Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi

kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu

pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberculosis

paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan

20% selebihnya merupakan tuberculosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pewarnan. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam

(BTA). Kuman Tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam

jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun

(Depkes, 2008).

2.2. Gejala Klinis TB Paru

Menurut Muaz (2014) yang mengutip pendapat (Sudoyo, Setiyohadi,

Alwi, Idrus dkk, 2009), gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu

dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk

darah. Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan (Luckman

dkk, 1993).

Universitas Sumatera Utara


1. Demam

Subfebril menyerupai influenza, namun terkadang suhu mencapai 40-41C.

Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat

ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

2. Batuk

Batuk berlangsung selama 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada

bronkus, sifat batu dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah

timbul peradangan menjadi batuk produktif (sputum). Keadaan yang lebih lanjut

adanya dahak bercampur darah bahkan sampai batuk darah (hemaptoe) karena

terdapat pembuluh darah yang pecah.

3. Sesak Nafas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit TB paru yang sudah lanjut, dimana

infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.

4. Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5. Malaise

Sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,

meriang. Keluar keringat dimalam hari tanpa melakukan aktivitas (Pedoman Tata

Laksana Konsesus TB, 2010).

Universitas Sumatera Utara


2.3. Klasifikasi TB Paru

2.3.1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi Dari Penyakit

1. Tuberkulosis Paru

Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB

dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB

dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat

gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB

ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB

ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.

2. Tuberkulosis ekstra paru

Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura, kelenjar,

limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis

TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau

klnis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan M.

tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,

diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan

gambaran TB yang terberat (Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2014).

2.3.2. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA)

1. Tuberkulosis Paru BTA (+)

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif

Universitas Sumatera Utara


b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan positif.

2. Tuberkulosis Paru BTA (-)

a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative, gambaran

klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta

tidak respons dengan pemberian antibiotic spectrum luas

b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan

M.tuberkulosis positif.

2.3.3. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.

Ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus baru

Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT

atau sudah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau

biakan positif.

Universitas Sumatera Utara


c. Kasus pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten

dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut

harus membawa surat rujukan/pindah

d. Kasus lalai berobat

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti

2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita

tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

e. Kasus gagal

1. Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan)

2. Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif

setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

f. Kasus kronik

Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif

setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

g. Kasus bekas TB

1. Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik negative dan gambaran radiologik

paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial

menunjukkan gambaran yang menetap.

Universitas Sumatera Utara


2. Pada kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun

setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada

perubahan gambaran radiologic (Pedoman Tata Laksana Konsesus TB,

2010).

2.4. Diagnosis TB Paru

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis ( history taking) dan

pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologik. Diagnosis

pasti ditegakkan jika ada pemeriksaan bakteriologik ditemukan M. tuberculosis

didalam dahak atau jaringan. Karena usaha untuk menemukan basil TB tidak

selalu mudah, maka diupayakan cara untuk dapat membuktikan bahwa terdapat

basil TB didalam tubuh. Cara pembuktiannya adalah melalui pemeriksaan

seriologi (Djojodibroto, 2009).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang pedoman

penanggulangan tuberkulosis tahun 2010 yang menerangkan, diagnosis TB paru

ditegakkan mulai dari melakukan pemeriksaan semua suspek TB 3 spesimen

dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Pada program TB

Nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan

dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan

indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan

foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada

TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Pedoman Penanggulangan

Universitas Sumatera Utara


Tuberkulosis, 2010).

2.4.1. Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar tuberkulosis paru, diagnosis terutama ditegakkan

dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.

Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai

dengan indikasi sebagai berikut:

a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini

pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis

tuberkulosis paru BTA positif.

b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,

efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis

berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma) (Depkes RI,

2006).

2.5. Cara Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah pasien TB BTA (+) melalui percik renik dahak

yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil

pemeriksaan negative tidak mengandung kuman dalam dahaknya (Pedoman

Universitas Sumatera Utara


Nasional Penanggulan TB, 2014).

Umumnya penularan tetrjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat

bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya faktor

yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi

percikan dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2006).

2.6. Inkubasi TB Paru

Menurut Hiswani (2009), adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit

tuberkulosis paru adalah muai dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul,

sedangkan waktunya berkisar antara 4-12 minggu untuk tuberkulosis paru. Pada

pulmonair progresif dan estrapulmonair, tuberkulosis biasanya memakan waktu

yang lebih lama, sampai beberapa tahun.

2.7. Program Penanggulangan TB Paru

Sejak Tahun 1995, telah dilaksanakan dengan strategi DOTS ( Directly

Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri

atas lima komponen yaitu :

a. Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh

menanggulangi TB Paru

b. Diagnosis penyakit TB Paru melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis

Universitas Sumatera Utara


c. Pengobatan TB Paru dengan paduan OAT jangka pendek dengan pencatatan

dan pelaporan dalam mengawasi penderita menelan obat secara teratur dan

benar pengawasan langsung oleh PMO

d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita

e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan

evaluasi program penanggulangan TB Paru (Depkes RI, 2009).

DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan

kesehatan primer di seluruh dunia, untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien

TB Paru.Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB

Paru dapat berlangsung dengan cepat. DOTS bertujuan untuk memutuskan rantai

penularan di masyarakat dengan mengobati penderita BTA positif sampai sembuh

(Depkes RI, 2007 ).

Salah satu permasalahan dalam Program Penanggulangan TBC adalah

lamanya jangka waktu pengobatan yang harus dijalani penderita selama 6 sampai

8 bulan. Kegagalan proses pengobatan akibat ketidaktaatan penderita pada

instruksi dan aturan minum obat yang meliputi dosis, cara, waktu minum obat dan

periode, akan mengakibatkan terjadinya kekebalan terhadap semua obat Multiple

Drugs Resistance dan mengakibatkan terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2002).

Universitas Sumatera Utara


2.8. Teori John Gordon

John Gordon mengemukakan pendapat bahwa timbulnya suatu penyakit

sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu penyebab penyakit (agent), manusia dan

karakteristiknya (host) dan lingkungan (environment).

Environment

Agent Host

Gambar 2.1. Model Terjadinya Penyakit Menurut Teori John Gordon

2.8.1. Agent

Agent adalah penyebab essensial yang harus ada. Agent yang

mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium

tuberculosis. Apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak

sufficient atau memenuhi syarat untuk menimbulkan penyakit, agent memerlukan

Universitas Sumatera Utara


dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent ini dipengaruhi

beberapa faktor diantaranya adalah patogenitas, infektifitas dan virulensi.

Patogentitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit

pada host. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk kedalam tubuh

host dan berkembangbiak didalamnya. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba

bagi host.

2.8.2. Host

Hal ini perlu diketahui bahwa tentang host ataupun pejamu meliputi

karakteristik, gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan tubuh, hygiene pribadi, gejala

dan tanda penyakit pengobatan (Ruswanto, 2010).

Host ataupun pejamu adalah manusia atau hewan hidup. Host untuk

penyakit tuberkulosis adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksudkan

dalam penelitian ini adalah manusia. Faktor yang paling berpengaruh terhadap

penularan penyakit tuberkulosis adalah kekebalan tubuh yakni kekebalan tubuh

yang didapat secara alami.

2.8.3. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar diri host (pejamu) baik

benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak seperti suasana yang terbentuk akibat

interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan

merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam penularan

dan penyebaran suatu penyakit. Faktor lingkungan yang terdapat dalam penelitian

Universitas Sumatera Utara


ini adalah rumah sehat, jumlah kendaraan bermotor, kepadatan penduduk, dan

inflasi.

2.9. Determinan Sosial Kesehatan (Social Determinants of Health)

Determinan sosial kesehatan atau social determinant of health adalah

kondisi-kondisi yang mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang, mulai dari

lahir, tumbuh, bekerja dan menjadi tua, yang termasuk didalamnya kondisi sistem

kesehatan, seperti : kemiskinan, kebijakan publik, ketahanan pangan, pekerjaan,

pendapatan, pendidikan, perumahan, transportasi, lingkungan dan jaringan sekitar

(Kemenkes RI, 2014). Menurut WHO tahun 2015, determinan sosial kesehatan

merupakan keadaan dimana manusia itu dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja, dan

menua serta mencakup keseluruhan sistem yang menciptakan kondisi kehidupan

sehari-hari. Keseluruhan sistem ini, mencakup kebijakan dan sistem ekonomi,

agenda pembangunan, norma sosial, kebijakan sosial dan sistem politik.

Determinan sosial adalah faktor yang penting dan berpengaruh terhadap

kejadian TB paru, karena secara langsung maupun tidak langsung faktor resiko

akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan adanya perbedaan determinan

sosial, masyarakat akan mempunyai faktor resiko yang lebih baik ataupun yang

lebih buruk yang akan mmbuatnya menjadi lebih rentan atau lebih kebal terhadap

penyakit menular TB paru (WHO, 2007). Faktor resiko determinan sosial TB paru

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi rumah, jumlah kendaraan

bermotor, kepadatan penduduk dan inflasi.

Universitas Sumatera Utara


2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi TB Paru

Menurut Fletcher (1992), penyakit tuberkulosis banyak terjadi pada

populasi yang memiliki stress yang tinggi, nutrisi jelek, rumah penuh hunian,

ventilasi yang tidak baik, perawatan yang tidak cukup dan perpindahan tempat.

Genetik berperan kecil, dan dalam hal ini yang berperan terhadap besarnya

insiden kejadian tuberkulosis adalh faktor-faktor lingkungan.

Menurut Karyadi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran

penyakit TB tidak hanya berupa faktor medis saja melainkan dipengaruhi juga

oleh faktor non medis seperti urbanisasi, kepadatan penduduk dan ekonomi.

Menurut Helmia (2004) dalam Tabrani (2007), penyakit TB di Indonesia sebagian

besar menyerang kelompok usia kerja produktif dan kebanyakan penderitanya

berasal dari kelompok sosioekonomi rendah.

2.10.1. Rumah Sehat

Pengertian rumah sehat menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 adalah

kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah, lingkungan rumah dann perumahan

sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat

kesehatan yang optimal.

Menurut APHA (American Public Health Assosiation) tahun 2005 rumah

yang memenuhi persyaratan antara lain memenuhi kebutuhan fisiologis,

Universitas Sumatera Utara


psikologis, dapat terhindar dari penyakit menular dan terhindar dari kecelakaan-

kecelakaan. Kondisi rumah yang baik penting untuk mewujudkan masyarakat

yang sehat. Menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan

Kesehatan Perumahan, rumah dikatakan sehat apabila memenuhi persyaratan

empat hal pokok berikut:

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, penghawaan, ruang

gerak yang cukup dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis seperti privacy yang cukup dan

komunikasi yang baik antar penghuni rumah.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit menular yang meliputi

penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan air limbah rumah tangga,

bebas dari vector penyakit, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, sinar

matahari yang cukup, makanan dan minuman yang terlindung dari

pencemaran serta pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang

berasal dari dalam maupun dari luar rumah.

Menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan

Perumahan, ketentuan rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan sebagai

berikut:

1. Bahan bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat

membahayakan kesehatan, antara lain: debu total kurang dari 150 g/m2,

Universitas Sumatera Utara


asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, dan timah hitam (Pb) kurang

dari 300 mg/kg

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya

mikroorganisme pathogen.

2. Komponen dan penataan ruangan rumah

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap

air dan mudah dibersihkan

c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir

e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya

f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap

3. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat

menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan

tidak menyilaukan mata.

4. Kualitas udara

a. Suhu udara nyaman antara 18 30OC

b. Kelembaban udara 40 70 %

c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam

d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni

e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam

f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3

Universitas Sumatera Utara


5. Ventilasi

Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai

6. Vektor penyakit

Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah

7. Penyediaan air

a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/

orang/hari

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air

minum

8. Sarana penyimpanan makanan

Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman

9. Pembuangan Limbah

a. Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air,

tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah

b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,

tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah

Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

disebut-sebut sebagai faktor resiko yang mampu membantu dalam penyebaran

penyakit TB paru. Hal ini dikarenakan, sumber penularan penyakit TB paru erat

kaitannya dengan kondisi-kondisi sanitasi.

Peningkatan jumlah penderita TB paru, dari hasil beberapa penelitian yang

telah dilakukan selama ini, ditemukan bahwa penyebaran penyakit TB paru ini

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan

Universitas Sumatera Utara


fisik perumahan, faktor kependudukan dan faktor karakteristik bakteri.

Lingkungan rumah yang tidak sehat, seperti pada pencahayaan rumah yang

kurang atau tidak memenuhi syarat (terutama cahaya matahari), kurangnya

ventilasi rumah, kondisi ruangan yang lembab, hunian yang terlalu padat

mengakibatkan kadar CO2 didalam ruangan meningkat. Peningkatan CO2 sangat

mendukung perkembangan bakteri. Hal ini dikarenakan kuman TB adalah aerob

obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana

(Widoyono, 2005).

Menurut Kusnindar (1993), kualitas fisik rumah dapat memepengaruhi

kesehatan penghuni seperti ventilasi dan pencahayaan yang buruk berhubungan

dengan kejadian penyakit TB paru didaerah Tangerang, dan seseorang penderita

TB paru yang telah berobat ke Puskesmas diperkirakan dapat menularkan kepada

anggota keluarganya sebesar 33,3 %.

Hasil penelitian Dahlan (2000) menyatakan bahwa pencahayaan, ventilasi

yang buruk dan kepadatan hunian yang tinggi merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi kejadian penyakit TB paru di Kota Jambi.

2.10.2. Jumlah Kendaraan Bermotor

Menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2016, Kendaraan

bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang ada

pada kendaraan tersebut. Biasanya digunakan untuk angkutan orang atau barang

diatas jalan raya selain kendaraan yang berjalan di atas rel.

Jenis kendaraan bermotor, yaitu (UU RI No. 22 Tahun 2009) :

Universitas Sumatera Utara


1. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor yang memiliki roda dua dengan

atau tanpa rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan

bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.

2. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi

sebanyak-banyaknya 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk

pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan besi.

3. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8

tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun

tanpa perlengkapan bagasi.

4. Mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk

dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus.

5. Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain daripada kendaraan

bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor unutk barang yang

penggunaannya unutk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang

khusus.

Peningkatan trend jumlah kendaraan bermotor akan meningkatkan

kemungkinan pencemaran udara luar (outdoor air pollution) yang sering disebut

juga sebagai pencemaran udara ambient yang berdampak buruk untuk kesehatan.

Hal ini dikarenakan polutan-polutan hasil pembakaran yang dikeluarkan oleh

kendaraan bermotor bermacam-macam jenis. Pencemaran udara menyebabkan

penurunan kesehatan dan lingkungan. Adapun masalah kesehatan yang paling

sering diakibatkan oleh pencemaran lingkungan adalah gangguan pernafasan.

Universitas Sumatera Utara


Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi lewat transmisi udara meningkat

berhubungan dengan rendahnya kualitas udara. Kepekaan untuk terinfeksi

penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan

perempuan, tua muda, bayi dan balita. Kepekaan tertinggi pada anak kurang dari

tiga tahun terendah pada anak akhir usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi

pada umur remaja dan awal tua (Hiswani, 2010). Tingkat atau derajat penularan

tergantung kepada banyaknya basil tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas basil

dan peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin, dll.

Pada kondisi normal, saluran nafas manusia yang dalam keadaan sehat dan

dengan sistem kekebalan tubuh yang baik akan mampu mengatasi bakteri TB paru

dan polutan yang masuk bersama udara pernafasan tanpa menyebabkan gangguan

yang berarti ataupun dampak jangka panjang. Namun pada individu yang sensitif

dan dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk, pada saat terjadi polusi yang

tinggi, bakteri dan polutan akan berkontribusi lebih besar untuk masuk dan

menularkan penyakit TB paru.

Menurut World Health Organization (WHO), faktor lingkungan

memberikan kotribusi yang besar unutk menjadi media penularan TB paru dan

dapat menurunkan kualitas faal paru yaitu dengan adanya pencemaran debu yang

tinggi.

Universitas Sumatera Utara


2.10.3. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk suatu daerah adalah perbandingan antara jumlah

penduduk dengan luas daerah dalam kilometer persegi yang merpakan indicator

dari tekanan penduduk suatu daerah.

Hubungan antara peningkatan jumlah penduduk dengan penderita

tuberkulosis adalah postif. Menurut Leida, Widyaningrum, Khuzaimah, dkk

(2008), peningkatan penyakit tuberkulosis disebabkan beberapa faktor seperti

sosio-ekonomi, penambahan penduduk yang amat pesat, kemiskinan, urbanisasi,

lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, usia produktif yang terinfeksi

tuberkulosis paru, infeksi HIV, kelemahan program penanggulangan tuberkulosis

paru dan masalah kesehatan lainnya.

Hasil penelitian Aditama (2012) menyebutkan bahwa kasus distribusi

penyakit TB Paru tertinggi di Puskesmas Candilama Semarang triwulan terakhir

tahun 2012 terdapat di Kelurahan Jomblang yaitu 44% dengan jumlah 17 kasus,

disebabkan wilayah yang jumlah penduduknya paling tinggi dan luas wilayahnya

yang luas dibandingkan dengan Kelurahan Karang Anyar Gunung yang

kepadatannya 38% dengan jumlah 15 kasus. Lalu daerah yang terendah dengan

kasus TB Paru terdapat di Kelurahan Jati Ngaleh dengan kepadatan 18% dengan

jumlah 7 kasus TB paru disebabkan oleh faktor , kepadatan penduduk, kepadatan

rumah dan wilayah kelurahan. Artinya bahwa faktor resiko penyebaran penyakit

Universitas Sumatera Utara


TB Paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang

penyebarannya dapat melalui udara sehingga kondisi wilayah yang padat

penduduknya merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat penularan TB

paru.

Menurut WHO dalam Ginting (2006), wilayah yang penduduknya tinggi

cenderung memiliki tempat tinggal yang kumuh, hygiene,dan nutrisi yang buruk,

sehingga bila ada warganya terkena penyakit TB akan mempercepat proses

penyebarannya.

2.10.4. Inflasi

Menurut Mankiw (2007) inflasi adalah kecenderungan meningkatnya

tingkat harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua

barang saja tidak disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas

kepada sebagaian besar harga-harga barang yang lainnya. Mankiw mendefinisikan

bahwa inflasi merupakan suatu fenomena peningkatan tingkat harga-harga

menyeluruh dalam perekonomian.

Inflasi yang merupakan kenaikan harga secara terus menerus dapat

disebabkan karena naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan

terhadap mata uang dalam negeri.

Berdasarkan pada jenis inflasi yang ada, putong (2008) mengelompokkan

inflais sebagai berikut :

1. Berdasarkan pada asal inflasi

a. Domestic Inflation, inflasi ynag bersal dari dalam negeri

Universitas Sumatera Utara


b. Imported Inflation, inflasi yan berasal dari kenaikan harga luar negeri.

2. Berdasarkan pada intensits inflasi

a. Creeping Inflation, inflasi yang terjadi dengan laju pertumbumbuhan

lambat.

b. Galloping Inflation, inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan yang

sedikit cepat.

c. Hyper Inflation, inflasi yan terjadi dengan laju pertumbuhan yang

tinggi

3. Berdasarkan pada bobot inflasi

a. Inflasi ringan, inflasi dengan laju pertumbuhan yang perlahan dan

berada pada posisi satu digit atau dibawah 10 % per tahun.

b. Inflasi sedang, inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada diantara

lebih dari 10-20 % pe rtahun

c. Inflasi berat, inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada diantara

lebih dari 20-100% per tahun.

Inflasi yang tinggi akan mempengaruhi sektor kesehatan. Bila inflasi

meningkat akan terjadi kenaikan harga dimasyarakat secara otomatis biaya

infestasi dan juga biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula

(kenaikan harga alat kesehatan dan menurunkan kemampuan pembiayaan

program).

Universitas Sumatera Utara


2.11. Deret Berkala (Time Series )

Menurut Hanke dan Winchern (2005), time series adalah runtun waktu

yang mempunyai himpunan observasi data terurut dalam waktu. Menurut

pendapat Prasmanasari dalam Kasmir (2003), time Series atau deret waktu analisis

merupakan hubungan antara variabel yang dicari (dependen) dengan variabel yang

mempengaruhinya (independen variable), yang dikaitkan dengan waktu seperti

mingguan, bulan, triwulan, catur wulan, semester atau tahun. Metode proyeksi

trend dengan regresi, merupakan metode yang digunakan baik untuk jangka

pendek maupun jangka panjang. Metode ini merupakan garis trend untuk

persamaan matematis.

2.11.1. Peramalan (Forcasting)

Kegiatan peramalan merupakan bagian dari pengambilan keputusan

manajemen. Peramalan mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang belum

pasti (intuitif). Peramalan memiliki sifat saling ketergantungan antar divisi atau

bagian. Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), peramalan merupakan studi

terhadap data historis untuk menemukan hubungan kecenderungan dan

polasistematis. Dengan peramalan, para perencana dan pengambil keputusan akan

dapat mempertimbangkan alternatif-alternatif strategi yang lebih luas.

Menurut Murahartawaty (2009), peramalan (forecasting) merupakan

bagian vital bagi setiap organisasi bisnis dan untuk setiap pengambilan keputusan

manajemen yang sangat signifikan. Peramalan menjadi dasar bagi perencanaan

Universitas Sumatera Utara


jangka panjang perusahaan. Menurut Hasibuan (2011), metode peramalan adalah

suatu cara memperkirakan atau mengestimasi secara kuantitatif maupun kualitatif

apa yang terjadi pada masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu.

Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), menyatakan bahwa hampir semua

metoda peramalan formal dilakukan dengan cara mengekstrapolasi kondiri masa

lalu untuk kondisi masa mendatang. Ada 5 metode dalam Peramalan Kuantitatif

yang dikemukakan oleh Heizer dan Render (2009), kelima metode ini dibagi

kedalam dua kategori :

1. Model deret waktu

a. Pendekatan naif (naive approach)

b. Rata-rata bergerak (moving averages)

c. Penghalusan eksponensial

2. Model Assosiatif

a. Proyeksi tren (trend projection)

b. Regresi Linier (Linier Regression)

2.11.1.1 Motode Rata-rata Bergerak (Moving Averages)

Metode rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data actual permintaan

yang baru untuk membangkitkan nilai ramalan untuk permintaan dimasa yang

akan datang. metode ini mmpunyai dua sifat khusus yaitu untuk membuat

forecasting memerlukan data historis dalam jangka waktu tertentu, semakin

panjang moving averages akan menghasilkan moving averages yang semakin

halus.

Universitas Sumatera Utara


2.12. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor-faktor yang berpengaruh positif dan signifikan dan positif terhadap

penderita TB paru di Kota Medan dalam penelitian ini dapat ditujukan dalam

gambar berikut ini :

Variabel independen Variabel dependen

Rumah sehat

Jumlah kendaraan bermotor

Penderita TB Paru
Kepadatan penduduk

Inflasi

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai