SUMPAH HIPPOCRATES
Sudah sejak zaman kuno, norma norma kesusilaan yang menjadi
pegangan para dokter ialah sumpah yang diciptakan oleh Bapak
Ilmu Kedokteran HIPPOCRATES ( 469 377 SM ). Sumpah
Hippocrates yang umurnya telah berabad abad itu, maknanya
tersimpul dalam segala sesuatu yang kulihat kudengar dalam
melakukan praktekku, akan kusimpan sebagai rahasia.
2. Pasal 50 KUHP
Siapapun tak terpidana, jika peristiwa itu dilakukan untuk
menjalankan ketentuan perundang-undangan.
3. Pasal 51 KUHP
Siapapun tak terpidana jika melakukan peristiwa untuk
menjalankan sesuatu perintah jabatan yang diberikan oleh
penguasa yang berwenang untuk itu.
Perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang
berwenang tidak membebaskan dan keadaan terpidana, kecuali
dengan itikad baik pegawai yang dibawahnya itu menyangka
bahwa penguasa ituberwenang untuk memberi perintah itu dan
perintah menjalankan terletak dalam lingkungan kewajiban
pegawai yang diperintah itu.
Pasal 48 KUHP
Mengenai pasal 48 KUHP yang dalam bahasa Belanda yang asli :
"Artikel 48 wet boek van strafrecht is hij, die een feit begaat
waartoe hij door overmachti gedwongen".
Sayang sekali pasal yang sangat penting untuk tafsiran banyak
permasalahan yang sulit mengenai rahasia jabatan dokter ini
belum ada terjemahannya yang tepat ke dalam bahasa Indonesia
terutama mengenai kata "overmacht". Dalam buku Engelbrecht,
kitab undang-undang dan peraturan-peraturan serta undang undang
dasarsementara terbitan 1954, kata "overmacht" diterjemahkan
dengan "berat lawan". Dalam kitab Himpunan Perundang-Undangan
Negara Republik Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1956 oleh
Kementerian Penerangan "Overmacht" diterjemahkan sebagai "suatu
sebab paksaan". Untuk sementara dipergunakan kata yang dianggap
tepat, yakni "adi paksa" yang didapat dari saudara Mr. Moedigdo
Moeliono, pimpinan Lembaga Kriminologi Fakultas Hukum dan
Pengetahuan Masyarakat, Universitas Indonesia Jakarta.
Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dalam pasal 48
KUHP ini bukanlah "adi paksa mutlak" (absolut overmacht).
Seorang mengalami adi paksa mutlak bila ia dihadapkan kepada
kekerasan atau tekanan jasmani atau rohani sedemikan, hingga ia
tidak berdaya lagi dan kehilangan kehendak (willoos) untuk
tindakan pidana yang melakukan pelanggaran hukum.
Pada kenyataan adi paksa nisbi, yang kebanyakan terjadi karena
adanya tekanan rohani, timbulnya keadaan terpaksa atau darurat,
sehingga yang bersangkutan berbuat sesuatu yang pasti tidak akan
diperbuatnya, jika keadaan terpaksa atau darurat itu tidak ada.
Keadaan serupa ini menjadi sebab timbuInya pertentangan dalam
jiwa orang yang bersangkutan (konflik) yang hanya dapat diatasi
bila ia melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Hal ini biasa
berarti pengorbanan kepentingan pihak lain.
Beberapa contoh praktek dan pertentangan serupa adalah :
1. Seorang pengemudi yang menderita penyakit ayan (epilepsi),
yang bilamana mendapatkan bangkitan serangan penyakitnya
pada waktu ia sedang melakukan tugasnya pasti sangat
membahayakan keselamatan umum.
2. Seorang guru yang menderita penyakit tuberkulosis dan
menimbulkan bahaya akan menulari murid-muridnya pada waktu
ia mengajar.
Pasal 50 KUHP
"Tidak boleh di hukum barang siapa melakukan perbuatan untuk
menjalankan urusan undang-undang".
Pasal 50 KUHP ini sering dikaitkan dengan kewajiban seorang
dokter untuk melaporkan kelahiran, kematian dan penyakit
menular. Kewajiban melapor penyakit menular di Indonesia diatur
dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah, diundangkan
pada tanggal 5 Maret 1962 yang saat ini telah diganti dengan
Undang-Undang Wabah Penyakit Menular No. 4 tahun 1984, kemudian
diganti dengan Undang-Undang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular No. 40 tahun 1991.
Mengenai hal ini dapat dibaca pasal-pasal yang mengatur
kewajiban masyarakat dan tenaga kesehatan serta aparatur
Pemerintah Daerah untuk melaporkan kejadian luar biasa dalam
waktu yang singkat.
Pasal 51 KUHP
"Tidak boleh di hukum barang siapa melakukan perbuatan atau
menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh pembesar yang
berhak untuk itu".
Pasal 51 KUHP terutama penting bagi seorang dokter yang
mempunyai jabatan rangkap seperti dokter TNI/Polri yang juga
menjabat sebagai anggota Majelis Penguji Kesehatan. Selaku
seorang dokter, seorang dokter angkatan bersenjata wajib
menyimpan rahasia jabatan dokter, namun di lain pihak sebagai
seorang anggota TNI/Polri ia harus tunduk pada disiplin
TNI/Polri dan taat perintah atasannya.
Konflik tentang wajib simpan rahasia jabatan dapat terjadi
misalnya pada keadaan sebagai berikut :
Ia diperintah oleh atasannya untuk menyusun daftar nama
perwira yang menderita penyakit sifilis. Kalau diantara
perwira yang harus dicantumkan namanya dalarn daftar
ternyata juga pernah menjadi pasien yang diperiksanya, maka
ia harus memilih antara 2 jalan berikut :
1. Menjunjung tinggi rahasia jabatan sebagai dokter tetapi
tidak taat pada perintah militer; atau
2. Taat kepada perintah militer tetapi melepaskan rahasia
jabatan sebagai dokter.
Dalam hal yang demikian, yang dapat dijadikan pegangan ialah
perhitungan dan pertimbangan yang matang untuk menentukan apa
yang harus diutamakan.
Sumber: Kode Etik Kedokteran Indonesia
UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Pasal 57 :
1. Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan
pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara
pelayanan kesehatan.
2. Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan
pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
dalam hal :
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau
e. kepentingan orang tersebut.
Pasal 2.
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang
yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan
lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan
Pemerintah ini menentukan lain.
Pasal 3.
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1
ialah:
a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No. 79).
b. mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan
pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 4
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia
kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal
322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Menteri
Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan
pasal 11 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 5.
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh
mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri
Kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang
dan kebijaksanaannya.
Pasal 6.
Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat
mendengar Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan/atau badan-badan
lain bilamana perlu.
Pasal 7.
Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran".
Pasal 8.
Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar
setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 21 Mei 1966.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUKARNO
Diundangkan di Jakarta pada
tanggal 21 Mei 1966.
SEKRETARIS NEGARA
MOHD. ICHSAN.
SUMPAH HIPPOCRATES
I swear by Apollo Physician and Asclepius and Hygieia and
Panaceia and all the gods and goddesses, making them my
witnesses, that I fulfil according to my ability and judgement
this oath and this covenant.
Saya bersumpah demi (Tuhan) ... bahwa saya akan memenuhi sesuai
dengan kemampuan saya dan penilaian saya guna memenuhi sumpah
dan perjanjian ini.
Dan apa pun yang saya lihat dan dengar dalam proses profesi
saya, ataupun di luar profesi saya dalam hubungan saya dengan
masyarakat, apabila tidak diperkenankan untuk dipublikasikan,
maka saya tak akan membuka rahasia, dan akan menjaganya seperti
rahasia yang suci.
Now if I carry out this oath, and break it not, may I gain for
ever reputation among all men for my life and for my art; but if
I transgress it and forswear myself, may the opposite befall me.
RAHASIA MEDIS
" Whatever. In connection with from my professional practice or
not in connection with it, I see or hear, in the life of men,
which ought not to be spoken of abroad, I will not divulge, as
reckoning that all should be kept secret." (The Hippocratic
Oath)
Selain didalam Sumpah Hippocrates, kewajiban menyimpan Rahasia
Medis juga terdapat pada:
1. Declaration of Geneve
Ini adalah suatu versi Sumpah Hippocrates yang di
modernisasi dan di introduksikan oleh World Medical
Association. Khusus yang Menyangkut Rahasia Medis berbunyi:
"I will respect the secrets which are confided in me, even
after the patient has died."
3. Hukum Pidana
a. Pasal 322 tentang Wajib Menyimpan Rahasia
b. Pasal 224 tentang Panggilan Menghadap Sebagai Saksi Ahli
6. Hukum Administrasi
Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1946 yang memperluas
jangkauan Wajib Simpan Rahasia Kedokteran terhadap tenaga
kesehatan lainnya.
Bila terdengar akan ada tuntutan dari pihak pasien, maka berkas
Rekam Medis oleh Kepala Rumah Sakit harus diamankan dan tidak
diperbolehkan lagi untuk diberikan tambahan tulisan, coret-
coretan, penghapusan, ditutupi tulisannya atau mengadakan
perubahan. Ada sementara dokter yang langsung membawa pulang
berkas untuk dipelajari, begitu mendengar akan timbul tuntutan.
Hal ini tidak diperbolehkan, berkas Rekam Medis adalah milik
rumah sakit dan harus tetap berada dan disimpan di rumah sakit.
Hal ini disebabkan karena berkas itu sangat penting bagi rumah
sakit, yang dapat dipakai sebagai barang bukti mengenai
perawatan dan pengobatan, tindakan apa saja yang telah dilakukan
dan oleh siapa.
Pengacara pasien juga tidak bisa meminta berkas tersebut, yang
boleh diberikan kepada pengacara pasien - tentunya dengan
melampirkan Surat Izin tertulis dari pasien - adalah FOTOKOPI
atau salinan dari Rekam Medis tersebut dan bukan aslinya. Ada
juga sementara rumah sakit yang tidak mau menyerahkan fotokopi
dari Rekam Medis kepada pengacara pasien, tetapi hal ini bisa
menyulitkan rumah sakit itu sendiri karena berdasarkan Pasal 43
KUHAP berkas itu atas izin khusus dari Ketua Pengadilan Negeri
setempat, dapat dilakukan penyitaan. Hal ini akan tambah
menyulitkan Rumah Sakit dalam mengajukan bukti buktinya.
Mungkin dewasa ini masalah Rahasia Medis bagi orang kita tidak
begitu menjadi persoalan, hal ini karena pengaruh sosial budaya,
dimana jika seorang anggota keluarga menderita sakit, akan juga
merupakan persoalan bagi seluruh keluarga (besar). Demikian pula
antara pasien di rmah sakit dan para pengunjungnya, juga tampak
saling menceritakan penyakitnya masing masing, tanpa merasa
bahwa hak itu termasuk rahasia pribadi yang dilindungi undang
undang. Walaupun demikian, kita tetap harus menjaga dengan hati
hati agar jangan sampai menimbulkan persoalan, teristimewa dalam
hal penyakit penyakit tertentu seperti penyakit kelamin,
penyakit keturunan, kanker, HIV/AIDS, dan sebagainya.
Sumber: Buku Rahasia Medis J. Guwandi, S.H