PENDAHULUAN
Stroke masih menjadi salah satu masalah utama kesehatan, bukan hanya di
Indonesia namun di dunia (Panella et al. 2012;Bejot et al. 2007). Stroke menjadi
penyebab kematian nomor dua di seluruh dunia setelah penyakit jantung iskemik
(Donnan et al. 2008), 9% dari kematian dunia adalah karena stroke. Di negara
maju stroke menjadi penyebab nomor satu admisi pasien ke rumah sakit, dengan
proporsi kematian sebanyak 20% dalam 28 hari pertama perawatan (Panella et al.
2012). World Health Organization (WHO) menambahkan bahwa di negara maju
stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas nomor tiga (WHO PATH 2009).
Data dari American Hearth Association (AHA) pada tahun 2007 menyebutkan
bahwa setiap 40 detik terdapat 1 kasus baru stroke, dengan prevalensi 795.000
pasien stroke setiap tahunnya. Angka kematian akibat stroke ini mencapai 1 per
18 kematian di Amerika Serikat (Roger et al. 2011). Data di Indonesia
menyebutkan kecenderungan peningkatan yang bermakna, baik angka kematian,
kejadian, maupun kecacatan yang diakibatkan karena stroke. Data Kementrian
Kesehatan RI menunjukkan bahwa stroke adalah penyebab kematian nomor satu
pada pasien yang dirawat di rumah sakit, 8 per 1000 orang di Indonesia terkena
stroke dan setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia 2 diantaranya karena
stroke (Kemenkes 2011). Tidak hanya mortalitas, stroke juga menjadi penyebab
nomor satu disabilitas di dunia (Panella et al. 2012 ; Bejot et al. 2007;Feigin et al.
2003) dengan biaya perawatan yang tinggi (Donnan et al. 2008;Schwamm et al.
2005), mencapai 2-4% dari total pembiayaan pelayanan kesehatan (Donnan et
al.2008). Meskipun sistem diagnosis dan pelayanan stroke telah meningkat namun
angka mortalitas akibat stroke masih tinggi.
Pada sejumlah penelitian mengenai kejadian stroke, angka kejadian stroke
yang terbesar adalah stroke iskemik. Dalam penelitian yag dilakukan di Australia
dan Jerman, data dari 4578 kasus stroke didapatkanbahwa stroke iskemik adalah
jenis stroke yang paling sering terjadi, yaitu dengan presentase sebesar 67,3-
80,5%. Sedangkan sisanya 6,5-19,6% adalah stroke perdarahan intracerebral, 0,8-
1
2
B. Perumusan Masalah
Clinical pathway adalah bentuk nyata dari upaya perbaikan mutu yang
berkelanjutan. Unit stroke adalah salah satu pelayanan unggulan di RS Bethesda.
Sebagai salah satu unit yang padat volume, padat risiko dan padat biaya, RS
Bethesda telah memberlakukan penerapan rutin clinical pathway sebagai bagian
dari indikator manajemen pasien stroke. Banyak penelitian yang membuktikan
efektivitas clinical pathway dalam menunjang mutu pelayanan, namun
damapaknya terhadap outcome masih menjadi perdebatan. Efektivitas clinical
pathway terhadap outcome pasien masih belum menunjukan bukti yang jelas.
Oleh karenanya, dampak clinical pathway terhadap proses pelayanan dan outcome
pasien stroke yang dirawat di RS Bethesda Yogyakarta menarik untuk dikaji
dengan menggunakan indikator proses dan indikator outcome. Oleh karena itu
disusun perumusan masalah yaitu:
1. Apakah pemberlakuan clinical pathway berdampak terhadap proses
pelayanan stroke di RS Bethesda Yogyakarta?
2. Apakah pemberlakuan clinical pathway berdampak terhadap outcome
mortalitas pasien stroke di RS Bethesda Yogyakarta?
3. Apakah proses pelayanan stroke berhubungan dengan outcome
mortalitas pasien stroke di RS Bethesda Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
E. Keaslian Penelitian
(T Rotter et al. Menilai dampak clinical Jerman Meta analisis, 27 penelitian, Membandingkan:
2010) pathway terhadap tenaga RCT,before and 11.398 sampel 1. Clinical pathway vs perawatan biasa
professional, outcome after study dan 2. Clinical pathway sebagai bagian dari intervensi vs
pasien, LOS (length of stay) interrupted time perawatan biasa
dan cost pelayanan series study Hasil:
1. Clinical pathway vs perawatan biasa:
Komplikasi berkurang (OR:0,58 ; CI 95% 0,36-0,94),
Kelengkapan dokumentasi meningkat (OR: 11,95: 95% CI
4,72-30,30)
Tak da bukti terdapat perbedaan kejadian readmisi ataupun
mortalitas.
Terdapat penurunan LOS dan cost perawatan.
(De Luca et Mengevaluasi dampak Italia RCT 4895 subyek (2656 Clinical pathway terbukti terdapat efikasi, efisiensi, feasibilitas
al. 2009) emergency clinical pathway clinical pathway dalam meningkatkan kualitas pelayanan pasien stroke.
(ECP) pada pasien stroke. dan 2239 kontol).
(Pinzon et al. Mengevaluasi dampak Yogyakarta Kuasi eksperi- 167 pasien Pemberlakuan clinical pathway secara signifikan memperbaiki
2009b) clinical pathway dalam mental (117 non clinical indikator proses untuk pelayanan stroke.
memperbaiki proses pathway dan 50 Hasil: pelacakan faktor risiko: 72% : 97%
pelayanan pasien stroke clinical pathway) Penilaian fungsi menelan : 0% : 100%
Ct scan 24 jam : 100% :100%
Konsultasi gizi : 84% : 100%
Penilaian fungsional : 34% : 86%
10