Anda di halaman 1dari 15

Pokok Bahasan: HEMATOLOGI ANAK

HEMATOLOGI ANAK
Dr. Sutaryo, Dr. Sumadiono, Dr. Pudjo Hagung, Dr. Sri Mulatsih

ANEMIA
Sebelum masuk dalam topik anemia perlu dimengerti bahwa komponen darah
terdiri dan komponen cairan berupa plasma serta komponen padat berupa sel-sel. Sel-
sel yang beredar dalam darah terdiri dan sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan sel trombosit (sesungguhnya berupa fragmen-fragmen sel). Se! darah
putih (leukosit) terdiri dari seri granulosit (eosinofil, basofil, neutrofil), seri limfosit
(limfosit-T, limfositB, sel Natural Killer, sel-sel stem/batang), serta monosit.
Ada beberapa perbedaan mengenai darah antara anak-anak dan orang
dewasa, antara lain dalam hal: jumlah normal, penyebab anemia, insidensi dan tipe
keganasan, masalah-masalah karena kelahiran/prematuritas, kelainan-kelainan
kongenital (thalassemia, sindroma anemia Fanconi, dan lain-lain).
Pada anak-anak, kadar Hemoglobin (Hb) normal saat lahir sekitar 12-20g/dl,
sedangkan eritrositnya berupa makrositik, dan Hbnya juga masih mengandung HbF.
Pada usia 2-3 bulan, Hb terendah adalah 9 g/dl dan sampai usia 14 tahun akan
meningkat secara pelan-pelan, dimana pada laki-laki akan menjadi 13-17 g/dl dan
perempuan sekitar 12-18 g/dl. WHO telah menyederhanakan kriteria untuk anemia,
dimana usia 6 bulan- 6 tahun adalah lebih dan 11 g/dl (> 11 g/dl), sedangkan untuk
usia lebih dan 6 tahun adalah lebih dan 12 g/dl.
Sel darah merah (eritrosit) mengandung Hb sebagai pembawa oksigen. Pada
anemia akan terjadi keadaan dimana Hb dalam darah rendah. Pada keadaan seperti
ini maka ukuran sel darah merah bisa menjadi lebih kecil dan normal (mikrositik), atau
bila dilihat harga MCV (Mean Cell Volume) terlihat rendah. Keadaan lain bisa terjadi
yaitu ukuran sel darah merah tetap normal (normositik) / nilai MCV normal atau ukuran
sel menjadi lebih besar dan normal (makrositik) atau nilai MCV tinggi.
Penyebab anemia bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. kurangnya
produksi, seperti pada keadaan gangguan nutrisi, penyakit kronis /infeksi, hipo- atau
aplasia sumsum tulang, 2. kenaikan destruksi /perusakan, yang bisa terjadi karena
faktor ekstrakorpuskular maupun intrakorpuskular, 3. kehilangan darah.
Penyebab lain anemia adalah Malaria, dimana terjadi fagositosis sel parasit,
juga terjadi destruksi sel parasit. Pada keadaan ini bisa terjadi hiperspienisme. Ada
beberapa spesies parasit yaitu: Plasmodium vivax & ovale, pada keadaan ini banyak
ditemukan retikulosit; pada plasmodium malariae banyak dijumpai eritrosit matur, dan
spesies yang lain adalah plasmodium falsifarum, pada keadaan ini dijumpai keadaan
keduanya.

Pendekatan klinis anemia


Gejala dan tanda anemia tergantung dan tingkat keparahan, waktu/kecepatan
kejadian, dan usia pasien. Anemia yang ringan akan menimbulkan gejala yang
sedikit/ringan berupa penurunan stamina dan kenaikan denyut jantung serta tampak
sesak napas saat melakukan aktifitas. Dengan lebih parahnya anemia maka kapasitas
aktifitas dapat semakin berkurang. Gejala dapat memberat seperti palpitasi, sesak
napas, sakit kepala dan sebagainya. Pada individu yang lebih muda gejala dan tanda
ini tidak tampak sampai Hb kurang dan 7-7 g/dL (hematokrit < 20-25 %). Kecepatan
kejadian anemia juga sangat penting. Pasien-pasien dengan anemia karena
perdarahan mempunyai risiko teijadinya hipoksia jaringan atau kolapsnya pembuluh
darah secara tiba-tiba.

Evaluasi klinis
Penyebab anemia dapat diperkirakan dan hasil anamnesis maupun
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis perlu ditanyakan secara intensif mengenai waktu
mulai timbul gejala, riwayat tranfusi, hasil pemeriksaan darah sebelumnya, status
nutrisi/gizi, pemakaian alkohol, dan sebagainya. Gejala yang dihubungkan dengan
penyakit akut atau kronik seperti kehilangan berat badan, panas.

Pemeriksaan Fisik
Gejal fisik dan anemia tergantung dan perjalanannya. Pasien dengan
kehilangan darah yang akut akan memperlihatkan gejala hipovolumia dan hipoksia.
Kehilangan lebih dan 30% volume darah dalam waktu kurang dan 12 jam tidak akan
bisa dikompensasi oleh mekanisme normal dan vasokonstriksi dan aliran darah,
sehingga pasien akan memperlihatkan gejala hipovolumia termasuk hipotensi postural
dan takikardi. Apabila kehilangan danah lebih dan 40% dan total volume darah maka
pasien akan memperlihatkan semua gejala dan tanda dan syok hipovolumia termasuk
gelisah, tampak kuatir, haus udara, takikardi saat istirahat, hopotensi pada posisi
supine. Gambaran tanda dan gejala dan hipovolumia dihasilkan karena tidak
adekuatnya perfuisi organ vital karena anemianya.
Apabila anemia berkembang, maka volume plasma akan meningkat,
kompensai yang dihasilkan karena kombinasi dan pergeseran kurva disosiasi Hb-02,
kenaikan cardiac output, dan aliran darah. Dengan pemeriksaan fisik mungkin dapat
mendeteksi perubahan cardiac output dan aliran darah tersebut. gejala tersebut
adalah denyut nadi yang cepat, takikardi, sering terdengar murmur karena turbulensi
aliran darah di daerah apeks.
Gejala anemia juga bisa diperkirakan dan penampakan pasien secara umum,
misalnya kuku dan mukosa tampak pucat, warna kulit kadang-kadang sulit untuk
membedakan anemia atau tidak, terutama pada pasien-pasien dengan warna kulit
yang gelap atau pasien dengan edema. Untuk konfirmasi akan lebih baik kalau
diperiksa konjungtivanya, membran mukosa, kuku, dan telapak tangan.

Evaluasi laboratorium
Disamping dan anamnesis maupun pemeriksaan fisik, maka pemeriksaan
/evaluasi laboratorium sangat penting untuk diagnosis pasti maupun menentukan
terapi dan anemia. Pemeriksaan hematologi rutin yang sering dilakukan adalah
pemeriksaan sel darah lengkap, jumlah retikulosit, studi besi. Pemeriksaan yang lebih
spesifik lagi diperlukan pada kondisi tertentu.
Pemeriksaan darah lengkap yang dimaksud adalah pemeriksaan Hb, hematokrit, sel
darah merah, volume sel danah merah dan Hb content, jumlah trombosit, sel darah
putih, dan morfologi darah tepi. Peralatan automatik tidak hanya cepat juga sangat
akurat. Kesalahan penghitungan kurang dan 2%.

Kelainan Sumsum Tulang


Pada kelainan ini bisa terjadi hanya pada turunan sel eritrosit, sel darah putih,
atau trombosit saja. Apabila kelainan terjadi pada semua kelainan disebut anemia
aplastik. Hal kedua yang bisa terjadi yaitu berupa penggantian / pendesakan sumsum
tulang. Keadaan yang bisa menyebabkan hal ini adalah leukemia, keganasan lain,
serta marble bone, kala azar dan lain-lain.
Kelainan atau kerusakan pada salah satu turunan sel adalah jarang. Sebagai
contoh kelainan pada keturunan sel darah merah adalah penyakit kongenital yaitu:
pure red cell aplasia atau Blackfan-Diamond syndrome. Sedangkan penyakit yang
didapat karena kelainan turunan eritrosit adalah transient erythroblastopenia of
childhood atau TEC (parpovirus B19 induce). Kelainan pada turunan sel darah putih
saja, rnisalnya pada keadaan agranulositosis kongenital (sindroma Kostman). Pada
turunan trombosit saja, yang bisa dijumpai adalah thrombopenia with absent radii
(sindroma TAR.).
Kelainan sumsum tulang pada sernua turunan sel (eritrosit, leukosit, dan
trombosit), yang kongenital adalah sindroma anemia Fanconi. Pada keadaan ini
dijurnpai trombositopenia pada usia belakangan, diikuti anemia. Sering akhirnya
menjadi leukemia. Kadang-kadang dijumpai keadaan tidak adanya os radii, kelainan
hati, gangguan pertumbuhan, dan banyak lagi kelainan yang lain. Sedangkan yang
didapat, biasanya terjadi karena toksin atau infeksi (khususnya Hepatitis B).
Kelainan karena adanya pendesakan /penggantian sel yaitu: leukemia, dibagi
menjadi leukemia limfoblastik akut (LLA) yang menduduki 85% dan sernua kasus
leukemia, leukemia mieloblastik akut (LMA) sebesar 13%, dan leukemia mielositik
kronik (LMK) terjadi hanya 2% pada anak-anak.. Atau kadang-kadang terjadi pada
keganasan lain, penyakit marble bone, atau infeksi (kala azar).
Penyebab leukemia belum diketahui dengan pasti, tetapi biasanya dihubungkan
dengan faktor: infeksi virus herpes, varisela, influenza, tetapi hal ini tidak ada bukti
yang meyakinkan. Fakta lain adalah iradiasi (ledakan born nuklir, radiasi medik, bahan
kimia/benzen, pestisida, obat-obatan anti kankcer, faktor heriditer.
Penangangan leukemia saat ini merupakan tugas dokter ahli, bahkan ahli
khusus, tetapi dokter umum tidak akan lepas dan keterlibatan dengan leukemia karena
berbagai alasan, yaitu dokter umum sebagi ujung tombak pelayanan kesehatan,
pasien di lapangan biasanya datang ke dokter urnum, sehingga dokter umum hams
rnarnpu mengenali diagnosisnya kernudian baru merujuk. Diagnsosis didasarkan dan
gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium sederhana yang tersedia. Leukemia anak
bisa dipikirkan apabila ada gejala pucat diikuti gejala nyeri tulang, ptekie, hematom,
perdarahan gusi, pembesaran lirnfonodi general, pembesaran hati dan limpa.
Anemia karena faktor nutrisi bisa karena: 1. kekurangan zat besi, dirnana
ukuran eritrosit rnenjadi mikrositik. Zat besi sangat dibutuhkan untuk memproduki Hb,
sehingga kekurangan zat besi akan rnenyebabkan rendahnya Hb, sehingga ukuran
sel-sel darah merahnya akan menjadi kecil. 2. kekurangan Vit B12 atau asarn folat.
Pada keadaan ini sel-sel darah merahnya akan rnenjadi besar-besar (megaloblastik).
Vit B12 dan asam folat sangat dibutuhkan untuk pembelahan sel, sehingga apabila
terjadi kekurangan atau tidak adanya Vit B 12 rnaupun asam folat akan menyebabkan
rendahnya jumlah eritrosit, dan sel-sel menjadi besar.
Pada keadaan anemia, prevalensi sangat penting. Prevalensinya semakin
menurun secara berturut-turut adalah sebagai berikut: kekurangan zat besi, penyakit
infeksi, penyakit kronik, anemia karena prematuritas, penyakit genetik (thalassernia,
sferositosis).
Gejala anemia, dan anamnesis biasanya akan terjadi keluhan cepat lelah,
pucat, gejala infeksi, pertumbuhan yang lambat, gejala pika, bisa juga ditanyakan
mengenai faktor makan ataupun riwayat keluarga. Dan pemeriksaan fisik, pada
keadaan anemia akan dijurnpai keadaan urnum yang tarnpak sakit atau sangat sakit.
Keadaan pucat pada daerah kuku-kuku, gusi, telapak tangan, konjungtiva. Kuning /
ikterik bisa dijumpai pada skiera. Apakah juga dijumpai kenaikan nadi, murmur jantung,
pembesaran limpa, hati maupun limfonodi?. Semuanya itu harus betul-betul
diperhatikan.

Klasifikasi anemia
Diagnosis anemia dapat dilihat dan algoritma cabang tiga yang didasarkan dan
hasil pemeriksaan laboratorium rutin. Tahap pertama adalah rnengkategorikan
abnorrnalitas eritropoetik yang bisa disebabkan oleh salah satu dan 3 gangguan
fungsi, yaitu: (1) apakah ada gangguan produksi sel darah merah ?; (2) apakah adan
abnormalitas maturasi sel ?; (3) apakah ada kenaikan destruksi sel?. tahap pertama ini
bisa dilihat dan hasil pemeriksaan darah lengkap dan indeks retikulosit. Gangguan
produksi (anemia hipoproliferatif) ditandai oleh rendahnya indeks retikulosit, dengan
disertai tidak ada atau sedikitnya perubahan morfologi sel darah merah. Gangguan
maturasi diperlihatkan dengan indek produksi retikulosit yang rendah disertai dengan
morfologi sel darah merah yang makro - atau mikrositik. Pasien dengan kenaikan
destruksi yang disebabkan karena hemolisis terlihat dengan adanya kompensasi
berupa kenaikan indeks retikulosit lebih dan 3 kali normal dan morfologi sel darah
merah mungkin atau tidak mungkin khas untuk kasus ini.
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Defisiensi Besi merupakan penyebab anemia mikrositik paling penting pada
anak-anak dan dewasa. Apabila suplai besi ke dalam sumsum tulang kurang, maka
produksi sel darah merah juga akan terganggu, dimana sel-sel baru yang dilepaskan
ke peredaran darah akan mengalami kekurangan hemoglobin. Tingkat keparahan
maupun derajad mikrositik dan hipokromiknya tergantung dan keparahan dan
kronisitas kekurangan besi.
Prevalensi kekurangan besi dalam populasi tergantung dan beberapa faktor
termasuk satus diet/intake besi, penyakit yang disertai malabsorbsi, serta kehilangan
darah yang lama. Di negara berkembang nutnisi yang tidak adekuat mempakan faktor
utama, dan defisiensi besi merupakan penyebab pokok dari anemia nutrisional.

Contoh kasus:
Seorang anak bernama Dewi, usia 3 tahun, datang dengan keluhan panas, pilek sejak
3 hari sebelumnya. Sulit makan sejak satu tahun sebelumnya, suka makan kertas,
batu-batu kecil. Anak sangat tidak aktif, tidur sepanjang siang hari. Pada keluarga tidak
dijumpai kasus anemia.
Pertanyaan: Apa yang anda lakukan sekarang?
1. Diperbanyak anamnesis ? mengenai apa?
2. Pemeriksaan fisik khusus apa yang ditekankan?
3. Perlu pemeriksaan laboratorium ? seandainya ya, tes yang mana?
4. Kearah mana kemungkinan diagnosisnya?
Ad. 1. Diperbanyak anamnesis? mengenai apa?
Apakah makanan cukup mengandung daging, ikan, telur, sayuran, tempe ?.
Bahan-bahan ini mengandung besi.
Apakah anak minum juice / makan buah?. Absonpsi besi bersama dengan Vit C.
Apakah anak sening minum teh ?. Teh akan mengurangi absorpsi besi
setengahnya.
Apakah anak minum susu sapi?. Susu sapi dapat menimbulkan alergi dan sedikit
diresorpsi.
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Defisiensi Besi merupakan penyebab anemia mikrositik paling penting pada
anakanak dan dewasa. Apabila suplai besi ke dalam sumsum tulang kurang, maka
produksi sel darah merah juga akan terganggu, dimana sel-sel baru yang dilepaskan
ke peredaran darah akan mengalami kekurangan hemoglobin. Tingkat keparahan
maupun derajad mikrositik dan hipokromiknya tergantung dan keparahan dan
kronisitas kekurangan besi.
Prevalensi kekurangan besi dalam populasi tergantung dan beberapa faktor
termasuk satus diet/intake besi, penyakit yang disertai malabsorbsi, serta kehilangan
darah yang lama. Di negara berkembang nutrisi yang tidak adekuat mempakan faktor
utama, dan defisiensi besi merupakan penyebab pokok dan anemia nutrisional.
Contoh kasus:
Seorang anak bernama Dewi, usia 3 tahun, datang dengan keluhan panas,
pilek sejak 3 han sebelumnya. Sulit makan sejak satu tahun sebelumnya, suka makan
kertas, batu-batu kecil. Anak sangat tidak aktif tidur sepanjang siang han. Pada
keluarga tidak dijumpai kasus anemia.
Pertanyaan: Apa yang anda lakukan sekarang?
1. Diperbanyak anamnesis ? mengenai apa?
2. Pemeriksaan fisik khusus apa yang ditekankan?
3. Perlu pemeriksaan laboratorium ? seandainya ya, tes yang mana?
4. Kearah mana kemungkinan diagnosisnya? Ad. 1. Diperbanyak anamnesis ?
mengenai apa?
Apakah makanan cukup mengandung daging, ikan, telur sayuran, tempe ?. Bahan-
bahan mi mengandung besi.
Apakah anak minum juice/ makan buah? . Absorpsi besi bersama dengan Vit C.
Apakah anak sening minum teh ?. Teh akan mengurangi absorpsi besi setengahnya.
Apakah anak minum susu sapi?. Susu sapi dapat menimbulkan alergi dan sedikit
diresorpsi.

Auto-immune Hemolytic Anemia (ABA atau AIHA)


Pada anak sebagian besar sembuh sendiri. Kelainan ini sering karena
disebabkan karena infeksi, kelainan pada sistem komplemen atau antibodi, Coombs
test positif, sering tampak bentuk sferositosis, adanya lgG (hangat) atau 1gM (dingin).
Terapi yang diberikan berupa prednison 2-10 mg/kgBB/hari.
Anemia karena drug-induce immune-hemolytic
Obat + membran sel yang mengandung antigen baru. Coombs test positif. Obat
yang biasa menyebabkan kejadian ini adalah penisilin, alpha-methyl dopa dan lain-lain.
Kasus ini jarang ditemukan pada anak-anak. Paling sering hemolitik karena drug-
induce adalah non-immune yaitu karena defisiensi G6PD.

THALASSEMIA
Thalassemia adalah anemia jenis mikrositik yang disebabkan tidak efektifnya
eritropoisis dari subunit-subunit Rb.
HbA (dewasa) : rantai alpha 2 beta 2
HbF (Fetal) : rantai alpha 2 gamma 2
HbA2 (dewasa) : rantai alpha 2 delta 2
Beta thalassemia : kerusakan pada produksirantai beta.
Alpha thalassemia : kerusakan pada rantai alpha.

Beta thalassemia :
Defek bisa pada salah satu atau kedua gene beta. Seandainya ada satu
defek/lesi disebut b-thalasemia trait (minor). Seandainya ada dua defek/lesi, disebut
homozigot, thalassemia major. Gangguan bisa pada sel target, HBF dan HBA2
meningkat. Diagnosisnya akan sulit apabila bersamaan dengan defisiensi besi. Pada
keadaan terakhir ini biasanya anak terlihat anemia setelah usia 6 bulan. Apabila tanpa
rantai beta, anak akan tergantung pada tranfusi, sedangkan bila ada penambahan
rantai beta, anak terlihat anemia sedang sampai berat. Thalassemia jenis ini ada di
Indonesia bagian Barat.

Alpha thalassemia.
Pada keadaan ini terdapat empat gene alpha, sehingga terdapat perbedaan
yang lebih. Apabila ada 1 delesi, secara klinis tidak menimbulkan gejala, Hbnya
normal. Anak dengan 2 delesi, tampak eritrosit mikrositik, dan anemia sedang,
sedangkan apabila ada 3 delesi terdapat pada HbH (rantai beta 4), menghasilkan
anemia hemolitik atau anemia berat. Pada keadaan delesi 4, yaitu hanya pada gamma
4 (Hbart) dan beta 4 (HbH), atau pada hydrops fetalis. Thalassemia jenis ini banyak
terjadi di Indonesia bagian timur.
Hemoglobinopati yang lain.
Ada banyak lebih penyimpangan pada hemoglobin. Kadang-kadang dalam
keadaan kombinasi dengan penyakit lain. Thalassemia HbC cukup prevalen di
Indonesia. Diagnosisnya dengan Rb elektroforesis, yang mana hal ini merupakan
pekerjaan laboratorium yang khusus.

Sickle cell disease.


Penyakit ini cukup prevalen di Afrika daerah orang kulit hitam. Ketidaknormalan
pada rantai beta yang disebabkan polimerisasi seperti tangkai seandainya Nb sickle
cell. Anak akan mengalami anemia, khususnya pada keadaan hipoksia. Pada pasien
ini akan terjadi pula penutupan vascular, keadaan yang sangat menyakitkan pada
tulang, abdomen, pada penyakit tulang ekstremitas atas maupun bawah, paru-paru,
otak (infark).

Sferositosis heriditer
Anemianya biasanya mikrositik. Pada apusan darah tepi dijumpai sferosit
(diagnosis yang sulit!!). Membran sel darah merah mudah rusak, sehingga terjadi
penurunan/rendahnya tekanan osmotik, membran protein yang lain/spektrin lebih
rendah. Terapinya adalah splenektomi saat usia 6-10 tahun, tetapi hanya dilakukan
apabila ada gejala. Diturunkan secara dominan.

Defisiensi G6PD (Favism)


Keadaan ini merupakan gangguan metabolik, yaitu pada masalah energi
berupa kenaikan hemolisis karena stress. Diturunkan secara X-linked resesif. Krisis
hemolitik di induksi oleh: primakuin (anti malaria), preparat sulfa, buncis dan banyak
lagi substansi lain. Pencegahannya dengan menghindari zat-zat penginduksi.

DIATESIS HEMORRAGI
Contoh kasus:
1. Nama pasien Kelly, 7 tahun, wanita, dengan perdarahan hidung, memar kurang
lebih sebesar 1 cm, ptekie, tidak panas, tidak ada pembesaran limfonodi, lien,
maupun hati. Apakah diagnosisnya?
Apakah terjadi penyiksaan pada anak? Apa yang di sarankan untuk sekolahnya?
Apakah Leukemia? Apa yang dikhawatirkan orang tua?
Apakah terjadi gangguan penjendalan? Apa mi?
Apakah terjadi trombositopenia?
2. Anak bernama Joey, laki-laki berusia 2 tahun. Suatu sore (jam 19.00 di unit gawat
darurat) ditemukan keadaan anak tersebut menderita benjolan di bahi kanan, nyeri,
benjolan di pergelangan kaki kiri, nyeri, memar di tangan dengan diameter 5 cm,
tidak ada ptekie, tidak demam, tidak tampak sakit, tidak ada pembesaran limfonodi,
hati atau lien. Apakah kemungkinan diagnosisnya?. Apakah diagnosis Joey?
Apakah ada penyiksaan pada anak tersebut?
Apak suatu tumor solid ? nyeri, sangat cepat kejadiannya (tidak mungkin).
Leukemia ? (tidak ada lokasi lain (limfonodi/lien/hati)).
Gangguan perdarahan ? bisa juga, tetapi bagaimana anda tahu?

Mekanisme Hemostasis
Gangguan pada pembuluh darah.
Fase pertama akan terjadi agregasi trombosit. Pembuluh darah akan
mengalami vasokonstriksi. Pada fase kedua akan memasuki proses pada kaskade
penjendalan. Faktor instrinsik, yaitu factor XII, XI, VIII, X, V, II. Faktor ekstrinsik, yaitu
factor jaringan, VII, X, V, II. Keduanya akan menghasilkan bentuk fibrinogen yang akan
dirubah menjadi fibrin dan akhirnya terjadi penjendalan.

Karakteristik dan perdarahan.


Apabila terjadi gangguan pada fase pertama maka akan tampak tanda-tanda
perdarahan berupa ptekie, ekimosis yang kecil, perdarahan mukosa. Gangguan pada
fase kedua akan menyebabkan perdarahan pada sendi dan jaringan yang lebih dalam,
ekimosis yang lebih besar, perdarahan pada luka.
Tes pada perdarahan
Secara in vivo yaitu tes torniquet, masa perdarahan. Sedangkan secara in vitro
berupa penghitungan jumlah trombosit, tes fungsi trombosit, tes koagulasi
/penjendalan. Cara melakukan tes torniquet adalah dengan mengukur tekanan darah,
dicari tekanan pertengahan antara sistolik dan diastolic, dipertahankan selama 5 menit,
kemudian diobservasi adanya ptekie pada daerah volar. Apabila didapatkan ada 20
ptekie/inchi dikatakan positif, sedangkan antara 10-20 ragu-ragu. Tes ini sering
digunakan pada kasus demam berdarah. Tes ini untuk mengetahui jumlah dan fungsi
trombosit.
Waktu perdarahan.
Dilakukan dengan metode Ivy, yaitu dengan cara memompa sampai tekanan
40/30/20 mmHg, dipertahankan dan dibuat luka kecil dengan jarum/lanzet, kemudia
setiap 30 detik diisap dengan kertas filter, maksimum dilakukan selama 7 menit.

Jumlah trombosit.
Jumlah trombosit normal adalah> 150.000/mm3. Cara pemeriksaannya dengan
cara membuat apusan darah (langsung, tanpa EDTA! !). Ukuran trombosit yang normal
adalam berdiameter 2-3 micron. Trombosit yang sangat rendah (< 10.000/mm3)
dengan adanya perdarahan mukosa, maka akan berisiko terjadinya perdarahan otak.
Tes fungsi trombosit.
Secara in vivo dengan waktu perdarahan dan tes torniquet. Sedangkan secara
in vitro yaitu dengan agregasi trombosit.

Tes Penjendalan pertama


Termasuk di sini adalah tes waktu penjendalan. Tes terhadap semua faktor
penjendalan cukup intensif. TT (tes Trombin), merupakan tes pada fase ke 3 dan faktor
penjendalan. PT atau PTT (tes Protrombin), merupakan tes untuk fase ketiga dan
faktor ekstrinsik. APTT (Activated Protrombin Tes), tes untuk factor intrinsic dan untuk
fase ke 3 dan faktor penjendalan.

Tes Penjendalan Kedua


Apabila APTT memanjang, maka dilakukan tes subtitusi, dengan cara
mengulang dengan plasma pasien dan penambahan normal plasma. Apabila dengan
penambahan plasma normal hasilnya normal, maka kesimpulannya terdapat defisiensi
beberapa factor. Tetapi apabila hasilnya tidak normal berarti terdapat penghambatan.
Apabila ditambahkan plasma yang kurang mengandung factor VIII, IX dan lain-lain,
maka akan memperlihatkan adanya defisiensi. Dengan pelarutan akan memberi
persentase dan gangguan.

Penentuan faktor
Antibodi pendeteksi factor VIII (fVIII-Ag), kadang-kadang normal (100%), tetapi
tidak berfungsi (FVIII-c coagulant mempunyai aktifitas 2-30%). Apabila terjadi defisiensi
pada factor ini disebut Hemofilia A. Apabila terjadi defisiensi factor IX disebut Hemofilia
B. Kedua kelainan .tersebut. hanva terjadi pada laki-laki (X-linked) sehingga riwayat
keluarga sangat penting untuk diketahui pada kasus ini

Gangguan perdarahan
Termasuk di sini adalah keadaan trombositopenia, Hemofilia A, Hemofilia B,
von Willebrand Disease, koagulasi intravaskular yang difus, defisiensi vitamin K.

Trombositopenia
Hal ini bisa terjadi karena gangguan pada produknya, yaitu pada kasus
leukemia, atau gangguan sumsum tulang yang lain. Penyebab lain adalah gangguan
survival dan trombosit, misalnya kasus ITP (idiophatic thrombocytopenia), akut, terjadi
80% dan semua kasus, sedangkan yang kronik ada 20% dari semua kasus.

ITP akut
Paling sering adalah sembuh sendiri, tidak memerlukan terapi, hanya observasi
saja. Seandainya terjadi perdarahan yang parah (mukosa), lakukan punksi sumsum
tulang sebelum pemberian steroid, di sumsum tulang akan nampak banyak
megakariosit, dan tidak ada tanda-tanda leukemia. Pemberian dosis prednison adalah
2 mg/kg/hari, selama 4 minggu. Pemeriksaan IgG anti trombosit juga perlu, tetapi
pemeriksaan ini cukup mahal.

ITP kronik
Apabila trombositopenia terjadi selama 3 bulan maka disebut kronik. Apabila
tidak ada perdarahan yang parah, hanya observasi saja. Seandainya terjadi
perdarahan pada membran mukosa, bisa diberikan cyclokapron, dexsamethason.
Splenektomi perlu dilakukan apabila usianya lebih dan 6 tahun, ada risiko terjadi
sepsis. Terapi lain yang sering digunakan adalah dengan sitostatika (siklofosfamid,
vinkristin).

Hemofihia A
Terjadi kira kira 1:10.000 anak laki-laki. Apabila factor VIII kurang dan 1 %
disebut hemofilia berat. Pada keadaan ini akan terjadi perdarahan spontan pada sendi,
kelumpuhan. Pada keadaan ini membutuhkan subtitusi 3-4 kali/minggu. 2-5% adalah
kasus hemofilia sedang. Pada kasus ini akan terjadi perdarahan pada trauma, dan
memerlukan factor VIII. 5-30% hemofilia ringan. Penggantian factor penjendalan
dibutuhkan hanya pada kasus insidental.

Hemofihia B
Terjadi pada 1:35.000 anak laki-laki. Terdapat gangguan faktor IX. Terapi
dengan penggantian faktor IX (atau PPSB adalah factor 11+ V + VII + IX).

Von Willebrand Disease (vWF).


Faktor vWF menstabilkan faktor VIII. Pada kasus ini kadar faktor VIII juga
rendah, dimana baik aktifitas maupun imunologinya rendah. VWF dibutuhkan untuk
adesi trombosit, sehingga gejalanya akan terjadi juga trombositopenia. Manifestasinya
berupa perdarahan pada mukosa, menstruasi yang berkepanjangan. Penyakit ini
diturunkan secara autosom dominan.

Terapi Gangguan Koagulasi


Pada hemofili A, terapi yang dianjurkan adalah cryoprecipitate, faktor VIII
rekombinan. Pada hemofihi B, terapi yang diberikan adalah factor IX. Sedang pada
kasus von Willebrand Disease dengan memberikan cyclokapron atau cryoprecipitate.
Risiko dan terai ini adalah terkenanya infeksi virus seperti HIV atau hepatitis.

Diffuse Intravascular Coagulation (DIC)


Keadaan ini dapat terjadi pada beberapa penyakit yang berat. Keadaan yang
terjadi adalah aktivasi sistem koagulasi yang menghasilkan konsumsi koagulopati
sehingga terjadi trombositopenia, factor koagulasi yang rendah, juga rendah
semuanya. Terapi yang dilakukan dengan mengobati penyebabnya. Terapi dengan
heparin masih meragukan hasilnya.

Hemolytic Uremic Syndrome


Penyakit ini disingkat dengan istilah HUS. Pada keadaan ini terjadi koagulasi
intravaskular pada ginjal. Disamping itu juga terjadi hemolisis maupun gangguan renal
yang disebabkan karena masalah vascular. Sindroma ini terjadi pada anak-anak usia
muda setelah mengalami kolienteritis.
Defisiensi Vitamin K
Pada kasus ini terjadi deplesi fakto penjendalan, yaitu factor II, VII, IX, dan X.
Biasanya juga terjadi pada kasus /penyakit hati yang berat. Pada bayi-bayi baru lahir
biasa dikenal sebagai HDN (hemorrhagic disease of newborn), sehingga bayi baru
lahir harus segera diberikan vitamin K. Diagnosisnya, ditandai dengan Perpanjangan
PTT.

Acuan:
1. Veerman, A.J.P. Kuliah Hematologi. Vrije Universiteit, Amsterdam, The Netherland-
FK UGM, Yogyakarta, 2000-2001.
2. Soenarto, Hematologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito/FK
UGM, Yogyakarta.
3. Hiliman R.S., Ault K.A. Hematology in Clinical Practice. A Guiode to Diagnosis And
Management, New York, 1995.

Anda mungkin juga menyukai