Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Indonesia secara geografis terletak di garis khatulistiwa dan diantara dua

benua dengan jumlah hari guruh rata-rata 120 hari per tahun. Indonesia yang

merupakan negara katulistiwa memiliki karakteristik petir yang berbeda dengan

karakteristik petir di luar negeri, maka karakterstik petir di Indonesia dijadikan

standar oleh Badan Standarisasi dunia pada umumnya.

Mengingat kerusakan-kerusakan yang dapat timbul akibat adanya sambaran

petir, maka muncullah berbagai usaha untuk mengatasi sambarannya. Didalam

bidang teknik listrik dikenal sebagai usaha proteksi petir. Dalam usaha proteksi petir

ini tentu dibutuhkan pengetahuan tentang petir dan karakteristik-karakteristiknya.

Dalam hal ini juga termasuk proteksi petir itu sendiri.

Saat ini industri di Indonesia semakin banyak menggunakan peralatan dan

sistem yang canggih dengan komponen elektronik dan mikroprosessor, khususnya

sistem teleko munikasi, yang sangat sensitif terhadap pulsa elektromagnetik dari petir.

Tingkat kepentingan BTS dalam hal keberlangsungan penyediaan informasi data

agar informasi data yang di salurkan tidak terputus, disamping masih sedikitnya

informasi tentang Sistem Proteksi Petir (SPP) khususnya di negara-negara tropis,

maka melalui studi ini penulis mempelajari bagaimana sistem penangkal petir pada

BTS (Base Transceiver Station), aplikasi pada PT. Telekomunikasi Selular

(TELKOMSEL) - Banda Aceh.

1
I.2. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Adapun tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisa

pengaruh sambaran petir, sistem pengamanannya terhadap peralatan yang ada pada

BTS (Base Transceiver Station) dan radius daerah perlindungan terhadap bahaya

sambaran petir.

I.3. RUMUSAN MASALAH

1 . Bagaiman petir dapat terjadi dan bahaya yang di timbulkan ?


2 . Bagaimana peraturan yang mengatur tentang proteksi petir ?
3 . Bagaimana system penagkal petir pada BTS ?
4 . Alat apa saja yang di gunakan untuk meranjang instalasi proteksi petir ?

I.4. BATASAN MASALAH

Adapun batasan masalah pada penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Membahas tentang sistem penangkal petir pada BTS

2. Tidak membahas sistem kelistrikan pada BTS

3. Tidak membahas sistem kerja dari BTS

2
BAB II

IMPULS PETIR

II.1. UMUM

Petir merupakan peristiwa peluahan listrik antara suatu awan bermuatan

dengan bumi, atau antara awan bermuatan dengan awan bermuatan lainnya. Dalam

peristiwa ini, jarak antara awan ke awan atau awan kebumi relatif cukup tinggi dan

dapat di asumsikan sebagai jarak antar elektroda. Sumber terjadinya petir adalah

awan cummulonimbus atau awan guruh yang berbentuk gumpalan dengan ukuran

vertikal lebih besar dari dari ukuran horisontal. Ukuran vertikal dapat mencapai 14

km dan ukur an horisontal berkisar 1,5 sampai 7,5 km. Karena ukuran vertikalnya

yang cukup besar terjadi perbedaan temperatur antara bagian bawah dengan bagian

atas. Bagian bawah bisa mencapai 5 C sedangkan bagian atas -60 C. Loncatan

diawali dengan berkumpulnya uap air di dalam awan. Karena perbedaan temperatur

yang besar antara bagian bawah awan dengan bagian yang lebih di atas, butiran air

bagian bawah yang temperaturnya lebih hangat berusaha berpindah ke bagian atas

sehingga mengalami pendinginan dan membentuk kristal es. Butir air yang bergerak

naik membawa muatan positif sedangkan kristal es membawa muatan negatif

sehingga terbentuk awan yang mirip dengan dipole listrik. Pada saat tegangan antara

ujung awan sudah cukup besar terjadilah pelepasan muatan listrik. Struktur listrik

awan guruh dinyatakan dalam gambar 1 berikut ini:

3
Gambar 2.1. Struktur Muatan Listrik Awan
Guruh

II.2. MEKANISME TERJADINYA PETIR

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan atau pengumpulan muatan

di awan beitu banyak dan tak pasti. Tekanan atmosfer akan menurun dengan makin

bertambahnya ketinggian suatu tempat dari permukahorizontal. Pergerakan udara (

sering disebut angin ) ini akan membawa udara lembab ke atas, kemudian udara

4
memungkinkan terjadinya pemisahan muatan listrik didalam awan tersebut. Butiran

air yang bermuatan positif, biasanya berada bagian atas dan yang bermuatan negatif

di bagian bawah. Dengan adanya awan yang bermuatan maka akan timbul muatan

induksi pada permukaan bumi sehingga menimbulkan medan listrik antara bumi

dengan awan.

Mengingat dimensinya, bumi dianggap rata terhadap awan sehingga bumi

dengan awan dapat di anggap sebagai dua plat sejajar membentuk kapasitor. Jika

medan listrik yang terjadi melebihi medan tembus udara, maka akan terjadi

pelepasan muatan. Terjadinya pelepasan udara inilah yang disebut sebagai petir.

Setela adanya peluahan di udara sekitar awan bermuatan yang medan

listriknya cukup tinggi, terbentuk peluahan awal yang biasa disebut pilot leader.

Pilot leader ini menentukan arah perambatan muatan dari awan ke udara, diikuti

dengan titik-titik cahaya.

Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir ( leader ) yang bergerak

turun dari awan bermuatan dan disebut downward leader ( lihat Gambar 2.2.a ).

Downward leader ini bergerak menuju bumi dalam bentuk langkah-langkah yang

disebut step leader. Pergerakan step leader ini arahnya selalu berubah-ubah sehingga

secara keseluruhan jalannya tidak dan patah-patah. Panjang setiap step leader ini

sekitar 50 m ( dalam rentang 3 200m ), dengan interval waktu antara setiap step

50 s ( 30 125 s ). Dari waktu ke waktu, dalam perambatannya ini step leader

mengalami percabangan sehingga terbentuk lidah petir yang bercabang-cabang.

5
Gambar 2.2. Tahapan Proses Sambaran Petir

Ketika leader bergerak mendekati bumi, akan ada beda potensial yan makin

tinggi antara ujung step leader dengan bumi sehingga terbentuk peluahan mula yang

disebut upward streamer pada permukaan bumi atau objek akan bergerak ke atas

menuju jung step leader. Apabila upward leader telah masuk dalam zona jarak

sambaran atau striking distance, terbentuk petir penghubung ( connecting leader ) yang

6
menghubungkan ujung step leader dengan objek yang di sambar ( Gambar

2.2.b ). Setelah itu akan timbul sambaran balik ( return stroke ) yang bercahaya

sangat terang bergerak dari bumi atau objek menuju awan dan melepas muatan di

awan ( Gambar 2.2.c ).

Jalan yang di tempuh oleh return stroke sama dengan jalan turunnya step

leader, hanya arahnya yang berbeda. Kemudian terjadi sambaran susulan (

subsequent stroke ) dari awan menuju bumi atau objek tersebut. Sambaran susulan

ini tidak memiliki percabangan dan biasa disebut sebagai lidah panah atau dart

leader ( Gamabar 2.2.d ). Pergerakan dart leader ini sekitar 10 kali lebih cepat dari

leader yang pertama ( sambaran pertama atau first stroke ).

Pada umumnya, hampir separuh ( 55% ) dari peristiwa kilat petir ( lightning

flash ) merupakan sambaran ganda seperti tersebut di atas, dengan jumlah sambaran

sekitar 3 atau 4 sambaran tiap kilat ( bisa juga lebih ), diantaranya 90% tidak lebih

dari 8 sambaran, interval waktu setiap sambaran kurang lebih 50 ms.

II.3. MACAM-MACAM PETIR

Telah disebutkan sebelumnya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan dan pengumpulan muatan di awan begitu banyak dan tak pasti. Di

tambah dengan kondisi labilitas dalam atmosfir, sehingga proses terjadinya sambaran

petir bisa juga berbeda-beda.

Misalnya, muatan yang terjadi tidak terpisah secara horizontal sehingga

menimbulkan pelepasan di antara awan dengan awan atau dalam awam itu sendiri.

Atau mungkin saja proses pemisahan muatannya terjadi secara sebaliknya, sehingga

arah peluahan atau petirnya juga terbalik.

7
Secara garis besar, jenis-jenis petir dapat dikategorikan dalam beberapa macam,
yaitu sebagai berikut:
Berdasar polaritas muatan:
Muatan positif
Muatan negatif
Berdasar arah sambaran:
Arah kebawah ( bumi atau objek), disebut downward lightning
Arah ke atas (awan), disebut upward lightning
Berdasar jenis sambaran:
Sambaran dalam awan ( intra cloud lightning )
Sambaran antar awan ( inter cloud lightning )
Sambara awan ke bumi ( cloud to ground lightning )

II.3.1. Berdasarkan Polaritas Muatan

Polaritas petir, baik itu positif maupun negatif ditentukan oleh muatannya. Petir

di katakan bermuatan positif jika pilot leader yang membentuk step leader bermula

dari awan yang bermuatan positif (Gambar 2.3.a ), dan sebaliknya jika pilot leader

bermula dari awan bermuatan negatif maka petirnya dikatakan bermuatan

negatif ( Gambar 2.3.b ).

Gambar 2.3. Polaritas Muatan Petir pada Sambaran ke Tanah


8
Polaritas petir tidak selalu berpengaruh menentukan arah perambatan petir. Polaritas

petir paling berpengaruh pada daya rusak yang dihasilkannya, dalam hubungannya

dengan besaran arus petir dan bentuk gelombangnya. Sebab pada umumnya, besaran

arus pada petir dengan polaritas positif lebih besar di bandingkan pada petir polaritas

negatif. Selain itu, bentuk gelombang arus petir dengan polaritas negatif, berbeda- beda

antara sambaran pertama (first stroke) dengan sambaran susulannya (subsequent

stroke ).

Selain perbedaan dalam hal karakteristik besaran arus dan bentuk

gelombangnya, petir po laritas positif dan polaritas negatif juga berbeda dalam

persentase kemungkinan kejadiannya. Hanay sekitar 10% dari sambaran petir yang

terjadi berpolaritas positif, selebihnya kebanyakan adalah petir negatif. Probabilitas

kejadian petir positif akan meningkat dengan bertambahnya ketinggian suatu tempat

atau objek di bumi. Lebih jauh lagi, R.B. Anderson menyatakan bahwa mayoritas

petir positif lebih sering atau menyukai single stroke, sehingga untuk kenyakan

tujuan dan penelitian petir positif sering dinyatakan (diasumsikan) sebagai sambaran

tunggal.

II.3.2. Berdasarkan Arah Sambaran

Jika melihat kembali kemekanisme terjadinya petir, maka akan terlihat bahwa

untuk setiap satu kejadian kilat petir dengan beberapasambaran, mengalami arah

peluahan ke bawah (bumi) dan ke atas (awan) sekaligus secara bergantian. Maka untuk

mendefinisikan arah sambaran ini, sebagai acuan adalah arah mula terjadinya peluahan

petir (asal pilot leader). Apabila pilot leader bermula dari atas (awas), maka di

sebut petir ke bawah atau disebut juga downward lightning, dan jika sebaliknya maka

disebut keatas atau upward lightning.

9
Gambar 2.4. Tipikal Arah Sambaran Petir

(a) Downward lightning (b) upward lightning

Perbedaan antara upward lightning dengan downward lightnng, selain dari arah

sambarannya adalah pada probabilitas kejadian dan tipikal sambarannya. Upward

lightning memiliki sambaran yang cabang-cabangnya cenderung sedikit, kebalikan

dari downward lightning yang percabangan sambarannya cenderung banyak. Selain

itu upward lightning sangat jarang terjadi, sehingga kasus ini dianggap sebgai

kasus khusus. Dari beberapa referensi yang ada belum ada satupun yang memberikan

angka perkiraan mengenai probabilitas kejadian upward lightning di dunia.

Upward lightning hanya terjadi pada objek yang memiliki ketinggian cukup

lumayan. Hasil observasi menunjukkan bahwa dari peristiwa-peristiwa upward

lightning, sekitar 80 90% terjadi pada objek dengan ketinggian 400 500 m dari

permukaan bumi.

10
II.3.3. Berdasarkan Jenis Sambaran

Kondisi pada saat pemisahan muatan merupakan faktor penentu dari proses

kejadian petir berdasarkan jenis sambaran ini. Ada tiga (3) jenis sambaran petir, yang

dapat diperlihatkan pada Gambar 2.5.

Sambaran petir ke tanah (cloud to ground ligtning) merupakan bentuk

sambaran petir yang paling merusak dan bercahaya. Oleh karena itu, meskipun

sambaran petir jenis ini bukan merupakan yang paling umum terjadi, namun paling

penting untuk di teliti dan di kaji karakteristiknya dalam rangka melindungi diri dan

lingkungan kita dari sambaran petir ini.

Sambaran petir dalam awan ( intra cloud lightning ) adalah jenis yang paling

sering terjadi. Petir jenis ini terjadi antara muatan yang berlawanan dalam satu awan

yang sama. Prosesnya terjadi di dalam awan dan terlihat dari luar awan seperti

kejapan cahaya terang yang menyambar. Akan tetapi, kilatan cahayanya juga bisa

keluar dari batas-batas awan itu sendiri, dan membentuk kanal cahaya serupa dengan

sammbaran ke tanah.

Perbandingan antara cloud to ground dengan intra cloud lightning dapat

bervariasi secara signifikan antara satu badai dengan badai yang lainnya. Beberapa

anggapan ( usulan ) menyatakan bahwa variasi ini mempunyai ketergantungan atau

korelasi terhadap latitude,dengan persentase kejadian lebih besar untuk kejadian

cloud to ground pada latitude yang lebih tinggi.

Sedangkan sambaran petir antar awan (intercloud lightning) adalah petir yang

terjadi di antara pusat muatan yang berlawanan pada dua awan berbeda.

11
Gambar 2.5. Jenis-jenis Sambaran Petir

(a) Dalam awan ( intra-cloud )


(b) Antar awan ( inter-cloud )
(c) Awan ke bumi ( cloud to ground )

II.4. PARAMETER PARAMETER PETIR

Parameter petir menyatakan karakteristik atau penggambaran petir itu sendiri.

Parameter-parameter petir cukup banyak, terutama yang berkaitan dengan usaha-

usaha proteksi petir. Selain itu, parameter petir ini juga berguna dalam studi efek

perusakan akibat sambaran petir dan kemungkinan pemanfaatannya. Parameter-

parameter tersebut antara lain: bentuk gelombang petir, kerapatan sambaran (Ng),

arus puncak (Imax), kecuraman gelombang atau steepness (di/dt).

II.4.1. Bentuk Gelombang Arus Petir

Bentuk gelombang arus petir ini menggambarkan besar arus, kecuraman

(kenaikan arus), serta lamanya kejadian (durasi gelombang), dinyatakan oleh waktu

ekor.

12
Pada kenyataannya, bentuk gelombang arus petir tidak sama persis antara satu

dengan yang lainnya. Bukan saja antara satu kejadian dengan kejadian lainnya, akan

tetapi pada satu kejadian kilat dengan sambaran ganda, bentuk gelombang arus

petirnya bias berbeda cukup lumayan, antara sambaran ertamadengan sambaran

susulan. Kejadian terutama pada petir negatif yang sebagian besar selalu ada

subsequent stroke-nya.

Gambar 2.6. Osilogram Bentuk Gelombang Arus Petir

(a) Petir positif (b) Petir negatif

Karena ada perbedaan tersebut, maka bentuk standar gelombang arus petir

berbeda-berbeda untuk suatu negara atau lembaga, misalnya standar Jepang (JIS),

atau Jerman (VDE), Inggris (BS) dan sebagainya. Untuk internasional biasanya

mengacu pada IEC.

Bentuk gelombang arus petir dinyatakan dalam dua besaran yakni, waktu muka

(Tf) yang menyatakan lamanya muka gelombang (front duration) dan

kecuraman arus, serata waktu ekor ( Tt ).

13
Gambar 2.7.. Bentuk gelombang impuls petir standard

II.4.2. Kerapatan Sambaran Petir (Ng)

Parameter ini menyatakan banyaknya aktifitas petir atau sambaran petir ke

bumi dalam rentang satu tahun di suatu wilayah, dintakan dalam sambaran per km2

per tahun. Jumlah sambaran kilat ini sebanding dengan jumlah hari guruh per tahun

atau biasa di sebut Iso Keraunic Level (IKL).

Banyak peneliti yang memberikan perhatian kearah ini dan mengemukakan

rumus-rumus yang berlainan. Untuk Indonesia, T.S. Hutauruk memberikan usulan

kerapatan sambaran petir adalah sebesar:

Ng = 0,15 IKL (1)

II.4.3. Arus Puncak (Imax)

Parameter arus puncak ini menentukan jatuh tegangan resistif pada tahanan

pentanahan dan tahanan peralatan yang terkena sambaran. Selain itu juga, ikut

menentukan kenaikan temperaturpada peralatan yang di sambar. Biasanya, nilai arus

puncak ini yang digunakan dalam menyatakan suatu gelombang impuls petir, bersama-
14
sama dengan dua besaran gelombang sebelumnya yaitu waktu muka ( tf )

dan waktu ekor ( tt ).

Gambar 2.8. Hasil pengukuran bentuk gelombang arus petir negatif sambaran ganda

(a) Sambaran pertama b) sambaran kedua c) sambaran ketiga

Menurut Whitehead, arus puncak ini menentukan jarak sambaran petir

(striking distance), yang di ekspresikan dengan persamaan:

r = 8,0 . Imax0,65 [ meter ] (2)

dimana Imax dalam kA.

15
Gambar 2.9. Konsep Jarak Sambaran

II.4.4. Kecuraman Gelombang (Steepness)

Kecuraman gelombang merupakan salah satu parameter paling penting.


Parameter ini menyatakan kecepatan kenaikan arus petir dalam setiap satuan waktu
(di/dt). Semakin besar nilai arus dalam setiap satuan waktu, berarti semain curam
bentuk gelombang arusnya dan makin pendek durasi muka gelombang ( front
duration).

16
BAB III

SISTEM PROTEKSI PETIR

III.1. UMUM

Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek dari

bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung.

Didasarkan pada tujuan atau sifat dari proteksi itu sendiri, proteksi petir

terdiri dari dua jenis yaitu : proteksi sambaran petir, dan proteksi tegangan lebih

petir. Prinsip kerja antara kedua jenis proteksi tersebut di atas tentu saja berbeda.

Proteksi sambaran petir lebih bersifat pencegahan ( preventif ), sedang

proteksi tegangan lebih petir sifatnya tidak lagi mencegah tetapi mengurangi akibat

yang ditimbulkan oeh sambaran petir, dalam hal ini apabila jenis poteksi yang pertama

gagal melaksanakan fungsinya.

III.2. SISTEM PROTEKSI PETIR

Berdasarkan cara kerjanya, sistem proteksi petir dapat dibagi menjadi dua,

yaitu :

1. Sistem dengan Penangkap Petir

Prinsip kerja sistem ini adalah:

Harus menyediakan titik pada ujung bangunan yang diamankan untuk

sasaran sambaran petir, dengan harapan petir akan menyambar titik itu

terlebih dahulu.

Harus menyediakan saluran untuk menyalurkan arus petir ke tanah

17
Harus menyediakan sistem pembumian untuk mendistribusikan arus petir

yang masuk ke tanah dengan merata agar tidak menimbulkan kerusakan

atau bahaya pada bagian dari bangunan atau pada manusia yang sedang

berada di sekitarnya.

2. Sistem Disipasi ( Dissipation Array System )

Pada prinsipnya, DAS (Dissipation Array System) tidak bertujuan untuk

mengundang arus petir agar menyambar terminasi udara yang sudah

disediakan, melainkan membuyarkan arus petir agar tidak mangalir kedaerah

yang dilindungi.

Gambar berikut (Gambar 3.1.) menggambarkan konsep dari proteksi petir

sistem disipasi (DAS).

Gambar 3.1. konsep Dissipation Array System

Apabila awan bermuatan bergerak ke suatu daerah, maka akan menginduksi


18
muatan listrik diatas permukaan tanah ataupun bangunan di bawah awan petir

tersebut. Muatan yang terinduksi ini selanjutnya dikumplkan oleh sistem

pembumian DAS yang kemudian di angkut ke bentuk ion (ionizer) dengan

fenomena yang di sebut point discharge, yaitu setiap bagian benda yang

runcing akan memindahkan muatan listrik hasil induksi ke molekul udara

disekitarnya bilamana titik temunya erada pada medan elektrostatik. Ionizer

akan menghimpun ribuan titik-titik bermuatan secara individu dan sanggup

untuk melepaskan muatan-muatan listrik hasil induks i tadi secara optimal,

dimana pada akhirnya dapat mengurangi beda potensial antara awan dan

udara disekitar ionizer. Dengan kata lain medan listrik yang dihasilkan akan

semakin kecil, sehingga memperkecil kemungkinan udara untuk tembus listrik,

sehingga terjadinya petir dapat dihindari.

Berdasarkan tempatnya, sistem proteksi petir dapat dibagi menjadi dua

bagian, yaitu:

1. Proteksi Eksternal

Proteksi eksternal adalah instalasi dan alat-alat diluar suatu struktur untuk

menangkap dan menghantarkan arus surja petir ke sistem pembumian.

Proteksi eksternal petir berfungsi sebagai proteksi terhadap tegangan lebih petir

jika terjadi sambaran langsung ke sistem atau bangunan yang dilindungi.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan didala merencanakan sistem proteksi

petir eksternal adalah:

Macam, fungsi, dan bagan dari bangunan, ukur an denah bangunan,

bentuk, dan kemiringan atap.

Terminasi udara (air terminal) dimana jumlahnya haruslah cukup untuk

memberikan daerah proteksi yang diinginkan

19
Konduktor penyalur (down conductor) haruslah mampu manyalurkan arus

petir yang diterima dari terminasi udara menuju bumi.

Pembumian (grounding) dimana resistensi pembumian <10 Ohm.

2. Proteksi Internal

Proteksi petir internal merupakan perlindungan terhadap sistem elektronika

didalam bangunan / gedung akibat tegangan lebih yang ditimbulkan oleh

induksi elektromagnetik akibat sambaran petir tak langsung. Walaupun

bangunan sudah dilindungi terhadap sambaran petir, beberapa kerusakan pada

peralatan listrik khususnya peralatan elektronika dapat disebabkan karena

masuknya surja imbas petir melalui kabel listrik dan kabel komunikasi atau

masuknya arus petir pada waktu terjadi sambaran langsung.

Sistem proteksi petir internal dapat terdiri dari satu jenis ataupun beberapa alat-

alat proteksi petir, antara lain:

Arrester : alat potong tegangan lebih pada peralatan

Shielding : konstruksi dinding dan lantai secara khusus untuk

menghilangkan induksi elektromagnetik

One point earthing system : pemasangan potensial aqualization busbar

yang berfungsi sebagai terminal pembumian

Penggunaan kabel optic sebagai pengganti kabel tembaga pada

instalasi listrik. Kabel optic tidak menyebabkan percikan antar kabel

dan tidak terinduksi elektromagnetik

Penggunaan trafo isolasi untuk mentransformasikan arus besar yang

terjadi akibat sambaran petir ke jala-jala menjadi arus yang sangat

kecil
20
Oleh karena desain proteksi internal sangat bergantung pada instalasi

listrik / elektronika maka arsitektur dalam bangunan serta perencanaan

awal penggunaan bangunan harus diperhatikan.

III.3. HARI GURUH

Menurut definisi WMO (world Meteorological Organization), Hari Guruh

adalah banyaknya hari dimana terdengar Guntur paling sedikit satu kali dalam jarak

kira-kira 15 Km dari stasiun pengamatan.

Hari Guruh ini disebut juga Hari Badai Guntur (Thunderstorm Days). Data

meteorologi dari Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan adanya beberapa

daerah di Indonesia yang jumlah Hari Badai Guntur per tahunnya cukup tinggi,

antara lain : sebagian daerah Sumatera Utara, daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, dan daerah Irian Jaya dimana hari badai gunturnya lebih dari 100 hari per tahun.

Petir yang terjadi memiliki intensitas sambaran yang harus selalu diamati

setiap periode untuk dapat memperkirakan faktor resiko sambaran pada suatu

wilayah, sehingga dapat diperikan kebutuhan bangunan akan proteksi petir. Adapun

hal-hal yang diperlukan didalam memperkirakan factor resiko sambaran adalah :

1. Isokeraunic Level : jumlah hari sambaran per tahun

2. Lightning Strike Rate : jumlah sambaran ke tanah per Km2 per tahun.

Lightning Strike Rate / curah petir menentukan tingkat bahaya sambaran

pada suatu wilayah dan besarnya ditentukan oleh isokeraunic level. Nilai

lightning strike rate ini bervariasi secara signifikan, dihitung dari rata-rata

kerapatan annual yang dihitung dari observasi dalam satu periode selama

bertahun-tahun.

21
III.4. PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR

Usaha pertama yang dilakukan dalam proteksi petir adalah mencegah agar petir

tidak menyambar objek yang dilindungi. Untuk itu dapat dilakukan dengan dua cara

atau prinsip; perama membentuk semacam tameng atau perisai bagi objek yang

dilindungi sehingga diharapkan nantinya bila ada petir tidak menyambar objek

melainkan menyambar tameng atau perisai tersebut. Kedua, memperkecil

kemungkinan terjadinya sambaran petir.

III.4.1. Penangkal Petir Konvensional

Teknik penangkal petir yang sederhana dan pertama kali dikenal menggunakan

prinsip yang pertama, yaitu dengan membentuk semacam tameng atau perisai berupa

konduktor yang akan mengambil alih sambaran petir. Penangkal petir semacam ini

biasanya disebut groundwires (kawat tanah) pada jaringan hantaran udara,

sedangkan pada bangunan-bangunan dan perlindungan terhadap struktur, Benjamin

Franklin memperkenalkannya dengan sebutan lightning rod. Istilah ini tetap

digunakan sampai sekarang di Amerika. Di Inggris dan beberapa Negara di Eropa

menggunakan istilah lightning conductor sedang di Rusia disebut lightning mast.

Istilah yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah lightning conductor.

Contoh konstruksi penangkal petir konvensional jenis lightning conductor

ditunjukkan pada Gambar 3.2.

22
Gambar 3.2. penangkal petir konvensional

Penangkal petir konvensional sifatnya pasif, menunggu petir untuk

menyambar dengan mengandalkan posisinya yang lebih tinggi dari objek sekitar

serta ujung runcingnya agar pada saat step leader mendekat dan kuat medan semakin

besar maka upward streamer dapat lebih cepat terbentuk mendahului objek di

sekitarnya.

III.4.2. Penangkal Petir Elektrostatik

Penangkal petir elektrostatik merupakan pengembangan terhadap penangkal

petir konvensional (lightning conductor). Prinsipnya sama, yaitu sebagai tameng atau

perisai yang mengambil alih sambaran petir. Perbedaannya terletak pada bagaimana

cara mengalihkan sambaran petir tersebut. Contoh konstruksi penangkal petir

elektrostatik diperlihatkan pada Gambar 3.3.

23
Gambar 3.3. konstruksi salah satu dari jenis Elektrostatis

Prinsip penangkal petir elektrostatik didasarkan pada ion-ion yang dihasilkan

oleh dua elektroda pada ujung penangkal petir. Di bawah pengaruh medan listrik

antara awan dengan bumi, akan ada beda potensial di antara kedua elektroda. Tegangan

antara kedua elektroda ini dapat menyebabkan percikan peluahan listrik membuat

molekul-molekul udara di sekitar kedua elektroda mengalalmi ionisasi sehingga

mempercepat proses terbentuknya upward streamer dari penangkal petir. Proses

pembetukan upward streamer yang lebih awal menyebabkan upward streamer

yang terbentuk menjadi lebih tinggi dari kondisi biasa pada penangkal petir

konvensional. Oleh karena itu, penangkal petir elektrostatik seolah-olah memiliki

tinggi efektif perlindungan yang lebih tinggi dari penangkal petir yag sebenarnya.

24
III.4.3. Dissipation Array Sistem (Lightning preventor)

Prinsip proteksi ini adalah memperkecil kemungkinan terjadinya sambaran

petir. Ide untuk mencegah sambaran petir telah lama ada, mulai sekitar tahun 1754

ketika seorang ilmuwan Ceko, Prokop Divisch, memasang 216 titik runcing pada suatu

rangka kayu setinggi 7,4 m. Titik-titik tersebut dirangkai terhubung satu sama lain dan

kemudia dibumikan. Beberapa tahun kemudian, Lichtenberg (1775) memberikan

suatu usulan yang menyatakan bahwa kemungkinan sambaran petir pada suatu

rumah dapat dicegah dengan memasang kawat berduri diatasnya.

Sebagaimana diketahui sambaran petir merupakan peluahan listrik. Peluahan

ini bias terjadi apabila kuat medan yang terjadi melebih meda tembus udara, artinya

ada beda potensial yang cukup tinggi antara awan bermuatan dengan bumi sehingga

kuat medannya juga cukup tinggi. Karena itu bila beda potensial makin rendah, maka

kemampuan awan untuk melepas muatan juga berkurang sebab kuat medannya

berkurang. Untuk membuat beda potensial tersebut berkurang, sistem penangkal

petirnya dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk

melepaskan muatan dari benda yang di proteksi ke udara sekitarnya. Sistem penangkal

petir (lightning preventor) sepert ini dikenal dengan sebutan Dissipation Array System

(DAS) atau Charge Transfer System (CTS), contoh kostruksinya

diperlihatkan pada Gambar 3.4.

25
Gambar 3.4. Dissipation Array System

Teknologi DAS atau CTS memanfaatkan prinsip Point Discharge sebagai

titik perpindahan muatan (Charge Transfer) dari banyak ujung runcing, dimana tiap

bagian benda yang runcing tersebut akan melepas muatan ke udara sekitar. Hal ini

disebabkan karena ujung-ujung runcing tersebut berada dalam meda yang cukup kuat

sehingga mampu mengionisasi molekul-molekul udara di sekitarnya.

Selanjutnya R.H. Golde mengajukan suatu konsep bentuk seperti paying

dengan ujung-ujung runcing dipermukaannya. Konsep Golde ini memberikan bentuk

yang lebih cermat dalam membuat medan yang seragam disekitar penangkal petir

atau dibawah awan badai dengan memanfaatka efek elektrostatik lingkungan sekitar

titik-titik atau ujung runcing tersebut. Jika semua titik berada pada posisi yang tepat

dengan sudut pandang medan E yang keluar, maka seluruh medan disekitar tiik-titik

tersebut akan merata tersebar sehingga efek yang timbul pada saat step leader

mendekat menjadi tidak ada.

26
III.5. PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PETIR

Sambaran petir dapat menyebabkan tegangan lebih, hal ini karena sambaran

petir merupakan peristiwa pelepasan muatan artinya pada saat petir menyambar suatu

objek berarti pada objek itu telah disuntikkan sejumlah muatan yang berasal dari

petir sehingga tegangan pada objek tersebut naik melebihi yang seharusnya.

Fenomena ini paling berbahaya bila terjadi pada peralatan-peralatan listrik yang

memiliki tegangan kerja terbatas. Contohnya pada jaringan hantaran udara.

Smbaran petir pada ;jaringan hantaran udara memberikan suntikan muatan

listrik. Suntikan muata ini menimbulkan kenaikan tegangan pada jaringan, sehingga

di jaringa timbul tegangan lebih berbentuk gelombang impuls yang merambat di

sepanjang jaringan menuju ujug-ujung jaringan. Tegangan lebih akibat petir ini

sering disebut surja petir (lightning surge).

Jika tegangan lebih surja petir tiba di suatu peralatan listrik, transformator

misalnya, maka tegangan lebih tersebut akan merusak isolasi peralatan. Oleh karena

itu perlu dibuat suatu alat pelindung agar tegangan surja yang tiba di peralatan tidak

memlebihi kekuatan isolasi peralatan. Pada keadaan tegangan jaringan normal,

pelindung berperan sebagai isolasi, tetapi jika ada surja petir tiba pada terminal

pelindung maka pelindung berubah sifat menjadi penghantar dan mengalirkan

muatan surja petir tersebut ke tanah.

Ada dua macam alat pelindung dalam sistem tenaga listrik, yaitu Sela Batang

(Rod Gap) dan Arrester. Arrester itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu jenis Ekspulsi

(Expulsion type) atau sering disebut tabung pelindung (Protector Tube) da arrester

jenis Katup (Valve type).

27
III.5.1. Sela Batang (Rod Gap)

Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana dan

relative murah, tetapi kuat dan kokoh. Konstruksi diperlihatkan pada Gambar 3.5.

jika beda potensial diantara sela naik akibat tegangan lebih surja hingga melebihi

tegangan tembus sela, maka akan terjadi percikan pada sela dan membuat sela

terhubung singkat. Jarak sela dibuat sedemikian hingga dapat terpercik pada nilai

tegangan yang diinginkan.

Gambar 3.5. Konstruksi Sela Batang

Sela batang ini jarang digunakan pada rangkaian yang penting karena

beberapa kelemahannya sehingga kurang dapat memenuhi persyaratan dasar suatu alat

pelindung yang sebenarnya. Sela batang biasanya digunakan pada isolator

bushing trafo, isolator hantaran udara, pemutus daya dan sebagai pelindung

cadangan. Beberapa kelemahan sela batang adalah:

Tidak dapat memutuskan arus susulan, sehingga apabila sela bekerja akan terjadi

pemutusan aliran daya sistem

28
Sela batang tidak dapat berfungsi jika gelombang surja yang datang memiliki

muka yang curam

Kerja sela batang sangat dipengaruhi oleh kondisi udara sekitar karena media

pengantara sela adalah udara yang tegangan tembusnya tergantung pada suhu,

tekanan dan kelembaban.

III.5.2. Arrester Ekspulsi

Konstrksi suatu arrester jenis ekspulsi di tunjukkan pada Gambar 3.6.

Arrester ini mempunyai dua jenis sela, yaitu sela dalam dan sela luar. Sela dalam

ditempatkan dalam suatu tabungserat (fiber tube) yang dapat mengeluarkan gas. Bila

terminal arrester diterpa suatu surja petir, maka kedua sela akan terpercik.

Gambar 3.6. Arrester Ekspulsi

Arus susulan yang terjadi akan memanaskan permukaan dalam tabung serat.

Akibatnya tabung mengeluarka gas. Arus susulan merupakan arus sinusoidal

sehingga pada periode tertentu akan mencapai nilai nol. Saat arus susulan mencapai

29
nol, gas akan memadamkan arus susulan tersebut. Tetapi pemadamannya masih

tergantung pada tingkat arus hubung singkat di lokasi penempatan arrester . karena

itu, perlindungan dengam arrester jenis ini juga masih belum begitu memadai.

III.5.3. Arrester Katup

Konstruksi arrester jenis katup diperlihatkan pada Gambar 3.7. Arrester ini

terdiri dari beberapa sela percik yang terhubung seri dengan resistor non-linier.

Resistor non-linier mempunyai tahanan yang rendah saat dialiri arus tinggi dan

mempunyai tahanan yang tinggi saat dialiri arus rendah.

Gambar 3.7. Arrester Katup

Sela percik dan resistor non-linier, keduanya di tempatkan dalam tabung

isolasi tertutup, sehingga kerja arrester ini tidak dipengaruhi oleh keadaan udara

sekitar. Jika surja petir tiba pada terminal arrester dan membuat sela arrester

terpercik, maka rangkaian ekivalen arrester adalah seperti ditunjukkan pada Gambar

3.8.a. Tegangan pada terminal arrester saat mengalirkan arus surja adalah:

30
Vt = Is x R

dimana is = arus surja

R = tahanan resistor non-linier.

Gambar 3.8. Rangkaian Ekivalen dan Karakteristik Arrester Katup

Misalkan karakteristik resistor non-linier adalah seperti Gambar 3.8.b. dan

arus surja yang mengalir pada arrester adalah seperti Gambar 3.8.c. Dalam selang

waktu antara 0 - t1, arus surja naik dan mencapai nilai puncak is = ip. Dalam selang

waktu ini tahanan R mengecil, sehingga kenaikan tegangan terminal arrester dibatasi

hanya sampai Va. seandainya tahanan resistor R konstan, maka saat arus surja

mencapai nilai puncak, tegangan di terminal arrester adalah Vt = V1. Artinya

tegangan sistem tetap tinggi sehingga tujuan perlindungan tidak tercapai.

Dalam selang waktu t1 t2 arus surja menurun sehingga tahanan resistor R

membesar. Saat arus surja menjadi nol, masih tersisa arus susulan yang relative kecil.

Arus susulan ini juga akan semakin kecil karena tahanan R semakin membesar,

akhirnya tersisa arus kecil yang disebut arus kendali. Ketika tegangan sesaat sistem

nol percikan pada sela padam sehingga arus kendali menjadi nol dan tidak berlanjut

lagi.

31
BAB IV

PROTEKSI BANGUNAN TERHADAP BAHAYA PETIR

IV.1. UMUM

Keadaan geografis yang dekat ke khatulistiwa menyebabkan Indonesia

termasuk sebagai wilayah yang memiliki hari gur uh pertahun (Thunderstorm Days)

tinggi dengan jumlah sambaran petir yang banyak sehingga memungkinkan banyak

terjadi bahaya dan kecelakaan akibat sambaran petir.


Sambaran petir dapat menimbulkan gangguan pada sistem tenaga listrik. Pada

bangunan atau gedung bertingkat, efek gangguan akibat sambaran petir ini semakin

besar sesuai dengan semakin tinggi dan luasnya areal bangunan tersebut. Penyebab

dari kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh sambaran petir, terutama adalah

besar (amplitudo) dari arus petir berkisar antara 5 sampai 200 kA. Kerusakan-

kerusakan pada bangunan yang tersambar dapat berupa kerusakan thermis, misalnya

bagian yang tersambar terbakar, dan dapat pula berupa kerusakan mekanis, misalnya

bagian atap bangunan retak atau tembok bangunan retak atau runtuh.

Bila terjadi aktivitas pengumpulan atau pembentukan muatan pada awan,

maka induksi muatan dengan polaritas yang berlawanan terjadi di permukaan bumi.

Pada penangkal petir, ujungnya di buat runcing dengan tujuan agar saat terjadi

penumpuka n muatan di awan, ujung yang runcing itulah yang pertama terinduksi.

Dengan demikian di harapkan petir akan menyambar ujung batang penangkap petir

terlebih dahulu karena sifat muatan listrik dari petir yang selalu mencari daerah

konduktif dan yang kuat medan listriknya tinggi. Penangkap petir dihubungkan dengan

konduktor pembumian yang akan meneruskan arus petir ke bumi dan kemudian

disebarkan oleh elektroda pembumian.

32
IV.2. BESARNYA KEBUTUHAN BANGUNAN AKAN SISTEM PROTEKSI

PETIR

Kebutuhan bangunan akan proteksi petir ditentukan dengan cara klasifikasi

area tempat bangunan atau dengan perhitungan menggunakan parameter hari guruh

dimana gedung itu berada dan koefisien-koefisien lain yang diperlukan tergantung

dari standar yang di pilih atau digunakan.

Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari suatu

bangunan, termasuk manusia dan peralatan yang ada didalamnya terhadap bahaya

dan kerusakan akibat sambaran petir. Di dalam tilisan ini akan di bahas penentuan

besar kebutuhan bangunan akan proteksi petir menggunakan standar Peraturan

Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-

2004).

Instalasi-instalasi bangunan yang berdasarkan letak, bentuk, penggunaannya

dianggap mudah terkena sambaran petir dan perlu diberi penangkal petir adalah :

1. Bangunan-bangunan tinggi, seperti menara-menara, gedung-gedung

bertingkat, cerobong-cerobong pabrik

2. Bangunan-bangunan penyimpanan bahan mudah terbakar atau meledak

misalnya seperti pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak,

gudang penyimpanan cairan atau gas yang mudah terbakar, dan lain-lain

3. Bangunan-bangunan untuk umum, misalnya gedung-gedung bertingkat,

gedung pertunjukan, gedung sekolah, stasiun, dan lain-lain

4. Bangunan-bangunan yang berdasarkan fungsi khusus perlu dilindungi secara

baik, misalnya museum, gedung arsip Negara, dan lain-lain.

33
IV.2.1. Menurut Standar PUIPP

Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan suatu instalasi penangkal petir

ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerugian serta bahaya yang di timbulkan bila

bangunanan tersebut tersambar petir

Besarnya kebutuhan tersebut dapat ditentukan secara empiris berdasarkan

indeks-indeks yang menyatakan factor-faktor tertentu seperti ditunjukan pada lampiran

A dan merupakan penjumlahan (R) dari indeks-indeks tersebut. Sehingga di dapat

perkiraan bahaya akibat sambaran petir (R) adalah :

R=A+B+C+D+E (3)

Dimana

A : Bahaya berdasarkan jenis bangunan

B : Bahaya berdasarkan konstruksi bangunan

C : Bahaya berdasarkan tinggi bangunan

D : Bahaya berdasarkan situasi bangunan

E : Bahaya berdasarkan hari guruh yang terjadi

Apabila menurut data-data yang ada dimassukkan ke dalam persamaan diatas, maka

selanjutnya dapat di ambil kesimpulan mengenai perlu atau tidaknya sistem proteksi

petir eksternal digunakan. Jika nilai nilai R > 13, maka bangunan tersebut dianjurkan

menggunakan sistem proteksi petir. (Besar indeks dapat di lihat pada lampiran A).

Jelas bahwa semakin besar nilai R, semakin besar pula bahaya serta

kerusakan yang ditimbulkan oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula

kebutuhan bangunan tersebut akan adanya suatu sistem penangkal petir.

34
IV.2.2. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004)

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004), pemilihan

tingkat proteksi yang memadai untuk suatu sistem proteksi petir berdasarkan pada

frekuensi sambaran petir langsung setempat (Nd) yang diperkirakan ke struktur yang

di proteksi dan frekuensi sambaran petir tahunan setempat (Nc) yang diperbolehkan.

Kerapatan kilat petir ketanah atau kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata

tahunan di daerah tempat suatu struktur barada dinyatakan sebagai :

Ng = 0,04 x Td1,25/ km2/ tahun (4)

Diman Td adalah jumlah hari guruh per tahun yang diperoleh dari data isokeraunic

level di daerah tempat struktur yang akan di proteksi yang dikeluarkan oleh Badan

Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Frekuensi rat-rata tahunan sambaran petir langsung Nd ke bangunan dapat di

hitung :

Nd = Ng x Ae x 10-6 / tahun (5)

Dimana Ae adalah area cakupan ekivalen dari bangunan (m2) yaitu daerah permukaan

tanah yang di anggap sebagai struktur yang mempunyai frekuensi sambaran

langsung tahunan.

Adapun area cakupan ekivalen (Ae) tersebut dapat di hitung berdasarkan

persamaan di baawah ini :

Ae = ab + 6h (a+b) + 9 h2 (6)

Dimana :

a : panjang dari bangunan tersebut (m)

b : lebar dari bangunan tersebut (m)

35
h : tinggi bangunan yang di proteksi (m)

pengambilan keputusan perlu atau tidaknya memasang sistem proteksi

petir pada bangunan berdasarkan perhitungan Nd dan Nc dilakukan sebagai berikut :

a. Jika Nd Nc tidak perlu ssitem proteksi

b. Jika Nd > Nc diperlukan sistem proteksi petir dengan efisiensi :

E = 1 Nc / Nd (7)

Maka setelah di hitung nilai E (efisiensi Sistem Proteksi Petir) sesuai dengan

persamaan (7), setelah itu dapat ditentukan tingkat proteksinya sesuai dengan

tingkat proteksi table 4.1.

Tabel 4.1. Efisiensi Sistem Proteksi Petir

Tingkat Proteksi Efisiensi SPP

I 0,98

II 0,95

III 0,90

IV 0,80

Setelah diketahui tingkat proteksi berdasarkan table 4.1, maka dapat

ditentukan sudut proteksi () dari penempatan suatu terminasi udara, radius bola

yang di pakai, maupun ukuran jala (konduktor horizontal) sesuai dengan tabel 4.2. di

bawah ini :

36
Tabel 4.2. Daerah Proteksi dari Terminasi Udara sesuai dengan tingkat proteksi

Tingkat H (m) Lebar


proteksi R (m) 20 30 45 60 Jala (m)

I 20 25 * * * 5

II 30 35 25 * * 10

III 45 45 35 25 * 15

IV 60 55 45 35 25 20

* Hanya menggunakan metode bola bergulir dan jala dalam kasus ini

IV.3. PRINSIP PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR

DENGAN MENGGUNAKAN LIGHTNING CONDUCTOR

Prinsip utama proteksi terhadap sambaran petir menggunakan lightning

conductor aalah mengalihkan sambaran petir ke lightning conductor sehingga tidak

menyambar objek yang di proteksi. Sebagai alat proteksi, ada dua fungsi utama

lightning conductor pada posisi ini; pertama sebagai tameng atau perisai, dan kedua

sebagai pemberi jalan termudah untuk disambar petir.

Gambar 4.1. prinsip proteksi terhadap sambaran petir dengan menggunakan

lightning conductor
37
Sebagaimana terlihat pada gambar 4.1.a, ketika step leader turun mendekati

bumi, maka pada saat itu pembentukan upward streamer dari lightning conductor lebih

cepat dan lebih tinggi daripada benda yang di proteksi. Hal ini terjadi karena posisi

lightning conductor yang lebih tinggi da lebih runcing sehingga muatan yang

terkumpul juga kemungkinan lebih banyak dan lebih cepat. Pada tahap ini, lightning

conductor bersifat mengorbankan diri sebagai jalan termudah bagi step leader

untuk melepaskan muatan membentuk sambaran petir yang sempurna.

Kemudian pada gambar 4.2.b, karena upward streamer dari lightning

conductor lebih tinggi, maka kemungkinan untuk lebih dahulu tersentuh atau masuk

ke zona jarak sambaran lebih besar, sehingga pertemuan antara upward streamer dari

lightning conductor dengan step leader terjadi lebih dahuludan sambaran petir yang
terjadi menyambar lightning conductor. Pada tahap ini lightning conductor

berfungsi sebagai tameng atau perisai yang mengambil alih sambaran petir.

Selanjutnya, muatan yang d i lepaskan saat sambaran ini dialirkan kebumi melalui

elektroda pentanahan sehingga tidak merusak objek yang dilindungi sampai

akhirnya sambaran petir berhenti.

IV.4. ZONA PROTEKSI LIGHTNING CONDUCTOR

Istilah zona proteksi diguanakan untuk menyatakan lingkup proteksi lightning

conductor, yaitu seberapa banyak suatu daerah yang dapat di cakup oleh lightning

conductor sehingga pada daerah tersebut memiliki kemungkinann yang keci untuk

disambar petir. Posisi lightning conductor yang vertikal membuat tampak atasnya

hanya berupa suatu titik, sehingga bila, step leader mendekati lightning conductor

dari arah manapun akan mengalami reaksi yang sam ( tanpa kondisi khusus ).

Hal ini menggambarkan secara umum bahwa perilaku lightning conductor

38
dalam melindungi daerahnya cenderung untuk membentuk suatu lingkup volum

dengan lightningconductor sebagai sumbu. Beberapa pendapat peneliti mengenai

bentuk volume zona proteksi lightning conductor terliha pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. beberapa teori tenteng zona proteksi Lightning Conductor

Bidang dasar zona proteksinya merupakan suatu lingkaran dengan lightning

conductor sebagai titik pusat. Oleh sebab itu, untuk menyatakan kemampuan

proteksi lightning conductor digunakan sebutan Radius Proteksi atau jari-jari

proteksi, yaitu jarak terluar ( terjauh ) dari pusat lingkaran yang masih dapat dilindungi

oleh lightningconductor. Sebagaimana terlihat pada gambar 4.2. diatas, gambaran zona

proteksi Razevig cukup lengkap dan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

39
x

di mana: rx = radius proteksi

hx = tinggi maksimum objek yang di proteksi

h = tinggi total penangkal petir

Dari persamaamn diatas, terlihat bahwa menurut Razevig radius

proteksiberubah-ubah mengikut i perubahahan tinggi benda yang di proteksi.

Ssementara untuk peneliti lain tidak ada keterangan yang menjelaskan lebih lanjut

mengenai radius proteksi ini. Bahkan beberapa peneliti yaitu Anderson (1879), lodge

(1892), Walter (1937) memberikan kesimpulan bahwa tidak ada kekhususan atau hal

khusus yang dapat menggambarkan secara lengkap mengenai zona proteksi lightning

conductor.

IV.5. RANCANGAN SISTEM TERMINASI UDARA MENURUT SNI 03-

7015-2004

Untuk menentukan penempatan terminasi udara dan untuk mengetahui daerah

proteksi, maak tulisan ini menggunakan metode-metode yang terdapat di dalam SNI

03-7015-2004, yaitu :

1. Metode sudut proteksi (Protective Angle Method)

2. Metode bola bergulir (Rolling Sphere Method)

3. Metode jala (Mesh Sized Method)

Metode proteksi sebaiknya dipilih oleh perancang proteksi petir dengan

pertimbangan sebagai berikut :

40
a. Metode sudut proteksi (Protective Angle Method) cocok untuk bangunan

gedung atau bagian kecil dari bangunan gedung yang lebih besar.

Metode ini tidak cocok untuk bangunan gedung yang lebih tinggi dari

radius bola gulir yang sesuai dengan tingkat proteksi sistem proteksi

petir (SPP) yang dipilih

b. Metode bola gulir (Rolling Sphere Method) cocok untuk bentuk

bangunan gedung yang rumit

c. Metode jala (Mesh sized method) dipakai untuk keperluan umum dan

khususnya cocok untuk proteksi struktur dengan permukaan datar.

Dilihat dari ketiga metode diatas, maka di dalam perencanaan terminasi udara

pada bangunan, ketiga metode diatas dapat dikombinasikan untuk membentuk zona

proteksi dan meyakinkan bahwa bangunan tersebut terproteksi seluruhnya.

Standar SNI ini tidak memberikan kriteria untuk pemilhan ssitem terminasi

udara karena dianggap batang, kawat rentang, dan konduktor jala adalah sama.

Dipertimbangkan bahwa :

1. Tinggi batang terminasi udara sebaiknya antara 2-3 meter untuk mencegah

peningkatan frekuensi sambaran petir langsung

2. Rentangan kawat dapat digunakan dalam semua kasus sebelumnya dan untuk

bentuk bangunan yang rendah (a/b > 4, dimana a : panjang bangunan, dan b :

lebar bangunan)

3. Sistem terminasi udara terdiri dari jala konduktor untuk keprluan umum.

Adapun ukuran minimum bahan SPP (Sistem Penangkal Petir) yang

dipakai di dalm standar ini untuk penggunaan terminasi udara adalh dapat dilihat

pada table 4.3.

41
Tabel 4.3. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi udara

Tingkat Proteksi Bahan Terminasi udara (mm2)

Cu 35

I sampai IV Al 70

Fe 50

IV.5.1. Metode Sudut Proteksi (Angle Protection Method)

Daerah yang diproteksi adalah daerah yang berada di dalam kerucut dengan

sudut proteksi sesuai dengan tabel 4.2.

Pada metode dengan metode sudut proteksi ini, terminasi udara dipasang

pada setiap bagian dari struktur bangunan yang dilindungi yang tidak tercakup pada

daerah proteksi yang dibentuk. Nilai sudut yang terbentuk sebagai daerah proteksi

adalah bergantung dari ketinggian terminasi uadara (rod/mast) dari daerah yang

diproteksi.

Metode sudut proteksi secara geometris mempunyai keterbatasan dan tidak

digunakan untuk bangunan/gedung yang lebih tinggi dari radius bola gulir yang

ditentukan dalam tabel 4.2.

Konduktor terminasi udara sebaiknya ditempatkan sedemikian sehingga

semua bagian bangunan gedung yang diproteksi berada diselah dalam permukaan

selubung yang dihasilkan oleh proyeksi titik-titik dari konduktor terminasi udara ke

bidang referensi, dengan sudut ke garis vertikal dalam semua arah. Rancangan

terminasi udara menggunakan metode sudut proteksi ini dapat dilihat pada

gambar .. (dianggap bangunan mempunyai panjang dan lebar yang sama).

42
Keterangan: Keterangan:
1 : Tiang terminasi udara 1 : Tiang terminasi udara
2 : bangunan yang di proteksi 2 : bangunan yang di proteksi
3 : bidang referensi 3 : bidang referensi
4 : sudut proteksi yang di bentuk sesuai tabel 2 4 : sudut proteksi yang di bentuk sesuai tabel 2

Gambar 4.3.Daerah proteksi tampak depan Gambar 4.4. Daerah proteksi tampak samping

Keterangan 1. Terminasi udara


2.Bangunan yang di proteksi

Gambar 4.5. Daerah proteksi tampak atas

43
IV.5.2. Metode Bola Bergulir (Rolling Sphere method)

Metode bola bergulir baik digunakan pada bangunan yang bentuknya rumit.

Dengan metode ini seolah-olah ada suatu bola dengan radius R yang bergulir diatas

tanah, sekeliling struktur dan di atas struktur ke segala arah hingga bertemu dengan

tanah atau struktur yang berhubungan dengan permukaan bumi yang mampu bekerja

sebagai penghantar (gambar 4.6.). titik sentuh bola bergulir pada struktur yang dapat

disambar petir dan pada titik tersebut harus diproteksi oleh konduktor terminasi

udara. Semua petir yang berjarak R dari ujung penangkap petir akan mempunyai

kesempatan yang sama untuk menyambar bangunan.

Gambar 4.6. Daerah proteksi dengan metode bola bergulir

Metode bola gulir (rolling sphere) ini sebaiknya digunakan untuk

mengidentifikasi ruang yang terproteksi dari bagian atau luasan bangunan/gedung

yang tidak tercakup oleh metode sudut proteksi (angle protection method).
44
Dengan metode ini, penempatan sistem terminasi udara dianggap memadai jika

tidak ada titik pada daerah yang diproteksi tersentuk oleh bola gulir dengan radius

R, di sekeliling dan diatas bangunan/gedung kesemua arah. Untuk itu, bola hanya

boleh menyentuh tanah atau sistem terminasi udara.

Radius bola gulir harus sesuai dengan tingkat proteksi SPP (Sistem Proteksi

Petir) yang dipilih menurut tabel 4.1. Pada gambar diatas, bola dengan radius R

digulirkan sekeliling dan diatas bangunan/gedung hingga bertemu dengan bidang tanah

atau bangunan/gedung permanen atau obyek yang berhubungan dengan bidang bumi

yang mampu bekerja sebagai konduktor petir. Titik sentuh bola gulir pada

bangunan/gedung merupakan titik yang dapat disambar petir dan pada titik tersebut

harus diproteksi oleh konduktor terminasi udara.

IV.5.3. Metode Jala (Meshed Sized Method)

Metode ini digunakan untuk keperluan permukaan yang datar karena bisa

dilindungi seluruh permukaan bangunan. Daerah yang diproteksi adalah keseluruhan

daerah yang ada didalam jala-jala (Gambar 4.7.). Ukuran jala sesuai tingkat proteksi

dapat dipilih pada tabel 4.2.

Gambar 4.7. Daerah Proteksi dengan metode jala


45
Untuk keperluan perlindungan permukaan yang datar, SPP (Sistem Proteksi

Petir) jala diyakini melindungi seluruh permukaan jika dapat memenuhi kondisi

berikut:

a. Konduktor terminasi udara ditempatkan pada:

Garis pinggir sudut atap

Serambi atap

Garis bubungan atap jika kemiringan lebih dari 1/10

b. Permukaan samping pada bangunan/gedung yang tingginya lebih dari radius

bola gulir yang relevan dengan tingkat proteksi yang dipilih sesuai tabel 4.2

harus dilengkapi dengan sistem terminasi udara.

c. Dimensi jala pada jaringan terminasi udara tidak lebih dari nilai yang

diberikan dalam tabel 4.2.

d. Jaringan sistem terminasi udara disempurnakan sedemikian rupa hingga arus

petir akan selalu mengalir melalui dua lintasan logam berbeda, tidak boleh

ada instalasi logam menonjol keluar dari volume yang dilindungi oleh

sistem terminasi udara.

e. Konduktor terminasi udara harus mengikuti lintasan terpendek yang

dimungkinkan.

IV.6. KONDUKTOR PENYALUR (DOWN CONDUCTOR)

Konduktor penyalur (down coductor) adalah bagian dari sistem proteksi

eksternal yang dimaksudkan untuk melewatkan arus petir dari sistem terminasi udara

ke sistem pembumian.

Konduktor penyalur perlu merancang agar tidak menimbulkan induksi

terhadap peralatan-peralatan listrik yang terdapat di dalam ataupun di sekitar bangunan

46
atau gedung yang diproteksi. Pemilihan jumlah dan posisi konduktor penyalur

sebaiknya memperhitungkan kenyataan bahwa jika arus petir dibagi.

Adapun ukuran minimum bahan SPP (Sistem Penangkal Petir) dipakai di

dalam standar ini untuk penggunaan konduktor penyalur (down conductor) adalah

dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan konduktor penyalur

Konduktor Penyalur
Tingkat Proteksi Bahan
(mm2)

Cu 35

I sampai IV Al 70

Fe 50

Cara penempatan konduktor penyalur dengan melihat kondisi

bangunan/gedung yang diproteksi:

1. Jika dinding terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar, konduktor

penyalur dapat ditempatkan pada permukaan atau di dalam dinding tersebut.

2. Jika dinding terbuat dari bahan yang mudah terbakar, konduktor penyalur

dapat ditempatkan pada permukaan dinding, asalkan kenaikan suhu karena

lewatnya arus petir tidak berbahaya untuk bahan dinding.

3. Jika dinding terbuat dari bahan yang mudah terbakar dan kenaikan suhu

konduktor penyalur berbahaya, maka konduktor penyalur harus ditempatkan

sedemikian sehingga jarak antara konduktor penyalur dengan ruang

terproteksi selalu lebih besar dari 0.1 m. Braket pemasangan yang terbuat dari

logam boleh melekat pada dinding.

47
IV.7. SISTEM TERMINASI BUMI (GROUNDING SYSTEM)

Sistem terminasi bumi (grounding network) perlu dirancang sedemikian rupa

sehingga memperkecil tegangan sentuh dan tegangan langkah sehingga aman bagi

manusia dan peralatan yang terdapat di sekitar daerah yang di proyeksi.

Guna mengalirkan arus petir ke bumi tampa menyebabkan tegangan lebih

yang berbahaya, maka bentuk dan dimensi sistem terminasi bumi lebih pentingdari

nilai spesifik elektroda bumi. Namun pada umumnya di rekomendasikan resistansi

bumi yang rendah.

Sistem terminasi bumi terdiri dari satu atau lebih elektroda bumi yang

dianggap mampu mengalirkan arus petir ke tanah tampa adanya lompatan tegangan

yang berbahaya. Adapun jenis-jenis elektroda bumi yang digunakan adalah:

1. Elektroda cincin (ring)

2. Elektroda tegak/miring

3. Elektroda radial

4. Elektroda bumi pondasi.

Sejumlah konduktor yang terdistribusi secara merata lebih disukai dari pada

sebuah konduktor bumi tunggal yang panjang karena konduktor bumi yang lebih dari

satu ini, maka pada saat salah satu konduktor tersebut mengalami kegagalan di dalam

menyalurkan arus petir ke bumi, maka arus petir akan tetap mengalir ketanah melalui

konduktor pembumian yang lain.

Panjang minimum elektroda bumi berkaitan dengan tingkat proteksi untuk

bermacam-macam resistivitas tanah dapat di lihat pada lampiran C. namun elektroda

bumi yang tertanam dalam akan efektif jika resistivitas tanah menurun sesuai dengan

kedalam tanah. Apabila resistivitas tanah yang diinginkan terdapat pada kedalaman
48
yang lebih dalam dari pada elektroda batang, maka elektroda tersebut biasanya di

tanam.

Terdapat dua jenis dasar susunan elektroda bumi untuk sistem terminasi bumi

yaitu:

1. Susunan Jenis A

Jenis susunan ini terdiri dari elektroda radial atau tegak.


Masing-masing konduktor penyalur harus dihubungkan dengan

sekurang-kurangnya satu elektrode bumi terpisah yang terdiri dari

elektroda radial atau tegak/miring.

Jumlah minumum elektroda bumi haruslah dua.

Panjang minimum masing-masing elektroda adalah:

L1 untuk elektroda mendatar radial

0,5 L1 untuk elektroda tegak/miring

L1 adalah panjang minimum elektroda radial yang

diperlihatkan pada bagian yang relevan pada lampiran C.

Pada tanah dengan resistivitas rendah, panjang minimum yang

dinyatakan pada lampiran C dapat diabaikan dengan syarat resistansi

bumi lebih kecil dari 10 ohm dapat dicapai.

Untuk elektroda kombinasi sebaiknya dipertimbangkan panjang total.

2. Susunan Jenis B

Untuk elektroda bumi cincin (atau elektroda bumi pondasi), radius

rata-rata r dari daerah yang dicakup oleh elektrode bumi cincin (atau

elektroda bumi pondasi) tidak boleh lebih kecil dari nilai L1.

(8)

49
Jika nilai L1 yang di isyaratkan lebih besar dari nilai r yang tepat,

maka elektrode radial atau tegak/miring harus ditambahkan dimana

masing-masing panjang Lr (mendatar) dan Lv (tegak/miring) diberikan

oleh persamaan berikut:

Syarat-syarat pemasangan elektroda bumi adalah sebagai berikut:

1. Elektroda bumi cincin eksternal sebaiknya ditahan pada kedalaman

paling sedikit 0,5 M tetapi tidak kurang dari 1 M terhadap dinding.

2. Elektroda bumi harus dipasang diluar ruang terproteksi dengan

kedalaman sekurang-kurangnya 0.5 M dan didistribusikan secara

mungkin untuk mengurangi efek kopling listrik dalam bumi.

3. Elektroda bumi cincin dipasang dengan jarak minimal sekitar 3 meter

dan cincin pertama dan seterusnya tergantung dari beberapa

keekonomisan yang terjadi.

4. Kedalam dan jenis elektrode bumi yang harus ditanam sedemikian

sehingga mengurangi efek korosi, pengeringan dan pembekuan tanah

sehingga resistansi bumi menjadi stabil.

5. Direkomendasikan untuk daerah cadat padat hanya menggunakan

susunan pembumian jenis B.

Adapun ukuran minimum bahan SPP (Sistem Penangkal Petir) yang dipakai

di dalam standar ini untuk terminasi bumi adalah dapat dilihat pada tabel 4.5.

50
Tabel 4.5. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi bumi

Konduktor Penyalur
Tingkat Proteksi Bahan
(mm2)

Cu 50

I sampai IV Al -

Fe 80

IV.8 PEMILIHAN BAHAN

Bahan SPP dan kondisi pemakaiannya adalah seperti dalam tabel 4.6.

Tabel 4.6.. Bahan SPP dan kondisi penggunaan

Penggunaan Korosi

Dalam
Bahan Dalam Dalam Meningkat Elekrolitik
udara Resistan
tanah beton oleh dengan
terbuka

Klorida

Padat Padat konsentrasi

berserabut berserabut Terhadap tinggi


Tembaga - -
sebagai sebagai banyak bahan senyawa

pelapis pelapis sulfur bahan

organik

Baja Padat Padat Padat Baik, - tembaga

51
galvanis berserabut walaupun

panas dalam tanah

asam

Air dengan
Stainless Padat Terhadap
Padat - larutan -
steel standed banyak bahan
klorida

Padat
Alumanium - - - Agen basis Tembaga
berserabut

Padat Padat Sulfat

Lead sebagai sebagai - konsentrasi Tanah asam tembaga

pelapisan pelapisan tinggi

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan di dalam pemilihan bahan SPP adalah:

SPP sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan terhadap korosi

seperti tembaga, alumanium, inox, dan baja galvanis.

Sambungan antara bahan yang berbeda harus dihindarkan

ataupun harus dilindungi.

Bagian dari tembaga seharusnya tidak dipasang diatas bagian galvanis


kecuali

bagian tersebut dilindungi terhadap korosi.

52
BAB
V

STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA

BTS (BASE TRANSCEIVER STATION)

V.1. UMUM

Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek dari

bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung.

Bangunan-bangunan tinggi, diantaranya menara-menara telekomunikasi

(Base Transceiver Station), merupakan objek yang sangat penting untuk dilindungi

terhadap bahaya petir.

Menara telekomunikasi milik PT. Telkomsel (salah satu operator

telekomunikasi di Indonesia) yang memilki ketinggian 72 meter adalah objek yang

sangat penting untuk dilindungi mengingat fungsinya yang sangat vital dalam

menjaga kontinuitas layanan data dan voice bagi pelanggan.

Infrastruktur perangkat Infocom yang ditunjang oleh perkabelan Kabel Data

baik dari antenna di Tower maupun Jaringan Kabel pelanggan (Voice, Video, dll)

dan Kabel Power dari sumber di luar nya adalah suatu keharusan untuk

meindunginya dari kerusakan yang diakibatkan oleh sambaran petir. Struktur

bangunan menara telekomunikasi milik Telkomsel ini dapat di lihat pada Gambar

5.1.-5.4. berikut:

53
Gambar 5.1. Struktur BTS Tampak Depan

54
Gambar 5.2. Struktur BTS Tampak Samping Kanan

55
Gambar 5.3. Struktur BTS Tampak Samping Kiri

56
Gambar 5.4. Strukur BTS Tampak Atas

57
V.2. KEBUTUHAN PROTEKSI

Sistem proteksi pada BTS dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu:

1. Proteksi Eksternal dan

2. Proteksi Internal.

Proteksi Eksternal bertujuan agar Lingkungan/area terhindar dari kerusakan

akibat sambaran langsung dari Petir. Sedangkan Proteksi Internal bertujuan untuk

mencegah kerusakan Perangkat telekomunikasi akibat Over-voltage dari sambaran

tidak langsung (imbas petir) atau dari perubahan akibat tegangan kejut.

Proteksi eksternal meliputi :

a. Air terminal/Finial, berfungsi menerima sambaran petir langsung

b. Down Kondukt or, berfungsi menyalurkan/menghantarkan arus petir dari

Air terminal (finial) ke sistem pengetanahan.

c. Terminasi bumi, berfungsi membuang arus petir dengan aman ke tanah.

Sedangkan proteksi internal meliputi :

a. Equipotensial bonding (EB), berfungsi mengurangi dan menghilangkan

beda potensial akibat sambaran petir.

b. Perisai/shielding, berfungsi mencegah induk si dan radiasi melalui medium

udara ke peralatan atau kabel.

c. Arrester, berfungsi sebagai pemotong pulsa untuk mencegah masuknya

pulsa transient petir secara konduksi melalui kabel/ penghantar

58
Gambar 5.5. Proteksi Eksternal pada BTS

Gambar 5.6. Eksternal Grounding Pada BTS Telkomsel

59
Gambar 5.7. Proteksi Internal BTS

Pembumian pada BTS milik Telkomsel menggu nakan sistem paralel dimana

semua peralatan yang akan dibumikan seperti : peralatan pada tower, internal

proteksi, eksternal proteksi, dan lain-lain dihubungkan secara paralel dengan kabel

(gambar 5.7.), hal ini cukup efektif karena dengan sistem paralel tersebut maka arus

akan lebih kecil sehingga dapat melewati elektroda pembumian dengan mudah

terutama untuk arus yang mempunyai kapasitas cukup besar seperti petir.

Arrester (sebagai peralatan proteksi internal BTS) yang digunakan oleh

Telkomsel adalah merek OBO seperti terlihat pada Gambar berikut beserta

jenis- jenis yang digunakan :

60
Lightning Arresters

Requirement class: B
Type: MC 50-B
Principle of operation: Spark
gap
Discharge capacity: 50
kA
Protection level: 2 kV
Series fuse: no separate
series fuse in installations
up to 500 A

Lightning Arresters

Requirement class: B
Type: V 25-B
Principle of operation:
Varistor technolgy
Discharge capacity: 25
kA
Protection level: <2 kV
Series fuse: no separate
series fuse in
installations
below 160 A

61
Data masukan yang dapat dipakai untuk mengetahui perlu tidaknya proteksi

petir bagi bangunan menara telekomunikasi (dalam hal ini menara telekomunikasi

milik PT. Telko msel) adalah :

Tinggi : 72 meter

Panjang : 5 meter

Lebar : 5 meter

Hari guruh (Td) menurut data dari BMG sesuai dengan Lampiran B: 170 Hari

Guruh per Tahun.

Frekuensi sambaran petir yang diperbolehkan pada bangunan: 10-1/tahun.

Maka dari data di atas, dapat dicari kebutuhan menara Telkomsel terhadap

kebutuhan proteksi petir maupun mengetahui tingkat proteksinya dengan

menggunakan PUIPP (Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir) dan Standar

Nasional Indonesia (SNI

03-7015-2004).

V.2.1. Penentuan Kebutuhan Bangunan Akan Proteksi Petir


Berdasarkan

PUIPP

Penentuan kebutuhan bangunan akan proteksi petir berdasarkan PUIPP yaitu

dengan menggunakan data Hari Guruh (Thunderstorm Days) (lampiran B) dan

keadaan lokasinya (Lampiran A), maka untuk bangunan Menara Telkomsel,

diperoleh :

62
Indeks A :2

Indeks B :0

Indeks C :7

Indeks D :0

Indeks E :7

Maka didapatkan indeks perkiraan bahaya sambaran petir (R)adalah: R = Indeks A

+ Indeks B + Indeks C + Indeks D + Indeks E

R=2+0+7+0+7

R = 16

Dimana R > 13, sehingga diambil kesimpulan bahwa Menara Telkomsel

sangat memerlukan proteksi petir.

V.2.2. Penentuan Tingkat Proteksi Berdasarkan SNI 03-7015-2004

1. Menghitung kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata


tahunan

(Ng)

Ng dapat dihitung berdasarkan rumus (4) yaitu :

Ng = 0,04 x Td1,25/ km2/ tahun

Ng = 0,04 x170 1,25

Ng = 24,5539/ km2/ tahun

2. Menghitung area cakupan ekivalen Menara Telkomsel

Area cakupan ekivalen untu Menara Telkomsel yang mempunyai Tinggi

(h) 72 meter, Panjang (a 5 meter dan Lebar (b) 5 meter dapat di hitung

berdasarkan rumus (6) yaitu :


Ae = ab + 6h (a+b) + 9 h2
63
Ae = (5x5) + 6x72 (5+5) + 9 x (72)2

Ae = 150919,1468 m2

3. Menghitung frekuensi sambaran petir langsung (Nd)

yang diperkirakan pada Menara Telkomsel

Frekuensi sambaran petir langsung (Nd) yan diperkirakan ke struktur

yang di proteksi didapatkan berdasarkan rumus (5) yaitu :

Nd = Ng x Ae x 10-6 / tahun

Nd = 24,5539 x150919,1468 x 10-6

Nd = 3,71 / tahun

4. menentukan efisiensi SPP (Sistem Proteksi Petir)

lalu menentukan tingkat proteksi

Dari stasiun BMG diperoleh nilai frekuensi sambaran petir tahunan

setempat (Nc) yang diperbolehkan adalah 10 -1/tahun. Nilai Nd > Nc

maka diperlukan sistem proteksi petir dan efisiensi SPP dapat dihitung

berdasarkan rumus (7) yaitu

: E = 1 Nc / Nd

E = 1 0,1 / 3,71

E = 0,97

Maka berdasarkan tabel 4.1. didapat bahwa Menara Telkomsel

mempunyai tingkat proteksi I.

64
V.3. TERMINASI UDARA

Telah diketahui bahwa tingkat proteksi Menara Telkomsel adalah tingkat I,

dan menurut tabel 4.2. dapat di lihat bahwa untuk Menara Telkomsel dimana Tinggi

(h) adalah 72 meter (melebihi nilai 60 meter), maka tidak didapatkan sudut proteksi

yang dapat dipakai. Dengan kata lain, perancangan penempatan proteksi petir

eksternal ditentukan dengan menggunakan Metode Bola Bergulir (Rolling Sphere

Method ).

Untuk bahan yang digunakan bagi terminasi udara, maka bahan yang
dipilih

35 mm2. Akan tetapi karena terminasi udara dihubungkan dengan konduktor

penyalur, dimana luas penampang minimum untuk konduktor penyalur adalah 50

mm2, maka luas penampang dari terminasi udara pun lebih baik jika disesuaikan

dengan konduktor penyalurnya, yaitu 50 mm2.

Berdasarkan kriteria yang telah di buat di dalam SNI 03-7015-2004, dimana

tinggi terminasi udara adalah antara 2 3 meter, maka dipilihlah terminasi udara

yang mempunyai ketinggian 2,5 meter.

V.3.1. Perancangan Terminasi Udara Menurut Metode Bola Bergulir

Dari tabel 4.2. di dapat jari-jari (R) bola bergulir yang dapat digunakan untuk

merancang penempatan terminasi udara pada menera Telkomsel ini adalah 20 m.

Bola gulir dengan jari-jari 20 m tersebut digulirkan hingga menyentuh

menara dan gedung yang di lindungi. Setiap bagian bangunan yang dikenai oleh bola

gulir tersebut haruslah diberi terminasi udara. Daerah yang dilingkupi oleh bola gulir

tersebutmerupakan daerah proteksi terhadap petir.

Adapun penempatan terminasi udara menurut metode bola gulir di dapat

dilihat pada Gambar 5.9. 5.10.


65
Gambar 5.11. Sistem pengaman eksternal menara

Gambar 5.11. Sistem pengaman eksternal menara

66
V.4. KONDUKTOR PENYALUR (DOWN CONDUCTOR)

Konduktor penyalur ke bawah merupakan konduktor yang menyalurkan arus

petir yang di terima oleh terminasi udara baik itu verikal maupun horizontal untuk

kemudian disalurkan menuju bumi. Mengingat arus petir sangat besar, maka

konduktor penyalur yang disediakan sebaiknya lebih dari satu agar arus petir tersebut

dapat terbagi-bagi.

Adapun syarat-syarat umum ang perlu diperhatikan I dalam memilih

konduktor penyalur kebawah (Down Conductor) adalh sebagai berkut :

Konduktor penyalur eksternal sebaiknya dipasang antara terminasi udara dan

sistem terminasi bumi

Konduktor penyalur sebaiknya disambung pada titik simpul sambungan

jaringan terminasi udara dan di pasang secara vertical ke titik simpul dari

sistem jaringan terminasi bumi

Sistem terminasi udara, sistem konduktor penyalur, dan sistem terminasi

bumi sebaiknya iselaraskan untuk menghasilkan lintasan arus petir sependek

mungkin

Jarak konduktor penyalur dengan dinding atau tiang sebaiknya 0,1 meter untuk

mengurangi induksi elektromagnetik yang terjadi saat terjadi sambaran petir.

Konduktor penyalur tersebut disanggah oleh suatu braket yang dilekatkan ke tiang

(lihat Gambar 5.8.). secara detail, bentuk down conductor dapat dilihat pada Gambar

5.12. 5.13. berikut.

67
Gambar 5.12. Braket (penyangga) konduktor penyalur

Dalam penentuan bahan konduktor penyalur tersebut, kita dapat melihat pada

tabel 4.6. setelah melihat tabel tersebut, maka bahan yang di pilih adalah tembaga,

dimana bahan init aha terhadap bahan yang dapat menyebabkan korosi.

Setelah ditentukan jenis bahan, maka selanjutnya adalah menetukan luas

penampang dari konduktor. Setela melihat tabel 4.4., maka luas penampang

minimum yang diperbolehkan adalah 16 mm2. Aka tetapi karena konduktor penyalur

dihubungkan dengan terminasi bumi adalh 50 mm2, maka luas penampang


dari

konduktor penyalur pu lebih lebih baik jika disesuaikan dengan terminasi

buminya. Maka luas penampang konduktor penyalur yang dipilih adalah 50 mm2.

68
Gambar 5.13. Struktur pengelasan Cadweld Down Conductor

Gambar 5.14. Detail Down Conductor pada Pedestal

69
V.5. TERMINASI BUMI (GROUNDING SYSTEM)

Seperti yang sudah diketahui bahwa fungsi dari sistem terminasi bumi adalah:

1. Menyalurkan arus petir ke bumi

2. Sebagai IPP (Ikatan Penyama Potensial) diantara konduktor penyalur

3. Mengendalikan potensial pada sekitar daerah konduktif bangunan

yang dilindungi

4. Mencegah arus petir sewaktu menyambar pada permukaan bumi

Maka untuk memenuhi semua hal-hal yang disebutkan diatas, maka elektroda

bumi pondasi dan elektroda bumi cincin dapat menjadi pilihan didalam menentukan

metode sistem terminasi bumi. Dari jenis-jenis pembumian tersebut, susunan

pembumian jenis B yaitu elektroda bumi cincin, sesuai digunakan pada proteksi

bangunan jenis menara. Elektroda pentanahan yang dipakai pada Menara Telkomsel

ada dua tipe seperti terlihat pada Gambar 5.15 5.16 dan harus di Cadweld. Cadweld

digunakan untuk menyatukan (las) konduktor BC (Bare Copper) pada instalai

Grounding.

Ukuran minimumkabel menurut tabel 4.5. adalah 50 mm2. Maka kabel-kabel

yang disambungkan pada elektroda pemumian adalah kabel tembaga 50 mm2.

Sedangkan elektroda pembumiannya di pilih yang juga terbuat dari tembaga. Panjang

elektroda pembumian dipakai minimal adalah 3 meter.

Konduktor penyalur ke bawah merupakan konduktor yang menyalurkan arus

petir yang di terima oleh terminasi udara baik itu verikal maupun horizontal

untuk kemudian disalurkan menuju bumi. Mengingat arus petir sangat

besar, maka konduktor penyalur yang disediakan sebaiknya lebih dari satu agar

arus petir tersebut dapat terbagi-bagi.

70
Gambar 5.15. Detail Pentanahan Telko msel Tipe B

Gambar 5.16. Detail Pentanahan Tekomsel Tipe A

71
Gambar 5.17. Cara Penyambungan (Las ) BC (Bare Copper) menggunakan Cadweld

72
Gambar 5.18. Sistem integrasi perlindungan dan pentanahan

73
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. KESIMPULAN

1. Banyaknya hari guruh, kerapatan sambaran petir ke tanah (Ng), frekuensi

sambaran petir tahunan setempat (Nc), dan area cakupan ekivalen dari

bangunan (Ae) menentukan tingkat perlindungan bangunan, baik menara

ataupun gedung, terhadap sambaran petir.

2. Bangunan dalam studi kasus ini memiliki dimensi yang cukup besar,

Tinggi 72 meter, panjang 5 meter, dan lebar 5 meter.

3. Bangunan menara pada studi kasus ini merupakan bangunan yang memiliki

ketinggian yang cukup tinggi yang terletak paa daerah yang mempunyai

distribusi sambaran petir yang sedang, yaitu IKL 170 dan frekuensi sambaran

petir tahunan rata-rata yang dihitung adalah 3,71/tahun, sehingga ini sangat

memerlukan proteksi petir. Dan dalm kasus ini tingkat proteksinya adalah

tingkat I.

4. Dalam kasus ini, proteksi menggunakan metode bola bergulir dimana radius

bola gulir adalah 20 meter

5. Jumlah terminasi udara vertikal yang dianjurkan di dalam kasus ini adalah

1 terminasi udara utama ditambah minimal 2 terminasi udara

tambahan.dimana terminasi tingginya masing-masing 2 2,5 meter

6. Panjang minimal elektroda terminasi bumi yang digunakan

menara Telkomsel adalah 3 meter, dan terdiri dari 2 tipe elektroda

74
7. Susunan elektroda terminasi bumi yang digunakan adalah topologi ring (Tipe

B) dan terdapat 6 titik pembumian yang tersebar di sekeliling bangunan

menara (dilihat dari sisi ekonomis)

8. Bahan yang dipakai pada terminasi udara, konduktor penyalur, maupun

terminasi bumi adalah tembaga dan luas penampangnya adalah 50 mm2.

VI.2. SARAN

1. Terminasi udara yang sudah ada di Menara Telkomsel adalah 1 buah

terminasi udara. Maka sebaiknya ditambah minimal 2 buah teminasi pada

bagian gedung di sebelah menara (misalnya RBS Shelter atau gedung lain

75
DAFTAR PUSTAKA

1. Aris, Munandar, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik

GarduInduk, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991.

2. Hutauruk, T.S,.Pentanahan Netral Sistem Tenaga dan Pentanahan

Peralatan, Erlangga, Jakarta, 1987.

3. Hutauruk, T.S., Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja,

Erlangga, Jakarta,1991.

4. Tobing, Bonggas L,Peralatan Tegangan Tinggi, PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

5. Razevig, D.V.,High Voltage Engineering,Khanna Publishers,

Delhi,1972.

6. Hasse, P.,Overvoltage Prptection of Low Voltage System, Short

Run Press Ltd., England, 1988

7. SNI 03-7015-2004,Sistem Proteksi Petir Pada Bangunan,

Standar Nasional Indonesia, 2004

8. PUIL 2000,Persyaratan Umum instalasi listrik,

9. OBO Presentation,Surge protection in energy engineering, 2001

10. Standar Desain BTS Telkomsel, Banda Aceh : P.T. Telkoms

11. P.T. Aman Berkah Sejahtera, Sistem Proteksi Petir

Terpadu, http://www.petir.com

76

Anda mungkin juga menyukai