Anda di halaman 1dari 6

Melacak Gerakan Koperasi Dalam Marx dan Marxisme

Dodi Faedlulloh

Bila kapitalisme memiliki anak kesayangan berupa korporasi-korporasi,


lalu apa yang dimiliki oleh proyek ekonomi politik sosialisme?

GERAKAN koperasi masih menjadi ihwal minor dalam totalitas kajian


Marxisme. Bahkan kaitannya selalu bernada negatif. Koperasi selalu
terbaca sebagai bentuk moderasi dari kontradiksi internal kapitalisme.
Ditambah koperasi juga menuai kritik dari para pengusung gagasan kiri.
Trotsky (2009 [1906]) salah satunya. Dalam salah satu bagian karyanya,
Revolusi Permanen, ia memberi kritik terhadap gagasan koperasi yang
diusung oleh Nicolas Rozkhov,1 John Bellers,2 dan Charles Fourier.3
Dalam kritiknya terhadap Rozkhov, Trotsky berargumen bahwa koperasi
tidak akan mampu memimpin progres ekonomi karena perkembangan
ekonomi (saat itu) sudah terlalu maju. Akhirnya, yang lahir hanyalah
koperasi kapitalis berbasis kerja-upahan. Dengan kondisi material
kapitalisme yang barbar, ia menilai secara pesimistik tentang
kemungkinan dominasi koperasi di dalam kompetisi kapitalisme, karena
syarat atau basis dari koperasi belum memadai untuk mengubah struktur
ekonomi. Karena bila koperasi memiliki potensi tersebut, bagi Trotsky,
maka tak perlu lagi revolusi proletariat.
Selanjutnya respon Trostksy terhadap proposal masyarakat koperasi ala
Bellers di Tahun 1696. Bellers pada saat itu membuat proposal kepada
parlemen Inggris tentang masyarakat berbasis koperasi produksi yang
terdiri dari dua hingga tiga ratus orang. Bagi Trotsky, tidak perlu repot
untuk melakukan pengujian terhadap gagasan tersebut, karena dari
perspektif cara produksi akhir abad 17, rencana ekonomi kolektif seperti
itu sudah dinilai progresif. Dengan kata lain, pada awal abad 19, saat
Trotksy menulis Revolusi Permanen, gagasan tersebut sudah tidak up to
date.
Kritik Trotsky kemudian diarahkan kepada buah pikiran Fourier tentang
rencana membangun masyarakat koperasi dalam bentuk asosiasi
produsen-konsumen (phalanstere), yang terdiri sampai tiga ribu orang
anggota. Trotksy membaca gagasan ini memiliki kesamaan karakter
dengan utopianismenya komune-komune yang diimajinasikan para
anarkis. Model phalanstere adalah mungkin, tapi baginya gagasan
tersebut sudah tertinggal ratusan tahun lamanya di belakang progres
perkembangan ekonomi yang ada. Sekali lagi, Trotsky menilai model
koperasi tidak up to date. Trotksy meyakini premis satu-satunya badan
koperasi yang dapat mendayagunakan keunggulan sistem produksi
kolektif dalam skala besar adalah negara. Oleh karena itu, rancangan
kolektif-kolektif yang parsial, seperti yang diusung Rozkhov, Bellers, dan
Fourier tidak memiliki kemampuan dalam memperjuangkan sosialisme.

1
Melacak Gerakan Koperasi Dodi Faedlulloh Halaman 2

Yang tidak kalah tajam, kritik terhadap konsep koperasi diberikan Rosa
Luxemburg (1900), dalam karya seminalnya Revolusi atau Reformasi.
Marxis asal Jerman ini menilai, dalam kondisi kapitalisme, koperasi
(produsen) akan selalu berada dalam tekanan kompetisi, sehingga ia
hanya bisa bertahan apabila ia mengamankan pasarnya melalui koperasi
konsumen. Dengan kata lain, kondisi demikian mensituasikan ruang
lingkup gerakan koperasi menjadi terbatas, yakni hanya mengakomodir
pasar domestik atau melayani kebutuhan yang sifatnya langsung seperti
makanan. Berarti, koperasi tidak akan berkesempatan untuk melakukan
pengelolaan pada bidang-bidang strategis, misalnya dalam pengelolaan
industri ekstraktif atau sumber daya alam lainnya. Oleh karena itu,
koperasi dinilainya bukan alat transformasi sosial yang unggul karena tak
lagi merupakan serangan terhadap basis-basis utama dari ekonomi
kapitalis.
Respon terhadap Kritik: Menggali Naskah Marx
Dengan kritik, langkah perjuangan menjadi lebih hebat, begitupula
koperasi. Ragam kritik sebelumnya perlu disambut dengan baik dan
dijadikan pelajaran berharga. Kritik-kritik tersebut harus dibaca secara
dialektis. Apa yang disampaikan Trotsky dan Rosa adalah kritik yang
disebabkan kondisi material dan sejarah tertentu. Argumentasi kedua
pemikir Marxis tersebut ada benarnya, namun juga tak sepenuhnya
benar.
Diskursus paradigma sosialisme sampai hari ini masih diperdebatkan di
sana-sini. Koperasi memang selalu memiliki hubungan yang tidak
nyaman terhadap tradisi filsafat Marxis yang berkonsentrasi pada
kepemilikian negara (Dobrohoczki: 2013). Tapi yang perlu kembali
diingat, sosialisme pun berbicara tentang partisipasi dari bawah. Dan
koperasi secara praktik menjalankan tugas tersebut, bahkan secara
empiris banyak koperasi di belahan dunia telah menjalankannya. Berarti
kita tak perlu berkacamata kuda dalam menjelaskan sosialisme dengan
cara dikotomistik semacam itu.
Koperasi sejati tentu bukanlah koperasi-koperasi seperti konsep yang
dikritik oleh Trotsky dan Rosa. Koperasi yang diperjuangkan adalah
alternatif dari kapitalisme, yaitu koperasi berbasiskan partisipasi,
demokrasi, dan menempatkan kebutuhan riil rakyat sebagai yang utama.
Jadi, ada beberapa hal yang tidak tepat dari kritik mereka bila dilihat dari
situasi hari ini. Ketika Totskty bicara tentang negara sebagai koperasi
dalam skala besar, dalam ranah ini, hemat saya, kita cukup
merekonseptualisasi relasi koperasi dengan negara. Karena negara bisa
menjadi kawan atau lawan bagi koperasi. Di era neoliberal seperti yang
terjadi di Indonesia, koperasi disingkirkan secara sistematis dalam
percaturan sosial ekonomi masyarakat. Namun sebaliknya, misal
Venezuela yang sedang berupaya menuju sosialisme abad 21-nya, justru
mengintegrasikan koperasi dalam dewan-dewan komunal di sana. Tapi
itu pun juga sebenarnya tidak berlaku linear, karena koperasi sejati
Melacak Gerakan Koperasi Dodi Faedlulloh Halaman 3

memiliki otonomi, ia bisa mendefinisikan dirinya sebagai subjek di antara


realitas sosial yang kompleks. Bahkan, koperasi progresif justru bisa lahir
dan berkembang di tengah arus kapitalisme yang kuat. Misalnya kita bisa
menyaksikan beberapa footage dari film seminal karya Michael Moore,
Capitalism: A Love Story, yang menunjukan ikhwal another world exists,
yaitu solusi perusahaan yang dikelola secara koperasi langsung oleh para
pekerjanya sendiri. Mereka bisa membuktikan tentang pekerja tanpa bos
adalah hal yang mungkin. Dalam istilah Richard D. Wolff (dalam Abdul:
2013), kondisi seperti ini disebut sebagai democration at work. Para
pekerja sendirilah yang menjadi pemilik dan pengambil keputusan, bukan
sang pemilik modal. Menyitir tentang pentingnya artikulasi politik dari
naskah yang ditulis Martin Suryajaya,4 menurut saya, para pekerja di
perusahaan roti di Amerika Serikat yang diangkat secara apik oleh Moore
lewat film dokumenternya itulah yang berhasil mengartikulasikan
Marxisme melalui cara koperasi pekerja. Tanpa jargon, tapi Marxis
dalam praktik kehidupannya.
Mencari literatur kajian koperasi dari perspektif Marxisme memang agak
sulit, tidak seperti kajian filsafat, ekonomi-politik, tentang kader atau
partai yang lebih banyak terhampar dalam ribuan naskah. Sebelumnya,
saya sepakat tentang tak perlunya Marxisme yang sloganistik, kutipan
Marx yang untuk sekedar gagah-gagahan, dan perkara ababil-ababil
Marxisme lainnya dalam menjelaskan kebenaran. Namun, dalam
kesempatan ini, mau tak mau saya perlu menggali pernyataan Marx dari
naskah-naskahnya tentang koperasi untuk memberi terang bagaimana
pendekatan Marx dalam membaca koperasi. Tujuannya agar tidak
menimbulkan hal yang kontra-produktif atau sinisme yang tak perlu dari
para aktivis sosial dalam menilai koperasi. Tentang koperasi Marx pernah
menjelaskan:
But there was in store a still greater victory of the political economy of
labour over the political economy of property.We speak of the co-
operative movement, especially of the co-operative factories raised by
the unassisted efforts of a few bold hands. The value of these great
social experiments cannot be over-rated. By deed, instead of by
argument, they have shown that production on a large scale, and in
accord with the behest of modern science, may be carried on without the
existence of a class of masters employing a class of hands; that to bear
fruit, the means of labour need not be monopolised as a means of
dominion over, and of extortion against, the labouring man himself;
and that, like slave labour, like serf labour, hired labour is but a
transitory and inferior form, destined to disappear before associated
labour plying its toil with a willing hand, a ready mind, and a joyous
heart. (Marx, 1864)
Teks ini memberikan pencerahan tentang pandangan Marx yang yakin
bahwa koperasi tidak sekedar layak, namun juga bisa memunculkan
moda produksi baru. Tanpa perlu banyak argumen, koperasi
melaksanakan dengan bukti, bahkan mampu memproduksi dalam skala
besar. Alat produksi tidak lagi digunakan untuk mengeksploitasi pekerja.
Melacak Gerakan Koperasi Dodi Faedlulloh Halaman 4

Bahkan tak hanya berhentinya alienasi dan eksploitasi, mereka (para


pekerja dalam sistem koperasi) justru merasa bebas bekerja untuk
perusahaannya sendiri. Dengan kata lain, mereka bekerja dengan riang
gembira. Secara sederhana, hal yang saya coba tegaskan dengan
meminjam kutipan Marx ini yaitu dengan berkoperasi, kita bisa
mempersiapkan masyarakat dengan cara kerja yang sosialis melalui
pemilikan dan kontrol alat produksi. Alih-alih hari ini begitu banyak
perdebatan yang berkutat tentang mempersiapkan revolusi melalui
pengkaderan dan pembentukan partai yang revolusioner, namun justru
kurang mempersiapkan dalam mode produksi. Inilah ikhitar untuk
menjawab dari pertanyaan habis revolusi mau ngapain?
Marx menilai koperasi (dalam istilahnya Marx joint-stock companies)
sebagai mode produksi yang lebih unggul daripada kapitalisme, dan
menganggapnya sebagai langkah pertama dalam transformasi secara
perlahan kepemilikan dan kontrol swasta pada kepemilikan bersama.
Kemudian dalam bab The Role of Credit in Capitalist Production pada
Capital Vol. III, Marx berkata:
The co-operative factories run by workers themselves are, within the
old form, the first examples of the emergence of a new form, even
though they naturally reproduce in all cases, in their present
organization, all the defects of the existing system, and must reproduce
them. But the opposition between capital and labour is abolished there,
even if at first only in the form that the workers in association become
their own capitalists, i.e., they use the means of production to valorise
their labour. These factories show how, at a certain stage of
development of the material forces of production, and of the social
forms of production corresponding to them, a new mode of production
develops and is formed naturally out of the old (Marx, 1894: 5712).
Dalam teks ini, Marx menegaskan tentang lenyapnya pertentangan antara
kapital dan pekerja dalam (sistem) koperasi. Alat produksi, yang dalam
sistem kapitalistik menjadi sarana eksploitasi, dalam koperasi justru
menjadi sarana aktualisasi, realisasi diri dan emansipasi ekonomi rakyat
pekerja. Secara dialektis, hal ini menunjukkan koperasi merupakan suatu
tahap perkembangan tertentu dari kekuatan-kekuatan produksi material
dan bentuk-bentuk produksi sosial yang akan mensituasikan suatu mode
produksi yang baru. Dalam aras ini, demokrasi ekonomi hadir untuk
mempertegas kedaulatan ekonomi (bagi rakyat pekerja). Tidak ada lagi
monopoli terhadap kuasa ekonomi oleh segelintir pihak. Sebagaimana
banyak dibahas, demokrasi minus demokrasi ekonomi adalah cacat,
bahkan berbahaya bagi perkembangan demokrasi itu sendiri. Indonesia
adalah contoh nyata terkait ini. Tumbangnya Rezim Orde Baru, terlepas
dari perkara prosedural dan substansial, masa ini telah menjadi
momentum perayaan demokrasi politik, namun hampir lebih dari enam
belas tahun demokrasi diraih tidak mampu memberikan kesejahteraan
bagi rakyat. Sekedar kebebasan beraspirasi ternyata tidak mencukupi
untuk perut yang lapar.
Melacak Gerakan Koperasi Dodi Faedlulloh Halaman 5

Posisi Koperasi dalam Perhatian Marx


Marx memang tidak pernah mencurahkan energi dan waktunya secara
khusus untuk memberi penjelasan tentang koperasi, khususnya setelah
momen runtuhnya Komune Paris (Jossa, 2005: 12). Hal inilah mungkin
yang menjadi salah satu alasan di balik sedikitnya perhatian yang
diberikan kalangan Marxis terhadap gerakan koperasi. Namun dari
beberapa jejak yang ditinggalkannya, kita bisa tahu bagaimana perhatian
Marx terhadap gerakan koperasi. Koperasi bukanlah tujuan, namun bisa
menjadi tuas guna mencabut pondasi ekonomi yang di atasnya terletak
kelas-kelas (Marx: 1871). Dalam komentarnya terhadap pengalaman
Komune Paris, ia menerangkan:
If co-operative production is not to remain a sham and a snare; if it is
to supersede the capitalist system; if united co-operative societies are to
regulate national production upon common plan, thus taking it under
their own control, and putting an end to the constant anarchy and
periodical convulsions which are the fatality of capitalist production
what else, gentlemen, would it be but communism, possible
communism? (Marx, 1871)
Komentar Marx ini perlu perhatian tersendiri. Bila gerakan koperasinya
bukanlah koperasi abal-abal, ia memiliki potensi untuk mengganti sistem
kapitalisme. Marx pun percaya bila gerakan koperasi bersatu akan
mampu mengatur produksi dalam skala nasional, dalam hal ini sekaligus
menjawab komentar Trotsky tentang premis satu-satunya badan koperasi
yang dapat mendayagunakan keunggulan sistem produksi kolektif dalam
skala besar adalah negara tidaklah absolute.
Uraian-uraian dalam risalah kecil ini adalah ikhtiar untuk menunjukan
bahwa koperasi bisa menjadi salah satu alat perjuangan dan proses untuk
menuju sistem kehidupan yang baru, meruntuhkan tatanan pondasi
ekonomi yang lama dan membangun mode produksi baru mengganti
kapitalisme. Kesimpulannya, koperasi ternyata memiliki semangat yang
sama dengan Marxisme. Maka menuduhnya sebagai bentuk terselubung
dari kapitalisme adalah keliru.***

Penulis adalah pegiat koperasi, tinggal di Purwokerto. Saat ini sedang studi di
Pasca Sarjana Prodi Ilmu Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedirman.
Beredar di twitland dengan akun @Dodi_Fdh

-----------------------------------------
Kepustakaan:
Abdul, H. 2013. Krisis Kapitalisme dan Solusinya: Catatan Antropologi
Ekonomi Politik, diakses http://etnohistori.org/krisis-kapitalisme-dan-
solusinya-catatan-antropologi-ekonomi-politik-oleh-hatib-abdul-
kadir.html
Melacak Gerakan Koperasi Dodi Faedlulloh Halaman 6

Dobrohoczki, R. 2013. Co-operatives as Spaces Of Cultural Resistance and


Transformation in Alienated Consumer Society. Third Conference on the
Works of Karl Marx and the challenges of the 21st century
Jossa, B. 2005. Marx, Marxism and The Cooperative Movement.
Cambridge Journal of Economics, 2005, 29, pp. 3-18.
Luxemburg, R. 1900. Reformasi atau Revolusi, diakses di
http://www.marxists.org/indonesia/archive/luxemburg/reformasi-atau-
revolusi.htm tanggal 9 April 2014
Marx, K. 1864. Inaugural Address ff The Working Mens International
Association, in MarxEngels, Collected Works, diakses
http://www.marxists.org/archive/marx/works/1864/10/27.htm
Marx, K. 1871. The Civil War in France, in MarxEngels, Collected Works,
diakses https://www.marxists.org/archive/marx/works/1871/civil-war-
france/ch05.htm
Marx, K. 1894. Capital, Vol. III, Harmondsworth, Penguin Books, 1981
Suryajaya, M. 2014. Marxisme dan Artikulasi Politik, diakses
http://indoprogress.com/2014/04/marxisme-dan-artikulasi-politik/
tanggal 9 April 2014
Trotsky, L. 2009 [1906]. Revolusi Permanen. Ressist Book: Yogyakarta.

1. Nicolas Rozhkov (1868-1927) adalah serorang profesor sejarah di


Universitas Moskow
2. John Bellers (1654-1725) bukan seorang anggota parlemen Inggris,
namun ia adalah anggota Quaker yang mempublikasikan rencananya di
sidang parlemen Proposals for Raising a College of Industry of All
Useful Trades and Husbandry, 1695.
3. Charles Fourier (1772-1837) adalah seorang sosialis utopis dari Prancis.
Ia menunjukkan kontradiksi antara retorika liberty, fraternity, and
equality dengan realitas kapitalisme.
4. Suryajaya, M. 2014. Marxisme dan Artikulasi Politik, diakses via
http://indoprogress.com/2014/04/marxisme-dan-artikulasi-politik/
tanggal 9 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai