Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab penurunan penglihatan ketiga terbanyak di seluruh


dunia setelah katarak sebesar 43% dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi sebesar 33%.
berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen, atau tidak
dapat diperbaiki (irreversible). Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pencegahan
dan penangan kasus glaukoma. 1,2

Penyebab kebutaan adalah katarak sebesar 51 %, glaucoma sebesar 8 %, kebutaan


pada kanak-kanan dan corneal opacities sebesar 4 %, kelainan refraksi yang tidak terkoreksi
dan trachoma sebesar 3 %, dan diabetik retinopati sebesar 1 %, serta penyebab yang tidak
diketahui sebesar 21 %. Berdasarkan data WHO (World Health Organisation) 2010,
diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat glaucoma. (info datin &
WHO)

Di Indonesia, Glaukoma merupakan penyebab kebutaan permanen nomor dua yang


sering tidak disadari oleh penderita. Proporsi pasien baru glaucoma yang datang ke RSUPN
Dr Cipto Mangunkusuko (RSCM) dalam kondisi buta cukup tinggi. Di Makassar sendiri,
data kunjungan di bagian rekam medis Balai Kesehatan Mata (BKMM) Makassar tahun
2010 tercatat 1785 penderita glaukoma, sedangkan untuk tahun 2011 tercatat 1584 penderita.
3,4

Glaucoma merupakan kumpulan penyakit berupa glaukoma optic neupati (kelainan


saraf optic pada glukoma) dengan disertai hilangnya lapangan pandang dimana tekanan bola
mata diduga merupakan faktor resiko utama. 5

BAB II

LAPORAN KASUS

1
A. Identifikasi Pasien
Nama : Ny. H

Umur : 54 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Makassar

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Alamat : Kassi-kassi

RM : 09.92.61

Tanggal masuk rumah sakit : 26 April 2017

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Penglihatan kabur di kedua mata.

Anamnesis Terpimpin : Seorang wanita 54 tahun datang dengan keluhan


pandangan kabur di kedua mata yang dirasakan sejak 20 tahun yang lalu, dirasakan
tiba-tiba, awalnya pasien berobat ke dokter mata di Jawa dan didiagnosis sebagai
penyumbaatan pembuluh darah retina, berobat beberapa bulan namun berhenti
berobat. Penglihatan kabur semakin memburuk pada tahun 2016, pasien di diagnose
glaucoma. nyeri pada mata kedua mata (+), riwayat mata merah (-), hiperlacrimasi
(-).Pasien juga menguluhkan sering sakit kepala dan sebelumnya pasien mengalami
gejala-gejala seperti pegal pada daerah sekitar mata.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Riwayat diabetes melitus (-) . Riwayat hipertensi (-), riwayat alergi (-), riwayat
trauma (-), riwayat infeksi (-).

Riwayat Pengobatan :

2
Pasien berobat ke dokter mata di Jawa dan didiagnosis sebagai penyumbatan
pembuluh darah retina, berobat beberapa bulan namun berhenti berobat

Riwayat Penyakit Keluarga dan sosial


Keluarga yang memiliki penyakit yang sama (+) yaitu kakak pasien.

Gambar 1 : Pasien

C. Status General
Kepala : Bentuk bulat,simetris, rambut tidak mudah dicabut
Mata : Lihat status oftalmologis
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan nyeri tekan (-)
Thoraks : Simetris kiri dan kanan
Pulmo : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal

D. Status Lokalisasi Oftalmologis


OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)

3
Silia Normal, sekret (-) Normal, sekret (-)
Apparatus lakrimasi (-) lakrimasi (-)
lakrimalis
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis(-),
Bola mata Normal Normal
Kornea Normal Keruh,
Bilik Mata Dangkal Dangkal
Depan
Iris Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Pupil Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Lensa Keruh Keruh
Mekanisme Ke segala arah Ke segala arah
muscular

E. Pemeriksaan Palpasi
Palpasi OD OS
Tensi Ukuler Tn+2 Tn+2
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)
Glandula Tidak ada Tidak ada
Preaurikuler Pembesaran pembesaran

F. Tonometri
TOD : 46 mmHg
TOS : Tidak bisa diukur
G. Visus
VOD : 0
VOS : 0
H. Pemeriksaan Slit Lamp
1. SLOD : Palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (-), konjungtiva hiperemis (-),
kornea dasar keruh, BMD dangkal, iris dan pupil sulit dievaluasi , lensa keruh.
2. SLOS : Palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (-), konjungtiva hiperemis (-),
kornea dasar keruh, BMD dangkal, iris dan pupil sulit dievaluasi , lensa keruh.
I. Pemeriksaan Laboratorium
GDS : 94 mg/dl

J. Resume

4
Seorang wanita 54 tahun datang dengan keluhan pandangan kabur di kedua
mata yang dirasakan sejak 20 tahun yang lalu, dirasakan tiba-tiba, awalnya pasien
berobat ke dokter mata di Jawa dan didiagnosis sebagai penyumbaatan pembuluh
darah retina, berobat beberapa bulan namun berhenti berobat. Penglihatan kabur
semakin memburuk pada tahun 2016, pasien di diagnose glaucoma, dan saat ini
pasien tidak dapat melihat. nyeri pada mata kedua mata, riwayat mata merah (-),
hiperlacrimasi (-),. Pasien juga menguluhkan sering sakit kepala dan sebelumnya
pasien mengalami gejala-gejala seperti pegal pada daerah sekitar mata. Riwayat
hipertensi (-), riwayat alergi (-), riwayat trauma (-), riwayat infeksi (-). Kilauan
cahaya (-), riwayat alergi (-), riwayat trauma (-), riwayat infeksi (-). pada
pemeriksaan slitlamp didapatkan pada mata kedua mata Palpebra edema (-),
konjungtiva hiperemis (-), konjungtiva hiperemis (-), kornea dasar keruh, BMD
dangkal, iris dan pupil sulit dievaluasi , lensa keruh. Pada pemeriksaan oftalmologi
ditemukan VOD= 0 an VOS= 0. Pada palpasi tonometri ditemukan OD Tn+1 dan OS
Tn+1. Pada pemeriksaan Non contact tonometri ditemukan TOD : 46 mmHg, TOS :
tidak dapat diukur.

K. Diagnosis Kerja
ODS Glaukoma absolute
L. Penatalaksanaan
Glaucon 3 X 250 mg
C. Timol 0,5% ED 2x1 tts ODS

M. Prognosis
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : ad malam
- Ad sanationam : ad malam

N. Diskusi
Diagnosis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, dan
pemeriksaan fisik oftalmologi.
Seorang wanita 54 tahun datang dengan keluhan pandangan kabur di kedua
mata yang dirasakan sejak 20 tahun yang lalu, dirasakan tiba-tiba. awalnya pasien
berobat ke dokter mata di Jawa dan didiagnosis sebagai penyumbatan pembuluh darah
retina, berobat beberapa bulan namun berhenti berobat. Penglihatan kabur semakin
memburuk pada tahun 2016, pasien di diagnose glaucoma, dan saat ini pasien

5
kehilangan kemampuan penglihatan sama sekali. nyeri pada mata kedua mata , pasien
juga menguluhkan sering sakit kepala.

Gejala yang dialami oleh penderita glaukoma bervariasi menurut jenis


glaukomanya. Pada POAG akan didapatkan keluhan pandangan kabur yang
berkembang progresif pelan, pandangan semakin sempit dan seperti terowongan,
Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup akut akan menyebabkan terjadinya
penurunan visus mendadak, rasa nyeri yang sangat, dan mata merah. Pada pasien
didapatkan keluhan utama kedua mata kabur . Sebelumnya pasien mengalami gejala-
gejala seperti pegal pada daerah sekitar mata. Riwayat keluarga dengan glaukoma
merupakan salah satu faktor risiko glaukoma.
Tingginya tekanan TIO menyebabkan terjadinya keluhan pada daerah sekitar
mata seperti nyeri dan rasa pegal akibat peregangan dari dinding bola mata. Dalam
kasus ini, Hal ini mungkin disebabkan karena tekanan intraokular yang tinggi.
TIO tinggi, baik yang terjadi secara mendadak maupun perlahan menyebabkan
perubahan pada discus opticus. Isi bola mata akan menekan dinding bola mata ke
segala arah, menyebabkan peregangan terhadap struktur yang melapisinya. Retina
merupakan lapisan terdalam pada dinding bola mata, dan diikuti choroid di luarnya.
Akibat peregangan terjadi kerusakan pada struktur retina yang ditunjukkan dengan
gejala penyempitan lapang pandang .
Pada glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif. Pada pasien
ini visus mata kanan dan kiri light perceptionnya sudah negatif,. Dari data-data
tersebut pasien memiliki gejala khas glaukoma.
.Pada pasien ini diberikan terapi Timolol 0,5% topikal (penghambat
adrenergik beta) dan glaucon yang berisi acetazolamide (inhibitor karbonat anhidrase
sistemik) sebagai supresor produksi humor aqueous dengan tujuan untuk menurunkan
tekanan intra okular. Dengan penurunan TIO diharapkan dapat mengurangi keluhan
nyeri pasien. Diberikan timolol yang merupakan penghambat adrenergik beta non
selektif karena pada pasien tidak didapatkan riwayat penyakit asma.

6
BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf
optic, serta kerusakan lapangan pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan
bola mata yang tidak normal. 6

Glaukoma adalah suatu keadaan di mana tekanan mata seseorang demikian tinggi atau
tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optic dan mengakibatkan gangguan
pada sebagian atau seluruh lapangan pandang atau buta. Glaukoma akan terjadi bila cairan
mata didalam bola mata pengalirannya terganggu. Pada mata yang sehat dan normal, cairan

7
mata ini akan masuk ke dalam bilik mata dan keluar melalui celah halus (trabekulum) di
daerah apa yang di sebut sebagai sudut bilik mata, yang terletak antara selaput pelangi dan
selaput bening. 5

B. Anatomi dan fisiologi 5,6,7,8


Sudut bilik mata depan dibentuk oleh tautan antara kornea dan iris perifer, yang
diantaranya terdapat jalinan trabekular. Jalinan trabekular (trabecular meshwork) sendiri
terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Jalinan uveal (uveal meshwork)
2. Jalinan korneosklera (corneoscleral meshwork)
3. Jalinan endothelial (juxtacanalicular atau endothelial meshwork)
Ketiga bagian ini terlibat dalam proses outflow akuos humor.

Gambar 2 : sudut Iridocornea.

Struktur lain yang terlibat adalah kanalis sklem. Kanalis berbentuk sirkumfensial dan
dihubungkan oleh septa-septa. Bagian dalam kanalis dilapisi oleh sel-sel endotel berbentuk
kumparan yang mengandung vakuol-vakuol besar, dan di bagian luar dilapisi oleh sel-sel
datar halus yang mengandung ujung dari kanalis-kanalis kolektor. Bagian selanjutnya yang
berperan adalah kanalis kolektor. Kanalis ini meninggalkan kanalis sklem dan berhubungan
dengan vena episklera.

8
Humor akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata.
Diproduksi oleh korpus siliare dan bervariasi diurnal. Humor aquosus dibentuk dalam mata
dengan rata-rata 2 sampai 3 mikroliter tiap menit. Setelah dibentuk oleh prosesus siliaris,
humor aquous mengalir melaui pupil ke dalam kamera okuli anterior. Dari sini, cairan
mengalir ke bagian depan lensa dan ke dalam sudut antara kornea dan iris dan nantinya akan
dikeluarkan melalui dua jalur outflow berbeda yaitu:

1. Outflow melalui jalur trabekulum (jalur konvensional). Yang merupakan jalur


utama, dimana sekitar 90% outflow akuos humor melalui jalinan trabekular
menuju kanalis sklem dan berlanjut ke sistem vena kolektor.
2. Outflow melalui jalur uveoscleral (jalur unkonvensional). Dimana sekitar 10%
outflow akuos humor melalui jalur ini.

Gambar 3 : Jalur conventional dan unconventional dari humor aquous.

C. Epidemiologi 5,9
1. Usia
Peningkatan usia merupakan faktor resiko pada perkembangan glaukoma
secara umum dan pada pasien dengan OHT. Pada populasi orang kulit putih di
Wisconsin, prevalensi OAG pada kelompok usia 43 54 tahun yaitu 0,9%, sementara
pada kelompok usia 75 tahun ke atas prevalensinya lebih besar yaitu sekitar 4,7%.

9
2. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga secara konsisten merupakan faktor resiko pada glaucoma.
Studi keluarga di Barbados mengenai OAG, 40% probandus mempunyai sedikitnya
satu orang anggota keluarga yang menderita glaucoma, 1 dari 5 bersaudara menderita
OAG, dan seperempat dari anggota keluarga menderita atau tersangka glaukoma.
3. Sex
Tidak ada perbedaan prevalensi yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan.
4. Ras
Ras afrika memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan ras Eropa.
Sementara Ras asia memiliki resiko yang lebih rendah terkena OAG dibandingkan
dengan ras afrika, dan memperlihatkan pervalensi yang serupa dengan ras Eropa.
Pada ras asia glaucoma sudut tertutup lebih sering dibandingkan sudut terbuka.
5. Faktor resiko lain
Pada pasien diabetes melitus ditemukan peningkatan tekanan intraocular
dibandingkan pasien non-diabetic. Peningkatan tekanan darah sistemik telah
dihubungkan dengan tingginya tekanan intraocular.

Etiopatofisiologi 5,8,10
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat disebabkan oleh
bertambahnya produksi humor akuos oleh badan siliar ataupun berkurangnya pengeluaran
humor akuos di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor akuos, hambatan
terhadap aliran akuos dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara ketiga hal
tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler, akan tetapi hal ini lebih sering
disebabkan oleh hambatan terhadap aliran humor akuos.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara papil optic yang
merupakan bagian terlemah dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke
saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama
terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak
diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.

Gambar 4 : Mata normal (kiri), Mata dengan glaukoma (kanan).

10
D. Klasifikasi dan Diagnosis 1,5,6,11
Glaukoma dapat di klasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma sekunder,
glaukoma congenital, dan glaucoma absolut. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak
diketahui penyebabnya. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh
kelainan penyakit di dalam mata tersebut seperti kelainan pada Lensa (luksasi,
pembengkakkan, fakoltik), Kelainan uvea (uveitis, tumor), Trauma (hifema), pembedahan,
dan lain-lain. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang ditemukan sejak dilahirkan, dan
biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan di dalam mata tidak berfungsi dengan
baik sehingga menyebabkan pembesaran mata bayi. Disamping itu glaucoma dengan
kebutaan total disebut juga sebagai Glaucoma absolut. D a r i s e m u a j e n i s g l a u k o m a
d i a t a s , g l a u k o m a a b s o l u t m e r u p a k a n h a s i l a t a u stadium akhir semua glaukoma
yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan total dan bola mata nyeri

Pada glaukoma primer tidak diketahui penyebabnya, didapatkan bentuk :


1. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang penyebabnya tidak
ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Pada
glaukoma sudut terbuka, humor akuous setelah melalui pupil masuk ke dalam bilik
mata depan dan tidak dapat melalui trabekulum meshwork.
Gambaran klinis dari glaukoma primer sudut terbuka, yaitu progresifitas
gejalanya berjalan perlahan dan lambat sehingga sering tidak disadari oleh

11
penderitanya, serta gejalanya samar seperti: sakit kepala ringan, tajam penglihatan
tetap normal; hanya perasaan pedas atau kelilipan saja; tekanan intra okuler terus-
menerus meningkat hingga merusak saraf penglihatan. Benda yang terletak di
bagian sentral masih terlihat jelas akan tetapi yang terletak diperifer tidak terlihat
sama sekali. pada keadaan ini lapang penglihatan secara perlahan-lahan
menyempit. Bila keadaan ini berlanjut penglihatan akan terus berkurang sehingga
dapat menjadi buta sama sekali.
Tekanan bola mata biasanya lebih dari 25 mmHg dan terus-menerus merusak
saraf optic sehingga sering disebut sebagai pencuri penglihatan.
Gambar 6 : Glaukoma sudut terbuka.

2. Glaukoma primer sudut tertutup


Terdapat 2 tipe glaukoma sudut tertutup yaitu akut dan kronis. Glaukoma sudut
tertutup akut dimana tempat mengalir keluar humor akuous tertutup mendadak.
Bila terjadi penutupan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan bola mata
mendadak. Hal ini merupakan keadaan gawat karena akan terjadi kerusakan pada
saraf optik di sertai dengan gangguan penglihatan.
Glaukoma sudut tertutup kronis berjalan perlahan tanpa adanya peringatan.
Perlahan-lahan penglihatan samping atau perifer berkurang dengan penglihatan
sentral masih dapat normal. Penglihatan dapat hilang pada keadaan glaukoma
lanjut. Pada glaukoma sudut tertutup kronis keluhan sangat tidak jelas sehingga
mereka terhambat untuk mendapatkan perawatan dokter.
Glaukoma primer sudut tertutup ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
tertutup, bersifat bilateral dan herediter. Gejala yang dirasakan oleh pasien, seperti :
tajam penglihatan kurang (kabur mendadak), mata merah, bengkak, mata berair,
12
kornea suram karena edema, bilik mata depan dangkal dan pupil lebar dan tidak
bereaksi terhadap sinar, diskus optikus terlihat merah dan bengkak, tekanan intra
okuler meningkat hingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema
kornea, melihat halo (pelangi di sekitar objek), nyeri hebat periorbita, pusing,
bahkan mual-muntah.
Untuk serangan glaucoma akut sudut tertutup di gambarkan sedikitnya 2 dari
gejala berikut ini yaitu : nyeri ocular, mual/muntah, dan riwayat pandangan kabur
intermitten dengan halo. Dan sedikitnya 3 dari tanda berikut ini : IOP lebih dari 21
mmHg, injeksi konjungtiva, edema epitel kornea, mid-dilatasi pupil yang non-
reaktif terhadap sinar, dan penyempitan bilik mata karena adanya sumbatan.
Serangan glaucoma akut tidak selamanya berat, dapat ringan dan berulang-ulang.
Gambar 7 : Glaukoma sudut tertutup.

Sedangkan pada glaukoma absolut yakni semua glaukoma dengan visus


persepsi cahaya negatif. Dapat terjadi pada semua jenis glaukoma (primer-
sekunder-kongenital dan sudut mata terbuka ataupun tertutup). Glaukoma akut
dapat menyebabkan Glaukoma absolut terjadi akibat kerusakan papil nervus II
tahap lanjut, kerusakan lapisan serat syaraf retina serta gangguan vaskularisasi
pada serat-serat syaraf tersebut

E. Manifestasi Klinis
Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis glaukoma secara umum
yakni yang didapatkan adalah terdapat tanda-tanda glaukoma yakni kerusakan papil
13
nervus II dengan predisposisi TIO tinggi dan terdapat penurunan visus. Yang berbeda dari
glaukoma lain adalah pada penderita glaukoma absolut visusnya nol dan light perception
negatif. Apabila masih terdapat persepsi cahaya maka belum dapat didiagnosis sebagai
glaukoma absolut

Gejala yang menonjol pada glaukoma absolut adalah penurunan visus tersebut,
namun demikian dapat ditemukan gejala lain dalam riwayat pasien. Rasa pegal di sekitar
mata dapat diakibatkan oleh peregangan pada didnding bola mata akibat TIO yang tinggi.
Gejala-gejala dari POAG dan PACG seperti nyeri, mata merah, dan halo dapat ditemukan
juga

Negative Light Perception

Pada glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif, hal ini
disebabkan kerusakan total papil N.II. Papil N.II yang dapat dianggap sebagai lokus
minoris pada dinding bola mata tertekan akibat TIO yang tinggi, oleh karenanya terjadi
perubahan-perubahan pada papil N.II yang dapat dilihat melalui funduskopi berupa
penggaungan Gambaran yang menunjukkan tahapan perubahan papil N.II pada
funduskopi dapat dilihat pada Gambar 8.

Pada tahap awal glaukoma sudut terbuka discus opticus masih normal dengan C/D
ratio sekitar 0,2. Pada tahap selanjutnya terjadi peningkatan rasio C/D menjadi sekitar 0.5.
Semakin lama rasio C/D semakin meningkat dan terjadi perubahan pada penampakan
vaskuler sentral yakni nasalisasi, bayonetting. Perubahan juga terjadi pada serat-serat
syaraf di sekitar papil. Pada tahap akhir C/D ratio mejadi 1.00, di mana semua jaringan
diskus neural rusak

Penyempitan lapang pandang

Penurunan visus akibat glaukoma dapat terjadi perlahan maupun mendadak.


Tajam penglihatan yang terganggu adalah tajam penglihatan perifer, atau yang lebih
umum disebut lapang pandang. Mekanisme yang mendasari penyempitan lapang pandang
adalah kerusakan papil nervus II serta kerusakan lapisan syaraf retina dan vaskulernya
akibat peningkatan TIO. Pada peningkatan TIO maka terjadi peregangan dinding bola
mata. Retina merupakan salah satu penyusun dinding bola mata ikut teregang struktur sel
syaraf yang tidak elastis kemudian menjadi rusak. Sedangkan pembuluh kapiler yang

14
menyuplai serabut-serabut syaraf juga tertekan sehingga menyempit dan terjadi gangguan
vaskularisasi .

Penyempitan lapang pandang secara bertahap akibat kerusakan papil dan lapisan
syaraf retina. Dari gejala klinis didapatkan penyempitan lapang pandang. Lama-kelamaan
penderta seperti melihat melalui terowongan. Dari pemeriksaan perimetri bisa didapatkan
kelainan khas yakni scotoma sentral, perisentral, dan nasal. Lama kelamaan scotoma ini
berbentuk seperti cincin. Pengurangan lapang pandang biasanya dimulai dari sisi
temporal, pada perimetri didapatkan defek berbentuk arcuata yang khas untuk glaukoma.
Lama-kalamaan defek ini meluas dan mencapai keseluruhan lapang pandang, hanya
tersisa di bagian sentral yang sangat kecil. Visus light perception negatif menandakan
kerusakan total pada papil N.II. Pada keadaan seperti ini pasien tidak lagi perlu diperiksa
perimetri .

Gambar 8 Perubahan pada papil N.II pada funduskopi dan lapang pandang
pada pemeriksaan perimetri
Sudut Mata
Sudut mata pada pasien glaukoma absolut dapat dangkal atau dalam,
tergantung kelainan yang mendasari. Pemeriksaan dilakukan untuk
mengetahui kelainan tersebut. Dari riwayat mungkin didapatkan tanda-tanda
serangan glaukoma akut pada pasien seperti nyeri, mata merah, halo, dan
penurunan visus mendadak. Dengan sudut terbuka mungkin pasien
mengeluhkan penyempitan lapang pandang secara bertahap. Pemeriksaan

15
dapat dilakukan dengan penlight ataupun gonioskopi. Dengan penlight COA
dalam ditandai dengan semua bagian iris tersinari, sedangkan pada sudut
tertutup iris terlihat gelap seperti tertutup bayangan. Pemeriksaan gonioskopi
dapat menilai kedalamaan COA. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan
garis-garis anatomis yang terdapat di sekitar iris. Penilaian berdasarkan
klasifikasi Shaffer dibagi menjadi 5 tingkat, dengan tingkat 4 sebagai COA
yang normal yang dalam, sedangkan tingkat nol menunjukkan sudut mata
sempit

F. Differential diagnosis 6
Walaupun glaucoma Absolut begitu jelas tanda-tandanya, kadang-kadang timbul keragu-
raguan pada dokter umum yang sehari-hari tidak melihat kasus glaucoma akut. Beberapa
penyakit mata yang mirip adalah :
1. Iritis
Nyeri mata pada iritis akut tidak sehebat glaucoma akut namun fotofobia lebih
hebat dari glaucoma akut. Kornea pada iritis akut masih mengkilat., pupil kecil,
BMD tidak terlalu dangkal atau normal, tekanan bola mata biasa atau rendah.
2. Keratitis
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya
kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata
merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang
dalam atau injeksi siliar.

G. Pemeriksaan penunjang 5,6


1. Visus
pada pasien dengan glaukoma, visus turun mulai dari perifer. Visus sentral
baik terutama pada glaukoma sudut terbuka. Sedangkan pada stadium lanjut,
visus sentral akan turun.

2. Tonometri
Tonometri yang sering digunakan yaitu Tonometri Schiotz alat ini berguna
untuk menilai tekanan intra okular. Tekanan intra okular normal berkisar antara
10-21 mmHg.
3. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal ini lensa gonioskop diperlukan
untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.

16
Gonioskop dapat membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup. Begitu pula
dapat diperiksa apakah ada perleketan iris dibagian perifer dan kelainan lainnya
Gambar 8 : Gonoskopi struktur sudut .
Gambar 9 : gonioskopi sudut tertutup.

17
Gambar 10 : pemeriksaan slit lamp. Gambaran BMD dangkal pada mata kanan
(A,B) dan sudut tertutup pada mata kiri (C,D).

Gambar 11 : Pemeriksaan bilik mata depan menggunakan pen light.


4. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan keadaan papil
saraf optic, sangat penting dalam pengelolaan glaucoma yang kronik. Papil saraf
optic yang di nilai adalah warna papil saraf optic dan lebarnya ekskavasi.

18
Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang
luasnya tetap atau terus membesar.
5. Pemeriksaan lapangan pandang
Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti perjalanan
penyakitnya, juga bagi menentukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu
diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang
masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi
lapang pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam
skotoma.

6. OCT
Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan teknologi pencitraan yang
menampilkan gambaran resolusi micron, cross sectional, pada jaringan invivo,
termasuk mikrostruktur okuli. OCT dapat dianalogikan dengan USG, tetapi
bukan menggunakan gelombang suara melainkan menggunakan cahaya dekat
infra merah untuk memperoleh gambar cross sectional.
Di bidang glaukoma, secara kuantitas OCT dapat mengukur RNFL (retinal
nerve fiber layer) dengan resolusi 8 10 sehingga lebih objektif untuk
mendiagnosa glaukoma. OCT lebih memberikan kontribusi yang besar untuk
mendeteksi dini adanya glaucoma sebelum didapatkan gangguan lapangan
pandang.

H. Penatalaksanaan 5,6,12
Penatalaksanaan Glaukoma Absolut
Penatalaksanaan glaukoma absolut dapat ditentukan dari ada tidaknya keluhan. Ketika
terdapat sudut tertutup oleh karena total synechiae dan tekanan bola mata yang tidak
terkontrol, maka kontrol nyeri menjadi tujuan terapetik yang utama. Penatalaksanaan
glaukoma absolut dilakukan dengan beberapa cara :

1. Medikamentosa
Kombinasi atropin topikal 1% dua kali sehari dan kortikosteroid topikal 4 kali sehari
seringkali dapat menghilangkan gejala simtomatis secara adekuat. Kecuali jika TIO lebih
besar dari 60 mmHg. Ketika terdapat edema kornea, kombinasi dari pemberian obat-obatan
ini dilakukan dengan bandage soft contact lens menjadi lebih efektif. Namun bagaimanapun,
dengan pemberian terapi ini, jika berkepanjangan, akan terdapat potensi komplikasi. Oleh

19
karena itu, pada glaukoma absolut, pengobatan untuk menurunkan TIO seperti penghambat
adenergik beta, karbonik anhidrase topikal, dan sistemik, agonis adrenergik alfa, dan obat-
obatan hiperosmotik serta mencegah dekompensasi kornea kronis harus dipertimbangkan
2. Prosedur Siklodestruktif
Merupakan tindakan untuk mengurangi TIO dengan merusakan bagian dari epitel
sekretorius dari siliaris. Indikasi utamanya adalah jika terjadinya gejala glaukoma yang
berulang dan tidak teratasi dengan medikamentosa., biasanya berkaitan dengan glaukoma
sudut tertutup dengan synechia permanen, yang gagal dalam merespon terapi. Ada 2 macam
tipe utama yaitu : cyclocryotherapy dan cycloablasi laser dgn Nd:YAG
Cyclocryotherapy dapat dilakukan setelah bola mata dianaestesi lokal dengan injeksi
retrobulbar. Prosedur ini memungkinkan terjadinya efek penurunan TIO oleh karena
kerusakan epitel siliaris sekretorius, penurunan aliran darah menuju corpus ciliaris, atau
keduanya. Hilangnya rasa sakit yang cukup berarti adalah salah satu keuntungan utama
cyclocryotheraphy.
Dengan Cycloablasi menggunakan laser Nd:YAG, ketika difungsikan, sinar yang
dihasilkan adalah berupa sinar infrared. Laser YAG dapat menembus jaringan 6 kali lebih
dalam dibandingkan laser argon sebelum diabsorbsi, hal ini dapat digunakan dalam merusak
trans-sklera dari prosesus siliaris .
3. Injeksi alkohol
Nyeri pada stadium akhir dari glaukoma dapat dikontrol dengan kombinasi atropin
topikal dan kortikosteroid atau, secara jarang, dilakukan cyclocryotheraphy. Namun
demikian, beberapa menggunakan injeksi alkohol retrobulbar 90% sebanyak 0,5 ml untuk
menghilangkan nyeri yang lebih lama. Komplikasi utama adalah blepharptosis sementara
atau ophtalmoplegia eksternal .
4. Enukleasi bulbi
Secara jarang, enukleasi dilakukan bila rasa nyeri yang ditimbulkan tidak dapat diatasi
dengan cara lainnya

DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Data Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2015. Situasi Dan Analisis
Glaukoma. Jakarta : Kemenkes RI
2. Bulletin Of The WHO. 2004. Glaucoma Is The Second Leading Cause Of
Blindness Globally. WHO. Di Unduh Dari :
http://www.who.int/bulletin/volumes/82/11/feature1104/en/

20
3. Ismandari Fetty, Helda. 2011. Kebutaan Pada Pasien Glaukoma Primer Di
Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jakarta : Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, Kemenkes RI
4. Fatmawati. 2014. Karakteristik Penderita Glaukoma. Sulawesi Selatan : BKMM.
Di Unduh Dari : http://bkmmsulsel.net/artikel/188-glaukoma.html
5. Ilyas Sidarta. 2007. Glaukoma Tekanan Bola Mata Tinggi. Jakarta : Agung Seto.
6. Ilyas S, Dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata, Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa
Kedokteran. Ed Ke 2. Jakarta: Agung Seto.

7. Lubis RR. 2009. Aqueous Humour. Medan : Departemen Ilmu Kesehatan Mata,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

8. Guyton, A.C, 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC


9. Giangiacomo A, Coleman AL. The Epidemiology Of Glaucoma.

10. Vaughan, D, Asbury, T. 2009. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC


11. Freedman J, Dkk. 2016. Acute Angle-Closure Glaucoma. Medscape. Diunduh
Dari : http://emedicine.medscape.com/article/798811-overview

12. Gondowihardjo T, Simanjuntak G. Editor. Glaukoma Akut Dalam Panduan


Manajemen Klinis Perdami. PP Perdami: Jakarta. 2006.

21

Anda mungkin juga menyukai