Anestesiiii
Anestesiiii
Oleh :
Dina Farhana
1610211011
Pembimbing :
dr. Navy G.H.M lolong Wulung, SpAn, KIC
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu anestesi dan reanimasi Fakultas
Kedokteran UPN Veteran Jakarta di RSUP Persahabatan Jakarta periode 2017. Penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada dr. Navy G.H.M Lolong Wulung, SpAn, KIC selaku
pembimbing makalah ini, dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing selama
kepaniteraan. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak
yang terkait dan kepada seluruh pembaca.
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
Keluhan Utama : pasien mengeluhkan nyeri perut bawah sebelah kiri sejak 1 bulan SMRS
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak meminum obat apapun.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak pernah merokok, minum alcohol, ataupun mengkonsumsi obat-obatan
terlarang dan obat penenang.
Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi apapun sebelumya.
Kepala
Bentuk : Normocephale
Rambut : Warna hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak
mudah dicabut.
Mata : Pelpebra tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva
tidak anemis (-/-), sklera tidak ikterik (-/-), pupil
mata iskor kanan dan kiri.
Telinga : Normotia, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak
hiperemis, dan tidak ada secret yang keluar dari lubang hidung.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis.
Leher
Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat
adanya massa atau benjolan, tidak ada hambatan
dalam pergerakan.
Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran
tiroid, KGB tidak teraba.
Thorax
1) Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada
simetris,tidak terlihat adanya luka/ massa didaerah
dada
Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi (-/-), tidak
ada wheezing (-/-).
2) Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis.
Perkusi :
Batas jantung kanan : Sela iga V linea parasternal dextra
Batas jantung kiri : Sela iga V linea midclavicula sinistra
Batas jantung atas : Sela iga IV linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur dan tidak
ada gallop.
Abdomen
Inspeksi : cembung, dinding perut tegang, terlihat ada massa
menonjol.
Kulit
Kulit tidak kering, tidak ada lesi, tidak sianosis dan tidak ikterik. Turgor kulit baik, CRT <2 detik
Ekstremitas
Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-), edema
(-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik.
Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),edema
(-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik.
Kesulitan Airway
Gigi : Tidak ada gigi yang hilang atau goyang. Tidak ada
Pemakaian gigi palsu
Malampati : 1 (tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula).
3-3-2 rules : Bukaan mulut (3), jarak mentum ke hyoid (3), jarak
tiroid ke hyoid (2).
Mobilisasi leher : Baik
Trauma cervical : Tidak ada
Leher pendek : Tidak ada
HEMOSTASIS
PT + INR
Masa Protombin (PT)
PT Pasein 9,8 9,8 11,2 detik
Kontrol 10,9
INR 0,87
APTT
APTT Pasien 34,9 31,0 47,0 detik
Kontrol 32,5
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 17 U/L
SGPT (ALT) 10 U/L
Albumin 4,20 g/dl
Ureum Darah 11 mg/dl
Kreatinin Darah 0,8 mg/dl
Glukosa Puasa 90,0 mg/dl
Glukosa 2 Jam PP 110 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium (Na) Darah 142 135-145mEg/L
Kalium (K) Darah 3,30 3,50-5,00 mEg/L
Klorida (Cl) Darah 1070 98,0 107,0 mEg/L
TUMOR MARKER
CA 125 (ovarium) 55,3 <35 U/mL
Kesan :
Cor sinus dan diafragma baik
Aorta dan hilus baik
Tak tampak infiltrat
Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal
I.6 Tindakan
Laparatomi dan VC
I.8 Kesimpulan
ASA 3 dengan distended abdomen, leukositosis dan hipokalemia.
BAB II
ANESTESI
3) Obat-obatan lain
Dexamethasone 10 mg.
Ondansetron 4 mg.
Ranitidine 50 mg
Tranxamine 1 gr.
Parasetamol 1
II.3 Tindakan
1) Intubasi
Intubasi menggunakan ETT king-king ukuran 7 dengan fiksasi sedalam 21 cm.
Intubasi dilakukan setelah pasien tidur.
ETT disambungkan ke ventilator dengan Tidal volume 400, RR 12, PEEP 4
cmH2O.
2) Epidural
Epidural dipasang di lokasi setinggi L1 L2, dengan fiksasi kateter sedalam 2 cm.
3) NGT
4) Pemasangan 2 I.V line
II.4 Monitoring
1) Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama anestesi :
Pemantauan tanda klinis pergerakan dada, observasi reservoir breathing
bag, pastikan stabilitas ETT tetap terjaga.
2) Pemantauan oksigenasi selama anestesi :
Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan pemasangan pulse oximetry dan
pemantauan melalui monitor.
3) Pemantauan adekuat atau tidaknya fungsi sirkulasi pasien :
Pemantauan tekanan darah dan denyut jantung.
Pemantauan EKG secara continue mulai sebelum induksi anestesi.
Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama anestesi :
- Input : Cairan infus (RL, asering, gelofusin, darah)
PEMANTAUAN CAIRAN
Pemberian cairan :
- Kebutuhan cairan :
Perdarahan : 1200 cc
Urin output : 800 cc
Total kebutuhan cairan :
896 ml + 746 ml + 746 ml + 596 ml + 596 ml = 3580 ml
Jumlah pemberian cairan :
Total pemberian cairan adalah 3.754 cc, dengan rincian :
- Ringer laktat : 2000 cc
- Asering : 500 cc
- Gelofusin : 500 cc
EBV 65 x 62 kg = 4.030 cc
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler
berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan
membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring
dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan
ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
- Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
- Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3
liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah
putih dan platelet.
- Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari
ruang transeluler.
Table 1. Distribusi cairan tubuh
1. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion
dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
- Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma:
135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana +
70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine
100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan
dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam
plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila
kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan
apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan
sirkulasi.
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat
berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang
terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72
mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan +
1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
- Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
a. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
- Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
- Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke
dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar
di dalam sel.
D. Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling
umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat
muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat
berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan,
peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang
cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada
kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan
ekstraselular yang berat terjadi.
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan air)
ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis,
ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi
kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat
dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika
kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat
disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi
tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis,
nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau
NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan
untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan
dapat menggunakan rumus :
Na= Na1 Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar
natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi,
kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan
natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5%
dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari
cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium
tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG
(QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot
skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor
presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai
10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ; >2 mEq/L) atau infus potasium klorida
sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;
<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat). Rumus untuk
menghitung defisit kalium :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat
yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik).
Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan
otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk
hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium
bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.
b. Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
3. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi
yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
c. Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
D. Terapi Cairan3,5
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas
fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
- Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan
tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi
jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi
dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat
(RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada
syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
- Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+= 1-2 mmol/kgBB/haridan K+ = 1 mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :3
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute
atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai
berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu
koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Berdasarkan pembuatannya,
terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan
cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus
hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin
(83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan
melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal
ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu
dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
D. Terapi Cairan Preoperatif
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan,
sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF
ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan
Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka
sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang
dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian
cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan
cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera
diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
F. Terapi Cairan Intraoperatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk
pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam
berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk
kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10
ml/kgBB/jam.
G. Terapi Cairan Postoperatif
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini: Pemenuhan
kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk penderita di
daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca
bedah tidak.
1. dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan
yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan,
akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air
dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian
natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan
minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50%
kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca
bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi
cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
suhu tubuh. Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau
muntah. Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan
yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi
nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang wanita Ny. TS usia 56 tahun akan menjalani pembedahan Laparotomy VC. Pasien
didiagnosis neoplasma ovarium kistik suspek malignancy. Pasien di operasi tanggal 26 April
2017. Selama proses pembedahan, dibagi menjadi 3 tahapan. Tahapan pertama adalah pre
operatif, intra operatif, dan post operatif.
1. Pre Operatif
Tahapan pertama adalah pre-operatif. Pada tahap ini, sehari sebelum operasi dilakukan
kunjungan pra anestesi. Pada kunjungan ini tidak ada keluhan yang dirasakan pasien saat
ini.Pasien tidak demam, batuk-pilek, mual-muntah, dll. Kondisi ini menunjang untuk dilakukan
pembiusan, karena pada kondisi yang tidak stabil akan berpengaruh terhadap efek pasca
pembiusan. Sejalan dengan keluhan yang dirasakan pasien, pemeriksaan fisik pun tidak ada
masalah berarti. Tekanan darah 130/80 mmHg. Pada pemeriksaan jantung, paru juga tidak ada
masalah. Pada pemeriksaan abdomen, teraba distensi 2 jari diatas umbilicus, yang sesuai dengan
NOK yang pasien alami. Keadaan fisik juga memperkuat pernyataan pasien untuk menilai
pengaruh kondisi pasien saat pembiusan. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes
maupun asma. Keadaan airway pasien dalam batas normal. Sesuai pemeriksaan LEMON tidak
ada indikasi untuk kesulitan airway. Pada pemeriksaan penunjang laboraturium darah didapatkan
hipokalemia yaitu kalium darah 3,30.
Sebelum operasi, direncanakan untuk maintenance oksigen, cairan, tanda vital agar
haemodinamik pasien tidak mengalami masalah saat operasi. Pasien juga memiliki persedian PC
1000 cc dan FFP 500 cc.
2. Tahapan kedua adalah saat intra operasi.
Metode anestesi yang dilakukan adalah general anestesi dengan intubasi dan CEGA. Metode
ini dipilih karena pertimbangan waktu operasi yang memakan waktu lama, sehingga pembiusan
pasien tidak terganggu.Pasien juga dianestesi dengan metode CEGA, yaitu kombinasi antara
epidural dan general anestesi. Pemasangan epidural dilakukan dengan pertimbangan nyeri yang
akan timbul pasca operasi, sehingga pasien akan mudah diberikan analgetik melalui epidural
untuk melokalisasi nyerinya. Analgetik pada kasus ini menggunakan fentanyl karena fentanyl
merupakan obat dengan kerja short acting. Relaksan pada kasus ini adalah rocuronium yang
berfungsi untuk menjaga kelumpuhan otot-otot, sehingga tidak terjadi kontraksi pada pasien saat
dilakukan operasi. Pemberian anestesi inhalasi dilakukann dengan sevoofluran 2 vol% yang
berfungsi sebagai maintenance dan meningkatkan efektivitas hipotensi dalam mempertahankan
MAP.
Pada kasus ini dilakukan tindakan operasi laparotomy. Laparotomy secara definisi adalah
prosedur membuat irisan vertical besar pada dinging perut ke dalam rongga perut. Karena
prosedur laparotomy itu adalah melakukan tindakan invasive pada organ dalam abdomen, amat
besar kemungkinan terjadi perdarahan hebat akibat tindakan tersebut. Ditambah dengan prosedur
operasi yang cukup memakan waktu yang lama, sangat besar kemungkinan untuk kehilangan
cairan dalam jumlah yang besar.
Dari perhitungan diatas kita dapat melihat bahwa total cairan yang keluar selama proses
pembedahan yaitu 2000 ml, yang berasal dari perdarahan 1200 ml dan urin output 800 ml.
selama operasi total kebutuham cairan yang diperlukan adalah 3580 ml. Pemberian cairan
dilakukan dengan 4 jenis cairan, yaitu ringer laktat, asering, gelofusin, dan transfuse darah.
Ringer Laktat
Cairan ringer laktat diberikann sebagai cairan resusitasi yang sifatnya isotonis. Cairan
ringer laktat menempati ruang ekstraseluler ( intravaskuler dan interstitial). Pada kasus ini
diberikan 4 kolf RL dengan total 2000 ml. cairan ini paling banyak diberikan karena sifatnya
yang isotonis, sehingga untuk proses pembedahan yang cukup lama, cairan ini dapat
mempertahankan kebutuhan cairan lebih ringan.
Asering, Gelofusin, Darah
Asering dan gelofusin merupakan jenis cairan koloid, dipakai juga untuk cairan
resusitasi.Kedua cairan ini lebih bertahan lama di intravaskuler sehingga penggunaannya lebih
efisien dibandingkan kristaloid.Koloid pada kasus ini digunakan saat pasien mulai menunjukan
tanda-tanda kearah syok atau terjadi perdarahan yang cukup hebat. Hal ini dapat dinilai dari
tanda-tanda klinis dan tanda vital pasien. Selain itu untuk penggunaan transfuse darah dilakukan
jikan kadar perdarahan pasien 15% dari EBV.
Darah yang digunakan adalah PRC. Alasannya adalah, jika dilihat dari tanda klinis pasien
ini masih memiliki cukup volume untuk cairan atau darah ditubuhnya.Sehingga pemberian darah
lebih dititik beratkan untuk menambah sel darah merah pasien. Pemberian cairan memiliki
aturannya sendiri.
Tata cara pemberian cairan dapat kita lihat dalam algoritma dibawah ini :
3. Tahapan ketiga adalah post operatif.
Pada tahapan ini dilakukan beberapa hal. Diantaranya adalah pengelolaan nyeri dengan
diberikan morfin 1 g diencerkan dalam 10 cc nacl /24 jam. Cara kerja morfin adalah mengikat
reseptor Mu opioid lalu dihubungkan dengan protein G yang secara langsung mempengaruhi
saluran K+ dan Ca2+. Morfin dimasukan melalui epidural. Kemudian untuk pengelolaan mual-
muntah diberikan kombinasi antara dexamethasone 10 mg dan ondansetron 4 mg yang sama-
sama bekerja mempengaruhi CTZ. Infus RL 100 cc/jam berdasarkan perhitungan volum
maintenance [(4x10)+(2x10)+40 (sisa BB)]. Untuk diet dan nutrisi diberikan minum sedikit-
sedikit dan bertahap jika tidak ada mual dan muntah, karena jika masih ada mual-muntah akan
semakin memperberat. Pemantauan TTV dilakukan tiap 15 menit 24 jam sampai selama pasien
stabil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Fisiologi. Jakarta: EGC
2. Sheerwood, L.2012. Fisiologi Manusia.Jakarta: EGC
3. Guyton Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi
Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak
Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266
4. Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi
Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
5. Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari
http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-terapi-cairan.html.
6. Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI