Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa nifas merupakan masa yang dimulai dari beberapa jam setelah

plasenta lahir sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ

reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi (Maritalia,

2012). Proses involusi ditandai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU)

yang berlangsung selama 6 minggu. Pada hari pertama TFU berada diatas

symphisis pubis atau sekitar 12 cm. Proses ini terus berlangsung dengan

penurunan TFU 1 cm setiap harinya (Bahiyatun, 2009). Untuk

mengembalikan organ reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil,

terutama penurunan TFU memerlukan perawatan nifas yang efektif dan

optimal salah satunya dengan melakukan mobilisasi dini (Dikutip dari jurnal

penelitian Esyuananik, Anis Nur Laili dengan judul Peranan Mobilisasi Dini

Terhadap Proses Involusi Pada Ibu Post Partum, 2015).

Mobilisasi dini merupakan aktivitas yang dilakukan segera setelah

beristirahat beberapa jam dengan beranjak dari tempat tidur ibu (Manuaba,

2009). Waktu pelaksanaan mobilisasi dini tergantung pada keadaan normal,

setelah beberapa jam istirahat boleh melaksanakan mobilisasi dini dengan

gerakan ringan. Keuntungan dengan dilakukannya mobilisasi dini dapat

mencegah terjadinya sumbatan pada aliran darah, melancarkan pengeluaran

1
lokhea sehingga dapat mempercepat involusi uteri (Dewi dan Sunarsih,

2011). Namun, mobilisasi yang terlambat dilakukan akan berpengaruh

terhadap proses involusi, sehingga proses involusi tidak berjalan dengan baik,

maka akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut subinvolusi yang akan

menyebabkan perdarahan (Prawirohardjo, 2008) (Dikutip dari jurnal

penelitian Esyuananik, Anis Nur Laili dengan judul Peranan Mobilisasi Dini

Terhadap Proses Involusi Pada Ibu Post Partum, 2015).

Pada masa pasca persalinan dapat terjadi masalah seperti perdarahan,

menurut WHO penyebab utama dari 150.000 kematian ibu setiap tahun di

dunia adalah perdarahan pasca persalinan dan hampir 4 dari 5 kematian

karena perdarahan pasca persalinan terjadi dalam waktu 4 jam setelah

persalinan (Sarwono,2009) (Dikutip dari jurnal penelitian Fransiska

Novitasari dengan judul Pengaruh Tingkat Pengetahuan Ibu Postpartum

Tentang Mobilisasi Dini Terhadap Jumlah Pengeluaran Lochea, 2013).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2012, AKI (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar

359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi jika

dibandingkan dengan negaranegara tetangga di Kawasan ASEAN. Pada

tahun 2007, ketika AKI di Indonesia mencapai 228, AKI di Singapura hanya

6 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup,

Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan Vietnam sama-

sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup. (Kemenkes RI, 2014).

2
Berdasarkan direktorat kesehatan ibu bahwa penyebab terbesar

kematian ibu pada tahun 2013 yaitu perdarahan 30,3%, hipertensi 27,1%,

infeksi 7,3%, partus lama 1,8%, abortus 0,0%, lain-lain (penyakit kanker,

ginjal, jantung, TBC, atau penyakit lain yang di derita ibu) 40,8% (Kemenkes

RI, 2014).

Jumlah Kematian Ibu di Provinsi Banten pada tahun 2011 adalah

168.8/100.000 kelahiran hidup. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan

angka kematian ibu di tahun 2010 yang mencapai 191/ 100.000 kelahiran

hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2011).

Berdasarkan hasil data pendahuluan yang diperoleh Esyuananik, Anis

Nur Laili, pada bulan Januari tahun 2015 di polindes Rabiyan Kecamatan

Bunten Barat Kabupaten Sampang terdapat 10 ibu nifas. Terdapat 4 ibu nifas

yang melakukan mobilisasi dini dan 6 ibu nifas yang tidak melakukan

mobilisasi dini dengan alasan ibu lelah setelah melahirkan, mules pada

perutnya dan takut untuk bergerak. Dari 6 ibu nifas yang tidak melakukan

mobilisasi dini secara baik didapatkan 20% ibu nifas yang mengalami sub

involusi uteri (Dikutip dari jurnal penelitian Esyuananik, Anis Nur Laili

dengan judul Peranan Mobilisasi Dini Terhadap Proses Involusi Pada Ibu

Post Partum, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian Esyuananik, Anis Nur Laili menunjukkan

bahwa 13 (100%) ibu post partum melakukan mobilisasi dini dengan baik.

Dan terdapat 12 (92,31) ibu post partum proses involusinya berjalan dengan

normal. Hal ini disebabkan karena mobilisasi dini memperlancar pengeluaran

3
lokhea sehingga mempercepat involusi uterus dan tidak menyebabkan

perdarahan yang abnormal. Apabila ibu melakukan mobilisasi dini dengan

baik, maka akan berpengaruh terhadap percepatan proses involusi dan tidak

akan menyebabkan terjadinya sub involusi pada ibu post partum (Dikutip dari

jurnal penelitian Esyuananik, Anis Nur Laili dengan judul Peranan

Mobilisasi Dini Terhadap Proses Involusi Pada Ibu Post Partum, 2015).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan tindakan yang akan dituangkan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah

dengan judulPenerapan Mobilisasi Dini Terhadap Proses Involusi Uteri

pada Ibu Post Partum di RSU Kabupaten Tangerang

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah proses involusi uteri pada ibu post partum sesudah dilakukan

intervensi keperawatan dengan mobilisasi dini ?.

C. Tujuan Studi Kasus

Mengetahui proses involusi uteri setelah dilaksanakan mobilisasi dini pada

ibu post partum.

D. Manfaat Studi Kasus

Untuk memberikan informasi tentang pentingnya mobilisasi dini dan manfaat

mobilisasi dini pada ibu post partum.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Post Partum (Nifas)

1. Pengertian Post Partum (Nifas)

Masa nifas (post partum/puerperium) berasal dari bahasa Latin,

yaitu dari kata Puer yang artinya bayi dan Parous yang berarti

melahirkan (Wulanda,2011).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum

hamil. Lama nifas yaitu 6-8 minggu (Wulanda,2011).

Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama

6-8 minggu setelah persalinan. Proses ini mulai setelah selesainya

persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti

sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan

fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Wulanda,2011).

Periode masa nifas dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :

a. Periode Immediate Postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.Pada

masa ini sering terdapat banyak masalah seperti perdarahan.

b. Periode Early Postpartum (24 jam 1 minggu)

Masa dimana involusi uterus harus dipastikan dalam keadaan

normal, tidak ada perdarahan, lokea tidak berbau busuk, tidak

5
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu

dapat menyusui dengan baik.

c. Periode Late Postpartum (1-5 minggu)

Masa dimana perawatan dan pemeriksaan kondisi sehari-hari,

serta konseling KB.

(Wulanda,2011).

2. Tahapan Masa Nifas

a. Puerperium dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan

lamanya bisa sampai 40 hari.

b. Puerperium Intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia, lamanya 6-8 minggu.

c. Remote Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama

bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi

lamanya bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan

bertahun-tahun.

(Rahayu dkk, 2012).

3. Tujuan Asuhan Masa Nifas

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikis.

b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun

bayi.

6
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan

diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi

kepada bayi dan perawatan bayi sehat.

d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

(Rahayu dkk,2012).

4. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Menurut Rahayu dkk 2012 pada masa nifas terjadi perubahan fisiologi

yaitu :

a. Perubahan Fisik

1) Rasa kram dan mulas dibagian perut akibat penciutan rahim

(involusi).

2) Keluarnya sisa- sisa darah dari vagina (lochea).

3) Kelelahan karena proses melahirkan.

4) Pembentukan ASI sehingga payudara membesar.

5) Kesulitan buang air besar (BAB) dan BAK.

6) Gangguan otot (betis, dada, perut, panggul,dan bokong).

7) Perlukaan jalan lahir (lecet atau jahitan).

(Walyani, 2015)

b. Involusi Uteri dan Pengeluaran lochea

Involusi/ pengerutan uterus yaitu uterus kembali ke kondisi

semula seperti sebelum hamil dengan berat uterus 60 gram

(Rahayu dkk, 2012).

Pengeluaran lochea terdiri dari :

7
1) Lochea rubra : hari ke 1-2 terdiri dari darah segar bercampur

sisa air ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa vernix kaseosa,

lanugo, dan mekonium.

2) Lochea sanguinolenta : hari ke 3-7, terdiri dari : darah

bercampur lendir, warna kecoklatan.

3) Lochea serosa : hari ke 7-14, berwarna kekuningan

4) Lochea alba : hari ke14 sampai selesai nifas, hanya

merupakan cairan putih lochea yang berbau busuk dan

terinfeksi disebut lochea purulent.

(Walyani, 2015)

c. Laktasi atau Pengeluaran ASI

Segera sesudah kelahiran bayi diletakkan di atas payudara ibu

untuk dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD) untuk merangsang

timbulnya laktasi, kecuali ada kontraindikasi untuk menyusui

bayinya, misalnya : ibu menderita thypus abdominalis,

tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis, DM berat, psikos atau putting

susu tertarik kedalam, laprae (Rahayu dkk, 2012).

d. Perubahan sistim tubuh lainnya

Sistem reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem

muskuloskeletal, endokrin, sistem cardovaskuler, perubahan

hematologi (Rahayu dkk, 2012).

e. Perubahan Psikis

8
1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya, berlangsung setelah

melahirkan sampai hari ke-2 (fase taking in)

2) Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi,

muncul perasaan sedih (baby blues) disebut fase taking hold

(hari ke-10)

3) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayi disebut

fase letting go (hari ke-10 akhir masa nifas)

(Walyani, 2015)

B. Konsep Mobilisasi Dini

1. Pengertian Mobilisasi Dini

Salah satu perawatan ibu nifas adalah mobilisasi dini.Pada masa

nifas dini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan

membimbing ibu nifas bangun dari tempat tidurnya dan membimbing

ibu secepat mungkin untuk berjalan (Saleha, 2009).

Mobilisasi ibu nifas adalah menggerakkan tubuh dari satu

tempat ke tempat lain yang harus dilakukan secara bertahap dan

langsung setelah melahirkan. Mobilisasi sedini mungkin sangat

dianjurkan, bidan harus menjelaskan kepada ibu tentang tujuan dan

manfaat mobilisasi (Bahiyatun, 2009).

2. Keuntungan Dari Mobilisasi Dini

a. Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat

9
b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik

c. Memungkinkan kita mengajarkan ibu merawat anaknya selama

ibu masih di Rumah Sakit. misalnya memandikan, mengganti

pakaian dan memberi makanan

d. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomi).

Mobilisasi dini tidak mempunyai pengaruh buruk, tidak

menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi

penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut serta tidak

memperbesar kemungkinan prolaps atau retrotexto uteri.

(Saleha, 2009)

3. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi Dini

Dalam sebuah bukunya, Fauzi (2007) yang dikutip oleh Novitasari

(2011) menyebutkan bahwa ada beberapa kerugian yang ditimbulkan

akibat tidak melakukan mobilisasi dini, yaitu sebagai berikut :

a. Meningkatnya suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang

tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan

menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah

peningkatan suhu tubuh.

b. Menimbulkan perdarahan yang abnormal. Namun, bila melakukan

mobilisasi dini maka kontraksi uterus akan baik sehingga fundus

uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat

dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh

darah yang terbuka.

10
c. Jika tidak dilakukannya mobilisasi dini maka involusi uterus yang

tidak baik dapat menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta

sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.

(Hutapea, 2013).

4. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi

a. Usia

Menurut Manuaba (2004) usia reproduksi dibagi dua reproduksi

sehat umur 20-35 tahun dan reproduksi tidak sehat umur < 20

tahun dan > 35 tahun. Menurut Hidayat (2006) bahwa usia turut

mempengaruhi mobilisasi karena terdapat perbedaan kemampuan

mobilitas pada tingkat usia yang berbeda, hal ini dikarenakan

kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan

pertambahan usia yang berarti semakin matang usia reproduksi

seseorang tingkat pelaksanaan mobilisasi semakin meningkat.

b. Pekerjaan

Pada ibu yang bekerja cenderung lebih mandiri dibandingkan

dengan ibu yang tidak bekerja. Menurut Thomas (1996) dalam

buku Nursalam (2003) pekerjaan adalah kegiatan yang harus

dilakukan terutama untuk menunjang kehidupanya dan

kehidupan keluarganya. Keluarga dengan status ekonomi baik

lebih mudah tercukupi dibanding dengan keluarga dengan status

ekonomi rendah, hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan

informasi termasuk kebutuhan sekunder. Selain itu juga ibu yang

11
bekerja memiliki kecenderungan untuk lebih mandiri termasuk

melakukan mobilisasi secara dini setelah bersalin. ibu yang

bekerja di luar rumah memiliki akses yang lebih baik terhadap

berbagai informasi, termasuk mendapatkan informasi tentang arti

penting mobilisasi

c. Budaya atau Adat

Adat/budaya tertentu melarang ibu nifas untuk melakukan

gerakan/berjalan sebelum 2 hari setelah melahirkan dan

menganjurkan ibu untuk selalu meluruskan kaki. Menurut teori

Hidayat (2006) tentang faktor yang mempegaruhi mobilisasi dini

yaitu orang yang memiliki budaya seringjalanjalan jauh memiliki

kemampuan mobilitas yang lebih kuat.

d. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh

seorang wanita semakin tinggi paritas maka semakin tinggi

pulakemampuan ibu untuk melakukan mobilisasi dini karena

dipengaruhi oleh paparan informasi yang diterima dan

pengalaman ibu bersalin sebelumnya. Menurut Prawirohardjo

(2009) paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan

grandemultipara.

(Kautsar, 2011).

12
5. Indikasi Melakukan Mobilisasi Dini

Pada persalinan normal dan keadaan ibu nifas normal tanpa

komplikasi (Bahiyatun, 2009).

6. Kontra Indikasi Melakukan Mobilisasi Dini

Tidak dibenarkan pada ibu nifas dengan penyulit, misalnya: anemia,

penyakit jantung, penyakit paruparu, demam, dan sebagainya

(Saleha, 2009).

7. Tahap Mobilisasi Dini

Tahapan mobilisasi dini menurut jurnal Ratna Kautsar

adalah :

a. Sesudah 2-8 jam melahirkan, klien miring kanan dan kiri.

Memiringkan badan kekiri dan kekanan merupakan mobilisasi

paling ringan dan yang paling baik dilakukan pertama kali.

Disamping dapat mempercepat proses penyembuhan, gerakan ini

juga mempercepat proses kembalinya fungsi usus dan kandung

kemih secara normal (Susilowati, 2015).

b. Melakukan latihan nafas dalam.

c. Latihan kaki ringan

Setelah mengembalikan badan ke kanan dan ke kiri, mulai

gerakan kedua belah kaki. Mitos yang menyatakan bahwa hal ini

tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan timbulnya

varices adalah salah total. Justru bila kaki tidak digerakkan dan

terlalu lama diatas tempat tidur dapat menyebabkan terjadinya

13
pembekuan pembuluh darah balik dapat menyebabkan varices

ataupun infeksi (Susilowati, 2015).

d. Klien duduk tegak lurus di tempat tidur dengan posisi miring,

klien membuat gerakan yang membuat dirinya turun dari tempat

tidur.

Jika duduk tidak menyebabkan rasa pusing, teruskanlah dengan

mencoba turun dari tempat tidur dan berdiri. Bila tersa sakit atau

ada keluhan, sebaiknya hentikan dulu dan dicoba lagi setelah

kondisi terasa lebih nyaman (Susilowati, 2015).

e. Klien menggerakkan kakinya ke samping mengarah keluar tempat

tidur dan kedua tangan sebagai alat untuk menumpu.

f. Dengan suatu gerakan mengayun klien akhirnya dapat turun dari

tempat tidur, pada gerakan ini kedua tangan klien sebagai

penopang.

g. Klien dapat mendorong badannya dengan kedua tangannya dari

tempat tidur, maka klien dapat membawa badannya turun dari

tempat tidur.

h. Klien sekarang berdiri disamping tempat tidur dan tetap

berpegangan pada tempat tidur untuk memperoleh rasa aman.

i. Klien berjalan pelan-pelan/ ke kamar mandi dengan berjalan.

Hal ini harus dicoba setelah memastikan bahwa keadaan ibu

benar-benar baik dan tidak ada keluhan. Hal ini bermanfaat untuk

14
melatih mental karena adanya rasa takut pasca persalinan

(Susilowati, 2015).

Lakukan adaptasi berhadapan. Perbaikan keluhan klien baik

verbal maupun non verbal seperti pusing, pucat, dan keringat dingin.

8. Cara-Cara Melakukan Mobilisasi Dini

Cara-cara melakukan mobilisasi dini antara lain:

a. 15 menit pertama setelah 2 jam post partum ibu belajar miring

kiri dan kanan.

b. 15 menit kedua setelah 2 jam post partum ibu belajar duduk

ditempat tidur.

c. 15 menit ketiga setelah 2 jam post partum ibu belajar berdiri di

sebelah tempat tidur dan diikuti berjalan.

(Kautsar, 2011).

C. Konsep Involusi Uteri

1. Pengertian Involusi Uteri

Involusi uteri merupakan pengecilan yang normal dari suatu

organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya

pengecilan uterus setelah melahirkan. Involusi uteri adalah

mengecilkan kembali rahim setelah persalinan kembali ke bentuk asal

(Walyani, 2015)

15
Involusi/ pengerutan uterus yaitu uterus kembali ke kondisi

semula seperti sebelum hamil dengan berat uterus 60 gram (Rahayu

dkk, 2012).

2. Proses Involusi Uterus

Proses involusi ditandai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU)

yang berlangsung selama 6 minggu. Pada hari pertama TFU berada

diatas symphisis pubis atau sekitar 12 cm. Proses ini terus berlangsung

dengan penurunan TFU 1 cm setiap harinya (Bahiyatun, 2009).

Menurut Rahayu dkk proses involusi uterus adalah :

a. Autolysis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam

otot uteri. Enzim Preteolitik akan memendekkan dan mengecilkan

jaringan oto yang telah sempat mengendur 10 kali panjangnya

dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan, jadi

bukan sel ototnya yang berkurang tetapi sel tersebut mengalami

proses pengecilan.

b. Terdapat polymorph phagolitik dan macrophages di dalam sistem

vaskuler dan sistem limphatik.

c. Efek oksitosin (cara bekerjanya oksitosin)

Penyebab kontraksi dan retraksi otot rahim sehingga akan

mengompres pembuluh darah yang menyebabkan akan

mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan

mengakibatkan ukuran rahim semakin berkurang.

16
(Rahayu dkk, 2012).

PROSES INVOLUSI UTERI dapat dilihat pada table berikut :

INVOLUSI DIAMETER PALPASI BERAT


UTERI UTERUS SERVIKS UTERUS
Pada akhir
12,5 cm Lembut/lunak 1000 gram
persalinan
Pada akhir minggu
7,5 m 2 cm 500 gram
ke-1
Pada akhir minggu
5,0 cm 1 cm 350 gram
ke-2
Pada akhir minggu
2,5 cm Menyempit 60 gram
ke-6

TINGGI FUNDUS UTERI DAN INVOLUSI UTERUS

Involusi Tinggi Fundus Berat Uterus


Sepusat
Plasenta lahir 1000 gram
Pertengahan pusat-
7 hari (1 minggu) 500 gram
simpisis
14 hari (2 minggu) 350 gram
Tak teraba
42 hari (6 minggu) 50 gram
Sebesar hamil 2 minggu
56 hari (8 minggu) 30 gram
Normal

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Involusi

Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, factor yang

mempengaruhi involusi uterus antara lain :

a. Mobilisasi dini

Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot setelah

anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang

pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk

mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya

17
kontraksi dan retraksi yang terus menerus ini menyebabkan

terganggunya peredaran darah dalam uterus yang mengakibatkan

jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran

jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil.

b. Status gizi

Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai

dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu

postpartum maka ketahanan pada dasar ligamentum latum yang

terdiri dari infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan

pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk

menghilangkan jaringan nefrotik, pada ibu postpartum dengan

status yang baik akan mampu menghindari serangan kuman

sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat

proses involusi uterus.

c. Menyusui

Pada proses menyusui ada reflex let down dari hisapan bayi

merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormone oksitosin

yang oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu

uterus berkontraksi sehingga involusi uterus terjadi.

d. Usia

Pada usia yang lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan,

dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak.

Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak,

18
protein, serta karbohidrat. Bila kasus ini dihubungkan dengan

penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan

menghambat involusi uterus.

e. Parietas

Parietas memengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering

teregang memerlukan waktu yang lama.

(Walyani, 2015).

4. Subinvolusi

Subinvolusi adalah kegagalan perubahan fisiologi pada sistem

reproduksi pada masa nifas yang terjadi pada setiap organ dan saluran

yang reproduktif (Walyani,2015).

Subinvolusi uterus adalah kegagalan uterus untuk mengikuti

pola normal involusi/proses involusi rahim tidak berjalan sebagai

semestinya sehingga proses pengecilan uterus terhambat. Subinvolusi

merupakan istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan

kemunduran yang terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif

kadang lebih banyak mengarah secara spesifik pada kemunduran

uterus yang mengarah keukurannya (Walyani,2015).

Tanda dan gejala :

a. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen / pelvis dari

yang seharusnya atau penurunan fundus uteri lambat.

b. Konsistensi uterus lembek.

c. Pengeluaran lochea sering kali gagal berubah.

19
d. Terdapat bekuan darah.

e. Lochea berbau menyengat.

f. Uterus tidak berkontraksi.

(Walyani,2015).

20
BAB III

METODOLOGI

A. Rancangan

Metodologi ini dengan rancangan deskriptif studi kasus, dengan menerapkan

satu tindakan keperawatan tertentu sesuai dengan kebutuhan pasien. Tindakan

yang diterapkan adalah mobilisasi dini terhadap proses involusi uteri pada

pasien ibu post partum.

B. Subjek

Pasien pada kasus ini adalah pasien ibu post partum dengan masalah proses

involusi uteri.

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien persalinan normal dan keadaan ibu nifas normal tanpa

komplikasi (Bahiyatun, 2009).

a. Bersedia menjadi subjek studi kasus.

b. Dapat berkomunikasi dengan baik.

2. Kriteria Eksklusi

Pasien dengan penyulit, misalnya: anemia, penyakit jantung, penyakit

paruparu, demam, dan sebagainya (Saleha, 2009).

21
C. Fokus Studi

Fokus studi dalam studi kasus ini adalah mengetahui proses involusi uteri

pada pasien ibu post partum.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian : ruang Anyelir bawah RSU Kabupaten Tangerang

Waktu penelitian : 24 April 29 April 2017

E. SOP Tindakan Keperawatan

SOP MONITORING INVOLUSI UTERI DAN MOBILISASI DINI

1. Tujuan :

a. Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat

b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik

c. Memungkinkan kita mengajarkan ibu merawat anaknya selama ibu

masih di Rumah Sakit. misalnya memandikan, mengganti pakaian

dan memberi makanan

d. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomi). Mobilisasi

dini tidak mempunyai pengaruh buruk, tidak menyebabkan

perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka

episiotomi atau luka di perut serta tidak memperbesar kemungkinan

prolaps atau retrotexto uteri.

(Saleha, 2009)

22
Tujuan mobilisasi dini adalah untuk mengetahui perkembangan

involusi terjadi secara normal atau tidak.

2. Ruang Lingkup :

2.1 Indikasi

Pada persalinan normal dan keadaan ibu nifas normal tanpa

komplikasi (Bahiyatun, 2009).

2.2 Kontra Indikasi

Tidak dibenarkan pada ibu nifas dengan penyulit, misalnya: anemia,

penyakit jantung, penyakit paruparu, demam, dan sebagainya

(Saleha, 2009).

3. Acuan :

Bahiyatun, 2009, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal,

Jakarta, EGC.

Kautsar, Ratna, 2011, Hubungan Antara Mobilisasi Dini Dengan

Involusi Uteri Pada Ibu Nifas, Vol.3 (1), Hal.2.

Saleha, Sitti, 2009, Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas, Jakarta,

Salemba Medika

Walyani, Elisabeth siwi dan Endang Purwoastuti, 2015, Asuhan

Kebidanan Masa Nifas & Menyusui, Yogyakarta, Pustakabarupress.

lea-utakutikotak.blogspot.co.id/2010/04/standart-operating-procedure-

pengukuran_10.html?m=1

23
4. Definisi :

Involusi uteri merupakan pengecilan yang normal dari suatu organ

setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus

setelah melahirkan. Involusi uteri adalah mengecilkan kembali rahim

setelah persalinan kembali ke bentuk asal (Walyani, 2015)

Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan

membimbing ibu nifas bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu

secepat mungkin untuk berjalan (Saleha, 2009).

Mobilisasi ibu nifas adalah menggerakkan tubuh dari satu tempat ke

tempat lain yang harus dilakukan secara bertahap dan langsung setelah

melahirkan. Mobilisasi sedini mungkin sangat dianjurkan, bidan harus

menjelaskan kepada ibu tentang tujuan dan manfaat mobilisasi

(Bahiyatun, 2009).

5. Cara-cara melakukan mobilisasi dini antara lain:

a. 15 menit pertama setelah 2 jam post partum ibu belajar miring kiri

dan kanan.

b. 15 menit kedua setelah 2 jam post partum ibu belajar duduk ditempat

tidur.

c. 15 menit ketiga setelah 2 jam post partum ibu belajar berdiri di

sebelah tempat tidur dan diikuti berjalan.

6. Prosedur

6.1 Pelaksanaan

Persiapan Pasien

24
6.1.1 Jelaskan tujuan tindakan

6.1.2 Jelaskan posisi, waktu yang dibutuhkan dan beberapa

ketidaknyamanan

6.2 Persiapan Alat

6.2.1 Baki + alas

6.2.2 APD (Handscoon dan Masker)

6.2.3 Selimut

6.2.4 Pita Ukur/meteran

6.2.5 Alat tulis

6.3 Persiapan Lingkungan

Pasang sampiran/gorden untuk menjaga privasi

6.4 Langkah Kerja

6.4.1 Awali interaksi dengan mengucapkan salam

6.4.2 Jelaskan Prosedur selengkapnya pada pasien

6.4.3 Dekatkan alat

6.4.4 Tutup Sampiran

6.4.5 Cuci Tangan

6.4.6 Memakai masker dan Handscoon

6.4.7 Lakukan pengukuran TFU (Tinggi Fundus Uteri)

Atur posisi yang nyaman

Pasang selimut

25
Buka Pakaian pasien bagian perut sampai sympisis

dan tentukan batas atas sympisis pubis dan batas atas

fundus uteri

Raba fundus lakukan penilaian konsistensi dan tinggi

fundus dengan cara tempatkan tangan kanan diatas

simpisis pubis, kemudian lakukan pemijatan atau raba

menggunakan tangan kiri untuk menentukan

ketinggian fundus

Jika fundus lunak sukar atau sulit diraba, gunakan

tangan kanan untuk memijat atau masase sampai

uterus berkonstraksi atau mengeras seperti ada kepala

bayi

Letakkan titik nol ujung pita pengukur pada batas atas

fundus uteri

Baca hasil pengukuran

Informasikan hasil pengukuran pada pasien

Catat hasil

6.4.8 Sesudah 2-8 jam melahirkan, Pasien miring kanan dan kiri.

6.4.9 Melakukan latihan nafas dalam.

6.4.10 Latihan kaki ringan

6.4.11 Pasien duduk tegak lurus di tempat tidur dengan posisi

miring, pasien membuat gerakan yang membuat dirinya

turun dari tempat tidur.

26
6.4.12 Pasien menggerakkan kakinya ke samping mengarah keluar

tempat tidur dan kedua tangan sebagai alat untuk

menumpu.

6.4.13 Dengan suatu gerakan mengayun pasien akhirnya dapat

turun dari tempat tidur, pada gerakan ini kedua tangan

pasien sebagai penopang.

6.4.14 Pasien dapat mendorong badannya dengan kedua tangannya

dari tempat tidur, maka klien dapat membawa badannya

turun dari tempat tidur.

6.4.15 Pasien sekarang berdiri disamping tempat tidur dan tetap

berpegangan pada tempat tidur untuk memperoleh rasa

aman.

6.4.16 Pasien berjalan pelan-pelan/ ke kamar mandi dengan

berjalan.

6.4.17 Merapihkan alat dan pasien

6.4.18 Melepas handscoon

6.4.19 Membuka sampiran

6.4.20 Terminasi : Tanyakan respon pasien, evaluasi hasil : tinggi

fundus uteri (involusi uteri), kontrak waktu, salam.

6.4.21 Dokumentasikan tindakan (Tanggal dan jam, respon pasien,

dan evaluasi hasil terhadap prosedur).

27
F. Tahapan Studi Kasus

1. Tahap Orientasi

Dimana pada tahap orientasi ini adanya pertemuan pertama kali pada

pasien yang akan dijadikan subjek studi kasus. Tahap ini digunakan

untuk berkenalan dengan pasien dan merupakan langkah awal dalam

membina hubungan saling percaya, menjelaskan kontrak/maksud dan

tujuan kepada pasien.

2. Informed Consent

Informed Consent adalah Persetujuan yang diberikan pasien (atau

keluarga apabila pasien tidak berkompeten) terhadap tindakan yang akan

dilakukan setelah mendapatkan informasi dan penjelasan dengan benar

juga jujur tentang tindakan yang akan dilakukan. Hal ini sangat penting

karena pada tahap ini yang menentukan apakah pasien tersebut mau

untuk dijadikan subjek studi kasus atau tidak. Apabila pasien menolak

maka dari itu penulis mencari pasien lain yang siap untuk dijadikan

subjek studi kasus.

3. Pengkajian

Tahap ini adalah tahap untuk pengumpulan data dengan cara melakukan

wawancara, observasi dan juga melakukan pemeriksaan fisik.

4. Intervensi

Perencanaan tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan studi kasus.

Tindakan yang dilakukan adalah ukur tinggi fundus uteri dan mobilisasi

dini.

28
5. Implementasi

Melakukan tindakan sesuai dengan kontrak yang telah di tentukan. Hal

yang pertama dilakukan adalah mengukur tinggi fundus uteri lalu

melakukan mobilisasi dini dan setelah itu melakukan kembali

pengukuran tinggi fundus uteri.

6. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap yang berguna apakah tujuan dari tindakan

yang telah dilakukan tercapai atau tidak. Evaluasi mungukur keberhasilan

dari rencana dan pelaksanaan tindakan yang dilakukan dalam memenuhi

kebutuhan pasien. Pada tahap ini apakah ada perubahan tinggi fundus

uteri setelah dilakukan mobilisasi dini.

7. Dokumentasi

Mencatat hasil yang didapat setelah dilakukan tindakan baik respon

pasien maupun hasil yang dijadikan sebuah target yang ingin dicapai

dalam tindakan tersebut.

29
Bahiyatun, 2009, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal, Jakarta, EGC.

Walyani, Elisabeth siwi dan Endang Purwoastuti. 2015. Asuhan Kebidanan Masa

Nifas & Menyusui. Yogyakarta: Pustakabarupress.

Rahayu, dkk, 2012, Buku Ajar Masa Nifas dan Menyusui, Jakarta, Mitra Wacana

Medika.

Wulanda, Ayu Febri, 2011, BIologi Reproduksi, Jakarta, Salemba Medika.

Saleha, Sitti, 2009, Asuhan kebidanan pada masa Nifas, Jakarta, Salemba Medika

Susilowati, Dewi, 2015, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Nifas Dalam


Pelaksanaan Mobilisasi Dini. (jurnal)

Esyuananik, Anis Nur Laili, 2015, Peranan Mobilisasi Dini Terhadap Proses
Involusi Pada Ibu Post Partum.

Hutapea, Nur Khairani, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi


Dini Pada Ibu Post Partum Normal Dan Sectio Sesarea Di Rumah Sakit Umum
H.Abdul Manan Simatupang Kisaran, Hal.23.

Susilowati, Dewi, 2015, Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu nifas dalam

pelaksanaan mobilisasi dini, Vol.5, (2), Hal.87-89.

Kautsar, Ratna, 2011, Hubungan Antara Mobilisasi Dini Dengan Involusi Uteri

Pada Ibu Nifas, Vol.3 (1), Hal.2.

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-

indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI


Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. --
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2015

https://yenibeth.wordpress.com/2008/06/19/evaluasi-keperawatan/

30
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-

indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian Kesehatan

RI. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. -- Jakarta : Kementerian

Kesehatan RI. 2016 ISBN 978-602-416-065-4 1. Judul I. HEALTH STATISTICS Buku ini

diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jalan HR. Rasuna Said Blok

X-5 Kav 4-9, Jakarta 12950 Telepon no: 62-21-5229590, 5221432, 5277168 Fax no: 62-

21-5277168 E-mail: datainformasi.pusdatin@kemkes.go.id Website:

http://www.kemkes.go.id

http://www.pengertianologi.com/2014/10/Pengertian-Inform-Consent-

Adalah.html

Dermawan, Deden dan Moh. Abdul Jamil, 2013, Keterampilan Dasar

Keperawatan Konsep dan Prosedur, Buku 1, Yogyakarta: Gosyen Publishing

https://www.academia.edu/12563768/Subinvolusi_Uteri

31

Anda mungkin juga menyukai