Hematologi Anak PDF
Hematologi Anak PDF
HEMATOLOGI ANAK
Dr. Sutaryo, Dr. Sumadiono, Dr. Pudjo Hagung, Dr. Sri Mulatsih
ANEMIA
Sebelum masuk dalam topik anemia perlu dimengerti bahwa komponen darah
terdiri dan komponen cairan berupa plasma serta komponen padat berupa sel-sel. Sel-
sel yang beredar dalam darah terdiri dan sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan sel trombosit (sesungguhnya berupa fragmen-fragmen sel). Se! darah
putih (leukosit) terdiri dari seri granulosit (eosinofil, basofil, neutrofil), seri limfosit
(limfosit-T, limfositB, sel Natural Killer, sel-sel stem/batang), serta monosit.
Ada beberapa perbedaan mengenai darah antara anak-anak dan orang
dewasa, antara lain dalam hal: jumlah normal, penyebab anemia, insidensi dan tipe
keganasan, masalah-masalah karena kelahiran/prematuritas, kelainan-kelainan
kongenital (thalassemia, sindroma anemia Fanconi, dan lain-lain).
Pada anak-anak, kadar Hemoglobin (Hb) normal saat lahir sekitar 12-20g/dl,
sedangkan eritrositnya berupa makrositik, dan Hbnya juga masih mengandung HbF.
Pada usia 2-3 bulan, Hb terendah adalah 9 g/dl dan sampai usia 14 tahun akan
meningkat secara pelan-pelan, dimana pada laki-laki akan menjadi 13-17 g/dl dan
perempuan sekitar 12-18 g/dl. WHO telah menyederhanakan kriteria untuk anemia,
dimana usia 6 bulan- 6 tahun adalah lebih dan 11 g/dl (> 11 g/dl), sedangkan untuk
usia lebih dan 6 tahun adalah lebih dan 12 g/dl.
Sel darah merah (eritrosit) mengandung Hb sebagai pembawa oksigen. Pada
anemia akan terjadi keadaan dimana Hb dalam darah rendah. Pada keadaan seperti
ini maka ukuran sel darah merah bisa menjadi lebih kecil dan normal (mikrositik), atau
bila dilihat harga MCV (Mean Cell Volume) terlihat rendah. Keadaan lain bisa terjadi
yaitu ukuran sel darah merah tetap normal (normositik) / nilai MCV normal atau ukuran
sel menjadi lebih besar dan normal (makrositik) atau nilai MCV tinggi.
Penyebab anemia bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. kurangnya
produksi, seperti pada keadaan gangguan nutrisi, penyakit kronis /infeksi, hipo- atau
aplasia sumsum tulang, 2. kenaikan destruksi /perusakan, yang bisa terjadi karena
faktor ekstrakorpuskular maupun intrakorpuskular, 3. kehilangan darah.
Penyebab lain anemia adalah Malaria, dimana terjadi fagositosis sel parasit,
juga terjadi destruksi sel parasit. Pada keadaan ini bisa terjadi hiperspienisme. Ada
beberapa spesies parasit yaitu: Plasmodium vivax & ovale, pada keadaan ini banyak
ditemukan retikulosit; pada plasmodium malariae banyak dijumpai eritrosit matur, dan
spesies yang lain adalah plasmodium falsifarum, pada keadaan ini dijumpai keadaan
keduanya.
Evaluasi klinis
Penyebab anemia dapat diperkirakan dan hasil anamnesis maupun
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis perlu ditanyakan secara intensif mengenai waktu
mulai timbul gejala, riwayat tranfusi, hasil pemeriksaan darah sebelumnya, status
nutrisi/gizi, pemakaian alkohol, dan sebagainya. Gejala yang dihubungkan dengan
penyakit akut atau kronik seperti kehilangan berat badan, panas.
Pemeriksaan Fisik
Gejal fisik dan anemia tergantung dan perjalanannya. Pasien dengan
kehilangan darah yang akut akan memperlihatkan gejala hipovolumia dan hipoksia.
Kehilangan lebih dan 30% volume darah dalam waktu kurang dan 12 jam tidak akan
bisa dikompensasi oleh mekanisme normal dan vasokonstriksi dan aliran darah,
sehingga pasien akan memperlihatkan gejala hipovolumia termasuk hipotensi postural
dan takikardi. Apabila kehilangan danah lebih dan 40% dan total volume darah maka
pasien akan memperlihatkan semua gejala dan tanda dan syok hipovolumia termasuk
gelisah, tampak kuatir, haus udara, takikardi saat istirahat, hopotensi pada posisi
supine. Gambaran tanda dan gejala dan hipovolumia dihasilkan karena tidak
adekuatnya perfuisi organ vital karena anemianya.
Apabila anemia berkembang, maka volume plasma akan meningkat,
kompensai yang dihasilkan karena kombinasi dan pergeseran kurva disosiasi Hb-02,
kenaikan cardiac output, dan aliran darah. Dengan pemeriksaan fisik mungkin dapat
mendeteksi perubahan cardiac output dan aliran darah tersebut. gejala tersebut
adalah denyut nadi yang cepat, takikardi, sering terdengar murmur karena turbulensi
aliran darah di daerah apeks.
Gejala anemia juga bisa diperkirakan dan penampakan pasien secara umum,
misalnya kuku dan mukosa tampak pucat, warna kulit kadang-kadang sulit untuk
membedakan anemia atau tidak, terutama pada pasien-pasien dengan warna kulit
yang gelap atau pasien dengan edema. Untuk konfirmasi akan lebih baik kalau
diperiksa konjungtivanya, membran mukosa, kuku, dan telapak tangan.
Evaluasi laboratorium
Disamping dan anamnesis maupun pemeriksaan fisik, maka pemeriksaan
/evaluasi laboratorium sangat penting untuk diagnosis pasti maupun menentukan
terapi dan anemia. Pemeriksaan hematologi rutin yang sering dilakukan adalah
pemeriksaan sel darah lengkap, jumlah retikulosit, studi besi. Pemeriksaan yang lebih
spesifik lagi diperlukan pada kondisi tertentu.
Pemeriksaan darah lengkap yang dimaksud adalah pemeriksaan Hb, hematokrit, sel
darah merah, volume sel danah merah dan Hb content, jumlah trombosit, sel darah
putih, dan morfologi darah tepi. Peralatan automatik tidak hanya cepat juga sangat
akurat. Kesalahan penghitungan kurang dan 2%.
Klasifikasi anemia
Diagnosis anemia dapat dilihat dan algoritma cabang tiga yang didasarkan dan
hasil pemeriksaan laboratorium rutin. Tahap pertama adalah rnengkategorikan
abnorrnalitas eritropoetik yang bisa disebabkan oleh salah satu dan 3 gangguan
fungsi, yaitu: (1) apakah ada gangguan produksi sel darah merah ?; (2) apakah adan
abnormalitas maturasi sel ?; (3) apakah ada kenaikan destruksi sel?. tahap pertama ini
bisa dilihat dan hasil pemeriksaan darah lengkap dan indeks retikulosit. Gangguan
produksi (anemia hipoproliferatif) ditandai oleh rendahnya indeks retikulosit, dengan
disertai tidak ada atau sedikitnya perubahan morfologi sel darah merah. Gangguan
maturasi diperlihatkan dengan indek produksi retikulosit yang rendah disertai dengan
morfologi sel darah merah yang makro - atau mikrositik. Pasien dengan kenaikan
destruksi yang disebabkan karena hemolisis terlihat dengan adanya kompensasi
berupa kenaikan indeks retikulosit lebih dan 3 kali normal dan morfologi sel darah
merah mungkin atau tidak mungkin khas untuk kasus ini.
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Defisiensi Besi merupakan penyebab anemia mikrositik paling penting pada
anak-anak dan dewasa. Apabila suplai besi ke dalam sumsum tulang kurang, maka
produksi sel darah merah juga akan terganggu, dimana sel-sel baru yang dilepaskan
ke peredaran darah akan mengalami kekurangan hemoglobin. Tingkat keparahan
maupun derajad mikrositik dan hipokromiknya tergantung dan keparahan dan
kronisitas kekurangan besi.
Prevalensi kekurangan besi dalam populasi tergantung dan beberapa faktor
termasuk satus diet/intake besi, penyakit yang disertai malabsorbsi, serta kehilangan
darah yang lama. Di negara berkembang nutnisi yang tidak adekuat mempakan faktor
utama, dan defisiensi besi merupakan penyebab pokok dari anemia nutrisional.
Contoh kasus:
Seorang anak bernama Dewi, usia 3 tahun, datang dengan keluhan panas, pilek sejak
3 hari sebelumnya. Sulit makan sejak satu tahun sebelumnya, suka makan kertas,
batu-batu kecil. Anak sangat tidak aktif, tidur sepanjang siang hari. Pada keluarga tidak
dijumpai kasus anemia.
Pertanyaan: Apa yang anda lakukan sekarang?
1. Diperbanyak anamnesis ? mengenai apa?
2. Pemeriksaan fisik khusus apa yang ditekankan?
3. Perlu pemeriksaan laboratorium ? seandainya ya, tes yang mana?
4. Kearah mana kemungkinan diagnosisnya?
Ad. 1. Diperbanyak anamnesis? mengenai apa?
Apakah makanan cukup mengandung daging, ikan, telur, sayuran, tempe ?.
Bahan-bahan ini mengandung besi.
Apakah anak minum juice / makan buah?. Absonpsi besi bersama dengan Vit C.
Apakah anak sening minum teh ?. Teh akan mengurangi absorpsi besi
setengahnya.
Apakah anak minum susu sapi?. Susu sapi dapat menimbulkan alergi dan sedikit
diresorpsi.
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Defisiensi Besi merupakan penyebab anemia mikrositik paling penting pada
anakanak dan dewasa. Apabila suplai besi ke dalam sumsum tulang kurang, maka
produksi sel darah merah juga akan terganggu, dimana sel-sel baru yang dilepaskan
ke peredaran darah akan mengalami kekurangan hemoglobin. Tingkat keparahan
maupun derajad mikrositik dan hipokromiknya tergantung dan keparahan dan
kronisitas kekurangan besi.
Prevalensi kekurangan besi dalam populasi tergantung dan beberapa faktor
termasuk satus diet/intake besi, penyakit yang disertai malabsorbsi, serta kehilangan
darah yang lama. Di negara berkembang nutrisi yang tidak adekuat mempakan faktor
utama, dan defisiensi besi merupakan penyebab pokok dan anemia nutrisional.
Contoh kasus:
Seorang anak bernama Dewi, usia 3 tahun, datang dengan keluhan panas,
pilek sejak 3 han sebelumnya. Sulit makan sejak satu tahun sebelumnya, suka makan
kertas, batu-batu kecil. Anak sangat tidak aktif tidur sepanjang siang han. Pada
keluarga tidak dijumpai kasus anemia.
Pertanyaan: Apa yang anda lakukan sekarang?
1. Diperbanyak anamnesis ? mengenai apa?
2. Pemeriksaan fisik khusus apa yang ditekankan?
3. Perlu pemeriksaan laboratorium ? seandainya ya, tes yang mana?
4. Kearah mana kemungkinan diagnosisnya? Ad. 1. Diperbanyak anamnesis ?
mengenai apa?
Apakah makanan cukup mengandung daging, ikan, telur sayuran, tempe ?. Bahan-
bahan mi mengandung besi.
Apakah anak minum juice/ makan buah? . Absorpsi besi bersama dengan Vit C.
Apakah anak sening minum teh ?. Teh akan mengurangi absorpsi besi setengahnya.
Apakah anak minum susu sapi?. Susu sapi dapat menimbulkan alergi dan sedikit
diresorpsi.
THALASSEMIA
Thalassemia adalah anemia jenis mikrositik yang disebabkan tidak efektifnya
eritropoisis dari subunit-subunit Rb.
HbA (dewasa) : rantai alpha 2 beta 2
HbF (Fetal) : rantai alpha 2 gamma 2
HbA2 (dewasa) : rantai alpha 2 delta 2
Beta thalassemia : kerusakan pada produksirantai beta.
Alpha thalassemia : kerusakan pada rantai alpha.
Beta thalassemia :
Defek bisa pada salah satu atau kedua gene beta. Seandainya ada satu
defek/lesi disebut b-thalasemia trait (minor). Seandainya ada dua defek/lesi, disebut
homozigot, thalassemia major. Gangguan bisa pada sel target, HBF dan HBA2
meningkat. Diagnosisnya akan sulit apabila bersamaan dengan defisiensi besi. Pada
keadaan terakhir ini biasanya anak terlihat anemia setelah usia 6 bulan. Apabila tanpa
rantai beta, anak akan tergantung pada tranfusi, sedangkan bila ada penambahan
rantai beta, anak terlihat anemia sedang sampai berat. Thalassemia jenis ini ada di
Indonesia bagian Barat.
Alpha thalassemia.
Pada keadaan ini terdapat empat gene alpha, sehingga terdapat perbedaan
yang lebih. Apabila ada 1 delesi, secara klinis tidak menimbulkan gejala, Hbnya
normal. Anak dengan 2 delesi, tampak eritrosit mikrositik, dan anemia sedang,
sedangkan apabila ada 3 delesi terdapat pada HbH (rantai beta 4), menghasilkan
anemia hemolitik atau anemia berat. Pada keadaan delesi 4, yaitu hanya pada gamma
4 (Hbart) dan beta 4 (HbH), atau pada hydrops fetalis. Thalassemia jenis ini banyak
terjadi di Indonesia bagian timur.
Hemoglobinopati yang lain.
Ada banyak lebih penyimpangan pada hemoglobin. Kadang-kadang dalam
keadaan kombinasi dengan penyakit lain. Thalassemia HbC cukup prevalen di
Indonesia. Diagnosisnya dengan Rb elektroforesis, yang mana hal ini merupakan
pekerjaan laboratorium yang khusus.
Sferositosis heriditer
Anemianya biasanya mikrositik. Pada apusan darah tepi dijumpai sferosit
(diagnosis yang sulit!!). Membran sel darah merah mudah rusak, sehingga terjadi
penurunan/rendahnya tekanan osmotik, membran protein yang lain/spektrin lebih
rendah. Terapinya adalah splenektomi saat usia 6-10 tahun, tetapi hanya dilakukan
apabila ada gejala. Diturunkan secara dominan.
DIATESIS HEMORRAGI
Contoh kasus:
1. Nama pasien Kelly, 7 tahun, wanita, dengan perdarahan hidung, memar kurang
lebih sebesar 1 cm, ptekie, tidak panas, tidak ada pembesaran limfonodi, lien,
maupun hati. Apakah diagnosisnya?
Apakah terjadi penyiksaan pada anak? Apa yang di sarankan untuk sekolahnya?
Apakah Leukemia? Apa yang dikhawatirkan orang tua?
Apakah terjadi gangguan penjendalan? Apa mi?
Apakah terjadi trombositopenia?
2. Anak bernama Joey, laki-laki berusia 2 tahun. Suatu sore (jam 19.00 di unit gawat
darurat) ditemukan keadaan anak tersebut menderita benjolan di bahi kanan, nyeri,
benjolan di pergelangan kaki kiri, nyeri, memar di tangan dengan diameter 5 cm,
tidak ada ptekie, tidak demam, tidak tampak sakit, tidak ada pembesaran limfonodi,
hati atau lien. Apakah kemungkinan diagnosisnya?. Apakah diagnosis Joey?
Apakah ada penyiksaan pada anak tersebut?
Apak suatu tumor solid ? nyeri, sangat cepat kejadiannya (tidak mungkin).
Leukemia ? (tidak ada lokasi lain (limfonodi/lien/hati)).
Gangguan perdarahan ? bisa juga, tetapi bagaimana anda tahu?
Mekanisme Hemostasis
Gangguan pada pembuluh darah.
Fase pertama akan terjadi agregasi trombosit. Pembuluh darah akan
mengalami vasokonstriksi. Pada fase kedua akan memasuki proses pada kaskade
penjendalan. Faktor instrinsik, yaitu factor XII, XI, VIII, X, V, II. Faktor ekstrinsik, yaitu
factor jaringan, VII, X, V, II. Keduanya akan menghasilkan bentuk fibrinogen yang akan
dirubah menjadi fibrin dan akhirnya terjadi penjendalan.
Jumlah trombosit.
Jumlah trombosit normal adalah> 150.000/mm3. Cara pemeriksaannya dengan
cara membuat apusan darah (langsung, tanpa EDTA! !). Ukuran trombosit yang normal
adalam berdiameter 2-3 micron. Trombosit yang sangat rendah (< 10.000/mm3)
dengan adanya perdarahan mukosa, maka akan berisiko terjadinya perdarahan otak.
Tes fungsi trombosit.
Secara in vivo dengan waktu perdarahan dan tes torniquet. Sedangkan secara
in vitro yaitu dengan agregasi trombosit.
Penentuan faktor
Antibodi pendeteksi factor VIII (fVIII-Ag), kadang-kadang normal (100%), tetapi
tidak berfungsi (FVIII-c coagulant mempunyai aktifitas 2-30%). Apabila terjadi defisiensi
pada factor ini disebut Hemofilia A. Apabila terjadi defisiensi factor IX disebut Hemofilia
B. Kedua kelainan .tersebut. hanva terjadi pada laki-laki (X-linked) sehingga riwayat
keluarga sangat penting untuk diketahui pada kasus ini
Gangguan perdarahan
Termasuk di sini adalah keadaan trombositopenia, Hemofilia A, Hemofilia B,
von Willebrand Disease, koagulasi intravaskular yang difus, defisiensi vitamin K.
Trombositopenia
Hal ini bisa terjadi karena gangguan pada produknya, yaitu pada kasus
leukemia, atau gangguan sumsum tulang yang lain. Penyebab lain adalah gangguan
survival dan trombosit, misalnya kasus ITP (idiophatic thrombocytopenia), akut, terjadi
80% dan semua kasus, sedangkan yang kronik ada 20% dari semua kasus.
ITP akut
Paling sering adalah sembuh sendiri, tidak memerlukan terapi, hanya observasi
saja. Seandainya terjadi perdarahan yang parah (mukosa), lakukan punksi sumsum
tulang sebelum pemberian steroid, di sumsum tulang akan nampak banyak
megakariosit, dan tidak ada tanda-tanda leukemia. Pemberian dosis prednison adalah
2 mg/kg/hari, selama 4 minggu. Pemeriksaan IgG anti trombosit juga perlu, tetapi
pemeriksaan ini cukup mahal.
ITP kronik
Apabila trombositopenia terjadi selama 3 bulan maka disebut kronik. Apabila
tidak ada perdarahan yang parah, hanya observasi saja. Seandainya terjadi
perdarahan pada membran mukosa, bisa diberikan cyclokapron, dexsamethason.
Splenektomi perlu dilakukan apabila usianya lebih dan 6 tahun, ada risiko terjadi
sepsis. Terapi lain yang sering digunakan adalah dengan sitostatika (siklofosfamid,
vinkristin).
Hemofihia A
Terjadi kira kira 1:10.000 anak laki-laki. Apabila factor VIII kurang dan 1 %
disebut hemofilia berat. Pada keadaan ini akan terjadi perdarahan spontan pada sendi,
kelumpuhan. Pada keadaan ini membutuhkan subtitusi 3-4 kali/minggu. 2-5% adalah
kasus hemofilia sedang. Pada kasus ini akan terjadi perdarahan pada trauma, dan
memerlukan factor VIII. 5-30% hemofilia ringan. Penggantian factor penjendalan
dibutuhkan hanya pada kasus insidental.
Hemofihia B
Terjadi pada 1:35.000 anak laki-laki. Terdapat gangguan faktor IX. Terapi
dengan penggantian faktor IX (atau PPSB adalah factor 11+ V + VII + IX).
Acuan:
1. Veerman, A.J.P. Kuliah Hematologi. Vrije Universiteit, Amsterdam, The Netherland-
FK UGM, Yogyakarta, 2000-2001.
2. Soenarto, Hematologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito/FK
UGM, Yogyakarta.
3. Hiliman R.S., Ault K.A. Hematology in Clinical Practice. A Guiode to Diagnosis And
Management, New York, 1995.