Anda di halaman 1dari 6

Penyakit Tuberkulosis

2.1.1 Pengertian

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TBC (Mycobacterium Tuberkulosis)

2.1.2 Etiologi

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap

asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil tahan Asam

(BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat hidup

beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini

dapat dormant, tertidur lama selama beberapa hari

2.1.3 Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TBC BTA Positif. Pada waktu batuk atau

bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan

dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar

selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam

saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui

pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,

makin menular penderita tersebut, bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang

terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut.


2.1.4 Resiko Penularan

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis Infection = ARTI)

di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan

ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun di antara 1000 penduduk terdapat 10 (sepuluh)

orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi tidak akan menjadi

penderita TBC, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita

TBC.

Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis Paru cetakan ke 6, Jakarta, 200


Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan
yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang
tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan
kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi
anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya
(PDPI, 2003).
Keluhan dan Gejala Penyakit Kanker Paru
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya, terdiri dari
keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan
penyakit, serta faktorfaktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat
berupa :batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen), batuk darah, sesak napas,
suara serak, sakit dada, sulit / sakit menelan, benjolan di pangkal leher, sembab muka dan leher, kadang-
kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat (PDPI, 2003).
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti
kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan
keluhan yang tidak khas seperti :berat badan berkurang, nafsu makan hilang, demam hilang timbul,
sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan
neuropatia (PDPI, 2003).
1. Patofisiologi
Awalnya menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi
sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan
displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta
dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi
ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala-
gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral
dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat
seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka (Arisandi, 2008).
1. Jenis histologis
Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi histologis menurut WHO tahun
1999, tetapi untuk kebutuhan klinis cukup jika hanya dapat diketahui :
1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)
Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cel Lung Cancer (SCLC) danNon
Small Cel Lung Cancer (NCLC) (Wasripin, 2007).
1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Kejadian kanker paru jenis SCLC ini hanya sekitar 20 % dari total kejadian kanker paru. Namun jenis ini
berkembang sangat cepat dan agresif. Apabila tidak segera mendapat perlakuan maka hanya dapat
bertahan 2 sampai 4 bulan.
2. Non Small Cell Lung Cancer
80 % dari total kejadian kanker paru adalah jenis NSCLC. Secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Adenocarsinoma, jenis ini adalah yang paling banyak ditemukan (40%).
b. Karsinoma Sel Sekuamosa, banyaknya kasus sekitar 20 30 %.
c. Karsinoma Sel Besar, banyaknya kasus sekitar 10 15 %.
Sebagian besar pasien yang didiagnosa dengan NSCLC (70 80 %) sudah dalam stadium lanjut III IV.
Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis Patologi Anatomi mengalami kesulitan
menetapkan jenis sitologi/histologis yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi,
minimal harus ditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK atausmall cell lung
cancer, SCLC) atau kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer,
NSCLC) (WHO 1999 dalam PDPI, 2003).

Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dan
menjadi penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Tingginya
kejadian pneumonia terutama menyerang kelompok usia bayi dan balita. Menurut data yang diperoleh
melalui profil Kesehatan Kabupaten Kota se Provinsi Sulawaesi Selatan tahun 2007 tercatat jumlah
kasus pneumonia sebanyak 42.563 penderita, dengan jumlah balita yang terkena pneumonia 14.576
balita dan yang tertangani hampir seluruh jumlah balita yang terkena pneumonia dengan jumah
presentase 99,86%.

Oleh karena kejadian pneumonia merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan dan angka
kematian yang cukup tinggi, maka perlu penanganan yang terpadu, terarah yang ditujukan pada
perbaikan mutu lingkungan atau keadaan perumahan serta pentalaksanaan penderita pada
puskesmas/rumah sakit tetapi yang paling penting adalah pengawasan terhadap faktor-faktor resiko
penularan pneumonia yaitu kondisi sekitar rumah dan keadaan lingkungan. (Madiana, 2003)

Penatalaksanaan penderita pneumonia diharapkan dapat dilakukan di Puskesmas dan rumah sakit,
sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat pneumonia. Untuk pencapain hal tersebut, maka
perlu adanya pelatihan yang dapat meningkatkan kinerja petugas promosi kesehatan khususnya
pneumonia terutama pada anak balita.Kejadian pneumonia dipengaruhi oleh faktor resiko intrinstik (umur,
jenis kelamin, status gizi, status imunisasi) dan faktor ekstrinsik (biologi, fisik, sosial) tetapi belum dapat
dipastikan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian pneumonia (Kartasasmita, 1993

Bronkiektasis
Pengertian

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap
disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)

Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis
berulang dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial
dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).

Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar (
Barbara E, 1998).

Etiologi
1. Infeksi
2. Kelainan heriditer atau kelainan konginetal

3. Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi

4. Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular
lainnya semasa kanak-kanak.

Tanda dan Gejala


1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari,setelah tiduran dan berbaring.

2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis
ringan )

3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada
nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan kadang-kadang sesak nafas dan
sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.

4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian
bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah
tidak luas , sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi . (Hood Alsagaff, 1995, hal 301)

Hemoptisis adalah darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu
mulai dari glottis kearah distal

hemoptisis adalah ekspetorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring atau perdarahan yang
keluar ke saluran napas di bawah laring.

Etiologi
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran pernapasan.

Klasifikasi
A. Menurut Penyebab
1. Batuk darah idiopatik.
Yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya:
insiden 0,5 sampai 58% {+ 15 %}
pria : wanita = 2 : 1
umur 30- 50 tahun kebanyakan 40-60 tahun
berhenti spontan dengan suportif terapi.
2. Batuk darah sekunder.
Yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya
a. Oleh karena peradangan
ditandai vaskularisasi arteri bronkiale: 4% (normal 1%)
Tuberculosis batuk sedikit-sedikit disertai darah biasanya bergumpal.
Bronkietasis bercampur purulen
Abses paru bercampur purulen
Pneumonia berwarna merah bata encer berbuih
Bronkitis sedikit-sedikit campur darah atau lendir
b. Neoplasma
karsinoma paru
adenoma
c. Lain-lain:
trombo emboli paru infark paru
mitral stenosis
kelainan kongenital aliran darah paru meningkat
trauma dada
tumpul: perlukaan oleh costa
tajam : tusukan benda tajam
hemorhagic diatese
hipertensi pulmonal primer

Anda mungkin juga menyukai