Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Rinosinusitis adalah penyakit peradangan mukosa yang melapisi hidung

dan sinus paranasalis. Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan

dalam praktek dokter sehari-sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab

gangguan kesehatan tersering seluruh dunia. Penyebab utamanya adalah selesma

(common cold) yang merupakan infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang

selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri.

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila

mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena

ialah sinus maksila dan etmoid, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus

sphenoid lebih jarang lagi. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena

menyebabkan komplikasi ke orbita dan intra kranial, serta menyebabkan

peningkatan serangan asma yang sulit di obati.

Keluhan utama rhinosinusitis ialah hidung tersumbat dengan nyeri atau rasa

tekanan pada muka dengan secret purulen yang seringkali turun ke tenggorokan

(post nasal drip). Rhinosinusitis kronik dibedakan menjadi rhinosinusitis dengan

polip nasi (CRSwNP) dan rhinosinisitis tanpa polip nasi (CRSsNP).

1
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN THT-KL

I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jatiseeng Kidul
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Tgl. Pemeriksaan : 06 April 2017
Ruangan : Bougenville Perempuan Kamar E

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Hidung tersumbat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli THT-KL RSUD Waled dengan keluhan
hidung kanan tersumbat sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu.
Keluhan dirasa terus menerus, dan semakin berat saat aktifitas.
Keluhan disertai dengan adanya keluar cairan dalam hidung, berwarna
jernih, disertai hilangnya fungsi indra penciuman, nyeri pada hidung
sebelah kanan dan nyeri pada bagian daerah pipi sebelah kanan, pasien
juga merasa suaranya menjadi sengau, dan disertai dengan demam.
Jika pasien mengorek hidungnya terasa seperti ada yang mengganjal di
dalam hidung dan keluar darah beserta serpihan seperti daging kecil.
Keluhan tidak disertai adanya cairan yang mengalir dari belakang
tenggorokan, sakit gigi disangkal. Pasien sudah pernah berobat ke
puskesmas namun keluhan dirasakan tidak berkurang, pasien tidak
ingat obat yang diberikan dari puskesmas.
Awalnya pasien sudah mengeluhkan hidung tersumbat sejak 3
tahun yang lalu, namun keluhan dirasa hilang timbul dan tidak separah
seperti sekarang. Pasien sering bersin-bersin dan mata berair saat cuaca

2
dingin dan terkena debu. Pasien juga sering mengeluhkan adanya
batuk dan pilek dan badanya seperti meriang, namun nyeri
tenggorokan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat alergi (+) dingin dan debu
- Riwayat asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang
sama seperti pasien
- Pasien mengatakan nenek pasien punya riwayat sakit asma
Riwayata Pengobatan
Pasien sempat berobat ke puskesmas 1 bulan yang lalu

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis E4V5M6
Tanda-tanda vital : TD : 90/60 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,5oC

a) Mata :
- Conjungtiva Hiperemis : - /-
- Pupil : Isokor kanan dan kiri
- Reflek Cahaya : +/+

b) Thoraks :
- Inspeksi
Bentuk dada : datar
Warna : sawo matang
Jejas : tidak ditemukan

3
Simetrisitas : simetris kanan dan kiri
Retraksi : tidak ditemukan
- Palpasi :
Vremitus taktil : simetris kanan dan kiri
Nyeri tekan : tidak ditemukan
Ictus kordis : teraba di ICS V
- Perkusi :
Pulmo : sonor pada kedua lapang paru
Kor : B.J Kanan : dalam batas normal
B.J Kiri : dalam batas normal
B apeks Jantung : dalam batas normal
- Ausklutasi :
Pulmo : VBS : + / +, Rhonki : - / -, Wheezing : - / -
Kor : Katup Aorta : S1< S2
Murmur : - ;Gallop : -
Katup Pulmonal : S1 < S2
Murmur : - ; Gallop : -
Katup Trikuspid : S1 > S2
Murmur : - ; Gallop : -
Katup Mitral: S1>S2
Murmur : - ; Gallop : -

c) Abdomen
- Inspeksi :
Bentuk permukaan : datar
Gerak peristaltik : tidak tampak
Masa abdomen : tidak tampak
Jejas : tidak tampak
- Auskultasi :
Bising Usus : (+)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : timpani pada seluruh lapang abdomen

4
Nyeri tekan : tidak ditemukan
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Nyeri Ketok ginjal CVA : - / -
d) Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT : < 2 detik
- Pitting edema : -/-

b. Status Lokalis
1. Telinga
Bagian Kelainan Dextra Sinistra
Auricula Edema - -
Kemerahan - -
Fistula - -
Nyeri tekan - -
Retroaurikula Edema - -
Nyeri tekan - -
Teraba hangat - -
CAE Sekret - -
Serumen - -
Edema - -
Massa - -
Membran Timpani Warna Putih keabuan Putih keabuan
Intak Intak
Bentuk (+) arah jam 5 (+) arah jam 7
Refleks Cahaya

5
2. Hidung
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Keadaan Bentuk Normal Normal
Luar Massa - -
Rhinoskopi Mukosa Nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Anterior Livid (+) Livid (+)
terutama pada
bagian kanan
Sekret (+) (-)
serousa
Septum Nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Konka Inferior Sulit dinilai Eutrofi
Konka Media Sulit dinilai Eutrofi
Polip (+) (-)
Pasase udara Hambatan (+) Hambatan (-)
Rhinoskopi Mukosa
Posterior Koana
Sekret
Fossa Tidak Tidak
Rossenmuller dilakukan dilakukan
Muara Tuba
Eustachius
Tonus Tubarius

Maksillofacial
Inspeksi :
o Edema pada wajah (-)
o Parese N.I XII (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) a/r maksilaris dextra

6
Sinus Paranasal
Sinus Frontalis :
Nyeri tekan -/-
Transiluminasi -/-
Sinus Maksilaris
Nyeri tekan +/-
Transiluminasi redup +/-
3. Mulut dan Orofaring
Bagian Kelainan Keterangan
Mulut Mukosa Mulut merah muda
Lidah Agak kotor, basah
Palatum Molle Simetris,hiperemis (-)
Gigi Geligi Lengkap, karies tidak
ada
Uvula Letak ditengah
Halitosis (-)
Tonsil Mukosa Sama dengan
sekitarnya
Ukuran T1/T1
Kripta Tidak melebar
Detritus -/-
Perlengketan -/-
Faring Mukosa dinding Hiperemis (-)
faring
Granula -/-
Post nasal drip -/-

Laring Epiglotis
Kartilago aritenoid
Plika aryepiglotis
Ventrikular band
Plika vokalis Tidak dilakukan

7
Rima glottis pemeriksaan
Cincin glottis

4. Leher
Pemeriksaan kelenjar getah bening regional : pembesaran (-)
Massa : (-)
IV. DIAGNOSIS BANDING
- Rhinosinusitis kronik maksilaris dekstra + polip nasi at causa
rhinitis alergika
- Rhinosinusitis kronik maksilaris dekstra + polip nasi at causa ISPA

V. DIAGNOSIS KERJA
- Rhinosinusitis kronik maksilaris dekstra + polip nasi at causa
rhinitis alergika

VI. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Waters Photo
- Darah Rutin
- CT-Scan (Sinus paranasalis)
- Lakukan skin prick-test untuk mengetahui apakah ada alergi atau
tidak

VII. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa
Terapi
- ceftriaxone 2x1
- ranitidine 3x1
- ketorolac 3x1
- metil prednisolone 3x125 mg (thapering off)
Terapi Operatif
polipektomi dengan FESS

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Sinus Paranasalis


Sinus berfungsi sebagai resonator suara, sinus juga mengurangi berat
tengkorak. Bila muara sinus tersumbat atau sinus terisi cairan, kualitas suara jelas
berubah. Sinus paranasalis adalah rongga yang terdapat didalam tulang seputar
rongga hidung, terdiri dari sinus maksila, sinus frontal, sinus sphenoid, sinus
ethmoid, tersebut diberi nama berdasarkan tulang-tulang di mana sinus berada.
Sinus berlanjut menginvasi tulang di sekitarnya, dan ekstensi yang nyata sering
terjadi pada cranium orang-orang lanjut usia.1,2

Gambar 1. Rangka pada wajah

9
Gambar 2. Bagian-bagian sinus

Berdasarkan ukuran sinus paranasal dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris,
sinus frontalis, sinus ethmoidalis dan sphenoidalis:1
Sinus Maksilaris
Sinus maksilaris adalah sinus paranasalis yang paling besar Sinus maksilaris
disebut juga antrum Highmore. Sinus maksilaris mengisi corpus maxillae dan
berhubungan dengan meatus nasi medius.14

Gambar 3. Sinus maksilaris

10
Sinus Frontalis
Sinus frontalis terdapat di dalam os frontale, dan dipisahkan satu dengan yang
lain oleh septum tulang, yang sering menyimpang dari bidang median. Setiap
sinus berbentuk segitiga, meluas ke atas, di atas ujung medial alis mata dan ke
belakang ke bagian medial atap orbita. Masing-masing sinus frontalis bermuara ke
dalam meatus nasi medius melalui infundibulum. Membrana mucosa dipersarafi
oleh n.supraorbitalis.14
Sinus Ethmoidalis
Sinus ethmoidalis adalah invaginasi kecil selaput lendir pada meatus meatus
nasi medius dan superior ke dalam os ethmoidale di antara cavitas nasi dan orbita.
sinus ethmoidal biasanya tidak dapat dilihat pada foto polos sebelum usia 2 tahun,
tetapi dapat dikenali pada CT scan. Sinus ethmoidalis anterior secara langsung
atau tidak langsung bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui infundibulum
ethmoidale. Sel-sel ethmoidal media bermuara secara langsung ke dalam meatus
medius dan kadang-kadang disebut sel-sel bulat, karena membentuk bulla
ethmoidalis, suatu pembengkakan pada batas superior hiatus semilunaris sel-sel
ethmoidal posterior bermuara secara langsung ke dalam meatus superior . sel-sel
ethmoidal dipersarafi oleh ramus ethnoidalis anterior dan posterior
N.nasociliaris.14
Sinus Sphenoidalis
Sinus-sinus spheoidalis terletak pada corpus ossis sphenoidalis, sinus
tersebut terbagi secara tidak sama dan dipisahkan oleh septum bertulang. Akibat
pembentukan sel-sel udara atau sinus-sinus ini, corpus ossis sphenoidalis menjadi
rapuh. Hanya lempeng tulang tulang tipis yang memisahkan sinus-sinus tersebut
dari beberapa struktur penting; nervus opticus dan chiasma opticum, glandula
pituitari, arteria carotis interna, dan sinus cavernosus. Sinus-sinus sphenoidalis
berasal dari sinus ethmoidal posterior yang mulai menginvasi os sphenoidale pada
sekitar usia 2 tahun. Arteria-arteria ethmoidale posterior dan nervus ethmoidalis
posterior menyuplai sinus-sinus sphenoidalis.14

11
3.1 Definisi Rinosinusitis

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.


Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus,
yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis dikarakteristikkan
sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai
dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis.
Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Disekitar rongga
hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus
etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus
sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2 Berdasarkan riwayat gejala yang diderita,
dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria
minor.

Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, post nasal drip,
gangguan penghidu, Sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri
telinga, batuk, demam, halitosis.

Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis

maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai

beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus

paranasal disebut pansinusitis.

Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis

etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang.7

3.2 Etiologi Rinosinusitis

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,

bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip

hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan

12
kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,

diskinesia silia seperti pada sindrom kartagener, dan penyakit fibrosis kistik.8

Penyebab sinusitis dibagi menjadi:

1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain.
Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema
mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak menyebabkan
infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan,
dan siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis
adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri
penyebab adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza,
Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis
dan lain-lain.

3.3 Patofisiologi Rinosinusitis

Pada umumnya penyebab rinosinusitis adalah rinogenik, yang merupakan

perluasan infeksi dari hidung. Walaupun gejala klinis yang dominan merupakan

manifestasi gejala infeksi dari sinus frontal dan maksila, tetapi kelainan dasarnya

tidak pada sinus-sinus itu sendiri melainkan pada dinding lateral rongga hidung.

Kompleks ostiomeatal (KOM) atau celah sempit di etmoid anterior yang

merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan

penting dalam terjadinya sinusitis. Bila terdapat gangguan didaerah KOM. Seperti

peradangan, udema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase

sehingga terjadi sinusitis.

13
Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa

atau hipertrofi konka media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit

sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya.

Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM,

berperan penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa ditempat ini

berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat

lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih.

Apabila terjadi udema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu

sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan

terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal. Karena

gangguan ventilasi, maka akan terjadi penurunan pH dalam sinus, silia menjadi

kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga merupakan

media yang baik untuk tumbuh kuman patogen.

Patogenesis dari rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu inflamasi

dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive

amine, proteases, arachidonic acid metabolit, imune complek, lipolisaccharide

dan lain-lain.9

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan


lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-
meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius.Lapisan mukosa yang melapisi
sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan
serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh
bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan.Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk
dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan. 1

14
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium
sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi
silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang
kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang
baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan
bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia
tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di
dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya
sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1

Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
antibiotik. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini
berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas
sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem
fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1

3.5 Pemeriksaan Rinosinusitis

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada daerah

sinus yang terkena disamping pemeriksan rinoskopi anterior dan rinoskopi

posterior.14

2. Transluminasi

Transluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai

untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan

radiologik tidak tersedia.

15
3. Pemeriksaan radiologi

a. Foto rontgen sinus paranasal

Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA dan

Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi

jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa.

Permukaan mukosa yang membengkak dan udema tampak seperti suatu

densitas yang paralel dengan dinding sinus.

Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus

alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi

atau daerah periodontal.

Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya

batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak .14

b. CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal

Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada

penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-

Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.

16
CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan

visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal,

rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita,

lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada komplek

osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas.

CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan

sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk

digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan.

Lund-MacKay Radiologic Staging System ditentukan dari lokasi Gradasi

Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid,

Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 :

Opasifikasi parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit.14

4. Nasoendoskopi

Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan

karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan

faktor lokal penyebab sinusitis.

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi,

meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau

tumor.15

3.3 Klasifikasi

Klasifikasi Sinusitis
Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi:
1. Akut
< 12 minggu
Resolusi komplit gejala

17
2. Kronik
> 12 minggu
Tanpa resolusi gejala komplit
Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut
Klasifikasi komplikasi orbita menurut Chandler terdiri dari :
1. Selulitis periorbita : peradangan pada kelopak mata yang ditandai dengan
edemapada kelopak mata.
2. Selulitis orbita : peradangan dan edema sudah meluas ke orbita, ditandai
dengan adanya proptosis, kemosis, dan gangguan pergerakan bola mata. Biasanya
bisa meluas menjadi abses orbita dan kebutaan.
3. Abses periorbita (abses subperiosteal) : pembentukan dan pengumpulan pus
antara

3.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskenesia silia seperti pada sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit
fibrosis kistik. Faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang
timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat
sinus.1,2

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis


sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto
polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan
berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-
lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. 1

18
3.7 Manifestasi Klinis

Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan


nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke
tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam
dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena
merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di
tempat lain (referred pain), nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di
antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida, nyeri di
dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis maksila kadang-
kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga, gejala lain adalah sakit kepala,
hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang dapat menyebabkan batuk dan
sesak pada anak.1

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-


kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini:

a. Sakit kepala kronik


b. Post-nasal drip
c. Batuk kronik
d. Ganguan tenggorok
e. Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachius
f. Gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), brokietakasis,
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.
Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebakan gastroenteritis. 1

3.8 Diagonsis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan
posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini.Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
ethmoidalis posterior dan sfenoid).Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan
hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus

19
medius.Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of
Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis
yang disebut Task Force on Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan
atas gejala klinis yang dibagi atas kategori gejala mayor dan minor untuk
diagnosis rhinosinusitis.3

Gejala Mayor Gejala Minor

Nyeri/rasa tertekan di wajah Nyeri kepala


Rasa penuh di wajah Demam (pada RS
Hidung tersumbat kronik)
Hidung berair/bernanah/perubahan warna Bau mulut
ingus Mudah lelah
Penurunan/berkurangnya penghidu Sakit gigi
Nanah dalam rongga hidung Batuk
Demam Nyeri/rasa
tertekan/rasa penuh
di telinga

Kriteria diagnosis:
Dua gejala mayor atau kombinasi satu gejala mayor dan dua gejala minor
(sangat mendukung riwayat rinosinusitis)
Adanya nyeri wajah saja tapi tidak disertai gejala mayor hidung atau lainnya
(tidak mendukung riwayat rinosinusitis)
Adanya demam saja tapi tidak disertai gejala mayor hidung atau lainnya (tidak
mendukung riwayat rinosinusitis).
Berdasarkan kriteria Task Force on Rinosinusitis, gejala mayor skor diberi
skor 2 dan gejala minor skor 1, sehingga didapatkan skor gejala klinik sebagai
berikut; Gejala Mayor: Nyeri sinus = skor 2, Hidung buntu = skor 2, Ingus
purulen = skor 2, Postnasal drip = skor 2, Gangguan penghidu = skor 2,
Sedangkan Gejala Minor: Nyeri kepala = skor 1, Nyeri geraham = skor 1, Nyeri
telinga = skor 1, Batuk = skor 1, Demam = skor 1, Halitosis = skor 1 dan skor
total gejala klinik = 16 Pengukuran skor total gejala klinikdikelompokkan menjadi

20
dua, yaitu; sedang-berat (skor 8), dan ringan (skor <8) dengan Skor total gejala
klinik: skala nominal.3
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan.
Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi
sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan,air-fluid level , atau penebalan mukosa. Rontgen sinus dapat
menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat akibat pembengkakan
mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan apabila sinus mengandung pus. 3

CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu


menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya. CT scan mampu memberikan
gambaranyang bagus terhadap penebalan mukosa, air-fluid level, struktur tulang,
dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau
pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.3,4

MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena


pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik.
Namun, MRI dapat membedakan sisa mukus dengan massa jaringan lunak dimana
nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu, MRI akan sangat membantu untuk
membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi oleh sekret. 3,4

Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram


atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi
wajah,karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang
sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas
kegunaannya.Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat digunakan untuk
pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus ethmoid
yang sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus
media dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan
dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media
sesuai dengan aspirasi sinus yang mana merupakan baku emas. Karena

21
pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka
kultur dianjurkan. 3,4

3.9 Pencegahan

1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan menjaga


kebiasaan cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang
menderita pilek atau flu .
2. Disarankan mendapatkan vaksinasi influenza tahunan untuk membantu
mencegah flu dan infeksi berikutnya dari saluran pernapasan bagian atas .
3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza),
oseltamivir (Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine
(Symmetrel), jika diambil pada awal gejala, dapat membantu mencegah
infeksi .
4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti
mengurangi durasi gejala pilek.
5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan
segar dan sayuran berwarna gelap, dapat membantu memperkuat sistem
kekebalan tubuh .
6. Rencana serangan alergi musiman .
a. Jika infeksi sinus disebabkan oleh alergi musiman atau lingkungan,
menghindari alergen sangat penting. Jika tidak dapat menghindari
alergen, obat bebas atau obat resep dapat membantu. OTC antihistamin
atau semprot dekongestan hidung dapat digunakan untuk serangan
akut.
b. Orang-orang yang memiliki alergi musiman dapat mengambil obat
antihistamin yang tidak sedasi(non sedative) selama bulan musim-
alergi.
c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama musim
alergi. Menutup jendela rumah dan bila mungkin, pendingin udara
dapat digunakan untuk menyaring alergen serta penggunaan humidifier
juga dapat membantu.

22
d. Suntikan alergi, juga disebut "imunoterapi", mungkin efektif dalam
mengurangi atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan
dikelola oleh ahli alergi secara teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi
sering terjadi pengurangan remisi penuh gejala alergi selama bertahun-
tahun.
7. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:
a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan
supaya sekresi hidung tipis.
b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu
menjaga saluran hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen
infeksius. Menghirup uap dari semangkuk air mendidih atau mandian
panas beruap juga dapat membantu.
c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan
semprotan dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga
bagian sinus agar terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray
selama penerbangan.
8. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis
harus menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi
seperti asap rokok dan menyelam di kolam diklorinasi.9
3.10 Prognosis

Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya.


Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam
kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis
akut membaik secara spontan tanpa antibiotik.Perbaikan spontan pada sinusitis
virus adalah 98 %. Pasien dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik
yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat.Tingkat kekambuhan
setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon
dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali.
Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat
menyebabkan komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous,
selulitis orbita atau abses, dan abses otak.6

23
Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan
tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar
sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis
terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat
mengurangi infeksi sinus.

30. 11 Polip Nasal

Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di


dalam rongga hidung, bewarna putih keabuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa. Polip dapat timbul pada laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-
anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak-anak di bawah usia 2 tahun
harus di singkirkan kemungkinan meningokel ataupun meningoensefalokel.

30. 12 Epidemiologi

Polip hidung biasanya diderita oleh orang dewasa usia 30-60 tahun. Faktor
genetik dianggap berperan dalam etiologi polip hidup, etnis dan geografis
memiliki peranan dalam patofisiologi polip. Pada populasi Caucasian dominan
polip eosinofilik sementara di Asia dominan neutrofilik.12

3.13 Etiologi Polip Nasal

Sampai sekarang etilogi polip masih belum diketahui dengan pasti tapi ada
3 faktor yang penting dalam terjadinya polip, yaitu:

1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa


hidung dan sinus.

2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor

3. Adanya peningkatan tekanan cairan intertisial dan edema


mukosa hidung.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui


tempat yang sempit akan menyebabkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya.
Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga

24
mengakibatkan edema mukosa dan menyebabkan polip. Fenomena ini
menjelaskan mengapa polip banyak berasal dari area yang sempit infundibulum
etmoid, hiatus semilunaris dan area lain di meatus medius.

Pada awal pembentukan polip ditemukan edema mukosa yang kebanyakan


terjadi di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler, sehingga mukosa yang sembab akan menjadi polipoid. Bila proses
terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun
kedalam rongga hidung sambil membentuk tungkai, sehingga terbentuk polip

3.14 Patogenesis

Pembentukan polip dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf


otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan
mukosa hidung akibat radang atau aliran udara yang bertuburlensi, terutama di
daerah sempit di komplek osteomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti
oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan
penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga
terbentukm polip. Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf
vasomotor, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi
vaskular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin dari sel mast, yang akan
menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses terus
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian
akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tungkai.

3.15 Stadium Polip Nasal

Klasifikasi dan stadium polip nasi

Stadium polip nasi menurut Mackay:

Stadium 0 : Tidak ada polip

Stadium 1 : Polip terbatas di meatus media, tidak keluar dari rongga hidung.

Tidak tampak dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior hanya terlihat


dengan pemeriksaan endoskopi.

25
Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus media dan tampak di rongga
hidung tetapi tidak memenuhi/menutupi rongga hidung.

Stadium 3 : polip sudah memenuhi rongga hidung.

3.16 Gejala Klinik dan Diagnostik

Gejala primer adalah hidung tersumbat, terasa ada massa dalam hidung,
sukar mengeluarkan ingus, hiposmia atau anosmia. Gejala sekunder termasuk
ingus turun kearah tenggorok (post nasal drip), rinore, nyeri wajah, sakit kepala,
telinga rasa penuh, mengorok, gangguan tidur, dan penurunan prestasi kerja. Polip
yang sangat besar dapat mendesak dinding rongga hidung sehingga menyebabkan
deformitas wajah (hidung mekar). Polip kecil yang berada di celah meatus
medius sering tidak terdeteksi pada rinoskopi anterior dan baru terlihat pada
nasoendoskopi.

Pada pemeriksaan foto sinus paranasal sering menunjukan rinosinusitis.


Pada pemeriksaan CT Scan akan terlihat bagaimana sel-sel etmoid dan kompleks
osteo meatal tempat biasanya polip tumbuh. CT scan perlu dilakukan bila ada
polip unilateral, bila tidak membaik dengan pengobatan konservatif selama 4-6
minggu, bila akan dilakukan operasi BESF dan bila ada kecurigaan komplikasi
sinusitis. Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan adalah tes alergi pada
pasien yang di duga atopi, biopsibila ada kecurigaan keganasan dan kultur polip
nasi.

3.17 Rhinosinusitis dan Polip Nasal

Polip nasi dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian
menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan rinosinusitis, tetapi dapat juga
timbul setelah rinosinusitis kronik. Pada patofisiologi sinusitis, permukaan
mukosa ditempat yang sempit di komplek osteomeatal sangat berdekatan dan jika
mengalami edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dilairkan. Maka terjadi gangguan
drainase dan ventilasi dari sinus maksila dan sinus frontal, sehingga akibatnya
aktivitas silia terganggu dan terjadi genangan lendir sehingga lendir menjadi lebih

26
kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuh bakteri patogen. Bila
sumbatan berlangsung terus maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga bakteri anaerob pun akan berkembang biak. Bakteri juga memproduksi
toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan
menjadi hipertrofi, polipoid atau terbentuk polip dan kista.

3.18 Prognosis

Polip nasi sering kambuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga
perlu ditunjukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Tetapi yang paling ideal
pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab.

Secara medikamentosa dapat diberikan antihistamin, dengan atau tanpa


dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid
atau tidak. Dan untuk alergen inhalan dengan gejala yang berat dan sudah
berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara desentisasi dan
hiposensitasi, yang menjadi pilihan apabila pengobtan cara lain tidak memberikan
hasil yang memuaskan.

27
BAB IV

PENATALAKSANAAN

4.1 Penatalaksanaan
a) Non Operatif
Satu-satunya pengobatan yang efektif untuk adalah
kortikosteroid. Baik untuk oral maupun topikal, memberikan
respon antiinflamasi non-spiEesifik yang mengurangi ukuran polip
dan mengurangi ukuran polip dan mengurangi gejala sumbatan
hidung.13
Kortikosteroid oral
Pengobatan yang telah teruji untuk sumbatan yang
disebabkan polip nasal adalah kortikosteroid oral seperti
prednison. Agen anti inflamasi non spesifik ini secara
signifikan mengurangi ukuran peradangan polip dan
memperbaiki gejala lain secara cepat. Sayangnya, masa
kerja sebentar dan polip sering tumbuh kembali dan
munculnya gejala yang sama dalam waktu mingguan
hingga bulanan.
Kortikosteroid hidung
Respon antiinflamasi non-spesifiknya secara teoritis
mengurangi ukuran polip dan mencegah timbulnya polip
kembali jika digunakan berkelanjutan. Tersedia semprot
hidung steroid yang efektif dan relatif aman untuk
pemakaina jangka pendek dan jangka panjang seperti
fluticson, mometason, budesonid, dan lain-lain.

28
Gambar. Tatalaksana Kronis Rhinosiusitis

b) Operatif
Menjelang operatif, selama 4 atau 5 hari pasien diberi
antibiotik dan kortikosteroid sistemik dan lokal. Hal ini penting
untuk mengeliminasi bakteri dan mengurangi inflamasi, karena
inflamasi akan menyebabkan edema dan perdarahan yang banyak,
yang akan mengganggu kelancaran operasi. Kortikosteroid juga
bermanfaat untuk mengecilkan polip sehingga operasinya akan
lebih mudah. Dengan persiapan yang teliti, maka keadaan pasien
akan optimal untuk menjalani bedah sinus endoskopi dan
kemungkinan timbulnya komplikasi ditekan seminimal mungkin.

29
Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar
polip atau cunam dengan analgetik lokal, bisa juga dengan
menggunakan alat yang sangat menguntungkan seperti
microdebrider yang dapat memotong langsung menghisap polip
sehingga perdarahan sangat minimal, yang terbaik adalah Bedah
Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).13

30
BAB V

KOMPLIKASI

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
Komplikasi infeksi rinosinusitis sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak
dan imunocompromised. Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri
atau jamur mengarah kepada invasi struktur sekitarnya terutama orbital dan
otak.5,6

Komplikasi mungkin timbul dengan cepat. Komplikasi yang sering adalah


selulitis atau abses pada daerah preseptal atau orbita.Infeksi preseptal diobati
dengan antibiotik dan tidak diperlukan pembedahan. Komplikasi yang lain
mungkin memerlukan pengobatan pembedahan segera. Perluasan pada postseptal
mungkin terjadi dari penyebaran infeksi melalui lamina papyracea(lapisan kertas),
tulang tipis lateral pada sinus ethmoid.Sinus yang paling sering terkena adalah
sinus ethmoid, kemudian sinus frontal dan maksila.Penyebaran infeksi melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat melibatkan pembuluh
darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis .Gejalanya meliputi
edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika
tidak diobati, dapat berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan.Perluasan
pada intrakranial termasuk terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural,
abses otak atau sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien dengan
sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi
perubahan status mental harus dicurigai memiliki komplikasi intrakranial.1,5

Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott


bengkak(Potts puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal
menyebabkan dahi edema. Hal ini merupakan komplikasi akut yang
membutuhkan bedah drainase.Osteomelitis dan abses subperiostal paling sering
timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada
osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1,5

31
Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles.
Mereka merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus.Sinus frontal
adalah yang paling sering terlibat.Mereka lambat tumbuh dan mungkin
memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum gejala terjadi.Keterlibatan sinus
frontal dapat menyebabkan perubahan pada mata, mengakibatkan
diplopia.Dekompresi sering menyebabkan hilangnya gejala. Erosi posterior oleh
mucopyocele dapat menyebabkan infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak
dengan cystic fibrosis.5

Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan


bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru
disebut sinobronkitis. Selain itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma
bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.

32
BAB VI

KESIMPULAN

Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus


paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis
disebut pansinusitis. Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA
akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita
hamil, polip hidung. Berdasarkan durasi penyakitnya rhinosinusitis dibagi menjadi
dua yakni akut dengan durasi gejala <12minggu, dan kronis dengan durasi
>12minggu. Rinosinusitis kronik tanpa bedah sinus sebelumnya terbagi menjadi
subgrup yang didasarkan atas temuan endoskopi, yaitu: Rinosinusitis kronik
dengan polip nasal dan Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. 2010. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan


telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Boies L. 1997. Buku Ajar IlmuPenyakit THT. EGC. Jakarta
3. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach
to the diagnosis and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005.
Diunduh dari informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 .
08 Agustus 2016.
4. Belengger JJ. 1994. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Binarupa Aksara. Jakarta
5. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy
and immunology. California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90.
6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview. 08 Agustus
2016.
7. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc.
2012
8. Lalwani K Anil. 2008. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology
Head and Neck Surgery. Second Edition. McGraw Hill Lange. New York.
9. Surya Azani. 2011. Rinosinusitis Kronis Dengan Variasi Anatomi Kavum
Nasi. Bestari Jaka Budiman

10. Meltzer EO, Hamilos DL. 2011. Rhinosinusitis diagnosis and management
for the clinician: a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin
Proc.
11. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis. 2007.
Rhinology , Supplement 20 www .rhinologyjournal.com; www .eaaci.net.
12. Bestari J. Budiman, Ade Asyari,2014. Diagnosis Penatalaksanaan
Rhinosinusitis dengan Polip Nasal. Padang. Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

34
13. Wytske Fokens, Calerie Lund, Joaqim Mullol, Claus Bachert. 2007. Buku
Saku EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps). Rhinology, Supplement 20.
14. Moore Keith L. Anatomi berorientasi klinis.edisi kelima. jilid 3.
2013.EGC : Jakarta.8

35

Anda mungkin juga menyukai