
drainase dan ventilasi dari sinus maksila dan sinus frontal, sehingga akibatnya
aktivitas silia terganggu dan terjadi genangan lendir sehingga lendir menjadi lebih
26
kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuh bakteri patogen. Bila
sumbatan berlangsung terus maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga bakteri anaerob pun akan berkembang biak. Bakteri juga memproduksi
toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan
menjadi hipertrofi, polipoid atau terbentuk polip dan kista.
3.18 Prognosis
Polip nasi sering kambuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga
perlu ditunjukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Tetapi yang paling ideal
pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab.
27
BAB IV
PENATALAKSANAAN
4.1 Penatalaksanaan
a) Non Operatif
Satu-satunya pengobatan yang efektif untuk adalah
kortikosteroid. Baik untuk oral maupun topikal, memberikan
respon antiinflamasi non-spiEesifik yang mengurangi ukuran polip
dan mengurangi ukuran polip dan mengurangi gejala sumbatan
hidung.13
Kortikosteroid oral
Pengobatan yang telah teruji untuk sumbatan yang
disebabkan polip nasal adalah kortikosteroid oral seperti
prednison. Agen anti inflamasi non spesifik ini secara
signifikan mengurangi ukuran peradangan polip dan
memperbaiki gejala lain secara cepat. Sayangnya, masa
kerja sebentar dan polip sering tumbuh kembali dan
munculnya gejala yang sama dalam waktu mingguan
hingga bulanan.
Kortikosteroid hidung
Respon antiinflamasi non-spesifiknya secara teoritis
mengurangi ukuran polip dan mencegah timbulnya polip
kembali jika digunakan berkelanjutan. Tersedia semprot
hidung steroid yang efektif dan relatif aman untuk
pemakaina jangka pendek dan jangka panjang seperti
fluticson, mometason, budesonid, dan lain-lain.
28
Gambar. Tatalaksana Kronis Rhinosiusitis
b) Operatif
Menjelang operatif, selama 4 atau 5 hari pasien diberi
antibiotik dan kortikosteroid sistemik dan lokal. Hal ini penting
untuk mengeliminasi bakteri dan mengurangi inflamasi, karena
inflamasi akan menyebabkan edema dan perdarahan yang banyak,
yang akan mengganggu kelancaran operasi. Kortikosteroid juga
bermanfaat untuk mengecilkan polip sehingga operasinya akan
lebih mudah. Dengan persiapan yang teliti, maka keadaan pasien
akan optimal untuk menjalani bedah sinus endoskopi dan
kemungkinan timbulnya komplikasi ditekan seminimal mungkin.
29
Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar
polip atau cunam dengan analgetik lokal, bisa juga dengan
menggunakan alat yang sangat menguntungkan seperti
microdebrider yang dapat memotong langsung menghisap polip
sehingga perdarahan sangat minimal, yang terbaik adalah Bedah
Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).13
30
BAB V
KOMPLIKASI
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
Komplikasi infeksi rinosinusitis sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak
dan imunocompromised. Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri
atau jamur mengarah kepada invasi struktur sekitarnya terutama orbital dan
otak.5,6
31
Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles.
Mereka merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus.Sinus frontal
adalah yang paling sering terlibat.Mereka lambat tumbuh dan mungkin
memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum gejala terjadi.Keterlibatan sinus
frontal dapat menyebabkan perubahan pada mata, mengakibatkan
diplopia.Dekompresi sering menyebabkan hilangnya gejala. Erosi posterior oleh
mucopyocele dapat menyebabkan infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak
dengan cystic fibrosis.5
32
BAB VI
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
10. Meltzer EO, Hamilos DL. 2011. Rhinosinusitis diagnosis and management
for the clinician: a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin
Proc.
11. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis. 2007.
Rhinology , Supplement 20 www .rhinologyjournal.com; www .eaaci.net.
12. Bestari J. Budiman, Ade Asyari,2014. Diagnosis Penatalaksanaan
Rhinosinusitis dengan Polip Nasal. Padang. Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas
34
13. Wytske Fokens, Calerie Lund, Joaqim Mullol, Claus Bachert. 2007. Buku
Saku EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps). Rhinology, Supplement 20.
14. Moore Keith L. Anatomi berorientasi klinis.edisi kelima. jilid 3.
2013.EGC : Jakarta.8
35