Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Welki Vernando
611.11.066
Pembimbing :
dr. Jamar Hasan, Sp.A
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. R (ibu kandung pasien)
Lokasi : Ruang Anyelir, kamar 302
Tanggal / waktu : 18 September 2015 pukul 14.00
Tanggal masuk : 18 September 2015 pukul 11.00
Keluhan utama : Demam Sejak 1 minggu Sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Keluhan tambahan : Mual, Muntah, Tidak nafsu makan, pusing, menggigil
OS datang ke Poli Anak RSUD Embung Fatimah dihantar oleh ibunya dengan
keluhan demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pola demam naik
turun, turun saat sesudah minum obat. suhu lebih tinggi dirasa saat malam hari, namun tidak
pernah turun sampai dengan normal. Demam disertai dengan adanya menggigil, menggigil
pertama dirasa pasien ketika beberapa jam setelah tiba di IGD.
Os juga mengeluhkan adanya rasa mual dan tidak nyaman di perut sejak demam
berlangsung disertai dengan muntah, BAB cair disangkal. Pola BAB normal, begitupula
dengan pola BAK juga normal.
Keluhan lain yang juga menyertai demam adalah kepala pusing, pusing. Os mengaku
memang sering jajan diluar (di area sekolah). Saat demam hari ke3 OS sudah dibawa orang
tuanya berobat ke puskesmas dekat rumah, lalu hanya diberi obat penurun panas, namun
tidak memberi perubahan berarti.
Riwayat perdarahan seperti mimisan, bintik perdarahan, gusi berdarah, bab berdarah
disangkal oleh ibunya/keluarga pasien.
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis :-
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
02 ASI - - -
24 ASI - - -
46 ASI - - -
68 PASI + + -
8 10 PASI + + +
10 -12 PASI + + +
Umur diatas 1 tahun
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 5tahun
Campak - - 9 bulan
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal.
G. RIWAYAT KELUARGA
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. A Ny. R
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 23 tahun
Pendidikan terakhir Tamat SMA Tamat SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Melayu Melayu
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : OS tidak pernah sakit seperti ini
sebelumnya
I. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah dan ibu di sebuah rumah tinggal di perumahan dengan
dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding
tembok. Keadaan rumah cukup, pencahayaan baik, ventilasi baik. Sumber air bersih dari air
PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap
harinya diangkut oleh petugas kebersihan.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik
Status Gizi
- IMT / U = 20,8 / 156 = 1 SD (Normal)
- Kehilangan BB = 2 Kg
Tanda Vital
Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg
Nadi : 100 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas : 36 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
Suhu : 38,0 C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
STATUS NEUROLOGIS
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kernig - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik,
lembab, pengisian kapiler < 2 detik, petechie (-)
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Laboratorium pada tanggal 18 September 2015)
Darah Rutin Kimia Klinik
Leukosit 2.400 Basofil 0 GDS 109 mg/dl
Hemoglobin 12.0 g/dl Eosinofil 0
Hematokrit 38% Neutrofil Segmen 64 Tubex
Trombosit 144.000 Limfosit 26 Skala 4 (Positif Lemah)
Monosit 10
IV. RESUME
Dari hasil anamnesa didapatkan, OS anak perempuan berusia 13 tahun datang dibawa
oleh orang tuanya ke Poli Anak RSUD Embung Fatimah dengan keluhan utama demam
tinggi sejak 1 minggu SMRS, dengan pola demam naik turun. Naik terutama saat malam hari,
demam tidak pernah turun sampai dengan normal. Demam disertai dengan rasa menggigil
(saat beberapa jam setelah tiba di RS), selain itu ada rasa pusing, mual, muntah, serta tidak
nyaman di perut. Pola BAB dan BAK masih dalam batas normal. Riwayat perdarahan
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum OS tampak sakit sedang, dengan status gizi
baik, tanda vital suhu 38,0 C, TD 100/70. Nadi 100x/menit, RR 36x/menit. Bibir didapatkan
kering serta lidah kotor. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan rasa nyeri tekan positif di
hampir menyeluruh regio abdomen, khususnya regio kuadran kanan atas, hepar dan lien tidak
teraba membesar.
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non medika Mentosa
1. Tirah baring
2. Observasi tanda tanda vital
3. Periksa darah rutin tiap 24 jam
4. Kompres air hangat bila perlu
5. Perbanyak minum air putih
B. Medika Mentosa
1. IVFD Asering 3cc/kgBB/jam
2. Paracetamol 500mg 4X1
3. Rantin Injeksi 2 x 1ampul
4. Inj ceftriaxon 2 x 1 gr IV
IV. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
FOLLOW UP
Tgl S O A P
19/9/2015 - Demam + KU : tampak sakit Demam - IVFD RL 20 tpm
Demam - Pusing - Rantin Inj 2 x
sedang tifoid
- Mual
hari ke 8 Kesadaran: CM 1(amp)
- Muntah
Rawat TTV : - Pct 500mg 3x1
- Rasa tidak
Td : 100/70 - Ceftriaxon Inj
hari ke 1
nyaman di Nadi : 88x/m
2x1gr
Suhu : 38,3 0 C
perut
RR : 32 x/ m
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut :
kering + sianosis
lidah kotor +
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
m (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan (+) di Regio
epigastrium bu (+)
3x/menit
- Hepar tidak teraba
membesar
- Lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : akral
hangat
Lab
Leukosit : 5000 /L
Hb : 12,7 g/dl
Ht : 37%
Trombo : 120.000
20/9/2015 - Demam (+) KU : tampak sakit Demam - IVFD RL 20 tpm
- Pusing + - Rantin Inj 2 x
sedang tifoid
- Mual +
Kesadaran: CM 1(amp)
- Muntah -
TTV : - Pct 500mg 3x1
TD : 100/70 - Ceftriaxon Inj 2x1
Suhu : 40,7 0 C
gr
RR : 36 x/ m
Nadi 100x
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut : kering+
sianosis lidah kotor+
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
m (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan (+) di Regio
epigastrium bu (+)
3x/menit
- Hepar ttm
- Lien ttm
Extremitas : akral
hangat
Lab
Leukosit 5000 /L
Hb 13,2 g/dl
Ht 40%
Trombosit 146.000 /L
Lab
Leukosit 5300 /L
Hb 12,7 g/dl
Ht 39%
Trombosit 152.000 /L
- -
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhii. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tnpa keterlibatan struktur edotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
mutiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan
Peyers patch. (1)
II.2 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh oleh Salmonella enterica serevoar Typhi (S. Typhi),
bakteri gram-negatif. Bakteri ini merupakan famili Enterobacteriaciae. Bakteri ini
mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Bakteri ini
mempunyai antigen somatik (O) yng terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen Hd (H) yang
terdiri dari protein, dan envelope antigen Vi (K) yang terdiri dari polisakarida. Bakteri ini
mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari
dinding sel dan dinamakan endotoksin. (1,2)
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid yang secara
patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan.
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella paratyphi A dan jarang disebabkan oleh Salmonella
paratyphi B (Schotmulleri) dan Salmonella paratyphi C (Hirscfeldii). Rasio terjadinya
penyakit yang disebabkan oleh Salmonella thypi dan Salmonella parathypi adalah 10 :1,
meskipun infeksi Salmonella parathypi meningkat di beberapa bagian di dunia yang mana
belum jelas alasannya. (3)
Salah satu dari produk gen yang paling spesifik adalah kapsul polisakarida Vi
(virulensi), yang selalu ada sekitar 90% dari semua S. Thypi yang terisolasi dan memiliki efek
proteksi melawan aksi bakterisidal dalam serum pasien yang terinfeksi. Kapsul ini meupakan
bahan untuk pembuatan vaksin yang telah ada secara komersial.(3,4)
II.3 Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemis di berbagai negara yang sedang
berkembang. Diperkirakan lebih dari 21,7 juta kasus tifoid dan lebih dari 200.000 kematian
terjadi, yang sebagian besar terjadi di Asia. Selain itu, diperkirakan 5,4 juta kasus disebabkan
oleh paratifoid terjadi per tahunnya. Di negara yang berkembang, angka kejadian tifoid
900/100.000 per tahun. Studi berdasarkan populasi dari Asia Selatan menunjukkan bahwa
insidensi tifoid paling tinggi terjadi pada anak <5 tahun. Sedangkan umur penderita yang
terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91%. (3)
Salmonella typhi dapat hidup dalam tubuh manusia. Penderita demam tifoid akan
didapatkan Salmonella typhi dalam sirkulasi darah dan sistem gastrointestinal yang dapat
dieksresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja. Selain itu, ada sebagian orang
yang disebut karier (penderita tifoid yang telah sembuh namun tetap didapatkan bakteri
dalam tubuhnya) yang juga dapat mengeksresikannya dalam urin dan tinja. S. thypi hanya
dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan
pasteurisasi dan klorinasi (suhu 63oC). (1,5)
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita, biasanya keluar bersama-
sama dengan tinja (melalui rute oral fekal). Di beberapa bagian negara, tiram dan kerang
yang dibudidayakan dalam air yang terkontaminasi oleh limbah juga merupakan salah satu
penyabab penularan.(1,3)
II.4 Patogenesis
Demam tifoid terjadi melalui masuknya Salmonella thypi bersama makanan atau
minuman ke dalam tubuh melalui mulut.(1)
II.6 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada pasien sekitar 10% - 15% dan biasaya terjadi pada
pasien yang sudah sakit lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang paling sering biasanya
perdarahan gastrointestinal, perforasi usus halus, dan ensefalopati tifoid. (2)
Perdarahan gastrointestinal adalah yang paling sering, terjadi lebih dari 10%.
Perdarahan ini berasal dari erosi dari Peyers patch yang nekrosis yang menembus dinding
pembuluhd arah usus. Pada sebagian kasus, perdarahan minimal dan dapat diatasi tanpa
pemberian transfusi darah. (1,2)
Perforasi usus halus (biasanya ileum) merupakan komplikasi yang sangat serius, yang
terjadi pada 0,5% - 3% pasien. Pada perforasi usus halus ditandai dengan nyeri abdomen
lokal (biasanya pada kuadran kanan bawah). Kemudian diikuti muntah, nyeri pada perabaan
abdomen, defance muscular, dan munculnya gejala peritonitis lain. Komplikasi komplikasi
ini biasanya didahului oleh peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah, dan suhu.
Peningkatan dari hitung jenis leukosit (shift to left) dan adanya udara pada foto abdomen 3
posisi dapat ditemukan pada perforasi usus halus. (1,2)
Komplikasi neuropsikiatri jarang didapatkan pada demam tifoid anak. Sebagian besar
bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, stupor, bahkan koma. Selain itu,
bisa juga bermanifestasi sebagai ataxia cerebelar ataxia, chorea, tuli, sindrom Guillain-barre.
Meskipun pasien dengan komplikasi neuropsikiatri bisa berakibat fatal, namun jarang yang
dilaporkan adanya sekuele. (1)
Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid ditandai
peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa disertai
kenaikan kadar transaminase, maupun kolesistitis akut dapat dijumpai, sedang kolesistitis
kronik yang terjadi pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan
adanya penderita karier. (3)
Relaps dapat terjadi pada 5-10% kasus demam tifoid, biasanya demam timbul kembali
dua sampai tiga minggu setelah masa resolusi. Pada umumnya, relaps lebih ringan
dibandingkan gejala demam tifoid sebelumnya dan lebih singkat.(3)
Sebagian pasien dengan demam tifoid, masih dapat mengeluarkan bakteri Salmonella thypi melalui urin pada saat sakit maupun sembuh. Bila pasien
sudah sembuh, hal ini disebut pasien karier. Namun pada anak biasanya jarang terjadi. (3)
Abdominal
Gastrointestinal perforation
Gastrointestinal hemorrhage
Hepatitis
Cholecystitis (usually subclinical)
Cardiovascular
Asymptomatic electrocardiographic changes
Myocarditis
Shock
Neuropsychiatric
Encephalopathy
Delirium
Psychotic states
Meningitis
Impairment of coordination
Respiratory
Bronchitis
Pneumonia (Salmonella enterica serotype typhi,
Streptococcus pneumoniae)
Hematologic
Anemia
Disseminated intravascular coagulation
(usually subclinical)
Other
Focal abscess
Pharyngitis
Miscarriage
Relapse
Chronic carriage
II.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal, dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini
maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Diagnosis devinitif
demam tifoid dapat ditegakkan dengan isolasi S. typhi dari darah atau dari lesi anatomi
lainnya. Hasil dari kultur darah positif pada 40-60% kasus demam tifoid pada minggu awal
perjalanan penyakit, dan kultur urin maupun feses positif setelah minggu pertama. Namun
biakan yang dilakukan pada urin dan fese, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan
spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil
positid didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif. (1)
Hasil dari laboratorium biasanya nonspesifik. Jumlah leukosit biasanya rendah,
namun jarang dibawah 3000/uL3. Trombositopeni sering dijumpai, kadang kadang
berlangsung selama beberapa minggu. (1)
Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi
terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam
tifoid. Pemeriksaan ini memiliki sensitifitas dan spesifitas yang rendah bila di daerah endemis
karena dapat timbul positif palsu pada daerah endemis.. Di Indonesia pengambilan angka titer
O aglutinin > 1/40 dengan memakai uji Widal menunjukkan nilai ramal positif 96%. Banyak
tempat yang mengatakan jika titer O aglutinin sekali periksa > 1/200 atau pada titer sepasang
teradi kenaikan 4 kali maka diaganosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak
dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada
deteksi pembawa kuman S. typhi (karier). (1)
II.9 Penatalaksanaan
Pada area yang endemis, lebih dari 60-90% kasus demam tifoid dapat dirawat di
rumah dengan tirah baring dan antibiotik. Sedangkan untuk pasien yang dirawat di rumah
sakit, pemberian antibiotik yang baik, pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit, dan nutrisi
yang cukup serta observasi kemungkinan timbulnya kompikasi perlu dilakukan. Pengobatan
antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi
Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteremia. (1)
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita demam
tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama
10 14 hari atau sampai 5 -7 hari setelah demam turun, sedangkan pada kasus malnutrisi,
pengobatan dapat berlangsung hingga 21 hari. Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah
tingginya angka relaps dan karier. (1)
Akhir akhir ini cefixime oral 10 15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dpat diberikan
sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit < 2000/ ul atau dijjumpai resistensi
terhadap S.thypi. (1)
Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium , obtundasi, stupor, koma, pemberian
deksametason intravena (3 mg/kgBB diberikan dalam 30 menit untuk dosis awal,
dilanjutkand engan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping antibiotik yang memadai,
dapat menurunkan angka mortalitias dari 35%- 55% menjadi 10%. (1)
Demam tifoid dengan komplikasi perdarahan usus kadang kadang memerlukan
transfusi darah. Laparatomi harus segera dilakukan pada perforasi usus disertai penambahan
metronidazol dapat memperbaiki prognosis. Transfusi trombosit dianjurkan untuk pengobatan
trombositopenia yang dianggap cukup berat hingga menyebabkan perdarahan saluran cerna
pada pasien pasien yang masih dalam pertimbangan untuk dilakukan intervensi bedah.(1)
Ampisilin atau amoksisilin dosis 40 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral ditambah
dengan probenecid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral atau TMP-SMZ selama 4 6 minggu
memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit saluran empedu. Bla
terdapat kolelitiasis, pemberian antibiotik saja jarang berhasil, kolesistektomi dianjurkan
setelah pemberian antibiotik (ampisilin 200mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis IV selama 7 10
hari), setelah kolesistektomi dilanjutkan dengan amoksisilin 30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
peroral selama 30 hari. (1)
II.10 Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%
biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya kompikasi
mengakibatkan morboditas dan mortalitas yang tinggi. (1,3)
Walaupun mendapat terapi yang sesuai, relaps dapat timbul beberapa kali pad 2-4%
kasus. Individu yang mengeluarkan Salmonella thypi > 3 bulan setelah infeksi umumnya
menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anak - anak rendah (<2% pada anak - anak
yang terinfeksi) dan meningkat sesuai usia. Karier urin kronis juga dapat terjadi pada individu
dengan skistosomiasis. (3)
II.11 Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan terinfeksi Salmonella thypi, maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yag dikonsumsi.
Salmonella thypi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57 0 C untuk beberapa menit
atau dengan proses iodinasi. (1)
Penurunan endemisitas suatu daerah juga tergantung pada baik buruknya pengadaan
sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap
higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid. (1)
Saat ini dikenal tiga mcam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi
kuman yang dimatikan, kuman hidup, dan komponen Vi dari Salmonella thypi. (1)
a. Kuman Hidup
Kuman whole cell tifoid parenteral pertama kali dikenakan pada tahun 1896.
Vaksin ini memberikan 51% - 88% perlindungan pada anak dan dewasa muda, sampai
lebih dari 12 tahun. (2)
Kekurangan utama dari vaksin ini adalah nyeri lokal dan bengkak. Selain itu
efek sistemik terjadi pada 25% - 50% pasien. (2)
Vaksin ini direkomendasikan untuk anak umur 6 tahun atau lebih. Cara
pemberian 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari ke 1,3,dan 5, 1 jam sebelum makan.
Kapsul ke-4 pada hari ke-7 terutama bagi wisatawan. (6)
Reaksi samping lokal berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri
otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang bisa terjadi reaksi alergi
berupa pruritus, ruam kulit, dan urtikaria. Daya proteksi 50% - 80%.(6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Infeksi &Pediatri Tropis edisi
kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2012