Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

Nok suspek Malignancy

Oleh :
Dina Farhana
1610211011

Pembimbing :
dr. Navy G.H.M lolong Wulung, SpAn, KIC

Kepaniteraan Klinik Departemen Anestesi dan Reanimasi


Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan
Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Tahun 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu anestesi dan reanimasi Fakultas
Kedokteran UPN Veteran Jakarta di RSUP Persahabatan Jakarta periode 2017. Penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada dr. Navy G.H.M Lolong Wulung, SpAn, KIC selaku
pembimbing makalah ini, dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing selama
kepaniteraan. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak
yang terkait dan kepada seluruh pembaca.

Jakarta, Mei 2017

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Dina Farhana


NIM : 161.0221.011
Departemen : Instalasi Anestesi dan Reanimasi RSUP Persahabatan Jakarta
Instansi : Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Periode : 17 April 19 Mei
Pembimbing : dr. Navy G.H.M lolong Wulung, SpAn, KIC
Judul : NOK suspek Malignancy

Jakarta, Mei 2017

dr. Navy G.H.M lolong Wulung, SpAn, KIC


BAB I
LAPORAN KASUS

I.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. TS
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 23 September- 1960
Usia : 56 Tahun
Alamat : pulo gebang, Jakarta timur
No. Rekam Medis : 22- 89-77-6
Tanggal Masuk RS : 26 April - 2017
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Kebangsaan : Indonesia

I.2 Hasil Anamnesa


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 27 April 2017,
pukul 17.30 WIB di ruang perawatan kebidanan 2.

Keluhan Utama : pasien mengeluhkan nyeri perut bawah sebelah kiri sejak 1 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut 1 bulan SMRS, nyeri yang dirasakan bersifat
hilang timbul. Keluhan lainnya yaitu pasien merasakan perut membesar sejak 8 bulan SMRS.
Keluhan tersebut tidak disertai dengan sesak nafas, buang air besar dan buang air kecil dirasakan
tidak ada keluhan. Pasien mengeluhkan tidak nafsu makan yang dirasakan sejak beberapa bulan
ini, berat badan pasien berkurang + 5 kg sejak 4 bulan SMRS Saat ini pasien menyangkal adanya
demam, batuk-pilek, mual-muntah. Tidak ada nyeri kepala atau penurunan kesadaran dan tidak
ada kejang. Pasien hanya merasa agak cemas menjelang operasi.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki penyakit hipertensi, diabetes melitus, jantung, paru, ginjal, stroke
dan asma. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan maupun makanan.

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak meminum obat apapun.

Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak pernah merokok, minum alcohol, ataupun mengkonsumsi obat-obatan
terlarang dan obat penenang.

Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi apapun sebelumya.

I.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 60 Kg BMI : 25.64 (overweight)
Tinggi Badan : 153 Cm LP : 95 cm
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C

Kepala
Bentuk : Normocephale
Rambut : Warna hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak
mudah dicabut.
Mata : Pelpebra tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva
tidak anemis (-/-), sklera tidak ikterik (-/-), pupil
mata iskor kanan dan kiri.
Telinga : Normotia, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak
hiperemis, dan tidak ada secret yang keluar dari lubang hidung.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis.

Leher
Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat
adanya massa atau benjolan, tidak ada hambatan
dalam pergerakan.
Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran
tiroid, KGB tidak teraba.

Thorax
1) Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada
simetris,tidak terlihat adanya luka/ massa didaerah
dada
Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi (-/-), tidak
ada wheezing (-/-).
2) Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis.
Perkusi :
Batas jantung kanan : Sela iga V linea parasternal dextra
Batas jantung kiri : Sela iga V linea midclavicula sinistra
Batas jantung atas : Sela iga IV linea midclavicula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur dan tidak
ada gallop.

Abdomen
Inspeksi : cembung, dinding perut tegang, terlihat ada massa
menonjol.

Auskultasi : Bising usus berkurang



Palpasi : teraba massa 3 jari dibawah processus Xyphoideus, LP 95 cm
dinding perut tegang, tidak ada venektasi
.
Perkusi : pekak di seluruh lapang abdomen, dinding perut tegang, turgor baik,
tidak ada nyeri tekan, hepar, lien dan ginjal sulit dinilai, shifting
dullness tidak ditemukan

Kulit
Kulit tidak kering, tidak ada lesi, tidak sianosis dan tidak ikterik. Turgor kulit baik, CRT <2 detik

Ekstremitas
Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-), edema
(-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik.
Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),edema
(-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik.
Kesulitan Airway
Gigi : Tidak ada gigi yang hilang atau goyang. Tidak ada
Pemakaian gigi palsu
Malampati : 1 (tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula).
3-3-2 rules : Bukaan mulut (3), jarak mentum ke hyoid (3), jarak
tiroid ke hyoid (2).
Mobilisasi leher : Baik
Trauma cervical : Tidak ada
Leher pendek : Tidak ada

I.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboraturium

Hasil Pemeriksaan Hematologi (20-04-2017)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


DARAH PERIFER
LENGKAP
Hb 12,7 12,0-14,0 g/dL
Ht 39,8 37,0-43,0 %
eritrosit 5,00 4,00 5,00 /uL
MCV 79,6 82-92 fL
MCH 25,4 27-31 g/dL
MCHC 31,9 32-36 g/dL
Trombosit 180 150 400/uL
Leukosit 10,22 5.00 10.00/uL
HITUNG JENIS
Basofil 0,2 0-1 %
Eosinofil 4,8 1-3 %
Neutrophil 58,5 52,0-76,0 %
Limfosit 28,5 20-40 %
Monosit 9,0 2-8 %
RDW-CV 15,1 11,5-14,5 %

HEMOSTASIS
PT + INR
Masa Protombin (PT)
PT Pasein 9,8 9,8 11,2 detik
Kontrol 10,9
INR 0,87

APTT
APTT Pasien 34,9 31,0 47,0 detik
Kontrol 32,5

KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 17 U/L
SGPT (ALT) 10 U/L
Albumin 4,20 g/dl
Ureum Darah 11 mg/dl
Kreatinin Darah 0,8 mg/dl
Glukosa Puasa 90,0 mg/dl
Glukosa 2 Jam PP 110 mg/dl

ELEKTROLIT
Natrium (Na) Darah 142 135-145mEg/L
Kalium (K) Darah 3,30 3,50-5,00 mEg/L
Klorida (Cl) Darah 1070 98,0 107,0 mEg/L

TUMOR MARKER
CA 125 (ovarium) 55,3 <35 U/mL

Pemeriksaan USG Kandungan (280217)


Hasil yang Nampak :
Uterus ukuran 82x 34x42 mm. endometrium regular 4 mm
Tampak massa kistik bersekat mengisi rongga pelvic hingga sub proc xhypoideus (ukuran
228 x 170 mm), berisi materi ekointerna. Tampak pertumbuhan papiliferom di
dindingnya dengan arus darah intermasa 0,40 kemungkinan berasal dari neoplasma
ovarium kistik suspek maligna
Tidak tampak nodul di hepar
Ginjal kanan tampak normal. Tampak dilatasi pelvis ginjal kiri dameter 18 mm
Tidak tampak asites
Penilaian : neoplasma ovarium kistik dengan bagian padat suspek maligna
Hidroneprosis kiri

Pemeriksaan Rontgen Thorax

Kesan :
Cor sinus dan diafragma baik
Aorta dan hilus baik
Tak tampak infiltrat
Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal

I.5 Diagnosis Klinis


Neoplasma ovarium kistik suspek malignancy

I.6 Tindakan
Laparatomi dan VC

I.7 Hasil Konsul


Penyakit Dalam : Toleransi operasi risiko ringan-sedang.
Jantung : Toleransi operasi risiko ringan-sedang.
IPD : Toleransi operasi risiko sedang - berat.
Anestesi : Puasa 6 jam sebelum operasi dilaksanakan.

I.8 Kesimpulan
ASA 3 dengan distended abdomen, leukositosis dan hipokalemia.
BAB II
ANESTESI

II.1 Rencana Anestesi


General anestesi dengan intubasi dan metode CEGA (Combined Epidural - General Anesthesia).
II.2 Tatalaksana
PREMEDIKASI
1) Midazolam
Dosis : 0,05 - 0,1 mg/kgbb.
Rentang dosis : 3 mg 6 mg 5mg
Sediaan : 1 mg/ml 5 ml
2) Fentanyl
Dosis : 1 3 mcg/ml.
Rentang dosis : 60 mcg - 180 mcg 150 mcg
Sediaan : 50 mcg/ml 3 ml
INDUKSI
1) Propofol
Dosis : 2 3 mg/kgbb
Rentang dosis : 120 mg 180 mg 150 mg
Sediaan : 10 mg/ml 15 ml
RELAKSAN
1) rocuronium
Dosis : 0,5 mg/kgbb 30 mg
Sediaan : 10 mg/ml 3 ml
MAINTENANCE
1) Inhalasi
O2 : Udara = 1 : 1 kadar O2 60,5%
Sevofluran 2 volum % (hipnotik)
2) Relaksan
rocuronium (dosis 0,1 mg/kgbb/30 menit) 10 mg/30 menit.

3) Obat-obatan lain
Dexamethasone 10 mg.
Ondansetron 4 mg.
Ranitidine 50 mg
Tranxamine 1 gr.
Parasetamol 1

II.3 Tindakan
1) Intubasi
Intubasi menggunakan ETT king-king ukuran 7 dengan fiksasi sedalam 21 cm.
Intubasi dilakukan setelah pasien tidur.
ETT disambungkan ke ventilator dengan Tidal volume 400, RR 12, PEEP 4
cmH2O.
2) Epidural
Epidural dipasang di lokasi setinggi L1 L2, dengan fiksasi kateter sedalam 2 cm.
3) NGT
4) Pemasangan 2 I.V line

II.4 Monitoring
1) Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama anestesi :
Pemantauan tanda klinis pergerakan dada, observasi reservoir breathing
bag, pastikan stabilitas ETT tetap terjaga.
2) Pemantauan oksigenasi selama anestesi :
Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan pemasangan pulse oximetry dan
pemantauan melalui monitor.
3) Pemantauan adekuat atau tidaknya fungsi sirkulasi pasien :
Pemantauan tekanan darah dan denyut jantung.
Pemantauan EKG secara continue mulai sebelum induksi anestesi.
Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama anestesi :
- Input : Cairan infus (RL, asering, gelofusin, darah)

- Output: Perdarahan dan urin.

PEMANTAUAN TANDA VITAL

Hasil Pemantauan Tanda Vital Pasien Selama Operasi

Jam TD(mmHg) Nadi(x/menit) RR(x/menit) SpO2(%)


10.15 160/80 90 21 100
10.30 100/70 60 18 100
10.45 110/70 65 18 100
11.00 110/70 65 18 100
11.15 120/70 65 14 100
11.30 90/50 100 14 100
11.45 90/50 100 14 100
12.00 90/50 100 14 100
12.15 90/50 90 14 100
12.30 90/55 80 14 100
12.45 90/60 85 15 100
13.00 90/60 85 14 100
13.15 92/60 80 14 100
13.30 90/60 80 14 100
13.45 90/60 80 13 100
14.00 120/70 90 14 100
14.15 90/60 80 14 100
14.30 90/60 80 14 100
14.45 100/60 80 14 100
15.00 100/60 90 14 100
15.15 100/60 80 14 100
15.45 100/60 80 14 100
15.30 100/60 80 14 100
16.00 105/66 70 14 100
16.15 105/66 60 14 100

PEMANTAUAN CAIRAN
Pemberian cairan :
- Kebutuhan cairan :

Maintenance : [(4x10)+(2x10)+40 (sisa BB)] = 100 ml/jam, 100ml/jam x


24 = 2400ml/24 jam.
Pengganti puasa : lama puasa x maintenance 6 jam x 100 ml = 600 ml.
Stress operasi : skala berat x BB 8 x 62 kg = 496 ml
- Pemberian cairan jam ke- :

Jam ke I : maintenance + pengganti puasa + stress operasi


100 ml + (600) + 496 = 896 ml
Jam ke II : maintenance + pengganti puasa + stress operasi
100 ml + (600) + 496 = 746 ml
Jam ke III : maintenance + pengganti puasa + stress operasi
100 ml + (600) + 496 = 746 ml
Jam ke IV : maintenance + stress operasi
100 ml + 496 ml = 596 ml
Jam ke V : : maintenance + stress operasi
100 ml + 496 ml = 596 ml

Perdarahan : 1200 cc
Urin output : 800 cc
Total kebutuhan cairan :
896 ml + 746 ml + 746 ml + 596 ml + 596 ml = 3580 ml
Jumlah pemberian cairan :
Total pemberian cairan adalah 3.754 cc, dengan rincian :
- Ringer laktat : 2000 cc

- Asering : 500 cc

- Gelofusin : 500 cc

- Darah (PRC) : 754 cc

EBV 65 x 62 kg = 4.030 cc

II.5 Pasca Operasi


Pasien tidak dilakukan ekstubasi, pasien dibawa ke ruang ICU
Pengelolaan nyeri :
Diberikan morfin 1 g diencerkan dalam 10 cc nacl /24 jam, dimasukan melalui epidural.
Pengelolaan mual-muntah :
Kombinasi antara dexamethasone 10 mg dan ondansetron 4 mg.
Antibiotika :
Sesuai kepentingan bidang obgyn.
Infus :
RL 100 cc/jam
Diet dan nutrisi :
Minum sedikit-sedikit dan bertahap jika tidak ada mual dan muntah.
Pemantauan TTV :
Pemantauan tiap 15 menit selama 24 jam.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi Cairan Tubuh


Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti
manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.1

III.2 Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit

A. Distribusi cairan tubuh


Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup. Persentase
air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai umur, menurun cepat
pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat badan. Pada beberapa bulan pertama
kehidupan, TBW turun cepat mendekati kadar dewasa 55-60 % berat badan pada saat usia 1
tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai kadar
air yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih rendah pada wanita dewasa
yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-laki, yang mempunyai sedikit
lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. 1,2
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-
rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi
hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat
dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien dalam
cairan tubuh.

Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler
berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan
membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring
dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan
ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
- Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
- Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3
liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah
putih dan platelet.
- Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari
ruang transeluler.
Table 1. Distribusi cairan tubuh

B. Komponen cairan tubuh 1,2


Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.

1. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion
dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
- Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma:
135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana +
70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine
100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan
dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam
plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila
kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan
apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan
sirkulasi.
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat
berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang
terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72
mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan +
1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

- Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
a. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh


Cairan
Plasma Cairan Interstitial
Elektrolit Intracellular
(mEq/L) (mEq/L)
(mEq/L)
Na+ 142 145 10
K+ 4 4 159
Mg2+ 2 2 40
Ca2+ 5 3 1
Cl- 103 117 10
HCO3- 25 27 7
Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med 7:462-
465 2006.
2. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

C. Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan
mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K
yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
- Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih
tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air,
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui
zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik
kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan
dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi
disebut hipertonik.

- Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
- Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke
dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar
di dalam sel.
D. Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling
umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat
muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat
berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan,
peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang
cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada
kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan
ekstraselular yang berat terjadi.

Dehidrasi Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum


dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering
terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10%
dari kasus.
- Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama
dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun
kompartemen ekstravaskular.

- Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan


kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis).
Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan
air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen
intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga
menyebabkan penurunan volume intravaskular.
- Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis).
Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan
natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen
ekstraskular berpindah Ke kompartemen intravaskular, sehingga
meminimalkan penurunan volume intravaskular.

b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan air)
ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis,
ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi
kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.

2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat
dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika
kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat
disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi
tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis,
nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau
NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan
untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan
dapat menggunakan rumus :
Na= Na1 Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar
natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi,
kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan
natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5%
dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.

c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari
cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium
tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG
(QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot
skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor
presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai
10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ; >2 mEq/L) atau infus potasium klorida
sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;
<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat). Rumus untuk
menghitung defisit kalium :
K = K1 K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan


K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)

d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat
yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik).
Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan
otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk
hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium
bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

3. Perubahan komposisi 1,2


a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan
ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi
yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi
pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose
yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek
pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat
terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)


Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang
dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi
sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi
masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang
tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.
c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan
bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus
kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah
peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok,
diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol.
Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi
bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah
kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)


Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan
diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah
hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan
adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi
alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan
serum elektrolit yang sering.

E. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan


Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi
pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan
postoperatif.
a. Faktor-faktor preoperatif
1. Kondisi yang telah ada diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal
dapat diperburuk oleh stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
dari traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita
demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

b. Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
3. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi
yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

c. Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
D. Terapi Cairan3,5
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas
fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
- Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan
tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi
jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi
dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat
(RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada
syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
- Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+= 1-2 mmol/kgBB/haridan K+ = 1 mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :3

Table 2. Rumus Holiday Segar

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan


karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan
elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran +
saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang
mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit
cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak
berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan
karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat
menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL
atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN
dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke
ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya
pembedahan, yaitu :
- 6-8 ml/kg untuk bedah besar
- 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
- 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

E. Jenis-Jenis Cairan 5,6


1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama
efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai
cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami
metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering
digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar
bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru
serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila
seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra
kranial.

2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute
atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai
berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu
koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Berdasarkan pembuatannya,
terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan
cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus
hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin
(83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.

b. Koloid sintetis:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan
melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal
ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu
dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)


Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian
500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam
waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amylase
(walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)
mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali
volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan
tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat.

3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
D. Terapi Cairan Preoperatif
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan,
sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF
ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan
Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka
sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang
dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian
cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan
cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera
diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
F. Terapi Cairan Intraoperatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk
pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam
berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk
kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10
ml/kgBB/jam.
G. Terapi Cairan Postoperatif
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini: Pemenuhan
kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk penderita di
daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca
bedah tidak.
1. dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan
yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan,
akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air
dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian
natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan
minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50%
kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca
bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi
cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
suhu tubuh. Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau
muntah. Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan
yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi
nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang wanita Ny. TS usia 56 tahun akan menjalani pembedahan Laparotomy VC. Pasien
didiagnosis neoplasma ovarium kistik suspek malignancy. Pasien di operasi tanggal 26 April
2017. Selama proses pembedahan, dibagi menjadi 3 tahapan. Tahapan pertama adalah pre
operatif, intra operatif, dan post operatif.
1. Pre Operatif
Tahapan pertama adalah pre-operatif. Pada tahap ini, sehari sebelum operasi dilakukan
kunjungan pra anestesi. Pada kunjungan ini tidak ada keluhan yang dirasakan pasien saat
ini.Pasien tidak demam, batuk-pilek, mual-muntah, dll. Kondisi ini menunjang untuk dilakukan
pembiusan, karena pada kondisi yang tidak stabil akan berpengaruh terhadap efek pasca
pembiusan. Sejalan dengan keluhan yang dirasakan pasien, pemeriksaan fisik pun tidak ada
masalah berarti. Tekanan darah 130/80 mmHg. Pada pemeriksaan jantung, paru juga tidak ada
masalah. Pada pemeriksaan abdomen, teraba distensi 2 jari diatas umbilicus, yang sesuai dengan
NOK yang pasien alami. Keadaan fisik juga memperkuat pernyataan pasien untuk menilai
pengaruh kondisi pasien saat pembiusan. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes
maupun asma. Keadaan airway pasien dalam batas normal. Sesuai pemeriksaan LEMON tidak
ada indikasi untuk kesulitan airway. Pada pemeriksaan penunjang laboraturium darah didapatkan
hipokalemia yaitu kalium darah 3,30.
Sebelum operasi, direncanakan untuk maintenance oksigen, cairan, tanda vital agar
haemodinamik pasien tidak mengalami masalah saat operasi. Pasien juga memiliki persedian PC
1000 cc dan FFP 500 cc.
2. Tahapan kedua adalah saat intra operasi.
Metode anestesi yang dilakukan adalah general anestesi dengan intubasi dan CEGA. Metode
ini dipilih karena pertimbangan waktu operasi yang memakan waktu lama, sehingga pembiusan
pasien tidak terganggu.Pasien juga dianestesi dengan metode CEGA, yaitu kombinasi antara
epidural dan general anestesi. Pemasangan epidural dilakukan dengan pertimbangan nyeri yang
akan timbul pasca operasi, sehingga pasien akan mudah diberikan analgetik melalui epidural
untuk melokalisasi nyerinya. Analgetik pada kasus ini menggunakan fentanyl karena fentanyl
merupakan obat dengan kerja short acting. Relaksan pada kasus ini adalah rocuronium yang
berfungsi untuk menjaga kelumpuhan otot-otot, sehingga tidak terjadi kontraksi pada pasien saat
dilakukan operasi. Pemberian anestesi inhalasi dilakukann dengan sevoofluran 2 vol% yang
berfungsi sebagai maintenance dan meningkatkan efektivitas hipotensi dalam mempertahankan
MAP.
Pada kasus ini dilakukan tindakan operasi laparotomy. Laparotomy secara definisi adalah
prosedur membuat irisan vertical besar pada dinging perut ke dalam rongga perut. Karena
prosedur laparotomy itu adalah melakukan tindakan invasive pada organ dalam abdomen, amat
besar kemungkinan terjadi perdarahan hebat akibat tindakan tersebut. Ditambah dengan prosedur
operasi yang cukup memakan waktu yang lama, sangat besar kemungkinan untuk kehilangan
cairan dalam jumlah yang besar.
Dari perhitungan diatas kita dapat melihat bahwa total cairan yang keluar selama proses
pembedahan yaitu 2000 ml, yang berasal dari perdarahan 1200 ml dan urin output 800 ml.
selama operasi total kebutuham cairan yang diperlukan adalah 3580 ml. Pemberian cairan
dilakukan dengan 4 jenis cairan, yaitu ringer laktat, asering, gelofusin, dan transfuse darah.

Ringer Laktat
Cairan ringer laktat diberikann sebagai cairan resusitasi yang sifatnya isotonis. Cairan
ringer laktat menempati ruang ekstraseluler ( intravaskuler dan interstitial). Pada kasus ini
diberikan 4 kolf RL dengan total 2000 ml. cairan ini paling banyak diberikan karena sifatnya
yang isotonis, sehingga untuk proses pembedahan yang cukup lama, cairan ini dapat
mempertahankan kebutuhan cairan lebih ringan.
Asering, Gelofusin, Darah
Asering dan gelofusin merupakan jenis cairan koloid, dipakai juga untuk cairan
resusitasi.Kedua cairan ini lebih bertahan lama di intravaskuler sehingga penggunaannya lebih
efisien dibandingkan kristaloid.Koloid pada kasus ini digunakan saat pasien mulai menunjukan
tanda-tanda kearah syok atau terjadi perdarahan yang cukup hebat. Hal ini dapat dinilai dari
tanda-tanda klinis dan tanda vital pasien. Selain itu untuk penggunaan transfuse darah dilakukan
jikan kadar perdarahan pasien 15% dari EBV.
Darah yang digunakan adalah PRC. Alasannya adalah, jika dilihat dari tanda klinis pasien
ini masih memiliki cukup volume untuk cairan atau darah ditubuhnya.Sehingga pemberian darah
lebih dititik beratkan untuk menambah sel darah merah pasien. Pemberian cairan memiliki
aturannya sendiri.
Tata cara pemberian cairan dapat kita lihat dalam algoritma dibawah ini :
3. Tahapan ketiga adalah post operatif.
Pada tahapan ini dilakukan beberapa hal. Diantaranya adalah pengelolaan nyeri dengan
diberikan morfin 1 g diencerkan dalam 10 cc nacl /24 jam. Cara kerja morfin adalah mengikat
reseptor Mu opioid lalu dihubungkan dengan protein G yang secara langsung mempengaruhi
saluran K+ dan Ca2+. Morfin dimasukan melalui epidural. Kemudian untuk pengelolaan mual-
muntah diberikan kombinasi antara dexamethasone 10 mg dan ondansetron 4 mg yang sama-
sama bekerja mempengaruhi CTZ. Infus RL 100 cc/jam berdasarkan perhitungan volum
maintenance [(4x10)+(2x10)+40 (sisa BB)]. Untuk diet dan nutrisi diberikan minum sedikit-
sedikit dan bertahap jika tidak ada mual dan muntah, karena jika masih ada mual-muntah akan
semakin memperberat. Pemantauan TTV dilakukan tiap 15 menit 24 jam sampai selama pasien
stabil.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Fisiologi. Jakarta: EGC
2. Sheerwood, L.2012. Fisiologi Manusia.Jakarta: EGC
3. Guyton Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi
Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak
Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266
4. Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi
Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
5. Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari
http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-terapi-cairan.html.
6. Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI

Anda mungkin juga menyukai