Pendidikan merupakan suatu upaya yang sangat mutlak dalam suatu kehidupan manusia, karena
pendidikan merupakan faktor penting dan bermanfaat bagi kehidupan dalam upaya meningkatkan taraf
hidup suatu bangsa. Kegiatan pendidikan di manapun berlangsung dalam suatu lingkungan tertentu, baik
lingkungan yang berhubungan dengan ruang maupun waktu.
Lingkungan memberikan pengaruh terhadap perkembangan peserta didik. Pengaruh yang
diberikan oleh lingkungan ada yang bersifat sengaja dan bersifat tidak sengaja. Artinya lingkungan tidak
ada kesengajaan tertentu di dalam memberikan pengaruhnya kepada perkembangan anak didik. Ada tiga
macam lingkungan, menurut tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan di mana pendidikan berlangsung
agar dapat memberikan pengaruh yang positif kepada perkembangan anak didik, maka hendaknya kita
usahakan sedemikian rupa sehingga masing-masing lingkungan senantiasa memberikan pengaruhnya
yang baik.
B. LINGKUNGAN PENDIDIKAN
1. Pengertian
Setiap manusia pasti memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui
pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi manusia dengan lingkungannya.
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri anak yang memberikan pengaruh
terhadap perkembangannya. Dengan kata lain lingkungan pendidikan merupakan latar tempat
berlangsungnya pendidikan (Indrakusuma, 1978).
Lingkungan pendidikan dapat berupa benda-benda, orang-orang, keadaan-keadaan, dan
peristiwa-peristiwa yang ada di sekitar peserta didik yang bisa memberikan pengaruh kepada
perkembangannya, baik secara tidak langsung ataupun langsung, baik secara sengaja maupun tidak
disengaja. Disamping lingkungan memberikan pengaruh dan dorongan, lingkungan juga arena yang
memberikan kesempatan kepada kemungkinan-kemungkinan atau potensi (pembawaan) yang dimiliki
seorang anak untuk berkembang.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan menurut Tirtarahardja (2000) adalah untuk
membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik/sosial/budaya)
dan mengajarkan tingkah laku umum serta menyeleksi atau mempersiapkan individu untuk peranan-
peranan tertentu.
a. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang mula-mula dan terpenting. Sering
juga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena memang orang tua dalam
keluargalah yang terutama memiliki tanggung jawab atas pendidikan anak kandungnya. Menurut
kodratnya orang tua harus mendidik anak-anaknya, terdorong oleh suatu insting, yaitu rasa cinta yang
asli terhadap keturunannya.
Pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga, oleh karena itu tugas
utama keluarga dalam pendidikan anak adalah peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan
hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar berasal dari pendidikan kedua orang tuanya dan
anggota keluarga yang lain (Indrakusuma, 1978). Keluarga juga membina dan mengembangkan
perasaan sosial anak, seperti rasa tenggang rasa, suka menolong, hidup damai, kerjasama,
kegotongroyongan, kepekaan, dan sebagainya.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan aspirasi anak, maka keluarga menyerahkan
sebagian peran/tanggungjawabnya kepada jalur pendidikan formal (sekolah) maupun non formal
(kursus, kelompok belajar, dsb).
Peran jalur pendidikan formal (sekolah) semakin lama semakin penting, khususnya yang
berkaitan dengan pengembangan aspek kognitif (pengetahuan) dan skill/psikomotorik (ketrampilan).
Hal ini tidak berarti bahwa keluarga dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pendidikan anaknya,
diharapkan keluarga lebih banyak bekerja sama dan mendukung kegiatan pusat/lingkungan pendidikan
lainnya (sekolah dan masyarakat).
b. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah disebut juga lingkungan kedua yang didirikan oleh masyarakat atau negara
untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi memberi bekal persiapan
hidup bagi anaknya. Sehingga pendidikan di sekolah berperan sebagai bagian dan lanjutan dari
pendidikan keluarga, serta merupakan jembatan yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga
dengan kehidupan dalam masyarakat kelak (Indrakusuma, 1978).
Untuk mempersiapkan anak agar hidup dengan cukup bekal kepandaian dan kecakapan dalam
masyarakat yang modern, telah tinggi kebudayaannya seperti sekarang ini, anak-anak tidak cukup hanya
menerima pendidikan dan pengajaran dari lingkungan keluarganya saja. Maka dari itu, masyarakat atau
negara mendirikan sekolah-sekolah. Kehidupan dan pergaulan di lingkungan sekolah sifatnya lebih
tegas dan lugas, harus ada ketertiban dan peraturan-peraturan tertentu yang harus dijalankan oleh peserta
didik dan pendidikan. Pendidikan etika juga diberikan di sekolah, namun hanya merupakan bantuan
terhadap pendidikan budi pekerti yang telah dilaksanakan oleh keluarga, karena tujuan dan tanggung
jawab utama sekolah membekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dapat dipergunakan dalam
kehidupannya di masyarakat (Purwanto, 2002).
Sekolah sebagai pusat pendidikan adalah sekolah yang mencerminkan masyarakat yang maju
karena pemanfaatan secara optimal ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju suatu masyarakat
semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses
pembangunan masyarakat itu.
c. Lingkungan Masyarakat
Dari ketiga macam pengaruh lingkungan pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat),
kiranya lingkungan masyarakatlah yang cukup sulit dirancang agar selalu memberikan pengaruhnya
yang baik untuk perkembangan anak didik. Karena lingkungan masyarakat itu sangat luas dan banyak
berbagai pihak yang berperan dalam masyarakat tersebut, sehingga memerlukan pengawasan dan
pengontrolan yang lebih agar suasana lingkungan masyarakat dapat memberikan pengaruh yang baik
bagi pendidikan anak.
.
1) Ilmu syariyyah, yaitu semua ilmu yang berasal dari para Nabi, terdiri atas:
a) Ilmu ushul (ilmu pokok). Contoh: ilmu al-quran, sunah nabi, pendapat-pendapat sahabat dan ijma.
b) Ilmu furu (cabang). Contoh: fiqh dan akhlak.
c) Ilmu pengantar (mukaddimah). Contoh: ilmu bahasa dan gramatika.
d) Ilmu pelengkap (mutammimah).
2) Ilmu ghoiru syariyyah, yaitu semua ilmu yang berasal dari ijtihad ulama atau intelektual muslim,
terdiri atas:
a) Ilmu terpuji. Misalnya: ilmu kedokteran, ilmu berhitung dan ilmu pustaka.
b) Ilmu yang diperbolehkan (tak merugikan). Misalnya: kebudayaan, sastra, sejarah, puisi.
c) Ilmu yang tercela (merugikan). Misalnya: ilmu tenung, sihir dan bagian-bagian tertentu dari filsafat.
b. Berdasarkan status hukum mempelajarinya, dapat digolongkan menjadi:
1) Ilmu yang fardlu ain, yakni ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu muslim. Contoh: ilmu
tentang tata cara shalat, dan puasa. Kemudian, ilmu yang fardlu ain ini, oleh al-Ghazali, dibagi menjadi
dua yaitu: Ilmu Muamalah dan ilmu Mukasyafah.
2) Ilmu yang fardlu kifayah, yakni ilmu yang bila sebagian umat Islam telah mempelajarinya, maka yang
lain tidak tertuntut kewajiban mempelajarinya. Contoh: ilmu kedokteran, ilmu hitung dan perdagangan.
Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu-ilmu keagamaan hanya dapat diperoleh dengan kesempurnaan
rasio dan kejernihan akal budi. Karena, hanya dengan rasiolah manusia mampu menerima amanat dari
Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Pemikiran al-Ghazali ini sejalan dengan aliran Mutazilah
yang berpendapat bahwa rasio mampu menetapkan baik buruknya sesuatu.
Pola umum pemikiran al-Ghazali dalam pendidikannya antara lain:
a. Kegiatan menuntut ilmu tiada lain berorientasi pada pencapaian ridha Allah.
b. Teori ilmu ilhami sebagai landasan teori pendidikannya, dan diperkuat dengan sepuluh kode etik
peserta didik.
c. Tujuan agamawi merupakan tujuan puncak kegiatan menuntut ilmu.
d. Pembatasan term al-ilm hanya pada ilmu tentang Allah.
Sedangkan menurut Ibnu Jamaah, para penuntut ilmu harus mengawali belajarnya dengan al-
Quran, menghafal dan menafsirkannya. Kemudian, ilmu-ilmu yang perlu diprioritaskan adalah Ulumul
Quran, al-Hadits, Ulumul Hadits, Ushul, Nahwu dan Sharaf.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pemikiran utama aliran konservatif antara lain:
a. Ilmu adalah ilmu al-hal, yaitu ilmu yang dibutuhkan saat sekarang yang bisa membawa manfaat di
akhirat.
b. Ilmu-ilmu selain ilmu keagamaan adalah sia-sia.
c. Ilmu hanya bisa diperoleh melalui rasio.
Mahmud Arif, dalam Pengantar Penerjemah Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam:
Perspektif Sosiologis-Filosofis karya Muhammad Jawwad Ridla, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
2002).
Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam : Perspektif Sosiologis-
Filosofis, Terj.Mahmud Arif, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002), 74-75.