Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

TANTANGAN INTEGRASI NASIONAL

Disusun Oleh :

TINGKAT 1B

1. ARLIYANI AGUSTIYANA (P07234016046)


2. AYU REZEKI PUTRI LESTARI (P07234016047)
3. DEVI AYU PUSPITA (P07234016049)
4. KURNIA WIDIANI (P07234016059)
5. SITI QORYAH (P07234016073)
6. VIRLY APRILLIA (P07234016077)
7. YOLANDA ADELLA SULEMAN (P07234016080)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN


KESEHATANKALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2016/2017
DAFTAR ISI
BAB 1.................................................................................................... 3
PENDAHULUAN................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 5

BAB II .................................................................................................. 7
PEMBAHASAN .................................................................................. 7
1. Pengertian Integrasi Nasional .................................................................................... 7
2. Faktor-faktor pendorong integrasi nasional .............................................................. 7
3. Faktor-faktor penghambat integrasi nasional............................................................. 8
4. Hambatan , Tantangan , Ancaman , dan Gangguan Integrasi Nasional ..................... 8
5. Gangguan Integrasi Nasional ................................................................................... 14
6. Contoh-Contoh Pendorong Integrasi Nasional ....................................................... 16
7. Bentuk Integrasi Nasional ...................................................................................... 16
8. Pentingnya Integrasi Nasional ................................................................................. 18
9. Integrasi Nasional Indonesia ................................................................................... 19

BAB III ............................................................................................... 25


PENUTUP .......................................................................................... 25
3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 25
3.2 Saran ...................................................................................................................... 26
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam
makalah ini kami membahas tentang Integrasi Nasional
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membagun sangat kami harapkan untuk
perbaikan dan peningkatan dalam pembuatan makalah ini kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, dan juga untuk
seluruh civitas akademika Poltekkes Kemenkes Kaltim.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Samarinda, Mei 2017

Tim Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Integrasi berasal dari bahasa inggris integration yang berarti
kesempurnaan atau keseluruhan. Intergasi sosial dimaknai sebagai proses
penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi sosial akan terbentuk
apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas
teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
Di masa awal Indonesia merdeka, identitas nasional ditandai oleh bentuk
fisik dan kebijakan umum bagi seluruh rakyat Indonesia (di antaranya adalah
penghormatan kepada Sang Saka Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya,
Bahasa Indonesia, dan seterusnya). Akan di era yang berkembang pada saat ini,
apakah identitas nasional dapat ditandai dari ekspresi fisikal tersebut atau
dibutuhkan reinterpreasi tentang tentang identitas nasional? Identitas adalah
representasi diri seseorang atau masyarakat melihat dirinya sendiri dan bagaimana
orang lain melihat mereka sebagai sebuah entitas sosial-budaya. Dengan
demikian, identitas adalah produk kebudayaan yang berlangsung demikian
kompleks. Identitas dilihat dari aspek waktu bukanlah suatu wujud yang sudah
ada sejak semula dan tetap bertahan dalam suatu esensi yang abadi. Sedangkan
dilihat dari aspek ruang juga bukan hanya satu atau tunggal, tetapi terdiri dari
berbagai lapisan identitas. Lapis-lapis identitas itu tergantung pada peran-peran
yang dijalankan, keadaan objektif yang dihadapi, serta ditentukan pula dari cara
menyikapi keadaan dan peran tersebut.
Dengan demikian, di satu sisi identitas akan terbentuk berdasarkan
kemauan kita sendiri, sedangkan di sisi lain identitas akan sangat tergantung dari
kekuatan-kekuatan objektif yang terjadi di sekitar yang mengharuskan kita untuk
meresponsnya. Dan, respons tersebut secara tidak langsung juga memberi bentuk
lain terhadap apa yang kita anggap sebagai diri kita saat ini. Identitas bukanlah
suatu yang selesai dan final, tetapi merupakan suatu kondisi yang selalu
disesuaikan kembali, sifat yang selalu diperbaharui, dan keadaan yang dinegosiasi
terus-menerus, sehingga wujudnya akan selalu tergantung dari proses yang
membentuknya. Seperti halnya identitas kita pada saat ini, menunjukkan
gambaran yang tidak tunggal tetapi sangat plural. Pluralitas pada perkembangan
saat ini tidak lagi hanya dibatasi pada perbedaan etnis, profesi, latar belakang
pendidikan, serta asal usul daerah. Pluralitas pada perkembangan saat ini justru
lebih menunjuk pada persoalan kepentingan-kepentingan. Seseorang bisa berbeda
dengan orang lain, bukan lantaran dia berasal dari etnis yang berbeda, profesi
yang berbeda, latar belakang pendidikan yang berbeda, bahkan asal asul daerah
yang berbeda. Kepentingan masingmasing oranglah yang kemudian menyatukan
identitas tersebut.
Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah
pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan.
Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme
sosial. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua atau lebih
kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang
berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan
yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran), dimana
unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam
keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu. Cara
penanggulangan masalah konflik adalah melalui modifikasi dan koordinasi dari
unsur - unsur kebudayaan baru dan lama. Inilah yang disebut sebagai Integrasi
Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979 dalam Danandjaja, 1999).
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan
perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan
bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi
hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan
kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang
melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah
keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Kita ketahui
dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan karakter atau
manusia manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa
Indonesia.
Agar penulis tidak menyimpang jauh dari materi yang dibahas, maka
penulis ingin menyusun makalah ini secara sistematis. Dalam hal ini penulis ingin
membahas mengenai integrasi nasional. Agar masyarakat khusunya pelajar
maupun mahasiswa dapat mengetahui betapa pentingnya integrasi nasional bagi
bangsa indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Pengertian Integrasi Nasional ?


1.2.2 Apa saja faktor-faktor pendorong Integrasi Nasional?
1.2.3 Apa saja faktor-faktor penghambat Integrasi nasional?
1.2.4 Hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan apa saja yang dapat
mempengaruhi Integrasi Nasional?
1.2.5 Gangguan apa saja yang dapat menganggu Integrasi Nasional?
1.2.6 Apa saja contoh pendorong Integrasi nasional?
1.2.7 Apa saja bentuk Integrasi Nasional?
1.2.8 Apa pentingnya Integrasi Nasional?

1.3 Tujuan
1.3.1 Agar Mahasiswa mengetahui Apa Pengertian Integrasi Nasional
1.3.2 Agar Mahasiswa mengetahui Apa saja faktor-faktor pendorong
Integrasi Nasional
1.3.3 Agar Mahasiswa mengetahui Apa saja faktor-faktor penghambat
Integrasi nasional
1.3.4 Agar Mahasiswa mengetahui Hambatan, tantangan, ancaman, dan
gangguan apa saja yang dapat mempengaruhi Integrasi Nasional.
1.3.5 Agar Mahasiswa mengetahui Gangguan apa saja yang dapat
menganggu Integrasi Nasional.
1.3.6 Agar Mahasiswa mengetahui Apa saja contoh pendorong Integrasi
Nasional.
1.3.7 Agar Mahasiswa mengetahui Apa saja bentuk Integrasi Nasional.
1.3.8 Agar Mahasiswa mengetahui Apa pentingnya Integrasi Nasional.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Integrasi Nasional

Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan


perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan
bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi
hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan
kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang
melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah
keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Kita ketahui
dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan karakter atau
manusia manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa
Indonesia.

2. Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:

a) Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.


b) Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana
dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
c) Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana
dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
d) Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana
dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan
perjuangan.
e) Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi
Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu
kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.

3. Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:

a. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-


faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya,
bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
b. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang
dikelilingi oleh lautan luas.
c. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang
berasal dari dalam maupun luar negeri.
d. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan
hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan
keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-
golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk
rasa.
e. Adanya paham etnosentrisme di antara beberapa suku bangsa yang
menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah
budaya suku bangsa lain.

4. Hambatan , Tantangan , Ancaman , dan Gangguan Integrasi Nasional


A. Hambatan Integrasi Nasional
Hambatan merupakan usaha yang berasal dari dalam diri sendiri yang bersifat
atau bertujuan untuk melemahkan ataau menghalangi secara konsepsional
keinginan atau kemajuan yang ingin dicapai. Ada beberapa Faktor yang menjadi
Penghambat Integrasi Nasional di Indonesia adalah sebagai berikut:
i. Masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam (heterogen) dalm faktor-
faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya,bahasa
daerah,agama yang dianut ras,dan sebagainya.
ii. Wilayah yang begitu luas,terdiri dari ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh
lautan luas.
iii. Besarnya ancaman,tantangan,halangan dan gangguan yang menrongrong
keutuhan,kesatuan dan persatuan bangsa,baik yang berasal dari luar maupun
dalam negeri.
iv. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan
menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di kalangan
masyarakat.dampaknya akan timbul dalam berbagai gejalah seperti
SARA,gerakan separatisme dan kedaerahan,atau demontrasi dan unjuk rasa.
v. Adanya paham "etnosentrisme" di antara beberapa suku bangsa yang
menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan sebaliknya menganggap
rendah budaya suku bangsa yang lainnya.
vi. Lemahnya nila-nilai budaya bangsa akibat kuatnya pengaruh budaya asing
yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa,baik melewati kontak langsung
maupun tak langsung.Kontak langsung antara lain melalui unsur-unsur
pariwisata,sedangkan kontak tak langsung antara lain melalui media cetak
(majalah dan tabloid) atau media elektronika (televisi,tape
recorder,film,radio).hal itu akan berdampak adanya westernisasi atau gaya
hidup kebarat-baratan,pergaulan bebas,penyalahgunaan narkotika dan lain
sebagainya.

B. Ancaman dan Tantangan Integrasi Nasional


Bangsa Indonesia sebetulnya dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain
dan dari negara kita sendiri tentang akibat menguatnya primordialisme, sehingga
keberadaan dan penguatan lembaga-lembaga integrative seperti sistem pendidikan
nasional, birokrasi sipil dan militer, partai-partai politik (ideology nasionalisme
yang dapat menjembatani perbedaan etnik yang tajam, Sedangkan partai etnik
tidak berhasil) harus tetap dilaksanakan dengan mengngat bahwa hal ini adalah
sebagai konsekuensi dari masyarakat kita yang majemuk.
Perlunya lembaga-lembaga pemersatu melalui state building dilandasi oleh
pemikiran seorang ilmuwan Benedict Anderson, yang menganggap nasionalisme
sebagai ideologi yang membentuk suatu masyarakat imajiner (imagined
communities). Dalam masyarakat imajiner menjadi masyarakat riil juga
membuktikan kebenaran teori Geertz tentang perlunya lembaga-lembaga
pemersatu, sehingga ketika pencetus ideology nasionalisme para founding father
sudah meninggal, negara bangsa masih tetap bertahan dan tidak terjadi
disintegrasi. Uraian secara singkat tentang lembaga pemersatu yang dimaksud
tersebut adalah sebagai berikut :

1. Birokrasi sipil dan militer


Lembaga integrative yang paling dominant dan paling penting yang mutlak
diperlukan adalah kekuatan militer (TNI), yang jika diperlukan dapat memakai
penguasaan dan monopolinya atas alat-alat kekerasan (alat peralatan perang alat
utama sistem persenjataan) untuk mempertahankan dan bahkan untuk membangun
negara bangsa. Dalam kerangka pemikiran tradisional bahkan gejala universal
kaum militer di dunia, peranan militer sebagai benteng terakhir (mean of the last
resort) mempertahankan kebutuhan negara bangsa. Hal ini dapat dilihat sikap
keras dari militer terhadap gerakan-gerakan separatis maupun kedaerahan
(primodialisme), sebagai contoh kudeta militer di Pakistan di bawah Jenderal
Musharaf, kepulauan Fiji, Rusia di bwah Presiden Vladimir Putin menghadapi
separatis Chechnya, dan Srilanka menghadapi gerilyawan etnik Tamil serta TNI
dan Polri menghadapi gerakan-gerakan separatis maupun kedaerahan di Indonesia
mulai dari RMS tahun 1950, sampai masalah GAM di Aceh dan Papua Merdeka
di Papua.
Dalam suasana demokratisasi, pengunaan kekuatan militer terhadap gerakan
separatis dapat menimbulkan ambivalensi karena pada proses demokrasi, kegiatan
separatisme yang dilakukan tanpa kekerasan adalah sesuatu yang legal. Contoh
nyata adalah kasus Quebec di Kanada yang sudah dua kali melakukan referendum
untuk memisahkan diri tetapi tidak berhasil. Referendum yang berhasil terjadi di
Indonesia, yakni jajak pendapat di Timor Timur tahun 1999 yang dimenangkan
oleh kelompok pro kemerdekaan. Jajak pendapat di Timor Tiimur sebetulnya
bukan yang pertama kali untuk Indonesia, karena kita pernah menyelenggarakan
Act of free choice (penentuan pendapat rakyat perpera) di Irian jaya tahun 1969
bersama PBB, yang berhasil mendapat dukungan untuk bersatu dengan Indonesia.
Contoh Jajak pendapat serupa terjadi di Sabah dan Serawak tahun 1963 yang
setuju bergabung dengan semenanjung Malaya untuk membentuk negara
Malaysia.
Selain birokrasi militer, proses state building juga mencakup birokrasi sipil yang
mempunyai tugas utama menarik pajak dan menyediakan bahan Pokok khususnya
bahan Makanan (aparatur pajak sebagai bentuk yang paling tradisional dari
demokrasi). Penyediaan bahan Makanan harus tersedia dengan cukup untuk
mencegah terjadinya huruhara kelaparan pangan atau food riots, yang dalam
sejarah dapat di contohkan dengan revolusi Prancis tahun 1789 dan revolusi Rusia
tahun 1917. Indonesia juga pernah mengalami food riots yang menyebabkan
runtuhnya pemerintahan orde baru tahun 1998 akibat krisis moneter Sejak tahun
1997. Krisis pangan dan moneter juga meruntuhkan pemerintahan di Muangthai
dan Korea Selatan, Sedangkan yang selamat hanya Malaysia di bawah PM
Mahathir Mohammad.
Birokrasi militer dan sipil di Indonesia sudah berkembang pesat dan mengalami
kemajuan baik dari segi jumlah, kualitas, jenjang pangkat maupun penempatan
jabatan eselon Pimpinan serta sumber etnik rekrutmen. Dari segi etnik, baik TNI
maupun Polri dan PNS baik Pusat maupun daerah sudah meliputi semua etnik
group yang ada, sehingga melambangkan Bhineka Tunggal Ika.
2. Partai Politik.
Lembaga partai politik di Indonesia merupakan perwujudan dari ideology
nasionalisme yang paling berhasil. Ideologi nasionalisme yang dibawakan oleh
Partai Politik di Indonesia cukup berhasil, partai politik yang berideologi
nasionalisme dapat menjembatani perbedaan etnik yang tajam, ini dapat
dibuktikan oleh sejarah bahwa partai politik yang berazaskan etnik boleh
dikatakan kurang berhasil bahkan gagal total. sebagai contoh pada Pemilu 1999
Partai Tionghoa Indonesia gagal dibandingkan partai Bhineka Tunggal Ika yang
keduanya berorientasi etnik Tionghoa, dimana partai Bhineka Tunggal Ika yang
majemuk berhasil memperoleh satu kursi di DPR. Sedangkan pada Pemilu tahun
1955 yang agak berhasil hanya Partai Persatuan Dayak di Kalimantan Barat
Sedangkan Partai etnik lainnya di Jawa Barat gagal memperoleh kursi di DPRD
maupun DPR.
Dalam sejarahnya Partai Politik merupakan alat mobilisasi vertical yang lebih
cepat dibandingkan dengan birokrasi nasional baik birokrasi sipil maupun militer.
Dengan sistem Pemilu di Indonesia sekarang merupakan gabungan dari sistem
distrik dan sistem proposional, sehingga perwakilan daerah dan etnik terwakili.
Maka partai politik mampu menjadi alat integrasi bangsa untuk menekan
perlawanan etnik yang minoritas. Kita juga dapat memetik pelajaran dan
pengalaman kisah sukses PAP di Singapura menunjukkan keberhasilan kebijakan
rekrutmen dari Lee Kuan Yew dalam mengakomodir ketiga etnik yang ada di luar
etnik mayoritas Tionghoa yakni etnik Melayu, India dan Indo (Eurasian).
Bagaimana dengan Pemilu 2009 nanti ?

3. Sistem Pendidikan Nasional


Sistem pendidikan nasional menjadi alat integrasi nasional terutama karena
sifatnya yang menciptakan elite nasional yang kohesif. Pendidikan nasional mulai
dari SD sampai Perguruan Tinggi, menjadi alat pemersatu baik melalui kurikulum
nasiional, bahasa pengantar maupun sistem rekrutmen siswa, mahasiswa maupun
tenaga pengajar yang bersifat nasional. Dalam suasana otonomi daerah sekarang
ini diusahakan adanya ujian lokal tetapi yang berstandar nasional, demikian juga
walaupun ada ide untuk menambah muatan kurikulum lokal/kedaerahan, namun
tetap kurikulum inti mengajarkan ilmu sosial dan humaniora yang bersifat
integratif dan nasional.
Sifat integratif lainnya adalah pemakaian bahasa pengantar yakni bahasa
Indonesia sebaga bahasa nasional disamping penggunaan bahasa lokal/daerah
yang diberlakukan untuk pendidikan tingkat SD/SLTP. Cara ini akan
memudahkan integrasi ke dalam sistem nasional dan sosialisasi yang sama untuk
seluruh warga negara.
Sedangkan alat integrasi yang lain adalah rekrutmen siswa, mahasiswa dan tenaga
pengajar yang bersifat nasional dan multi etnik, sehingga terjadi proses
komunikasi, sosialisasi, asimilasi dan kulturasi dari berbagai etnik di kalangan
siswa, mahasiswa dan tenaga pengajar. Adanya perguruan tinggi pada tahun 1920
di Jakarta dan di berbagai kota besar maupun di setiap ibukota propinsi dan
dianggap sebagai embrio terbentuknya komunitas nasional yang bersifat multi
etnik, berbicara dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan
berkeinginan terbentuknya negara Indonesia.

4. Kemajuan Komunikasi dan Transportasi.


Peranan media masa nasional seperti koran, majalah, TVRI, RRI cukup penting di
Indonesia sebagai alat integrasi nasional. Banyak koran maupun media masa
lainnya yang terbit di Jakarta tetapi penyebarannya menjangkau sampai ke seluruh
kabupaten-kabupaten, begitu juga koran lokal yang mampu menembus pasar ke
daerah lainnya. Alat komunikasi lainnya adalah telepon, yang mengalami
perkembangan pesat sejak pemerintahan orde baru sampai sekarang, seiring
dengan modernisasi telekomunikasi yang dipelopori oleh Telkom dan Indosat.
Sifat integratif dari telepon ini dibuktikan dengan banyaknya percakapan
interlokal antar kota yang mencakup rata-rata 30 % dari biaya langganan telepon
perbulan.
Perkembangan yang cepat dalam bidang transportasi mengakibatkan terjadinya
mobilitas geografis penduduk dapat lebih cepat, aman, nyaman, dan murah.
Bentuk mobilitas penduduk dapat transmigrasi, migrasi maupun turisme baik
antar daerah, nasional, regional bahkan global. Meningkatnya kegiatan mobilitas
penduduk dan turisme nasional maupun lokal membawa dampak memperkuat
rasa kesatuan dan kebangsaan.

5. Gangguan Integrasi Nasional

1. Geografi.
Letak Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk memisahkan diri
adalah daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar pengaruhnya
dari negara tetangga atau daerah perbatasan, daerah yang mempunyai pengaruh
global yang besar, seperti daerah wisata, atau daerah yang memiliki kakayaan
alam yang berlimpah.
2. Demografi.
Pengaruh (perlakuan) pemerintah pusat dan pemerataan atau penyebaran
penduduk yang tidak merata merupakan faktor dari terjadinya disintegrasi bangsa,
selain masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan SDM.

3. Kekayaan Alam.
Kekayaan alam Indonesia yang sangat beragam dan berlimpah dan penyebarannya
yang tidak merata dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya disintegrasi
bangsa, karena hal ini meliputi hal-hal seperti pengelolaan, pembagian hasil,
pembinaan apabila terjadi kerusakan akibat dari pengelolaan.

4. Ideologi.
Akhir-akhir ini agama sering dijadikan pokok masalah didalam terjadinya konflik
di negara ini, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap agama
yang dianut dan agama lain. Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan bijaksana
pada akhirnya dapat menimbulkan terjadinya kemungkinan disintegrasi bangsa,
oleh sebab itu perlu adanya penanganan khusus dari para tokoh agama mengenai
pendalaman masalah agama dan komunikasi antar pimpinan umat beragama
secara berkesinambungan.

5. Politik.
Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut berbagai
ketidak nyamanan atau ketidak tenangan dalam
bermasyarakat dan sering mengakibatkan konflik antar masyarakat yang
berbeda faham apabila tidak ditangani dengan bijaksana akan menyebabkan
konflik sosial di dalam masyarakat. Selain itu ketidak sesuaian kebijakan-
kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan pada pemerintah daerah juga
sering menimbulkan perbedaan kepentingan yang akhirnya timbul konflik sosial
karena dirasa ada ketidak adilan didalam pengelolaan dan pembagian hasil atau
hal-hal lain seperti perasaan pemerintah daerah yang sudah mampu mandiri dan
tidak lagi membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat, konflik antar partai,
kabinet koalisi yang melemahkan ketahanan nasional dan kondisi yang tidak pasti
dan tidak adil akibat ketidak pastian hukum.

6. Ekonomi.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin menyebabkan sebagian besar
penduduk hidup dalam taraf kemiskinan. Kesenjangan sosial masyarakat
Indonesia yang semakin lebar antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin
dan adanya indikasi untuk mendapatkan kekayaan dengan tidak wajar yaitu
melalui KKN.

7. Sosial Budaya.
Pluralitas kondisi sosial budaya bangsa Indonesia merupakan sumber konflik
apabila tidak ditangani dengan bijaksana. Tata nilai yang berlaku di daerah yang
satu tidak selalu sama dengan daerah yang lain. Konflik tata nilai yang sering
terjadi saat ini yakni konflik antara kelompok yang keras dan lebih modern
dengan kelompok yang relatif terbelakang.

8. Pertahanan Keamanan.
Kemungkinan disintegrasi bangsa dilihat dari aspek pertahanan keamanan dapat
terjadi dari seluruh permasalahan aspek asta gatra itu sendiri. Dilain pihak
turunnya wibawa TNI dan Polri akibat kesalahan dimasa lalu dimana TNI dan
Polri digunakan oleh penguasa sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya
bukan sebagai alat pertahanan dan keamanan negara.

6. Contoh-Contoh Pendorong Integrasi Nasional :

a. Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang


lebih maju dan tangguh di masa yang akan datang.
b. Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia
c. Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari
kemerdekaan itu adalah hal yang sangat sulit.
d. Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi
pertentangan pihak ini lebih baik mengalah agar tidak terjadi
perpecahan bangsa.
e. Adanya rasa senasib dan sepenanggungan
f. Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan
negara demi terciptanya kedamaian

7. Bentuk Integrasi Nasional sebagai berikut :

Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai ciri khas


kebudayaan asli.
Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa
menghilangkan kebudayaan asli

Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa


dengan pemerintah dan wilayahnya (saafroedin bahar, 1998). mengintegrasikan
berarti membuat atau menyempurnakan dengan jalan terpusah-pisah. Menurut
howard wrigins (1996), integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda
dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau
memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak menjadi suatu bangsa.
Jadi menurutnya, integrasi bangsa dilihatnya sebagai peralihan dari banyak
masyarakat kecil menjadi suatu masyarakat yang besar.

Tentang integrasi, myron weiner (1971) memberikan lima definisi mengenai


integrasi yaitu :

a. Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok


budaya dan sosial dalam suatu wilayah dan proses pembentukan
identitas nasional, membangun rasa kebangsaan dengan cara
menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang yang lebih sempit.
b. Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan wewenang
kekuasaan nasional pusat diatas unit-unit sosial yang lebih kecil yang
betanggotakan kelompok-kelompok sosial budaya masyarakat
tertentu.
c. Integrasi menunjuk pada masalah menghubungkan antara
pemerintah dengan yang diperintah. Mendekatkan perbedaan-
perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok elit dan
massa.
d. Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang
minimum yang diperlukan dalam memelihara tertib sosial.
e. Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi
dan yang diterima demi mencapai tujuan bersama.
Sejalan dengan definisi tersebut, myron weiner membedakan lima tipe
integrasi nasional, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elit massa, dan
integrasi tingkah laku (tindakan integratif). Integrasi merupakan upaya
menyatukan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi satu
bangsa.
Howard Wriggins (1996) menyebut adanya pendekatan atau cara
bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasi bangsa. Kelima
pendekatan yang selanjutnya disebut sebagai faktor yang menentukan tingkat
integrasi suatu bangsa yaitu :
1) Adanya ancaman dari luar
2) Gaya politik kepemimpinan
3) Kekuatan lembaga-lembaga politik
4) Ideologi nasional
5) Kesempatan pembangunan ekonomi

Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat


terintegrasi apabila :
1. Masyarakat dapat menentukan dan menyepapakati nilai-nilai
fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama
2. Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki croos
cutting loyality
3. Masyarakat berada saling ketergantungan diantara unit-unit sosial
yang terhimpun di dalamnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.

8. Pentingnya Integrasi Nasional

Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap


negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi
negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang
diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh
pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik
kerugian berupa fisik materill seperti kerusakan sarana dan prasarana yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan
kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan.
Disisi lain banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang
mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan
masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan
demikian negara yang senantiasa diwarnai konflik di dalamnya akan sulit untuk
mewujudkan kemajuan.
Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak
mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi
integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan
kepentingan, kebutuhan untuk bekerja sama, serta konsensus tentang nilai-nilai
tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan.
Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan
suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan adalah
menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-pebedaan itu tidak
dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisi
integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk
membangun kejayaan bangsa dan negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa
diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti
kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.
Sejarah indonesia adalah sejarah yang merupakan proses dari bersatunya
suku-suku bangsa menjadi sebuah bangsa. Ada semacam proses konvergensi, baik
yang desengaja maupun tidak disengaja, ke arah menyatunya suku-suku tersebut
menjadi satu kesatuan negara dan bangsa. (sumartana dkk, 2001:100)

9. Integrasi Nasional di Ruang Lingkup Indonesia

Dimensi Integrasi Nasional


Integrasi nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal
dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi yang
berkenaan dengan upaya menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan yang ada
antara elite dan massa atau antara pemerintah dan rakyat. Jadi integrasi vertikal
merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan menjebatani perbedaan-
perbedaan antara pemerintah dan rakyat. Integrasi nasional dalam dimensi yang
demikian biasa disebut dengan integrasi politik. Sedangkan dimensi horisontal
dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya mewujudkan
persatuan di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat itu sendiri,
baik perbedaan wilayah tempat tinggal, perbedaan suku, perbedaan agama,
perbedaan budaya dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jadi integrasi horisontal
merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan menjembatani perbedaan antar
kelompok dalam masyarakat. Integrasi nasional dalam dimensi ini biasa disebut
dengan integrasi teritorial.
Pengertian integrasi nasional mencakup dimensi vertikal maupun dimensi
horizontal. Dengan demikian persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian
hubungan antara pemerintah dan rakyat, serta keserasian hubungan di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat dengan latar belakang perbedaan di
dalamnya. Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional indonesia, tantangan yang
di hadapi datang dari keduanya. Dalam dimensi horizontal tantangan yang ada
berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku,
agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal tantangan yang ada
adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, dimana latar belakang
pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang
cenderung berpandangan tradisional. Masalah yang berkenaan dengan dimensi
vertikal lebih sering muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi
horizontal, sehingga memberikan kesan bahwa dalam kasus indonesia dimensi
horizontal lebih menonjol dari pada dimensi vertikalnya. (Sjamsuddin, 1989:11).
Tantangan integrasi nasional tersebut lebih menonjol ke permukaan
setelah memasuki era reformasi tahun 1998. Konflik horizontal maupun vertikal
sering terjadi bersamaan dengan melemahnya otoritas pemerintahan di pusat.
Kebebasan yang digulirkan pada era reformasi sebagai bagian dari proses
demokratisasi yang telah banyak disalahgunakan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri, tindakan mana kemudian
memunculkan adanya gesekan-gesekan antar kelompok dalam masyarakat dan
memicu terjadinya konflik atau kerusuhan antar kelompok. Bersamaaan dengan
itu demontrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi, bahkan
seringkali demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan anarkis.
Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi
masyarakat, kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan
masyarakat, dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan
warga masyarakat melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya
integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil
oleh pemerintah yang tidak atau kurang sesuai dengan keinginan dan harapan
masyarakat serta penolakan sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan
pemerintah menggambarkan kurang adanya integrasi vertikal. Memang tidak ada
kebijakan pemerintah yang melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat,
tetapi setidak-tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan
dan harapan sebagian besar warga masyarakat.
Sedangkan jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok
yang berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara
damai dan saling menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan
pembedaaan yang ada satu sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam
arti horizontal. Pertentangan atau konflik antar kelompok dengan berbagai latar
belakang perbedaan yang ada, tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya
untuk terjadi. Namun yang diharapkan bahwa konflik itu dapat dikelola dan
dicarikan solusinya dengan baik, dan terjadi dalam kadar yang tidak terlalu
mengganggu upaya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat dan pencapaian
tujuan nasional.

Mewujudkan integrasi nasional indonesia


Salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang
termasuk indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah
primordialisme yang masih kuat. Titik pusat goncangan primordial biasanya
berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah hubungan darah (kesukuan), jenis
bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan. (geertz, dalam : sudarsono,
1982: 5-7).
Di era globalisasi, tantangan itu bertambah oleh adanya tarikan global
dimana keberadaan negara dan bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk
mewadahi tuntunan dan kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan
negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa
globalisasi yang cenderung mengabaikan batas-batas negara-bangsa, dan tarikan
dari dalam berupa kecenderungan menguatnya ikatan-ikatan yang sempit seperti
ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan. Disitulah nasionalisme dan keberadaan
negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat.
Namun demikian harus tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai
karakter bangsa tetap diperlukan di era indonesia merdeka sebagai kekuatan untuk
menjaga eksistensi, sekaligus mewujudkan taraf peradaban yang luhur, kekuatan
yang tangguh, dan mencapai negara-bangsa yang besar. Nasionalisme sebagai
karakter semakin diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat bangsa di era
globalisasi karena gelombang peradaban kesejagatan ditandai oleh semakin
kaburnya batas-batas teritorial negara akibat gempuran informasi dan komunikasi.
(budimansyah dan suryadi, 2008:164).
Dengan kondisi masyarakat indonesia yang diwarnai oleh berbagai
keanekaragaman, harus disadari bahwa masyarakat indonesia menyimpan potensi
konflik yang sangat besar, baik konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat
horizontal. Dalam dimensi vertikal, sepanjang sejarah sejak proklamasi indonesia
hampir tidak pernah lepas dari gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk
memisahkan diri. Sedangkan dalam dimensi horizontal, sering pula dijumpai
adanya gejolak atau pertentangan diantara kelompok-kelompok dalam
masyarakat, baik konflik yang bernuansa ras, kesukuan, keagamaan, atau antar
golongan. Disamping itu juga konflik yang bernuansa kecemburuan sosial.
Dalam skala nasional, kasus aceh, papua, ambon, merupakan konflik yang
bersifat vertikal dengan target untuk memisahkan diri dari negara republik
indonesia. Kasus-kasus tersebut dapat dilihat sebagai konflik antara masyarakat
daerah dengan otoritas kekuasaan yang ada di pusat. Disamping masuknya
kepentingan-kepentingan tertentu dari masyarakat yang ada di daerah, munculnya
konflik tersebut merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan
pemerintah pusat yang diberlakukan di daerah. Kebijakan pemerintah pusat
dianggap memunculkan kesenjangan antar daerah, sehingga ada daerah-daerah
tertentu yang sangat maju pembangunannya, sementara ada daerah-daerah yang
masih terbelakang. Dalam hubungan ini isu dikhotomi jawa dan luar jawa sangat
menonjol, dimana jawa dianggap mempresentasikan pusat kekuasaan yang
kondisinya sangat maju, sementara hanya daerah-daerah di luar jawa yang merasa
menyumbangkan pendapatan yang besar pada negara, kondisinya masih
terbelakang. Dengan mengacu pada faktor-faktor terjadinya konflik kedaerahan
sebagaimana disebutkan diatas, konflik kedaerahan di indonesia terkait secara
akumulatif dengan berbagai faktor tersebut.
Sejak awal berdirinya negara indonesia, para pendiri negara menghendaki
persatuan di negara ini diwujudkan dengan menghargai terdapatnya perbedaan di
dalamnya. Artinya bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional indonesia
dilakukan dengan tetap memberi kesempatan kepada unsur-unsur perbedaan yang
ada untuk dapat tumbuh dan berkembang secara bersama-sama. Proses
pengesahan pembukaan UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
yang bahannya diambil dari naskah piagam jakarta, dan didalamnya terdapat
rumusan dasar-dasar negara pancasila, menunjukkan pada kjita betapa tokoh-
tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada waaktu itu menghargai
perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat indonesia. Para
pendiri negara rela mengesampingkan persoalan perbedaan-perbedaan yang ada
demi membangun sebuah negara yang dapat melindungi seluruh rakyat indonesia.
Sejalan dengan itu dipakailah semboyan bhineka tunggal ika, yang artinya
walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu adanya. Semboyan tersebut sama
maknanya dengan istilah unity in diversity:, yang artinya bersatu dalam
keanekaragaman, sebuah ungkapan yang menggambarkan cara menyatukan secara
demokratis suatu masyarakat yang didalamnya diwarnai oleh adanya berbagai
perbedaan. Dengan semboyan bhineka tunggal ika tersebut segala perbedaan
dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai keadaan yang menghambat persatuan
dan kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya yang dapat dijadikan
sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.
Untuk terwujudnya masyarakat yang menggambarkan semboyan bhineka
tunggal ika, diperlukan pandangan atau wawasan multikulturalisme.
Multikulturalisme adalah pandangan bahwa setiap kebudayaan memiliki nilai dan
kedudukan yang sama dengan kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan
berhak mendapatkan tempat sebagaimana kebudayaan lainnya. (baidhawy.
2005:5). Perwujudan dari multikulturalisme adalah kesediaan orang-orang dari
kebudayaan yang beragam untuk hidup berdampingan secara damai. Disini
diperlukan sikap hidup yang memandang perbedaan di antara anggota masyarakat
sebagai kenyataan wajar dan tidak menjadikan perbedaan tersebut sebagai alasan
untuk berkonflik. Disamping itu perlu memandang kebudayaan orang lain dari
perspektif pemilik kebudayaan yang bersangkutan, dan bukan memandang
kebudayaan orang lain dari perspektif dirinya sendiri. Oleh karena itu
multikulturalisme menekankan pentingnya belajar tentang kebudayaan-
kebudayaan lain dan mencoba memahaminya secara penuh dan empatik sehingga
dapat menghargai kebudayaan-kebudayaan lain disamping kebudayaannya
sendiri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Integrasi berasal dari bahasa inggris integration yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan. Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan
perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian
dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan
bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi
hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan
kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang
melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah
keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.
3.2 Saran

Integrasi nasional sangat diperlukan oleh negara indonesia karena dari integrasi
nasional dapat mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada di indonesia,
sehingga tidak adanya konflik perpecahan yang terjadi dikarenakan perbedaan
semata. Walaupun indonesia ini berbeda-beda suku, ras, agama, dan budaya,
tetapi tetap indonesia adalah negara yang satu yang mempunyai satu tujuan untuk
memakmurkan negara indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Wibowo, I, 2000, Negara dan Mayarakat : Berkaca dari Pengalaman Republik


Rakyat Cina, gramedia, Jakarta.

Winarno. 2007, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan


Tinggi. Bumi aksara, jakarta.

Buku Panduan Kewarganegaraan Tahun 2014. Universitas Sriwijaya. UPT Mata


Kuliah Pengembangan Kepribadian.

Bohlan, (2005). Integrasi nasional. (http://www.basic-integrasi-nasional.org)


Diakses pada tanggal 29 april 2017.

Nikolas, (2007). Pentingnya integrasi nasional indonesia. (http://www.education-


penteingnya-integrasi-nasional.org/wiki) diakses pada tanggal 29 april 2017

Anda mungkin juga menyukai